Anda di halaman 1dari 31

Kebijakan Fiskal dalam Perspektif Islam

Pengertian Kebijakan Fiskal

 Menurut Wolfson sebagaimana dikutip Suparmoko, kebijakan


fiskal (fiscal policy) merupakan tindakan-tindakan pemerintah
untuk meningkatkan kesejahteraan umum melalui kebijakan
penerimaan dan pengeluaran pemerintah, mobilisasi
sumberdaya, dan penentuan harga barang dan jasa dari
perusahaan.
 Sedangkan Samuelson dan Nordhaus menyatakan bahwa
“kebijakan fiskal adalah proses pembentukan perpajakan dan
pengeluaran masyarakat dalam upaya menekan fluktuasi siklus
bisnis, dan ikut berperan dalam menjaga pertumbuhan ekonomi,
penggunaan tenaga kerja yang tinggi, bebas dari laju inflasi yang
tinggi dan berubah-ubah.”
 Dari dua definisi di atas dapat ditarik benang
merah, bahwa kebijakan fiskal merupakan
kebijakan pemerintah terhadap penerimaan
dan pengeluaran negara untuk mencapai
tujuan-tujuannya.
Syara Mewajibkan Negara Melayani Umat

 Kewajiban negara atas rakyatnya adalah


melayani dan mengurusi urusan umat. Hal ini
ditegaskan Nabi SAW dalam sabdanya:
َََ
‫س ُؤ ْول ٌ َعن َر ِعــيَّتِــ ِه‬
ْ ‫اع َو ُهو َمـــ‬
ٍ ‫ ا إل َما ُم َر‬
“Seorang imam (khalifah) adalah pemelihara dan
pengatur urusan (rakyat), dan dia akan diminta
pertanggungjawabannya terhadap rakyatnya.”
(HR Bukhari dan Muslim).
َ ‫ َحفِـ‬، ُ‫ع َع َّما استَر َعا ه‬
َ ‫ظ اَ م‬
‫ضيَّ َع‬ َ َ ‫اِنَّ هّللا‬
ٍ ‫سا ِءـ ُل ُك َّل َرا‬
“Sungguh, Allah SWT akan meminta
pertanggungjawaban setiap pemimpin terhadap apa
yang dipimpinnya, apakah ia menjaga atau bahkan
menyia-nyiakannya.”

