Anda di halaman 1dari 73

SOMATOFORM DISORDER

By:
Aditya fajri
Atih Novia A
Firda Rosyida
SOMATOFORM DISORDER(DSM-V)

 Somatic Symptom Disorder


 Illnes Anxiety Disorder
 Conversion Disorder
 Psychological factors Affecting Medical Conditions
 Factitious Disorder
 Pain Disorder
KLASIFIKASI BERDASARKAN PPDGJ-III

F45.0 Gangguan somatisasi


F45.1 Gangguan somatoform tak terinci
F45.2 Gangguan hipokondrik
F45.3 Disfungsi otonomik somatoform
F45.4 Gangguan nyeri somatoform menetap
F45.8 Gangguan somatoform lainnya
F45.9 Gangguan somatoform YTT
SOMATIC SYMPTOM
DISORDER
SOMATIC SYMPTOM DISORDER

 
 Gangguan somatisasi dicirikan dengan gejala-gejala somatik yang banyak dan
tidak dapat dijelaskan berdasarkan pemeriksaan fisik maupun laboratorium.
Gangguan yang dirasakan biasanya bersifat kronis, berkaitan dengan stresor
psikologis yang bermakna, menimbulkan hendaya di bidang sosial dan okupasi.
 Penderita juga menyangkal dan menolak untuk membahas kemungkinan kaitan
antara keluhan fisiknya dengan problem atau konflik dealam kehidupan yang
dialaminya, bahkan meskipun didapatkan gejala-gejala anxietas dan depresi. 
EPIDEMIOLOGI

 Dalam populasi klinik umum, dilaporkan prevalensi dalam 6 bulan untuk


gangguan ini mencapai 4-15%.
 Prevalensi pada laki-laki sama dengan perempuan.
 Onset usia paling sering terjadi gangguan ini antara usia 20 sampai 30 tahun.
 Gangguan terjadi pada 3% mahasiswa kesehatan, terutama pada 2 tahun
pertama masa kuliah, namun secara umum gangguan bersifat sementara.
ETIOLOGI

 Teori pertama menyatakan bahwa gejala mencerminkan misinterpretasi gejala-


gejala tubuh. Orang hipokondrial meningkatkan dan membesar-besarkan
sensasi somatiknya. Mereka memiliki ambang rangsang dan toleransi yang lebih
rendah terhadap gangguan fisik. Sebagai contoh, apa yang dirasakan oleh orang
normal sebagai tekanan abdominal, orang gangguan soamtisasi mengalaminya
sebagai nyeri abdomen.
 Teori kedua menerangkan bahwa gangguan somatisasi dapat dimengerti
berdasarkan model belajar sosial. Gejala hipokondriasis dipandang sebagai
keinginan untuk mendapatkan peranan sakit oleh seseorang yang menghadapi
masalah yang tampak berat dan tidak dapat dipecahkan.
 Teori ketiga menerangkan gangguan somatisasi sebagai bentuk varian
gangguan mental lainnya. Diperkirakan 80% pasien gangguan somatisasi
mungkin memiliki gangguan depresif atau gangguan cemas yang ditemukan
bersama-sama.
 Teori keempat tentang psikodinamika gangguan somatisasi, yang menyatakan
harapan agresif dan permusuhan terhadap orang lain dialihkan kepada
keluhan fisik. Rasa nyeri dan keluhan somatik selanjutnya menjadi alat untuk
menebus kesalahan dan dapat dialami sebagai hukuman yang diterimanya atas
kesalahan di masa lalu (baik nyata ataupun khayalan) dan perasaan seseorang
bahwa dia jahat dan memalukan.
DIAGNOSIS (DSM-V)

A. Terdapat satu atau lebih gejala yang menyusahkan atau mengganggu secara
signifikan dalam kehidupan sehari-hari
B. Pikiran, perasaan, atau perilaku yang berlebihan mengenai gejala somatic atau
masalah kesehatan yang berkaitan, dengan minimal salah satu manifestasi berikut :
 Pikiran yang persisten dan tidak sesuai mengenai keseriusan yang salah tentang satu gejala
 Tingkat kecemasan yang sangat tinggi mengenai kesehatan atau gejala yang dialami secara
persisten
 Waktu dan tenaga berlebihan yang terpakai untuk gejala dan masalah kesehatan tersebut .
c. Meskipun gejala somatic mungkin tidak dirasakan terus-menerus, keadaan simptomatik
tetap ada. (pada umumnya lebih dari 6 bulan)
PEDOMAN DIAGNOSTIK-GANGGUAN SOMATISASI (PPDGJ)

  Diagnosis pasti memerlukan semua hal berikut:


a) adanya banyak keluhan-keluhan fisik yang bermacam-macam yang tidak dapat
dijelaskan atas dasar adanya kelainan fisik, yang sudah berlangsung sedikitnya 2
tahun
b) tidak mau menerima nasehat atau penjelasan dari beberapa dokter bahwa
tidak ada kelainan fisik yang dapat menjelaskan keluhan-keluhannya;
 C) disabilitas dalam fungsinya di masyarakat dan keluarga, yang berkaitan dengan
sifat keluhan keluhannya dan dampak dari perilakunya.
GAMBARAN KLINIS

 Pasien merasa yakin dirinya memiliki penyakit serius yang belum terdeteksi,
dan tidak dapat diyakinkan sebaliknya. Pasien mempertahankan keyakinannya
bahwa mereka memiliki penyakit tertentu, atau seiring berjalannya waktu, dapat
memindahkan keyakinannya pada penyakit lain. Keyakinan tersebut bertahan
tanpa menghiraukan hasil pemeriksaan laboratorium negatif, merupakan
perjalanan ringan dari penyakit yang dinyatakan sepanjang waktu, dan dengan
pengyakinan yang tepat dari dokter. Hipokondriasis sering disertai depresi atau
cemas dan biasanya koeksis dengan gangguan depresi atau cemas.
DIAGNOSIS BANDING

 Gangguan Kecemasan terhadap Penyakit (Illness Anxiety Disorder)


