By:
Aditya fajri
Atih Novia A
Firda Rosyida
SOMATOFORM DISORDER(DSM-V)
Gangguan somatisasi dicirikan dengan gejala-gejala somatik yang banyak dan
tidak dapat dijelaskan berdasarkan pemeriksaan fisik maupun laboratorium.
Gangguan yang dirasakan biasanya bersifat kronis, berkaitan dengan stresor
psikologis yang bermakna, menimbulkan hendaya di bidang sosial dan okupasi.
Penderita juga menyangkal dan menolak untuk membahas kemungkinan kaitan
antara keluhan fisiknya dengan problem atau konflik dealam kehidupan yang
dialaminya, bahkan meskipun didapatkan gejala-gejala anxietas dan depresi.
EPIDEMIOLOGI
A. Terdapat satu atau lebih gejala yang menyusahkan atau mengganggu secara
signifikan dalam kehidupan sehari-hari
B. Pikiran, perasaan, atau perilaku yang berlebihan mengenai gejala somatic atau
masalah kesehatan yang berkaitan, dengan minimal salah satu manifestasi berikut :
Pikiran yang persisten dan tidak sesuai mengenai keseriusan yang salah tentang satu gejala
Tingkat kecemasan yang sangat tinggi mengenai kesehatan atau gejala yang dialami secara
persisten
Waktu dan tenaga berlebihan yang terpakai untuk gejala dan masalah kesehatan tersebut .
c. Meskipun gejala somatic mungkin tidak dirasakan terus-menerus, keadaan simptomatik
tetap ada. (pada umumnya lebih dari 6 bulan)
PEDOMAN DIAGNOSTIK-GANGGUAN SOMATISASI (PPDGJ)
Pasien merasa yakin dirinya memiliki penyakit serius yang belum terdeteksi,
dan tidak dapat diyakinkan sebaliknya. Pasien mempertahankan keyakinannya
bahwa mereka memiliki penyakit tertentu, atau seiring berjalannya waktu, dapat
memindahkan keyakinannya pada penyakit lain. Keyakinan tersebut bertahan
tanpa menghiraukan hasil pemeriksaan laboratorium negatif, merupakan
perjalanan ringan dari penyakit yang dinyatakan sepanjang waktu, dan dengan
pengyakinan yang tepat dari dokter. Hipokondriasis sering disertai depresi atau
cemas dan biasanya koeksis dengan gangguan depresi atau cemas.
DIAGNOSIS BANDING
Pasien dengan Illnes Anxiety Disorder, sama seperti pada Somatic Symptom
Disorder, percaya bahwa dirinya memiliki penyakit serius yang belum di diagnosis
dan tidak dapat diyakinkan sebaliknya. Pasien mempertahankan keyakinannya
bahwa mereka memiliki penyakit tertentu, atau seiring berjalannya waktu, dapat
memindahkan keyakinannya pada penyakit lain. Keyakinan tersebut bertahan
tanpa menghiraukan hasil pemeriksaan laboratorium negatif, merupakan
perjalanan ringan dari penyakit yang dinyatakan sepanjang waktu, dan dengan
pengyakinanyang tepat dari dokter.
Preokupasi pasien terhadap penyakitnya sampai mengganggu interaksi
mereka dengan keluarga, teman, dan teman kerja.Pasien dengan gangguan ini
pada umumnya ketagihan untuk mencari melalui internet penyakit yang mereka
takutkan tersebut.
DIAGNOSIS BANDING
Rasio terjadinya gangguan konversi pada wanita dibanding pria paling sedikit 2:1 dan
bisa mencapai 10:1. Pada anak-anak lebih sering terjadi pada anak perempuan.
Gejala lebih sering muncul pada sisi kanan tubuh wanita
Onset gangguan konversi paling sering terjadi di akhir masa kanak-kanak sampai awal
dewasa, dan jarang terjadi sebelum usia 10 tahun atau setelah usia 35 tahun.
Gangguan konversi pada umumnya berhubungan dengan diagnosis komorbid seperti
Gangguan Depresi Mayor, Gangguan Kecemasan, dan Skizofrenia. Frekuensi juga
dilaporkan meningkat pada orang yang memiliki kerabat dengan gangguan konversi
juga.