Salah satu urusan umat yang wajib dilaksanakan oleh


negara adalah mengatur ekonomi dengan tujuan
meningkatkan kesejahteraan rakyat sehingga pada
akhirnya negara menjadi kuat.
 Bentuk kewajiban negara atas masalah ini diatur
melalui institusi Baitul Mal, disamping penegakkan
syari’at lainnya oleh negara seperti syari’at yang
mengatur mekanisme dan transaksi ekonomi (cara-
cara memperoleh harta dan mengembangkannya atau
investasi, membelanjakan harta atau konsumsi),
penerapan sanksi (uqubat) atas pelanggaran hukum,
dan penegakkan keamanan yang mengayomi aktivitas
ekonomi masyarakat sehingga kegiatan ekonomi
menjadi lancar.
 Baitul Mal merupakan suatu institusi khusus di bawah
Khalifah yang mengatur sumber-sumber pemasukan harta
(pendapatan) negara baik dari sumber-sumber pemasukan
tetap (rutin) maupun yang bersifat temporal. Kemudian
mengalokasikannya sebagai pengeluaran yang bersifat rutin
maupun temporal. Harta yang dikumpulkan Khalifah dan
para walinya di dalam Baitul Mal menjadi hak kaum Muslimin
dan syara’ mewajibkan negara membelanjakannya secara
syar’i untuk membayar jasa yang diberikan individu kepada
negara, mengatasi kemiskinan dan kelaparan, tunjangan
dan penyediaan lapangan kerja, modal usaha bagi
masyarakat, pembangunan infrastruktur dan pelayan publik,
dan lain-lainnya.
 Secara umum fungsi kebijakan fiskal adalah fungsi
alokasi, distribusi dan stabilisasi perekonomian.
 Dalam hal alokasi, maka digunakan untuk apa sajakah
sumber-sumber keuangan negara, sedangkan
distribusi menyangkut bagaimana kebijakan negara
mengelola pengeluarannya untuk menciptakan
mekanisme distribusi ekonomi yang adil di
masyarakat, dan stabilisasi adalah bagaimana negara
menciptakan perekonomian yang stabil.
 kebijakan fiskal di dalam Islam didasari oleh suatu
politik ekonomi (as siyasatu al iqtishadi) yang
bertujuan mencapai distribusi ekonomi yang adil,
sebagaimana yang dikemukakan Abdurrahman Al
Maliki, yaitu menjamin pemenuhan kebutuhan-
kebutuhan primer (al-hajat al-asasiyah/ basic needs)
perindividu secara menyeluruh, dan membantu tiap-
tiap individu di antara mereka dalam memenuhi
kebutuhan-kebutuhan sekunder dan tersiernya (al-
hajat al-kamaliyah) sesuai kadar kemampuannya.
 Jaminan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan
primer ini meliputi; pertama, jaminan
kebutuhan-kebutuhan primer bagi tiap-tiap
individu dan kedua, jaminan kebutuhan-
kebutuhan primer bagi rakyat secara
keseluruhan.
 Jaminan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan primer
katagori pertama adalah jaminan akan sandang,
pangan dan papan dan merupakan jaminan secara
langsung terhadap setiap individu yang mempunyai
penghasilan tetapi tidak mencukupi untuk memberikan
nafkah kebutuhan-kebutuhan pokok terhadap diri dan
keluarganya, atau terhadap setiap individu yang tidak
memiliki kemampuan untuk memberikan nafkah
kebutuhan pokok terhadap diri dan keluarganya.
Kebijakan ini termasuk kebijakan transfer payment
karena negara memberikan secara cuma-cuma harta
berupa uang atau barang kepada seseorang.
 Jaminan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan primer
katagori kedua meliputi keamanan, pendidikan dan
kesehatan.
 Tiga perkara ini, merupakan unsur penting bagi
perekonomian.
 Keamanan berfungsi melindungi dan mengayomi
aktivitas perekonomian masyarakat sehingga kegiatan
ekonomi menjadi lancar.
 Pendidikan merupakan pilar yang melahirkan sumber
daya manusia yang sangat dibutuhkan untuk melakukan
pembangunan fasilitas-fasilitas negara dan fasilitas-
fasilitas umum yang dibutuhkan rakyat termasuk yang
dibutuhkan bagi aktifitas perekonomian, untuk
membangun sistem pertanian, industri (termasuk industri
senjata), perdagangan dan jasa yang tangguh,
berkualitas dan efisien.

 Kesehatan merupakan unsur yang sangat


mempengaruhi kinerja seseorang bagi ekonomi dirinya
dan keluarganya, bagi syirkah tempat dia bekerja, bagi
perekonomian masyarakat dan negara.
 Dalam menjamin keamanan di dalam negeri,
dilakukan dengan cara menegakkan syariat yang
berkaitan dengan sanksi terhadap orang yang
melanggar dan memperkosa hak-hak asasi manusia.
Sedangkan jaminan keamanan dari ancaman musuh
di luar negeri dilakukan dengan menegakkan jihad..
 Negara menjamin pendidikan dari tenaga pengajar
(guru/dosen), tempat pendidikan dan berbagai fasilitas
yang dibutuhkan untuk penyelenggaraannya. Jaminan
akan pendidikan ini juga termasuk jaminan hidup yang
layak bagi para guru. Pada masa Khalifah Umar bin
Khatab, seorang guru diberi gaji 15 dinar setiap
bulannya. Satu dinar setara dengan 4,25 gram emas,
15 dinar berarti setara dengan 63,75 gram emas.
 Dari aspek kesehatan, negara berkewajiban
menyediakan dokter, obat-obatan, rumah sakit dan
tempat pelayanan kesehatan lainnya, serta berbagai
sarana kesehatan, termasuk riset di bidang
kesehatan. Pelayanan kesehatan ini diberikan secara
cuma-cuma (gratis) kepada seluruh masyarakat
sehingga negaralah (Baitul Mal) yang menanggung
seluruh biaya kesehatan ini bukan masyarakat.
 Pemenuhan atas tiga kebutuhan primer katagori
kedua ini bersifat menyeluruh, artinya seluruh rakyat
apakah orang miskin atau kaya, dari keluarga
pengusaha atau bukan, pria atau wanita, tua atau
muda, kulit hitam atau putih, Muslim atau non Muslim,
memiliki hak yang sama untuk mendapatkan jaminan
keamanan, pendidikan dan pelayanan kesehatan
secara gratis.
Mengatasi Krisis