Pada pasien dengan Illness anxiety disorder lebih sering merasa takut memiliki penyakit tertentu
daripada fokus terhadap banyak gejala. Pasien dengan Illness Anxiety Disorder memiliki gejala
yang lebih sedikit dibanding pasien hipokondriasis.
 Gangguan Psikosomatik Lain
Gangguan Konversi bersifat akut, umumnya sementara, dan hanya disertai gejala yang ringan.
Gangguan Nyeri, juga bersifat kronis tetapi keluhan hanya terbatas pada rasa nyeri saja. Pada
Gangguan Dysmorfik, pasien berharap dirinya normal, namun pada hypochondriosis pasien
justru mengungkapkan ketidaknormalannya agar mendapatkan perhatian dari orang lain.
 Gangguan Mental Lainnya
Gangguan somatisasi dapat juga terjadi pada pasien dengan gangguan depresi atau kecemasan.
Pada Skizofrenia, waham hypochondrial bisa ditemukan dan disertai oleh gejala psikotik lainnya.
PERJALANAN PENYAKIT DAN
PROGNOSIS
 Gangguan somatisasi bersifat episodik dengan durasi bulanan hingga tahunan
dan disertai interval yang lama. Sepertiga hingga setengah dari pasien akan
membaik secara signifikan dengan sendirinya. Pada pasien anak-anak,
hypochondriasis akan sembuh dengan sendirinya di usia akhir remaja atau awal
dewasa.
 Prognosis yang baik dikaitkan dengan beberapa kondisi sebagai berikut:
 Status sosial ekonomi pasien baik.
 Sensitif terhadap terapi anxietas atau depresi.
 Onset yang tiba-tiba.
 Tidak adanya gangguan kepribadian.
 Tidak ditemukan adanya gangguan medis lain yang nonpsikiatrik.
PENATALAKSANAAN

 Pasien umumnya menolak pengobatan psikiatri, kecuali difokuskan pada


pengurangan stres dan edukasi dalam menghadapi penyakit kronis. Psikoterapi
yang dilakukan seperti individual insight-oriented psychotherapy, terapi perilaku,
terapi kognitif, dan hipnotis umumnya cukup membantu.
 Sebaiknya terapi dilakukan terjadwal dengan baik dan konsisten, agar pasien
tidak merasa diacuhkan. Prosedur diagnostik invasif dan prosedur terapeutik
hanya dilakukan atas indikasi.
 Farmakoterapi dilakukan jika ditemukan gangguan lain yang mendasari dan
responsif terhadap obat (seperti gangguan anxietas atau depresi).
ILLNESS ANXIETY DISORDER
 Illness Anxiety Disorder adalah diagnosis baru dalam edisi kelima DSM-5 yang
berlaku untuk orang-orang yang memiliki preokupasi dengan menjadi sakit atau
dengan mengembangkan penyakit dari beberapa jenis.
 Ini adalah varian dari gangguan somatic symptom disorder (hypochondriasis).
Untuk membedakan diagnosis banding diantara keduanya, menurut DSM-5,
somatic symptom disorder didiagnosis bila terdapat gejala somatic, sedangkan
dalam illness anxiety disorder, terdapat sedikit atau tidak terdapat gejala somatic
dan orang tersebut terutama berkaitan dengan ide bahwa mereka sakit
EPIDEMIOLOGI

 Prevalensi memenuhi 4-6 % dari populasi klinik medis umum


 Lebih sering terjadi pada orang yang lebih tua
DIAGNOSIS
GAMBARAN KLINIS

 Pasien dengan Illnes Anxiety Disorder, sama seperti pada Somatic Symptom
Disorder, percaya bahwa dirinya memiliki penyakit serius yang belum di diagnosis
dan tidak dapat diyakinkan sebaliknya. Pasien mempertahankan keyakinannya
bahwa mereka memiliki penyakit tertentu, atau seiring berjalannya waktu, dapat
memindahkan keyakinannya pada penyakit lain. Keyakinan tersebut bertahan
tanpa menghiraukan hasil pemeriksaan laboratorium negatif, merupakan
perjalanan ringan dari penyakit yang dinyatakan sepanjang waktu, dan dengan
pengyakinanyang tepat dari dokter.
 Preokupasi pasien terhadap penyakitnya sampai mengganggu interaksi
mereka dengan keluarga, teman, dan teman kerja.Pasien dengan gangguan ini
pada umumnya ketagihan untuk mencari melalui internet penyakit yang mereka
takutkan tersebut.
DIAGNOSIS BANDING

 Somatic Symptom Disorder


 Somatic symptom disorder didiagnosis bila terdapat gejala somatic, sedangkan dalam illness
anxiety disorder, terdapat sedikit atau tidak terdapat gejala somatic dan orang tersebut terutama
berkaitan dengan ide bahwa mereka sakit. Somatic Symptom disorder sering terjadi sebelum usia
30 tahun, sedangkan Illness Anxiety Disorder memiliki usia awitan yang tidak spesifik.
 Gangguan Konversi
 Pada gangguan konversi, lebih sering bersifat akut, pada umumnya sementara, dan lebih sering
melibatkan gejala-gejala dibandingkan suatu penyakit tertentu
 Gangguan Mental lainnya
 Ketakutan akan suatu penyakit biasanya terjadi pada pasien dengan gengguan kecemasan dan
depresi. Pasien dengan gangguan panic pada awalnya dapat datang dengan keluhan utama
bahwa mereka memiliki suatu penyakit, namun dengan anamnesis yang lebih teliti maka dapat
ditemukan gejala serangan panic lainnya
PERJALANAN PENYAKIT DAN
PROGNOSIS
 Prognosis yang baik dikaitkan dengan beberapa kondisi sebagai berikut:
 Status sosial ekonomi pasien baik.
 Sensitif terhadap terapi anxietas atau depresi.
 Onset yang tiba-tiba.
 Tidak adanya gangguan kepribadian.
 Tidak ditemukan adanya gangguan medis lain yang nonpsikiatrik
PENATALAKSANAAN