ETIOLOGI
1. Faktor psikoanalitik
Menurut teori psikoanalitik, gangguan konversi disebabkan oleh represi konflik
intrapsikis bawah sadar dan konversi kecemasan ke dalam suatu gejala fisik. Gejala
yang timbul merupakan ekspresi sebagian keinginan atau dorongan yang dilarang
tapi tersembunyi, sehingga pasien tidak perlu secara sadar berhadapan dengan
impuls mereka yang tidak dapat diterima.
2. Learning Theory
Gejala konversi dapat dilihat sebagai bagian dari perilaku klasik yang dipelajari;
gejala penyakit, yang dipelajari di masa kecil, sebagai sarana untuk mengatasi
situasi dinyatakan tidak mungkin.
3. Faktor biologis
Semakin banyak data yang melibatkan faktor biologis dan neuropsikologis dalam
perkembangan gejala gangguan konversi. Penelitian pencitraan otak awal
menemukan hipometabolisme pada hemisfer dominan dan hipermetabolisme pada
hemisfer nondominan dan telah melibatkan gangguan komunikasi hemisfer
sebagai penyebab gangguan konversi
KLASIFIKASI GANGGUAN DLSOSIATIF
[KONVERSI]
(PPDGJ III)
F44.0 Amnesia disosiatif F44.7 Gangguan disosiatif [konversi]
campuran
F44.1 Fugue disosiatif
F44.8 Gangguan disosiatif [konversi]
F44.2 Stupor disosiatif lainnya
F44.3 Gangguan trans dan .80 Sindrom Ganser
kesurupan .81 Gangguan kepribadian multipel
F44.4 Gangguan motorik disosiatif .82 Gangguan disosiatif [konversi] semen
tara terjadi pada masa kanak dan remaja
F44.5 Konvulsi disosiatif .83 Gangguan disosiatif [konversi] lainnya
YDT
F44.6 Anestesia dan kehilangan
sensorik disosiatif F44.9 Gangguan disosiatif [konversi] YTT
KRITERIA DIAGNOSIS (DSM V)
Pedoman Diagnostik
Ciri utama adalah hilangnya daya ingat, biasanya mengenai kejadian penting
yang beru terjadi (selektif), yang bukan disebabkan oleh gangguan mental
organic dan terlalu luas untuk dijelaskan atas dasar kelupaan yang umum terjadi
atau dasar kelelahan.
Diagnosis pasti memerlukan :
a) Amnesia, baik total atau parsial, mengenai kejadian yang “stressfull” atau traumatic
yang baru terjadi (hal ini mungkin hanya dapat dinyatakan bila ada saksi yang memberi
informasi);
b) Tidak ada gangguan mental organic, intoksikasi atau kelelahan berlebihan (sindrom
amnestik organic, F40,F1x.6)
Yang paling sulit dibedakan adalah “amnesia buatan” yang disebabkan oleh
stimulasi secara sadar (malingering). Untuk itu penilaian secara rinci dan berulang
mengenai kepribadian premorbid dan motivasi diperlukan. Amnesia buatan
(conscious simulation of amnesia) biasanya berkaitan dengan problem yang jelas
mengenai keuangan, bahaya kematian dalam peperangan atau kemungkinan
hukuman penjara atau hukuman mati.
F44.1 FUGUE DISOSIATIF
Pedoman Diagnostik
Untuk diagnostik pasti harus ada :
a) Stupor, sangat berkurang atau hilangnya gerakan-gerakan volunteer dan respon
normal terhadap rangsangan luar seperti misalnya cahaya, suara dan perabaan
(sedangkan kesadaran tidak hilang);
b) Tidak ditemukan adanya gangguan fisik ataupun gangguan jiwa lain yang dapat
menjelaskan keadaan stupor tersebut; c) Adanya problem atau kejadian-kejadian baru
yang “stressfull” (psycogenik causation).
Harus dibedakan dari stupor katatonik (pada skizofrenia), dan stupor depresif
atau manik (pada gangguan afekstif, berkembang sangat lambat, sudah jarang
ditemukan).
