MoDuL 4
Manajemen Bank Umum,
Manajemen Bank Syariah, dan
Bank Perkreditan Rakyat
Pada Modul 4 terdiri dari 3 kegiatan belajar, yaitu:
Kredit yang disalurkan (loan): Pemberian kredit merupakan aspek utama dalam
penggunaan dana bank. Untuk mengefektifkan fungsi bank dalam intermediasi
dana, pemberian kredit ini diatur oleh Bank Indonesia berupa standar minimum
LDR (Loan Deposit Ratio), yaitu rasio antara kredit dengan dana pihak ketiga
Bank
Transfer
Garansi
E. TEKNOLOGI INFORMASI DAN PENERAPAN MANAJEMEN
RISIKO DI BANK UMUM
Seiring perkembangan teknologi, jasa-jasa yang ditawarkan oleh bank umum saat
ini banyak yang berbasis digital atau pun didukung oleh teknologi internet dan
ICT (Information Comunication Technology).
Oleh karena maraknya penggunaan ICT dalam layanan operasional perbankan
maka Otoritas Jasa Keuangan mengeluarkan regulasi yang mengatur bagaimana
penerapan manajemen risiko dalam penggunaan ICT.
Regulasi tersebut tertuang dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 38
/POJK.03/2016 tentang Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan
Teknologi Informasi oleh Bank Umum.
Selain itu, bank wajib memastikan pengamanan informasi dilaksanakan secara
efektif dengan memperhatikan minimal pengamanan informasi yang ditujukan
agar informasi yang dikelola terjaga kerahasiaan (confidentiality), integritas
(integrity), dan ketersediaan (availability) secara efektif dan efisien.
F. MANAJEMEN AKTIVA - PASIVA
ALM dapat juga diartikan sebagai koordinasi hubungan timbal balik yang
dilakukan secara terpadu antara kedua sisi neraca bank berdasarkan keputusan
dan rencana jangka pendek (Siamat, 2005). Ini berarti, keputusan pengelolaan
aset harus memperhatikan pula kondisi liabilitas, begitu sebaliknya.
Keputusan pengelolaan aset dan liabilitas harus sinkron dan terpadu dalam
kerangka penyusunan portofolio guna mencapai pendapatan yang maksimal
pada risiko tertentu.
G. MANAJEMEN LIKUIDITAS
Oleh karena itu, bunga kredit merupakan sumber penerimaan bank yang
utama. Sesuai Undang-Undang No.7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah
dalam Undang-Undang No.10 Tahun 1998, pengertian kredit adalah
penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam- meminjam antara bank
dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya
setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.
• Prinsip bagi hasil merupakan prinsip tata cara pembagian hasil usaha antara penyedia
Prinsip bagi hasil dana dengan pengelola dana.
(syirkah) • Bagi hasil ini bisa antara bank dengan pemilik dana (nasabah penyimpan), maupun antara
bank dengan pengguna dana (nasabah debitur).
• Prinsip ini merupakan pengaturan tentang jual beli, di mana bank akan membeli terlebih
Prinsip jual beli dahulu barang yang dibutuhkan nasabah, kemudian menjual barang tersebut pada
(at-Tijarah) nasabah, dengan harga sejumlah harga beli ditambah keuntungan (margin)
• Prinsip sewa dalam operasionalnya dikelompokkan dalam dua jenis, yaitu: ijarah dan bai
al takjiri.
Prinsip sewa (al- • Ijarah merupakan prinsip sewa murni, sementara bai al takjiri merupakan prinsip sewa
Ijarah) beli, di mana pada akhir kontrak si penyewa mempunyai hak untuk membeli barang yang
di sewa.
Prinsip jasa (al-Ajr • Prinsip ini merupakan seluruh layanan jasa non pembiayaan,
walumullah) seperti bank garansi, kliring, transfer, dan lain-lain
B. PENGATURAN OPERASIONAL BANK SYARIAH DI INDONESIA
Secara legal, operasional bank syariah di Indonesia mulai diatur sejak
diberlakukannya Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan.