 Pasien pada umumnya menolak pengobatan psikiatri, kecuali difokuskan pada


pengurangan stres dan edukasi dalam menghadapi penyakit kronis. Kelompok
psikoterapi dapat membantu, terutama jika kelompok tersebut berisi pasien yang
memiliki gangguan yang sama.
 Psikoterapi yang dilakukan seperti individual insight-oriented psychotherapy, terapi
perilaku, terapi kognitif, dan hipnotis umumnya cukup membantu. Sebaiknya terapi
dilakukan terjadwal dengan baik dan konsisten, agar pasien tidak merasa diacuhkan.
Prosedur diagnostik invasif dan prosedur terapeutik hanya dilakukan atas indikasi.
 Farmakoterapi dapat membantu menurunkan kecemasan yang muncul akibat
ketakutan pasien terhadap suatu penyakit, terutama jika suatu penyakit yang
mengancam jiwa, tetapi terapi farmakologi hanya bersifat memperbaiki dan tidak
bertahan lama.
FUNCTIONAL NEUROLOGICAL SYMPTOM
DISORDER (CONVERSION DISORDER)
DEFINISI

 DSM-V mendefinisikan gangguan konversi sebagai suatu gangguan yang ditandai


oleh adanya satu atau lebih gejala yang mempengaruhi fungsi motorik atau
sensorik yang tidak dapat dijelaskan oleh gangguan neurologis atau medis yang
diketahui.
 Penegakan diagnosis mengharuskan adanya faktor psikologis yang berhubungan
dengan awal atau eksaserbasi gejala.
 Gejala yang muncul tidak secara sengaja dibuat, tidak disebabkan oleh
penggunaan zat, tidak terbatas pada gejala nyeri atau seksual, dan munculnya
disebabkan secara psikologikal bukan sosial, monetary, atau legal.
EPIDEMIOLOGI

 Rasio terjadinya gangguan konversi pada wanita dibanding pria paling sedikit 2:1 dan
bisa mencapai 10:1. Pada anak-anak lebih sering terjadi pada anak perempuan.
 Gejala lebih sering muncul pada sisi kanan tubuh wanita
 Onset gangguan konversi paling sering terjadi di akhir masa kanak-kanak sampai awal
dewasa, dan jarang terjadi sebelum usia 10 tahun atau setelah usia 35 tahun.
 Gangguan konversi pada umumnya berhubungan dengan diagnosis komorbid seperti
Gangguan Depresi Mayor, Gangguan Kecemasan, dan Skizofrenia. Frekuensi juga
dilaporkan meningkat pada orang yang memiliki kerabat dengan gangguan konversi
juga.
ETIOLOGI

1. Faktor psikoanalitik
Menurut teori psikoanalitik, gangguan konversi disebabkan oleh represi konflik
intrapsikis bawah sadar dan konversi kecemasan ke dalam suatu gejala fisik. Gejala
yang timbul merupakan ekspresi sebagian keinginan atau dorongan yang dilarang
tapi tersembunyi, sehingga pasien tidak perlu secara sadar berhadapan dengan
impuls mereka yang tidak dapat diterima.
2. Learning Theory
Gejala konversi dapat dilihat sebagai bagian dari perilaku klasik yang dipelajari;
gejala penyakit, yang dipelajari di masa kecil, sebagai sarana untuk mengatasi
situasi dinyatakan tidak mungkin.
3. Faktor biologis
Semakin banyak data yang melibatkan faktor biologis dan neuropsikologis dalam
perkembangan gejala gangguan konversi. Penelitian pencitraan otak awal
menemukan hipometabolisme pada hemisfer dominan dan hipermetabolisme pada
hemisfer nondominan dan telah melibatkan gangguan komunikasi hemisfer
sebagai penyebab gangguan konversi
KLASIFIKASI GANGGUAN DLSOSIATIF
[KONVERSI]
(PPDGJ III)
 F44.0 Amnesia disosiatif  F44.7 Gangguan disosiatif [konversi]
campuran
 F44.1 Fugue disosiatif
 F44.8 Gangguan disosiatif [konversi]
 F44.2 Stupor disosiatif lainnya
 F44.3 Gangguan trans dan  .80 Sindrom Ganser
kesurupan  .81 Gangguan kepribadian multipel
 F44.4 Gangguan motorik disosiatif  .82 Gangguan disosiatif [konversi] semen
tara terjadi pada masa kanak dan remaja
 F44.5 Konvulsi disosiatif  .83 Gangguan disosiatif [konversi] lainnya
YDT
 F44.6 Anestesia dan kehilangan
sensorik disosiatif  F44.9 Gangguan disosiatif [konversi] YTT
KRITERIA DIAGNOSIS (DSM V)

 satu atau lebih gejala perubahan fungsi sensorik atau motoric


 Temuan klinis menujukan ketidaksesuaian antara gejala dan kondisi neurologis
atau medis yang diketahui
 gejala atau defisit tidak bisa dijelaskan oleh gangguan medis atau mental lain
 gejala atau defisit menyebabkan distress klinis signifikan atau penurunan fungsi
sosial, pekerjaan atau bidang penting lainnya atau memerlukan evaluasi medis
KRITERIA DIAGNOSIS (PPDGJ III)

F44 gangguan Disosiatif (konversi)


 Gejala utama adalah adanya kehilangan (sebagian atau seluruh) dari integrasi
normal (dibawah kendali kesadaran) antara:
 ingatan masa lalu,
 kesadaran identitas dan peng-indera-an segera (awareness of identity and immediate
sensations), dan
 kontrol terhadap gerakan tubuh.
 Pada gangguan disosiatif, kemampuan kendali dibawah kesadaran dan kendali
selektif tersebut terganggu sampai taraf yang dapat berlansung dari hari ke hari
atau bahkan jam ke jam.
 Pedoman Diagnostik
 Untuk diagnosis pasti maka hal-hal dibawah ini harus ada:
 (a) gambaran klinis yang ditentukan untuk masing-masing gangguan yang tercantum
pada F44.-; (misalnya F44.0 Amnesia Disosiatif)
 (b) tidak ada bukti adanya gangguan fisik yang dapat menjelaskan gejala-gejala
tersebut;
 (c) bukti adanya penyebab psikologis, dalam bentuk hubungan kurun waktu yang jelas
dengan problem dan kejadian-kejadian yang "stressful" atau hubungan interpersonal
yang terganggu (meskipun hal tersebut disangkal oleh penderita)
F44.0 AMNESIA DISOSIATIF