F44.3 GANGGUAN TRANS DAN KESURUPAN
Pedoman Diagnostik
Gangguan ini menunjukkan adanya kehilangan sementara aspek penghayatan
akan identitas diri dan kesadaran terhadap lingkungannya; dalam beberapa
kejadian, individu tersebut berperilaku seakan-akan dikuasai oleh kepribadian
lain, kekuatan gaib, malaikat atau "kekuatan lain".
Hanya gangguan trans yang "involunter" (diluar kemauan individu) dan bukan
merupakan aktivitas yang biasa, dan bukan merupakan kegiatan keagamaan
ataupun budaya yang boleh dimasukkan dalam pengertian ini.
Tidak ada penyebab organik (misalnya, epilepsi lobus temporalis, cedera kepala,
intoksikasi zat psikoaktif) dan bukan bagian dari gangguan jiwa tertentu
(misalnya, skizofrenia, gangguan kepribadian multiple)
F44.4 GANGGUAN MOTORIK DISOSIATIF
Bentuk yang paling umum dari gangguan ini adalah ketidak mampuan untuk
menggerakkan seluruh atau sebagaian dari anggota gerak (tangan atau kaki).
Gejala tersebut seringkali menggambarkan konsep dari penderita mengenai
gangguan fisik yang berbeda dengan prinsip fisiologik maupun anatomik
F44.5 KONVULSI DISOSIATIF
Konvulsi disosiatif (pseudo seizures) dapat sangat mirip dengan kejang epileptic
dalam gerakan-gerakannya, akan tetapi sangat jarang disertai lidah tergigit, luka
serius karena jatuh saat serangan dan mengompol. Juga tidak dijumpai
kehilangan kesadaran atau hal tersebut diganti dengan keadaan seperti stupor
atau trans
F44.6 ANESTESIA DAN KEHILANGAN
SENSORIK DISOSIATIF
Gejala anestesi pada kulit seringkali mempunyai batasbatas yang tegas
(menggambarkan pemikiran pasien mengenai fungsi tubuhnya dan bukan
menggambarkan kondisi klinis sebenarnya).
Dapat pula terjadi perbedaan antara hilangnya perasaan pada berbagai jenis modalitas
peng-inderaan yang tidak mungkin disebabkan oleh kerusakan neurologis, misalnya
hilangnya perasaan dapat disertai dengan keluhan parestesia.
Kehilangan penglihatan jarang bersifat total, lebih banyak berupa gangguan ketajaman
penglihatan, kekaburan atau "tunnel vision" (area lapangan pandangan sarna, tidak
tergantung pada perubahan jarak mata dari titik fokus). Meskipun ada gangguan
penglihatan, mobilitas penderita dan kemampuan motoriknya seringkali masih baik.
tuli disosiatif dan anosmia jauh lebih jarang terjadi dibandingkan dengan hilang rasa dan
penglihatan.
F44.7 Gangguan Disosiatif [Konversi] Campuran
campuran dari gangguan':gangguan tersebut diatas (F44.0-F44.6)
F44.8 Gangguan Disosiatif [Konversi] Lainnya
F44.80 = Sindrom Ganser (ciri khas : "approximate answers", disertai beberapa gejala
disosiatif lain)
F44.81 = Gangguan kepribadian multipel
F44.82 = Gangguan disosiatif [konversi] sementara masa kanak dan remaja
F44.83 = Gangguan disosiatif [konversi] lainnya YDT, (termasuk: psychogenic
confusion, twilight state)
F44.9 Gangguan Disosiatif [Konversi] YTT
GAMBARAN KLINIS
Paralisis, kebutaan, dan mutisme adalah gejala yang paling sering ditemukan. Gangguan
konversi biasanya berhubungan dengan gangguan kepribadian pasif-agresif, ketergantungan,
antisosial, dan histrionik. Gangguan depresi dan cemas sering menyertai gejala gangguan
konversi, dan pasien biasanya beresiko bunuh diri.
Gejala sensorik biasanya berupa anestesia dan parestesia, terutama pada ekstremitas. Semua
aspek sensorik dapat terkena dan distribusinya inkonsisten dengan baik gangguan neurologis
sentral atau perifer. Gangguan konversi dapat mempengaruhi organ penginderaan (tuli,
kebutaan, tunnel vision) , gejala ini dapat unilateral atau bilateral, namun pemeriksaan
neurologis tidak menunjukkan adanya gangguan persarafan.
