Anda di halaman 1dari 21

INISIASI 3

MoDuL 4
 
Manajemen Bank Umum,
Manajemen Bank Syariah, dan
Bank Perkreditan Rakyat
Pada Modul 4 terdiri dari 3 kegiatan belajar, yaitu:

1. Kegiatan Belajar 1 : “Manajemen Bank Umum” yang terdiri dari pengertian


bank umum, penghimpunan dana bank umum, penggunaan dana bank
umum, jasa-jasa bank umum, manajemen aktiva-pasiva, manajemen
likuiditas, dan manajemen kredit.
2. Kegiatan Belajar 2 : “Manajemen Bank Syariah” yang terdiri dari konsep
dasar sistem syariah, prinsip operasional bank syariah, dan produk bank
syariah di Indonesia.
3. Kegiatan Belajar 3 : “Bank Perkreditan Rakyat” yang terdiri dari sejarah
perkembangan BPR di Indonesia dan kegiatan operasional BPR
Capaian yang diharapkan
Capaian Umum
• Capaian umum yang ingin dicapai adalah mahasiswa diharapkan memahami
dan mampu menjelaskan berbagai konsep tentang manajemen bank umum,
manajemen bank syariah, dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR).
Capaian Khusus
• Mahasiswa diharapkan mampu memahami mampu menjelaskan tentang:
• Pengertian bank umum.
• Penghimpunan dana bank umum.
• Penggunaan dana bank umum.
• Jasa-jasa bank umum.
• Manajemen aktiva-pasiva.
• Manajemen likuiditas.
• Manajemen kredit.
• Konsep dasar sistem syariah.
• Prinsip operasional bank syariah.
• Produk bank syariah di Indonesia.
• Sejarah perkembangan BPR.
• Kegiatan operasional BPR di Indonesia
KEgiAtAn BELAJAR 1
 
Manajemen Bank Umum
A. PENGERTIAN BANK UMUM

Sesuai Undang-Undang No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana


telah diubah dalam Undang-Undang No.10 Tahun 1998, pengertian bank
umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensional dan/atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam
kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran
B. PENGHIMPUNAN DANA BANK UMUM
Penghimpunan dana bank merupakan aspek pokok dalam manajemen bank.
Sebagai lembaga intermediasi dana, dana bank pada dasarnya berasal dari
masyarakat yang kelebihan dana (pihak ketiga) dan ditambah dengan modal
bank itu sendiri atau ekuitas. Secara teori (Saunders, 2011) sumber- sumber
penghimpunan dana bank meliputi.
1. Giro.
2. Tabungan.
3. Deposito berjangka.
4. Sertifikat deposito.
5. Surat berharga yang diterbitkan.
6. Pinjaman.
7. Modal sendiri.
C. PENGGUNAAN DANA BANK UMUM

Secara teori, garis besar penggunaan dana bank


meliputi
Cadangan primer (primary reserve): ditujukan untuk memenuhi cadangan
minimum yang diwajibkan oleh bank sentral. Selain itu, cadangan primer juga
ditujukan untuk memenuhi keperluan operasi bank sehari-hari termasuk untuk
memenuhi penarikan simpanan dan permintaan kredit.

Kredit yang disalurkan (loan): Pemberian kredit merupakan aspek utama dalam
penggunaan dana bank. Untuk mengefektifkan fungsi bank dalam intermediasi
dana, pemberian kredit ini diatur oleh Bank Indonesia berupa standar minimum
LDR (Loan Deposit Ratio), yaitu rasio antara kredit dengan dana pihak ketiga

Investasi (investment): Penggunaan dana untuk investasi adalah berupa


penanaman dana dalam bentuk surat berharga yang bertujuan untuk
mengoptimalkan pendapatan. Penanaman dana ini bisa menggunakan instrumen
saham dan obligasi dengan berbagai jenisnya, serta bentuk-bentuk penyertaan
D. JASA-JASA BANK UMUM
• Kliring adalah suatu cara • Inkaso merupakan jasa • Letter of Credit (L/C) adalah sebuah cara
penyelesaian utang bank untuk penagihan pembayaran internasional yang
piutang dalam bentuk pembayaran atas memungkinkan eksportir menerima
warkat atau surat-surat surat/dokumen berharga pembayaran tanpa menunggu berita dari
berharga antara bank- kepada pihak ketiga di luar negeri setelah barang dan berkas
bank peserta kliring tempat atau kota lain di dokumen dikirimkan ke luar negeri
dalam negeri (kepada pemesan)