Pedoman Diagnostik
 Ciri utama adalah hilangnya daya ingat, biasanya mengenai kejadian penting
yang beru terjadi (selektif), yang bukan disebabkan oleh gangguan mental
organic dan terlalu luas untuk dijelaskan atas dasar kelupaan yang umum terjadi
atau dasar kelelahan.
 Diagnosis pasti memerlukan :
 a) Amnesia, baik total atau parsial, mengenai kejadian yang “stressfull” atau traumatic
yang baru terjadi (hal ini mungkin hanya dapat dinyatakan bila ada saksi yang memberi
informasi);
 b) Tidak ada gangguan mental organic, intoksikasi atau kelelahan berlebihan (sindrom
amnestik organic, F40,F1x.6)
 Yang paling sulit dibedakan adalah “amnesia buatan” yang disebabkan oleh
stimulasi secara sadar (malingering). Untuk itu penilaian secara rinci dan berulang
mengenai kepribadian premorbid dan motivasi diperlukan. Amnesia buatan
(conscious simulation of amnesia) biasanya berkaitan dengan problem yang jelas
mengenai keuangan, bahaya kematian dalam peperangan atau kemungkinan
hukuman penjara atau hukuman mati.
F44.1 FUGUE DISOSIATIF

 Untuk diagnosis pasti harus ada:


 a) ciri-ciri amnesia disosiatif (F44.0);
 b) melakukan perjalanan tertentu melampaui hal yang umum dilakukannya sehari-hari;
dan
 c) kemampuan mengurus diri yang dasar tetap ada (makan, mandi, dsb.) dan melakukan
interaksi sosial sederhana dengan orang-orang yang belum dikenalnya(misalnya
membeli karcis atau bensin, menanyakan arah, memesan makanan).
 Harus dibedakan dari "postictal fugue" yang terjadi setelah serangan epilepsi lobus
temporalis, biasanya dapat dibedakan dengan cukup jelas atas dasar riwayat
penyakitnya.Ttidak adanya problem atau kejadian yang "stressful", dan kurang
jelasnya tujuan (fragmented) berkepergian serta kegiatan dari penderita epilepsi
tersebut.
F44.2 STUPOR DISOSIATIF

Pedoman Diagnostik
 Untuk diagnostik pasti harus ada :
 a) Stupor, sangat berkurang atau hilangnya gerakan-gerakan volunteer dan respon
normal terhadap rangsangan luar seperti misalnya cahaya, suara dan perabaan
(sedangkan kesadaran tidak hilang);
 b) Tidak ditemukan adanya gangguan fisik ataupun gangguan jiwa lain yang dapat
menjelaskan keadaan stupor tersebut; c) Adanya problem atau kejadian-kejadian baru
yang “stressfull” (psycogenik causation).
 Harus dibedakan dari stupor katatonik (pada skizofrenia), dan stupor depresif
atau manik (pada gangguan afekstif, berkembang sangat lambat, sudah jarang
ditemukan).
F44.3 GANGGUAN TRANS DAN KESURUPAN

Pedoman Diagnostik
 Gangguan ini menunjukkan adanya kehilangan sementara aspek penghayatan
akan identitas diri dan kesadaran terhadap lingkungannya; dalam beberapa
kejadian, individu tersebut berperilaku seakan-akan dikuasai oleh kepribadian
lain, kekuatan gaib, malaikat atau "kekuatan lain".
 Hanya gangguan trans yang "involunter" (diluar kemauan individu) dan bukan
merupakan aktivitas yang biasa, dan bukan merupakan kegiatan keagamaan
ataupun budaya yang boleh dimasukkan dalam pengertian ini.
 Tidak ada penyebab organik (misalnya, epilepsi lobus temporalis, cedera kepala,
intoksikasi zat psikoaktif) dan bukan bagian dari gangguan jiwa tertentu
(misalnya, skizofrenia, gangguan kepribadian multiple)
F44.4 GANGGUAN MOTORIK DISOSIATIF

 Bentuk yang paling umum dari gangguan ini adalah ketidak mampuan untuk
menggerakkan seluruh atau sebagaian dari anggota gerak (tangan atau kaki).
 Gejala tersebut seringkali menggambarkan konsep dari penderita mengenai
gangguan fisik yang berbeda dengan prinsip fisiologik maupun anatomik
F44.5 KONVULSI DISOSIATIF

 Konvulsi disosiatif (pseudo seizures) dapat sangat mirip dengan kejang epileptic
dalam gerakan-gerakannya, akan tetapi sangat jarang disertai lidah tergigit, luka
serius karena jatuh saat serangan dan mengompol. Juga tidak dijumpai
kehilangan kesadaran atau hal tersebut diganti dengan keadaan seperti stupor
atau trans
F44.6 ANESTESIA DAN KEHILANGAN
SENSORIK DISOSIATIF
 Gejala anestesi pada kulit seringkali mempunyai batasbatas yang tegas
(menggambarkan pemikiran pasien mengenai fungsi tubuhnya dan bukan
menggambarkan kondisi klinis sebenarnya).
 Dapat pula terjadi perbedaan antara hilangnya perasaan pada berbagai jenis modalitas
peng-inderaan yang tidak mungkin disebabkan oleh kerusakan neurologis, misalnya
hilangnya perasaan dapat disertai dengan keluhan parestesia.
 Kehilangan penglihatan jarang bersifat total, lebih banyak berupa gangguan ketajaman
penglihatan, kekaburan atau "tunnel vision" (area lapangan pandangan sarna, tidak
tergantung pada perubahan jarak mata dari titik fokus). Meskipun ada gangguan
penglihatan, mobilitas penderita dan kemampuan motoriknya seringkali masih baik.
 tuli disosiatif dan anosmia jauh lebih jarang terjadi dibandingkan dengan hilang rasa dan
penglihatan.
F44.7 Gangguan Disosiatif [Konversi] Campuran
 campuran dari gangguan':gangguan tersebut diatas (F44.0-F44.6)
F44.8 Gangguan Disosiatif [Konversi] Lainnya
F44.80 = Sindrom Ganser (ciri khas : "approximate answers", disertai beberapa gejala
disosiatif lain)
F44.81 = Gangguan kepribadian multipel
F44.82 = Gangguan disosiatif [konversi] sementara masa kanak dan remaja
F44.83 = Gangguan disosiatif [konversi] lainnya YDT, (termasuk: psychogenic
confusion, twilight state)
F44.9 Gangguan Disosiatif [Konversi] YTT
GAMBARAN KLINIS