Gejala motorik meliputi gerakan abnormal, gangguan postur tubuh, kelemahan, dan paralisis
atau paresis. Tremor ritmik kasar, gerak koreiformis, tics, dan tersentak dapat ditemukan.
Kejang semu adalah gejala lain yang dapat pula terjadi. Klinisi dapat mengalami kesulitan dalam
membedakan kejang semu ini dengan kejang sesungguhnya hanya melalui observasi klinis.
DIAGNOSIS BANDING
Prognosis dikatakan baik jika awitan bersifat akut, faktor stressor yang mudah
dikenali, interval yang pendek antara onset dan mulai pengobatan, dan pada
tingkat intelektualitas yang lebih tinggi.
Paralysis, aphonia, dan kebutaan berhubungan dengan prognosis yang baik,
sedangkan tremor dan bangkitan termasuk ke dalam faktor buruknya prognosis.
PENATALAKSANAAN
Gangguan Konversi biasanya hilang secara spontan, terutama jika didukung oleh
insight-oriented supportive yang baik dan terapi perilaku. Yang paling penting
adalah caring dan hubungan yang baik pasien dengan dokter dan terapis lainnya.
Psikodinamik approach dilakukan untuk menganalisa dan menggali konflik psikis
serta simbolisasi dari gejala gangguan konversinya. Psikoterapi yang dianjurkan
adalah terapi yang bersifat singkat dan dilakukan dalam jangka yang pendek.
Proses psikoterapi difokuskan untuk mengurangi faktor stres. Yakinkan pasien
bahwa gejala-gejala yang timbul akan semakin memperberat penyakitnya.
Terapi Hipnotis, obat-obatan anxiolytic, serta pelatihan relaksasi tingkah laku
cukup efektif.Obat-obatan parenteral sepertiAmobarbital atau Lorazepam juga
efektif.
PSYCHOLOGICAL FACTORS AFFECTING OTHER MEDICAL
CONDITIONS
ETIOLOGI
Gangguan Kardiovaskular
Hipertensi: Stres akut menyebabkan pelepasan katekolamin yang meningkatkan
tekanan sistolik. Stres kronik berhubungan dengan hipertensi esensial. Perubahan
pola hidup diperlukan. Teori psikologis: kemarahan yang terpendam, rasa bersalah,
dan kebutuhan untuk diakui
Gangguan Pernafasan
Asma:Serangan dicetuskan oleh stres, ISPA, dan alergi. Pemeriksaan dinamika
keluarga diperlukan, terutama ketika pasien masih anak-anak. Mungkin didapatkan
orangtua yang overprotektif. Mengi pada asma merupakan jeritan tersembunyi
pasien untuk mendapatkan kasih sayang dan perlindungan
Gangguan Muskuloskeletal
SLE dan RA: Penyakit memburuk dengan stres kronik, kemarahan, atau depresi.
Gangguan Gastrointestinal
Ulkus peptikum: Peningkatan asam lambung terjadi karena rasa cemas, stres, kopi,
alkohol. Teori psikologis: ketergantungan yang besar pada orang lain, tidak dapat
mengeluarkan kemarahan.
Obesitas: Hiperfagia mengurangi rasa cemas.
PENATALAKSANAAN
Pendekatan kolaboratif. Kolaborasi dengan ilmu penyakit dalam dan ilmu bedah
diperlukan untuk mengatasi gangguan fisik pasien. Pada saat yang bersamaan,
psikiater mengatasi aspek psikiatrik.
Psikoterapi
Psikoterapi suportif.
Dynamic insight-oriented psychotherapy. Eksplorasi konflik di bawah alam sadar
mengenai seks dan agresi. Kecemasan yang disebabkan stresor kehidupan diatasi dengan
mematangkan defense mechanism.
Terapi grup. Terapi grup dapat digunakan bila terdapat beberapa pasien yang memiliki
kondisi fisik yang sama. Pasien dapat saling berbagi pengalaman dan belajar dari satu
sama lain.