Kliring Inkaso Letter of Credit


(L/C)

• Jaminan yang diberikan • Transfer merupakan jasa bank berupa


oleh bank atas permintaan pengiriman uang baik di dalam negeri
nasabah untuk memenuhi maupun di luar negeri. Saat ini metode
kewajibannya pada pihak transfer mengalami perkembangan yang
lain apabila nasabah sangat pesat seiring dengan
tersebut tidak mampu perkembangan teknologi informasi
memenuhi kewajibannya

Bank
Transfer
Garansi
E. TEKNOLOGI INFORMASI DAN PENERAPAN MANAJEMEN
RISIKO DI BANK UMUM
Seiring perkembangan teknologi, jasa-jasa yang ditawarkan oleh bank umum saat
ini banyak yang berbasis digital atau pun didukung oleh teknologi internet dan
ICT (Information Comunication Technology).
Oleh karena maraknya penggunaan ICT dalam layanan operasional perbankan
maka Otoritas Jasa Keuangan mengeluarkan regulasi yang mengatur bagaimana
penerapan manajemen risiko dalam penggunaan ICT.
Regulasi tersebut tertuang dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 38
/POJK.03/2016 tentang Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan
Teknologi Informasi oleh Bank Umum.
Selain itu, bank wajib memastikan pengamanan informasi dilaksanakan secara
efektif dengan memperhatikan minimal pengamanan informasi yang ditujukan
agar informasi yang dikelola terjaga kerahasiaan (confidentiality), integritas
(integrity), dan ketersediaan (availability) secara efektif dan efisien.
F. MANAJEMEN AKTIVA - PASIVA

Manajemen aktiva-pasiva atau Asset-Liability Management (ALM) merupakan


inti dari manajemen bank umum. ALM pada dasarnya merupakan proses
perencanaan dan pengawasan suatu bank yang dilakukan secara terkoordinir
dengan memperhatikan faktor-faktor yang memengaruhi operasional bank,
baik faktor eksternal maupun faktor internal.

ALM dapat juga diartikan sebagai koordinasi hubungan timbal balik yang
dilakukan secara terpadu antara kedua sisi neraca bank berdasarkan keputusan
dan rencana jangka pendek (Siamat, 2005). Ini berarti, keputusan pengelolaan
aset harus memperhatikan pula kondisi liabilitas, begitu sebaliknya.

Keputusan pengelolaan aset dan liabilitas harus sinkron dan terpadu dalam
kerangka penyusunan portofolio guna mencapai pendapatan yang maksimal
pada risiko tertentu.
G. MANAJEMEN LIKUIDITAS

Sebagai lembaga intermediasi dana, kepercayaan nasabah deposan adalah


hal yang sangat penting bagi nasabah. Salah satu aspek untuk menjaga
kepercayaan nasabah deposan adalah tingkat likuiditas bank. Oleh karena
itu, manajemen likuiditas bank merupakan faktor penting dalam operasional
bank.
Manajemen likuiditas merupakan hal yang cukup kompleks. Suatu bank
dianggap likuid apabila:
1. memiliki sejumlah likuiditas sesuai (minimal sama) dengan jumlah
kebutuhan likuiditasnya;
2. memiliki likuiditas kurang dari kebutuhannya, tetapi mempunyai surat-
surat berharga yang segera dapat dialihkan menjadi kas;
3. mempunyai kemampuan untuk memperoleh likuiditas dengan cara
menciptakan uang.
H. MANAJEMEN KREDIT

Penyaluran kredit merupakan kegiatan usaha yang mendominasi


pengalokasian dana bank.

Oleh karena itu, bunga kredit merupakan sumber penerimaan bank yang
utama. Sesuai Undang-Undang No.7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah
dalam Undang-Undang No.10 Tahun 1998, pengertian kredit adalah
penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam- meminjam antara bank
dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya
setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.