 Paralisis, kebutaan, dan mutisme adalah gejala yang paling sering ditemukan. Gangguan
konversi biasanya berhubungan dengan gangguan kepribadian pasif-agresif, ketergantungan,
antisosial, dan histrionik. Gangguan depresi dan cemas sering menyertai gejala gangguan
konversi, dan pasien biasanya beresiko bunuh diri.
 Gejala sensorik biasanya berupa anestesia dan parestesia, terutama pada ekstremitas. Semua
aspek sensorik dapat terkena dan distribusinya inkonsisten dengan baik gangguan neurologis
sentral atau perifer. Gangguan konversi dapat mempengaruhi organ penginderaan (tuli,
kebutaan, tunnel vision) , gejala ini dapat unilateral atau bilateral, namun pemeriksaan
neurologis tidak menunjukkan adanya gangguan persarafan.
 Gejala motorik meliputi gerakan abnormal, gangguan postur tubuh, kelemahan, dan paralisis
atau paresis. Tremor ritmik kasar, gerak koreiformis, tics, dan tersentak dapat ditemukan.
 Kejang semu adalah gejala lain yang dapat pula terjadi. Klinisi dapat mengalami kesulitan dalam
membedakan kejang semu ini dengan kejang sesungguhnya hanya melalui observasi klinis.
DIAGNOSIS BANDING

Gangguan Kondisi Medis Umum:


 terutama merupakan gangguan neurologis. Seperti gejala kelemahan otot
ditemukan pula pada Myastenia Gravis, Poliomyositis, Multiple Sclerosis, dan
Myopati. Lalu gejala kebutaan terjadi pula pada Neuritis Opticus. Gejala paralysis
didiagnosis banding dengan pada penyakit sindroma Guillain Baree.
 Apabila gejala-gejala tersebut dapat diatasi dengan sugesti, hipnotis, serta obat-
obatan seperti Amobarbital (Amytal) dan Lorazepam (Ativan) kemungkinan
penyakit tersebut adalah gangguan Konversi
Gangguan Mental
 Gejala gangguan Konversi dapat timbul pada Skizofrenia, Depresi dan Anxietas.
Namun gangguan-gangguan mental ini memiliki gejala tersendiri yang khas.
Gangguan Somatoform Lain
 gangguan Somatisasi lebih bersifat kronis, terjadi di usia yang lebih muda, dan
adanya gejala yang bersifat multiple organ.
PERJALANAN PENYAKIT DAN PROGNOSIS

 Onset pada gangguan konversi bersifat akut namun peningkatan simptomatologi


dapat terjadi.
 Gejala biasanya terjadi dalam durasi yang pendek dan sekitar 95% dari kasus yang
akut kembali secara spontan biasanya 2 minggu pada pasien yang di rawat inap.
 Rekurensi terjadi pada 1/5 sampai ¼ orang dalam 1 tahun pada episode pertama

 Prognosis dikatakan baik jika awitan bersifat akut, faktor stressor yang mudah
dikenali, interval yang pendek antara onset dan mulai pengobatan, dan pada
tingkat intelektualitas yang lebih tinggi.
 Paralysis, aphonia, dan kebutaan berhubungan dengan prognosis yang baik,
sedangkan tremor dan bangkitan termasuk ke dalam faktor buruknya prognosis.
PENATALAKSANAAN

 Gangguan Konversi biasanya hilang secara spontan, terutama jika didukung oleh
insight-oriented supportive yang baik dan terapi perilaku. Yang paling penting
adalah caring dan hubungan yang baik pasien dengan dokter dan terapis lainnya.
 Psikodinamik approach dilakukan untuk menganalisa dan menggali konflik psikis
serta simbolisasi dari gejala gangguan konversinya. Psikoterapi yang dianjurkan
adalah terapi yang bersifat singkat dan dilakukan dalam jangka yang pendek.
Proses psikoterapi difokuskan untuk mengurangi faktor stres. Yakinkan pasien
bahwa gejala-gejala yang timbul akan semakin memperberat penyakitnya.
 Terapi Hipnotis, obat-obatan anxiolytic, serta pelatihan relaksasi tingkah laku
cukup efektif.Obat-obatan parenteral sepertiAmobarbital atau Lorazepam juga
efektif.
PSYCHOLOGICAL FACTORS AFFECTING OTHER MEDICAL
CONDITIONS
ETIOLOGI

 Kematian pasangan hidup • Perubahan besar pada


 Perceraian kesehatan atau perilaku
 Pemisahan selama pernikahan anggota keluarga
 Penahanan di penjara • Kehamilan
 Kematian anggota keluarga yang dekat • Kesulitan seksual
 Luka atau penyakit berat • Hadirnya anggota keluarga
 Pernikahan baru (kelahiran, adopsi,
 Dipecat dari pekerjaan serumah dengan orang tua,
 Rujuk selama pernikahan dll)
 Pensiun dari pekerjaan • Keadaan bisnis
DIAGNOSIS
Kriteria diagnosis DSM-V-TR untuk faktor psikologis yang mempengaruhi kondisi medis
adalah:
 Didapatkan adanya kondisi medis umum
 Faktor psikologis mempengaruhi kondisi medis dengan salah satu cara:
 Faktor psikologis mempengaruhi perjalanan penyakit, ditunjukkan dengan adanya hubungan
sementara antara faktor psikologis dan munculnya penyakit, eksaserbasi penyakit, atau
penyembuhan yang lambat dari suatu penyakit.
 Faktor psikologis mempengaruhi pengobatan suatu penyakit.
 Faktor psikologis menimbulkan tambahan risiko terjadinya suatu penyakit pada suatu individu.
 Respons fisiologis akibat stres mencetuskan atau mengeksaserbasi gejala suatu penyakit.
 Faktor psikologis dan perilaku pada kriteria B tidak dapat dijelaskan secara lebih baik
dengan gangguan mental lain (contoh : gangguan panik, gangguan depresi mayor,
gangguan stress pasca trauma)
GANGGUAN SPESIFIK