Terapi keluarga. Eksplorasi hubungan keluarga dengan menekankan bagaimana penyakit
pasien dapat mempengaruhi anggota keluarga lain.
Cognitive-behavioral therapy.
Cognitive. Pasien belajar bagaimana stres dan konflik dapat menyebabkan penyakit somatik.
Pikiran negatif mengenai penyakit diatasi dan diubah.
Behavioral. Relaksasi dan teknik biofeedback mempengaruhi sistem saraf otonom secara
positif. Teknik ini dapat digunakan pada pasien asma, alergi, hipertensi, dan nyeri kepala.
Hipnosis. Hipnosis berguna untuk menghentikan kebiasaan rokok dan mengubah
kebiasaan makan (diet).
Biofeedback. Melatih untuk mengontrol sistem saraf otonom. Digunakan untuk nyeri
kepala tension, migrain, dan hipertensi.
Akupresur dan akupuntur. Terapi alternatif memiliki hasil yang bervariasi pada seluruh
gangguan psikosomatik.
Farmakoterapi
Anggap serius gejala nonpsikiatrik dan berikan pengobatan yang tepat (misal: laksatif
untuk konstipasi). Konsultasikan dengan dokter yang merujuk ke bagian kedokteran
jiwa.
Gunakan obat antipsikotik bila terdapat gejala psikosis. Perhatikan efek samping dan
imbasnya pada gangguan psikosomatik.
Obat anti-cemas dapat mengurangi rasa cemas pada periode stres akut, namun batasi
penggunaan untuk mencegah terjadinya ketergantungan.
Antidepresan dapat diberikan bila terdapat depresi akibat kondisi medis. Selective
serotonin reuptake inhibitor (SSRI) dapat membantu bila pasien mengalami obsesi
terhadap penyakitnya.
FACTITIOUS DISORDER
Factitious disorder suatu kelainan dimana penderita berpura-pura,
menginduksi, atau memperparah penyakitnya agar mendapatkan perhatian
medis, tanpa melihat apakah dia benar sakit ataupun tidak.
Belum ada data komprehensif mengenai kelainan buatan ini, namun suatu
penelitian menyatakan sekitar 0,8% – 1.0% pasien yang konsultasi ke psikiatri
merupakan penderita kelainan buatan. Sekitar 2/3 pasien dengan munchausen
syndrome merupakan laki-laki. Banyak pada orang berkulit putih, usia pertengahan,
tidak bekerja, tidak menikah, dan tanpa ikatan sosial atau keluarga yang signifikan.
Kelainan buatan ini umumnya dilakukan oleh ibu terhadap bayi atau anak kecil.
Conversion Disorders
Pada factitious disorder gejala muncul dengan disengaja, rela melakukan prosedur-prosedur yang
membahayakan tubuhnya sendiri, berulangkali dirawat di rumah sakit. Pasien dengan conversion
disorder biasanya tidak berulangkali dirawat di rumah sakit, dan gejalanya memiliki hubungan
langsung dengan temporal atau symbolic reference to specific emotional conflicts.
Hypochondriasis atau illness anxiety disorder berbeda dengan factitious disorder. Pada pasien
hipokondriasis gejala muncul tidak disengaja, dan khas pada usia lanjut.
Personality Disorders
Karena kurangnya hubungan dekat dengan orang lain, bermusuhan, dan riwayat penggunaan zat &
riwayat kriminal, pasien dengan factitious disorder sering diklasifikasikan sebagai gangguan
kepribadian antisosial. Orang yang antisosial, biasanya tidak secara sengaja melakukan prosedur
invasif supaya mendapat perawatan di rumah sakit.
Skizofren
Diagnosis skizofren seringkali ditegakkan berdasarkan gaya hidup yang aneh, tapi pasien
factitious disorder biasanya tidak memenuhi kriteria diagnosis skizofren, kecuali jika terdapat
delusi yang membuatnya benar-benar sakit dan karena itu dia mengunjungi rumah sakit.
Beberapa pasien factitious disorder menunjukkan adanya gangguan pikiran yang parah atau
delusi aneh.