Dalam prinsip-prinsip perkreditan dikenal adanya konsep 5C; character,


capacity, capital, collateral, dan condition of economy. Prinsip 5C pada
dasarnya mengukur itikad baik dan kemampuan mengangsur dari nasabah
debitur
Beberapa faktor yang menentukan
bunga kredit meliputi sebagai berikut.
Biaya overhead
Cost of lonable Semua biaya yang
dikeluarkan bank Premi risiko
funds merupakan Base landing rate
biaya dana yang dalam kegiatan Faktor risiko
Spread merupakan penghimpunan dan merupakan salah Base landing rate
dikeluarkan bank
selisih antara suku penyaluran dana satu komponen merupakan
dengan
bunga kredit dan yang menjadi penting yang harus penjumlahan dari
memperhitungkan
biaya dana beban rugi laba. dipertimbangkan semua komponen
reserve
requirement Biaya ini meliputi dalam menentukan di atas
(cadangan wajib) biaya personalia, suku bunga kredit
administrasi, dan
biaya umum.
KEgiAtAn BELAJAR 2
 
Manajemen Bank
Syariah
A. KONSEP DASAR SISTEM SYARIAH
Perbankan syariah pada dasarnya adalah sistem perbankan yang dalam usahanya
didasarkan pada prinsip-prinsip hukum atau syariah Islam dengan mengacu pada
Al-Qur’an dan Al-Hadist. Prinsip dari sistem yang sesuai dengan syariah Islam
adalah beroperasi mengikuti ketentuan-ketentuan syariah Islam khususnya yang
menyangkut tata cara bermuamalat.
Tata cara bermuamalat ini misalnya dengan menjauhi praktik-praktik yang
mengandung unsur riba. Selain itu kegiatan investasi dilakukan dengan cara atau
prinsip bagi hasil. Sedangkan kegiatan usaha dengan mengacu pada Al Qur’an
dan Al-Hadist adalah kegiatan usaha yang dalam operasionalnya mengikuti
perintah dan menghindari larangan-larangan yang terdapat dalam Al Qur’an dan
Sunnah Rasul Muhammad SAW (Siamat, 2005).
Berdasarkan konsep dasar sistem syariah tersebut, selanjutnya muncul konsep
hubungan ekonomi secara syariah atau aqad
Prinsip simpanan • Prinsip simpanan murni merupakan produk dari bank syariah untuk melayani
murni (al- penyimpanan dari pihak yang kelebihan dana.
wadi’ah) • Dalam perbankan konvensional produk ini identik dengan giro.

• Prinsip bagi hasil merupakan prinsip tata cara pembagian hasil usaha antara penyedia
Prinsip bagi hasil dana dengan pengelola dana.
(syirkah) • Bagi hasil ini bisa antara bank dengan pemilik dana (nasabah penyimpan), maupun antara
bank dengan pengguna dana (nasabah debitur).

• Prinsip ini merupakan pengaturan tentang jual beli, di mana bank akan membeli terlebih
Prinsip jual beli dahulu barang yang dibutuhkan nasabah, kemudian menjual barang tersebut pada
(at-Tijarah) nasabah, dengan harga sejumlah harga beli ditambah keuntungan (margin)

• Prinsip sewa dalam operasionalnya dikelompokkan dalam dua jenis, yaitu: ijarah dan bai
al takjiri.
Prinsip sewa (al- • Ijarah merupakan prinsip sewa murni, sementara bai al takjiri merupakan prinsip sewa
Ijarah) beli, di mana pada akhir kontrak si penyewa mempunyai hak untuk membeli barang yang
di sewa.

Prinsip jasa (al-Ajr • Prinsip ini merupakan seluruh layanan jasa non pembiayaan,
walumullah) seperti bank garansi, kliring, transfer, dan lain-lain
B. PENGATURAN OPERASIONAL BANK SYARIAH DI INDONESIA
Secara legal, operasional bank syariah di Indonesia mulai diatur sejak
diberlakukannya Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan.
Ketentuan tersebut muncul dalam bentuk definisi bank umum, definisi Bank
Perkreditan Rakyat, dan definisi tentang prinsip syariah. Dalam Undang-
Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 7
Tahun 1992 tentang Perbankan, pengertian Bank Umum adalah bank yang
melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan/atau berdasarkan prinsip
syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Sementara pengertian Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan
kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang
dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Dari
pengertian ini maka sejak diberlakukannya UU No. 10 Tahun 1998 perbankan
di Indonesia diizinkan untuk melakukan kegiatan perbankan mengikuti prinsip
syariah.
Adapun prinsip syariah dalam Undang- Undang tersebut adalah aturan
perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk
penyimpanan dana dan/atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya
yang dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain pembiayaan berdasarkan
prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan
modal (musharakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan
(murabahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni
tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas
barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina)
C. PRODUK BANK SYARIAH DI INDONESIA