 Gangguan Kardiovaskular
Hipertensi: Stres akut menyebabkan pelepasan katekolamin yang meningkatkan
tekanan sistolik. Stres kronik berhubungan dengan hipertensi esensial. Perubahan
pola hidup diperlukan. Teori psikologis: kemarahan yang terpendam, rasa bersalah,
dan kebutuhan untuk diakui
 Gangguan Pernafasan
Asma:Serangan dicetuskan oleh stres, ISPA, dan alergi. Pemeriksaan dinamika
keluarga diperlukan, terutama ketika pasien masih anak-anak. Mungkin didapatkan
orangtua yang overprotektif. Mengi pada asma merupakan jeritan tersembunyi
pasien untuk mendapatkan kasih sayang dan perlindungan
 Gangguan Muskuloskeletal
SLE dan RA: Penyakit memburuk dengan stres kronik, kemarahan, atau depresi.
 Gangguan Gastrointestinal
Ulkus peptikum: Peningkatan asam lambung terjadi karena rasa cemas, stres, kopi,
alkohol. Teori psikologis: ketergantungan yang besar pada orang lain, tidak dapat
mengeluarkan kemarahan.
Obesitas: Hiperfagia mengurangi rasa cemas.
PENATALAKSANAAN

 Pendekatan kolaboratif. Kolaborasi dengan ilmu penyakit dalam dan ilmu bedah
diperlukan untuk mengatasi gangguan fisik pasien. Pada saat yang bersamaan,
psikiater mengatasi aspek psikiatrik.
 Psikoterapi
 Psikoterapi suportif.
 Dynamic insight-oriented psychotherapy. Eksplorasi konflik di bawah alam sadar
mengenai seks dan agresi. Kecemasan yang disebabkan stresor kehidupan diatasi dengan
mematangkan defense mechanism.
 Terapi grup. Terapi grup dapat digunakan bila terdapat beberapa pasien yang memiliki
kondisi fisik yang sama. Pasien dapat saling berbagi pengalaman dan belajar dari satu
sama lain.
 Terapi keluarga. Eksplorasi hubungan keluarga dengan menekankan bagaimana penyakit
pasien dapat mempengaruhi anggota keluarga lain.
 Cognitive-behavioral therapy.
 Cognitive. Pasien belajar bagaimana stres dan konflik dapat menyebabkan penyakit somatik.
Pikiran negatif mengenai penyakit diatasi dan diubah.
 Behavioral. Relaksasi dan teknik biofeedback mempengaruhi sistem saraf otonom secara
positif. Teknik ini dapat digunakan pada pasien asma, alergi, hipertensi, dan nyeri kepala.
 Hipnosis. Hipnosis berguna untuk menghentikan kebiasaan rokok dan mengubah
kebiasaan makan (diet).
 Biofeedback. Melatih untuk mengontrol sistem saraf otonom. Digunakan untuk nyeri
kepala tension, migrain, dan hipertensi.
 Akupresur dan akupuntur. Terapi alternatif memiliki hasil yang bervariasi pada seluruh
gangguan psikosomatik.
 Farmakoterapi
 Anggap serius gejala nonpsikiatrik dan berikan pengobatan yang tepat (misal: laksatif
untuk konstipasi). Konsultasikan dengan dokter yang merujuk ke bagian kedokteran
jiwa.
 Gunakan obat antipsikotik bila terdapat gejala psikosis. Perhatikan efek samping dan
imbasnya pada gangguan psikosomatik.
 Obat anti-cemas dapat mengurangi rasa cemas pada periode stres akut, namun batasi
penggunaan untuk mencegah terjadinya ketergantungan.
 Antidepresan dapat diberikan bila terdapat depresi akibat kondisi medis. Selective
serotonin reuptake inhibitor (SSRI) dapat membantu bila pasien mengalami obsesi
terhadap penyakitnya.
FACTITIOUS DISORDER
 Factitious disorder  suatu kelainan dimana penderita berpura-pura,
menginduksi, atau memperparah penyakitnya agar mendapatkan perhatian
medis, tanpa melihat apakah dia benar sakit ataupun tidak.

 Para penderita menimbulkan nyeri, kelainan deformasi, atau bahkan cedera


yang mengancam jiwa pada dirinya sendiri, anak-anaknya, atau orang lain
dengan tujuan agar mendapatkan pelayanan medis.

 Factitious disorder ini dapat mengakibatkan morbiditas atau bahkan


kematian.

 Munchausen syndrome merupakan istilah yang muncul pada tahun 1951


yang diperuntukkan bagi orang-orang dengan kelainan buatan, yang secara
terus menerus mengeluhkan gejala palsu agar dapat masuk ke rumah sakit,
dan berpindah dari satu rumah sakit ke rumah sakit lain.
Epidemiologi & Komorbiditas

 Belum ada data komprehensif mengenai kelainan buatan ini, namun suatu
penelitian menyatakan sekitar 0,8% – 1.0% pasien yang konsultasi ke psikiatri
merupakan penderita kelainan buatan. Sekitar 2/3 pasien dengan munchausen
syndrome merupakan laki-laki. Banyak pada orang berkulit putih, usia pertengahan,
tidak bekerja, tidak menikah, dan tanpa ikatan sosial atau keluarga yang signifikan.
Kelainan buatan ini umumnya dilakukan oleh ibu terhadap bayi atau anak kecil.

 Beberapa orang dengan kelainan buatan ini memiliki komorbiditas diagnosis


psikiatri, seperti gangguan mood, gangguan kepribadian atau gangguan yang
berhubungan dengan zat.
Etiologi
 Faktor psikososial, dasar psikodinamik pada pasien kelainan buatan ini belum
dapat dipahami dengan baik, karena penderita susah untuk mengikuti proses
psikoterapi. Para penderita tetap bersikeras kalau gejala yang dialami hanyalah
gejala fisik, sehingga beranggapan kalau terapi berbasis psikologi tidak akan
berguna. Riwayat kekerasaan pada saat anak juga dapat mempengaruhi, dimana
sang anak menjadi lebih suka dirawat di rumah sakit karena dapat menghindari
kekerasan yang terjadi di rumah. Selain itu, sang anak merasa ada yang perhatian
jika dirawat di rumah sakit (seperti dokter, perawat). Pasien yang suka mencari
prosedur yang menyakitkan, seperti operasi dan serangkaian tes yang invasif
mungkin memiliki kepribadian masokis.