Ketentuan tersebut muncul dalam bentuk definisi bank umum, definisi Bank
Perkreditan Rakyat, dan definisi tentang prinsip syariah. Dalam Undang-
Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 7
Tahun 1992 tentang Perbankan, pengertian Bank Umum adalah bank yang
melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan/atau berdasarkan prinsip
syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Sementara pengertian Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan
kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang
dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Dari
pengertian ini maka sejak diberlakukannya UU No. 10 Tahun 1998 perbankan
di Indonesia diizinkan untuk melakukan kegiatan perbankan mengikuti prinsip
syariah.
Adapun prinsip syariah dalam Undang- Undang tersebut adalah aturan
perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk
penyimpanan dana dan/atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya
yang dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain pembiayaan berdasarkan
prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan
modal (musharakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan
(murabahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni
tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas
barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina)
C. PRODUK BANK SYARIAH DI INDONESIA
• Produk penyaluran dana bank syariah, secara garis besar diklasifikasikan dalam empat kelompok, yaitu:
• Prinsip jual beli.
• Prinsip sewa.
Produk
Penyaluran • Prinsip bagi hasil.
Dana • Prinsip pinjam berdasarkan akad al-qard
• Al-Wakalah: adalah nasabah memberi kuasa pada bank untuk mewakili dirinya untuk melakukan jasa
tertentu, misalnya pembukaan L/C, inkaso, dan transfer dana
• Al-Hawalah: Jasa Al-Hawalah adalah jasa pengalihan utang piutang. Transaksi ini lazim digunakan untuk
membantu pengusaha untuk mendapatkan dana tunai guna melanjutkan usahanya
Produk Jasa • Al-Kafalah: Jasa Al-Kafalah pada prinsipnya adalah bank garansi
• Al-Rahn:: Jasa Al-Rahn pada prinsipnya adalah jasa gadai, yaitu utang dengan jaminan harta atau aset
KEgiAtAn BELAJAR 3
Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan Bank Pembiayaan
Rakyat Syariah
(BPRS)
A. SEJARAH PERKEMBANGAN BPR DI INDONESIA
Pendiri BPR yang pertama adalah Raden Bei Aria Wiriaatmadja, seorang pribumi
yang menjabat patih di Purwokerto (Siamat, 2005). Pada waktu itu didirikan Bank
Bantuan dan Tabungan Pegawai Pemerintah Indonesia, yang memberikan pinjaman
kepada para pegawai negeri bangsa Indonesia, pada para tukang dan petani agar
mereka terbebas dari jeratan rentenir dan sistem ijon. Pada waktu yang hampir
bersamaan, yaitu tahun 1898 didirikan pula lembaga perkreditan di daerah
pedesaan yang memberikan pinjaman berupa padi. Lembaga ini selanjutnya disebut
Lumbung Desa. Selanjutnya, pada 1904 didirikan Bank Desa, dan pada masa
berikutnya lembaga-lembaga tersebut dikenal dengan nama Badan Kredit Desa
(BKD).
A. SEJARAH PERKEMBANGAN BPR DI INDONESIA
Pada tahun 1992, keberadaan BPR tersebut menjadi semakin jelas dengan
diberlakukannya Undang-Undang No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Dalam
Undang-Undang tersebut BPR diberikan landasan hukum yang jelas sebagai salah
satu jenis bank selain Bank Umum. Undang-Undang No.7 Tahun 1992 tentang
Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998
secara eksplisit menyatakan bahwa Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang
melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan Prinsip Syariah
yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Bank Perkreditan Rakyat yang kegiatan usahanya mengikuti Prinsip Syariah
selanjutnya disebut Bank Pembiayaan Rakyat Syariah atau BPRS.
B. KEGIATAN OPERASIONAL BPR DAN BPRS
BPR yang bersifat Syariah secara khusus diatur dengan Undang-Undang No.
21 Tahun 2008. Dalam UU tersebut Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS)
adalah Bank Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam
lalu lintas pembayaran.