• Bentuk-bentuk simpanan berdasarkan prinsip syariah dapat berupa sebagai berikut:


• Giro berdasarkan prinsip al-wadi’ah.
Produk • Tabungan berdasarkan prinsip al-wadi’ah dan al-mudharabah.
Penghimpuna • Deposito berjangka dengan prinsip al-mudharabah
n Dana

• Produk penyaluran dana bank syariah, secara garis besar diklasifikasikan dalam empat kelompok, yaitu:
• Prinsip jual beli.
• Prinsip sewa.
Produk
Penyaluran • Prinsip bagi hasil.
Dana • Prinsip pinjam berdasarkan akad al-qard

• Al-Wakalah: adalah nasabah memberi kuasa pada bank untuk mewakili dirinya untuk melakukan jasa
tertentu, misalnya pembukaan L/C, inkaso, dan transfer dana
• Al-Hawalah: Jasa Al-Hawalah adalah jasa pengalihan utang piutang. Transaksi ini lazim digunakan untuk
membantu pengusaha untuk mendapatkan dana tunai guna melanjutkan usahanya
Produk Jasa • Al-Kafalah: Jasa Al-Kafalah pada prinsipnya adalah bank garansi
• Al-Rahn:: Jasa Al-Rahn pada prinsipnya adalah jasa gadai, yaitu utang dengan jaminan harta atau aset
KEgiAtAn BELAJAR 3
 Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan Bank Pembiayaan
Rakyat Syariah
(BPRS)
A. SEJARAH PERKEMBANGAN BPR DI INDONESIA
Pendiri BPR yang pertama adalah Raden Bei Aria Wiriaatmadja, seorang pribumi
yang menjabat patih di Purwokerto (Siamat, 2005). Pada waktu itu didirikan Bank
Bantuan dan Tabungan Pegawai Pemerintah Indonesia, yang memberikan pinjaman
kepada para pegawai negeri bangsa Indonesia, pada para tukang dan petani agar
mereka terbebas dari jeratan rentenir dan sistem ijon. Pada waktu yang hampir
bersamaan, yaitu tahun 1898 didirikan pula lembaga perkreditan di daerah
pedesaan yang memberikan pinjaman berupa padi. Lembaga ini selanjutnya disebut
Lumbung Desa. Selanjutnya, pada 1904 didirikan Bank Desa, dan pada masa
berikutnya lembaga-lembaga tersebut dikenal dengan nama Badan Kredit Desa
(BKD).
A. SEJARAH PERKEMBANGAN BPR DI INDONESIA

Pada tahun 1992, keberadaan BPR tersebut menjadi semakin jelas dengan
diberlakukannya Undang-Undang No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Dalam
Undang-Undang tersebut BPR diberikan landasan hukum yang jelas sebagai salah
satu jenis bank selain Bank Umum. Undang-Undang No.7 Tahun 1992 tentang
Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998
secara eksplisit menyatakan bahwa Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang
melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan Prinsip Syariah
yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Bank Perkreditan Rakyat yang kegiatan usahanya mengikuti Prinsip Syariah
selanjutnya disebut Bank Pembiayaan Rakyat Syariah atau BPRS.
B. KEGIATAN OPERASIONAL BPR DAN BPRS

Seperti telah disinggung dalam uraian sejarah BPR, kegiatan operasional


BPR di Indonesia diatur berdasarkan Undang-Undang No.7 Tahun 1992
tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 10
Tahun 1998. Dalam UU tersebut pengertian Bank Perkreditan Rakyat adalah
bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan
Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu
lintas pembayaran. Dari pengertian ini maka berdasarkan jenisnya BPR bisa
merupakan BPR konvensional dan BPR Syariah.

BPR yang bersifat Syariah secara khusus diatur dengan Undang-Undang No.
21 Tahun 2008. Dalam UU tersebut Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS)
adalah Bank Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam
lalu lintas pembayaran.

Anda mungkin juga menyukai