 Faktor biologis, beberapa peneliti menyatakan bahwa disfungsi otak merupakan


salah satu faktor pada kelainan buatan ini.
Diagnosis dan Manifestasi klinis
 Factitious disorder merupakan tanda dan gejala fisik atau psikologis
yang dipalsukan.
 Berdasarkan jenis gejalanya, factitious disorder dibagi menjadi dua
kelompok, yaitu tanda & gejala psikologis serta tanda & gejala fisik.

A. Factitious disorder dengan tanda dan gejala psikologis


 Pasien dengan gejala psikiatri seperti depresi, halusinasi, gangguan
disosiasi dan konversi, dan kebiasaan aneh yang tidak ada perbaikan
setelah pemberian terapi rutin. Hal ini dapat menyebabkan pasien
menerima dosis psikotik yang tinggi. Gejala psikologis factitious ini
menyerupai fenomena pseudomalingering.
 Adanya gejala psikosis sebagai salah satu gangguan, dapat
mengindikasikan prognosis yang buruk pada factitious disorder. Pasien
dengan psikotik dan diketahui memiliki gejala factitious disorder
dengan tanda & gejala psikologis, memiliki prognosis yang buruk
dibandingkan dengan gangguan bipolar atau skizoafektif. Beberapa
pasien secara sengaja mengkonsumsi zat psikoaktif agar gejala seperti
insomnia, susah tidur, halusinasi dapat muncul. Kombinasi penggunaan
zat psikoaktif dapat memberikan gambaran klinis yang tidak khas.
B. Factitious disorder dengan tanda dan gejala fisik

 Factitious disorder dengan tanda dan gejala fisik dikenal juga


dengan Munchausen syndrome atau addiksi terhadap rumah sakit,
atau addiksi terhadap multioperasi.

 Gambaran penting yang muncul pada pasien ini adalah adanya


keluhan fisik yang cukup berat, yang membutuhkan perawatan dan
pengobatan di rumah sakit, gejalanya dapat melibatkan beberapa
organ.

 Manifestasi klinisnya dapat berupa hematoma, hemoptysis, nyeri


perut, demam, hipoglikemi, gejala seperti lupus, mual, muntah,
kejang.
Diagnosis Banding
 Gangguan dengan tanda dan gejala fisik yang menonjol perlu mempertimbangkan kemungkinan
penyakit lain yang dapat mempengaruhi fisik. Riwayat banyaknya operasi pada pasien gangguan
buatan dapat menjadi predisposisi adanya komplikasi atau penyakit yang mengharuskan operasi
lanjutan. Factitious disorder merupakan rangkaian kesatuan antara somatoform disorder dan
malingering, tujuannya untuk menganggap dirinya sakit.

 Conversion Disorders
 Pada factitious disorder gejala muncul dengan disengaja, rela melakukan prosedur-prosedur yang
membahayakan tubuhnya sendiri, berulangkali dirawat di rumah sakit. Pasien dengan conversion
disorder biasanya tidak berulangkali dirawat di rumah sakit, dan gejalanya memiliki hubungan
langsung dengan temporal atau symbolic reference to specific emotional conflicts.
 Hypochondriasis atau illness anxiety disorder berbeda dengan factitious disorder. Pada pasien
hipokondriasis gejala muncul tidak disengaja, dan khas pada usia lanjut.
 
 Personality Disorders
 Karena kurangnya hubungan dekat dengan orang lain, bermusuhan, dan riwayat penggunaan zat &
riwayat kriminal, pasien dengan factitious disorder sering diklasifikasikan sebagai gangguan
kepribadian antisosial. Orang yang antisosial, biasanya tidak secara sengaja melakukan prosedur
invasif supaya mendapat perawatan di rumah sakit.
 Skizofren

Diagnosis skizofren seringkali ditegakkan berdasarkan gaya hidup yang aneh, tapi pasien
factitious disorder biasanya tidak memenuhi kriteria diagnosis skizofren, kecuali jika terdapat
delusi yang membuatnya benar-benar sakit dan karena itu dia mengunjungi rumah sakit.
Beberapa pasien factitious disorder menunjukkan adanya gangguan pikiran yang parah atau
delusi aneh.

 Malingering

Factitious disorders harus dibedakan dengan malingering. Malingerers have an obvious,


recognizable environmental goal in producing signs and symptoms. Pasien malingering mencari
perawatan rumah sakit untuk mendapatkan kompensasi finasial, menghindari pekerjaan, atau
hanya ingin mendapat makan dan tidur gratis. Pasien malingering biasanya berhenti
mengeluhkan gejalanya ketika dianggap sudah tidak menguntungkan lagi, atau ketika
resikonya menjadi tinggi.

 Substance Abuse

Meskipun pasien factitious disorders memiliki riwayat komplikasi dengan penggunaan zat,
Perjalanan Penyakit dan Prognosis
 Factitious disorders biasanya muncul pada dewasa muda, meskipun
bisa muncul pada anak atau remaja. Pada awalnya, pasien dirawat di
rumah sakit karena sakit dengan gejala yang jelas pada saat kecil atau
remaja. Setelah itu, pasien menjadi lebih tau tentang pengobatan dan
rumah sakit, dan akhirnya muncul perlahan keinginan untuk dirawat
di rumah sakit. Prognosis pada kebanyakan kasus factititious disorder
adalah buruk, beberapa pasien berakhir di penjara. Beberapa
kemungkinan yang mempengaruhi prognosis pada kasus ini seperti:

 Kepribadian masokis,

 Tidak sepenuhnya psikotik, ada saat-saat dia berfungsi dengan baik

 Gangguan kepribadian antisosial dengan gejala minimal


Penatalaksanaan
 Tidak ada pengobatan psikiatri yang spesifik pada pasien factitious disorder.
Pengobatan yang paling baik berfokus pada manajemen non-farmakologi,
bukan farmakologi. 3 tujuan utama dalam pengobatan gangguan ini adalah:

 Mengurangi resiko morbiditas dan mortalitas

 Mengatasi kebutuhan emosionalnya, atau penyebab perilaku factitious disorder

 Berhati-hati dengan persoalan hukum dan etik

 Hubungan yang baik antara pasien dengan dokter atau petugas kesehatan lain
dengan pasien akan sangat membantu, untuk menghindari timbulnya perasaan
pengkahianatan, permusuhan, kebingungan, sia-sia, bahkan penghinaan.
Dokter dan petugas kesehatan harus menahan rasa benci ketika pasien
menghina pelayanannya.
PAIN DISORDER

 Pada DSM-IV, pain disorder memiliki kriteria diagnosis tersendiri, namun pada
DSM-V termasuk dalam kategori gangguan gejala somatik lainnya (variant of
somatic symptom disorder).