Malingering
Substance Abuse
Meskipun pasien factitious disorders memiliki riwayat komplikasi dengan penggunaan zat,
Perjalanan Penyakit dan Prognosis
Factitious disorders biasanya muncul pada dewasa muda, meskipun
bisa muncul pada anak atau remaja. Pada awalnya, pasien dirawat di
rumah sakit karena sakit dengan gejala yang jelas pada saat kecil atau
remaja. Setelah itu, pasien menjadi lebih tau tentang pengobatan dan
rumah sakit, dan akhirnya muncul perlahan keinginan untuk dirawat
di rumah sakit. Prognosis pada kebanyakan kasus factititious disorder
adalah buruk, beberapa pasien berakhir di penjara. Beberapa
kemungkinan yang mempengaruhi prognosis pada kasus ini seperti:
Kepribadian masokis,
Hubungan yang baik antara pasien dengan dokter atau petugas kesehatan lain
dengan pasien akan sangat membantu, untuk menghindari timbulnya perasaan
pengkahianatan, permusuhan, kebingungan, sia-sia, bahkan penghinaan.
Dokter dan petugas kesehatan harus menahan rasa benci ketika pasien
menghina pelayanannya.
PAIN DISORDER
Pada DSM-IV, pain disorder memiliki kriteria diagnosis tersendiri, namun pada
DSM-V termasuk dalam kategori gangguan gejala somatik lainnya (variant of
somatic symptom disorder).
Pain disorder ditandai dengan ada dan berfokus pada nyeri, baik pada satu atau
lebih bagian tubuh dan cukup berat untuk menjadi perhatian klinis. Faktor
psikologis berpengaruh pada perjalanan penyakit, tingkat keparahan, atau
perawatan nyeri.
Epidemiologi
Prevalensi nyeri sampai saat ini sekitar 12%. 10-15% orang dewasa
di Amerika disabilitas karena nyeri pada bagian belakang.
Pain disorder dapat muncul pada usia berapapun, berhubungan
dengan gangguan psikiatri terutama gangguan afek dan cemas.
Pasien dengan depresi berat atau penyakit yang mematikan
meingkatkan resiko bunuh diri.
Etiologi
Faktor psikodinamika, nyeri timbul sebagai dampak adanya konflik dalam
pikirannya, yang dimanifestasikan lewat adanya nyeri fisik. Nyeri ini dapat
berfungsi juga sebagai cara untuk mendapat kasih sayang, hukuman akibat
perbuatan yang salah, cara untuk menebus perilaku buruknya.
Faktor perilaku, nyeri akan semakin kuat ketika dihargai dan akan dihambat
ketika diabaikan.
Pasien seringkali memiliki riwayat pengobatan yang lama dan operasi, banyak
mengunjungi dokter untuk meminta berbagai pengobatan, dan bisa bersikeras
menginginkan operasi. Terdapat preokupasi terhadap nyeri dan menganggap nyeri
adalah sumber penderitaannya. Manifestasi klinisnya dapat diperparah akibat
penggunaan zat.
Suatu penelitian menunjukkan adanya hubungan antara gejala nyeri dengan tingkat
keparahan dari gangguan gejala somatik, gangguan depresi, dan gangguan cemas.
Sekitar 25-50% pasien dengan gangguan nyeri, memiliki major depressive disorder.
Pada dysthymic disorder or depressive disorder symptoms terdapat pada 60-100%
pasien dengan gangguan nyeri.
Diagnosis Banding
Physical pain: intensitasnya fluktuatif, sangat sensitif terhadap
pengaruh emosi, kognitif, atensi, dan situasi. Nyeri pada psikogenik
tidak menghilang oleh distraksi atau analgesik.
A. Terapi Farmakologi
Analgesic tidak terlalu bermanfaat bagi pasien, hal ini mengakibatkan penyalah
gunaan zat dan ketergantungan menjadi masalah utama pada pasien yang
menggunanakan analgesik dalam jangka waktu yang lama. Begitupun dengan obat
sedatif dan antiansietas.
Antidepresan, seperti tryciclics dan SSRI merupakan obat yang paling efektif untuk
pasien dengan gangguan nyeri.
B. Psikoterapi
C. Terapi lain