 Pain disorder ditandai dengan ada dan berfokus pada nyeri, baik pada satu atau
lebih bagian tubuh dan cukup berat untuk menjadi perhatian klinis. Faktor
psikologis berpengaruh pada perjalanan penyakit, tingkat keparahan, atau
perawatan nyeri.
Epidemiologi
 Prevalensi nyeri sampai saat ini sekitar 12%. 10-15% orang dewasa
di Amerika disabilitas karena nyeri pada bagian belakang.
 Pain disorder dapat muncul pada usia berapapun, berhubungan
dengan gangguan psikiatri terutama gangguan afek dan cemas.
 Pasien dengan depresi berat atau penyakit yang mematikan
meingkatkan resiko bunuh diri.
Etiologi
 Faktor psikodinamika, nyeri timbul sebagai dampak adanya konflik dalam
pikirannya, yang dimanifestasikan lewat adanya nyeri fisik. Nyeri ini dapat
berfungsi juga sebagai cara untuk mendapat kasih sayang, hukuman akibat
perbuatan yang salah, cara untuk menebus perilaku buruknya.

 Faktor perilaku, nyeri akan semakin kuat ketika dihargai dan akan dihambat
ketika diabaikan.

 Faktor interpersonal, nyeri dapat timbul untuk mendapatkan keuntungan


dalam hubungan interpersonal.

 Faktor biologis, adanya kekurangan endorfin dapat berhubungan dengan


stimulus sensori yang berlebih. Beberapa pasien dapat mengalami gangguan
nyeri daripada gangguan mental lainnya, hal ini diakibatkan karena adanya
keadaan kelainan pada sensori, struktur limbik, dan gangguan kimiawi.
Diagnosis dan Manifestasi Klinis
 Pasien dapat mengalami nyeri di beberapa bagian tubuh, seperti nyeri pinggang,
nyeri kepala, nyeri pada wajah, nyeri pelvis kronis, dan nyeri lainnya. Nyeri dapat
berupa posttraumatic, neurophatic, neurological, iatrogenic, atau musculoskeletal.
Untuk mendiagnosis pain disorder, harus ditemukan adanya faktor psikologis yang
berpengaruh pada munculnya gejala nyeri.

 Pasien seringkali memiliki riwayat pengobatan yang lama dan operasi, banyak
mengunjungi dokter untuk meminta berbagai pengobatan, dan bisa bersikeras
menginginkan operasi. Terdapat preokupasi terhadap nyeri dan menganggap nyeri
adalah sumber penderitaannya. Manifestasi klinisnya dapat diperparah akibat
penggunaan zat.

 Suatu penelitian menunjukkan adanya hubungan antara gejala nyeri dengan tingkat
keparahan dari gangguan gejala somatik, gangguan depresi, dan gangguan cemas.
Sekitar 25-50% pasien dengan gangguan nyeri, memiliki major depressive disorder.
Pada dysthymic disorder or depressive disorder symptoms terdapat pada 60-100%
pasien dengan gangguan nyeri.
Diagnosis Banding
 Physical pain: intensitasnya fluktuatif, sangat sensitif terhadap
pengaruh emosi, kognitif, atensi, dan situasi. Nyeri pada psikogenik
tidak menghilang oleh distraksi atau analgesik.

 Hipokondriasis: adanya preokupasi terhadap nyeri, tubuh, dan


keyakinan akan penyakit. Lebih memiliki banyak gejala, dan
fluktuasinya lebih daripada gangguan nyeri.

 Conversion disorder: gejalanya hanya sebentar, berbeda dengan


gangguan nyeri yang seringkali kronik.
Perjalananan Penyakit dan Prognosis
 Nyeri dapat muncul tiba-tiba dan semakin parah dalam
beberapa minggu atau bulan. Prognosis pada kasus ini
bervariasi, meskipun gangguan nyeri seringkali kronis,
menyebabkan stress, dan disabilitas. Prognosis pada
gangguan nyeri akut lebih baik dibandingkan dengan
gangguan nyeri kronis.
Penatalaksanaan
 Karena akan sangat susah untuk mengurangi nyerinya, pendekatan terapi lebih
diarahkan ke rehabilitasi. Dokter harus mempertimbangkan faktor psikologis dan
harus menjelaskan sejujurnya kepada pasien bahwa hal tersebut merupakan faktor
yang sangat berpengaruh dalam menyebabkan nyeri. Bagaimanapun juga, dokter
harus mengetahui bahwa nyeri pada pasiennya memang nyata.

A. Terapi Farmakologi

 Analgesic tidak terlalu bermanfaat bagi pasien, hal ini mengakibatkan penyalah
gunaan zat dan ketergantungan menjadi masalah utama pada pasien yang
menggunanakan analgesik dalam jangka waktu yang lama. Begitupun dengan obat
sedatif dan antiansietas.

 Antidepresan, seperti tryciclics dan SSRI merupakan obat yang paling efektif untuk
pasien dengan gangguan nyeri.
B. Psikoterapi

 Psikoterapi menunjukkan adanya manfaat pada pasien dengan


gangguan nyeri. Dalam psikoterapi, hal pertama yang dilakukan
adalah membentuk hubungan yang baik antara pasien-dokter.

C. Terapi lain

 Biofeedback dapat membantu dalam pengobatan pada pasien dengan


gangguan nyeri, seperti nyeri kepala sebelah, nyeri pada wajah, muscle
tension state, dan tension headaches. Hipnosis, transcutaneous nerve
stimulation, dan dorsal column stimulation juga dapat dilakukan.

Anda mungkin juga menyukai