Jika perekonomian sedang krisis sehingga membawa


dampak terhadap keuangan negara karena sumber-
sumber penerimaan terutama pajak merosot seiring
dengan merosotnya aktivitas ekonomi, maka negara
Kapitalis menghadapi dilema apakah meningkatkan
penerimaan pajak (dengan menaikan tarif pajak)
supaya beban keuangan negara tertutupi tetapi beban
masyarakat menjadi bertambah, ataukah memilih
mengurangi beban masyarakat dengan menurunkan
tarif pajak supaya perekonomian masyarakat kembali
bergairah tetapi penerimaan negara menjadi turun.
Namun pada akhirnya langkah yang ditempuh
pemerintah dalam sistem ekonomi ini, baik dalam
keadaan krisis ataupun tidak, dalam keadaan
keuangan negara defisit ataupun surplus semuanya
harus ditutupi dengan hutang, di samping
pengurangan dan penghapusan subsidi, pengurangan
anggaran untuk rakyat, privatisasi BUMN dalam
rangka liberalisme ekonomi.
Bagi negara-negara berkembang, sebagian besar
ketidakmampuan keuangannya ditutupi dengan jalan
melakukan pinjaman luar negeri. Akibatnya negara-
negara kreditur dan lembaga keuangan internasional
seperti Bank Dunia dan ADB termasuk IMF dapat
mengontrol kebijakan ekonomi dan politik negara yang
bersangkutan sehingga kebijakan-kebijakan yang lahir
di negara tersebut sangat merugikan rakyatnya sendiri
dan hanya memberikan keuntungan kepada negara-
negara kreditur, investor asing dan swasta.
Di negara-negara maju defisit anggaran selalu ditutupi
dengan pinjaman domestik. Pemerintah akan
mengeluarkan obligasi dan menjualnya kepada para
investor dari dalam dan luar negeri. Pada akhirnya
beban hutang luar negeri dan hutang domestik akan
menjadi beban rakyat, karena pembayaran hutang
tersebut diperoleh melalui pajak.
Sebaliknya di dalam Islam, jika keuangan negara
mengalami krisis karena pos-pos penerimaan negara
dari Bagian Fai dan Kharaj, Bagian Pemilikan Umum,
dan Bagian Shadaqah tidak mampu memenuhi
kewajiban-kewajiban Baitul Mal, maka kewajiban-
kewajiban tersebut beralih kepada kaum Muslimin
Akibat krisis ekonomi yang menyebabkan warga negara
jatuh miskin otomatis mereka tidak dikenai beban pajak
baik jizyah maupun pajak atas orang Islam sebaliknya
mereka akan disantuni negara dengan biaya yang
diambil dari orang-orang Muslim yang kaya.
Sedangkan melakukan pinjaman luar negeri dan
pinjaman domestik seperti yang dilakukan oleh negara-
negara maju dan berkembang sekarang ini, menurut
syara’ tidak diperbolehkan, karena utang tersebut hanya
akan menyebabkan kaum Muslimin berada dalam
kekuasaan asing dan para investor, serta pinjaman ini
termasuk riba.
Kepemilikan Umum

Jika negara-negara Kapitalis hanya memiliki pajak


sebagai sumber utama penerimaan negara, maka
tidak demikian dengan Sistem Ekonomi Islam. Masih
ada dua bagian sumber-sumber penerimaan di dalam
Baitul Mal yang semuanya itu merupakan sumber
utama penerimaan negara, yaitu Bagian Pemilikan
Umum dan Bagian Shadaqah.
Sistem Ekonomi Kapitalis tidak memiliki sumber
penerimaan dari pemilikan umum karena sistem ini
hanya mengakui dua macam kepemilikan, yaitu
pemilikan individu (private proverty) dan pemilikan
negara (state proverty). Sistem ini juga menempatkan
kebebasan individu dalam hal kepemilikan selama
diperoleh dengan cara-cara yang sah menurut hukum
Kapitalisme.
 Pengakuan Islam akan kepemilikan umum (Al Milkiyyah
al Ammah/ collective proverty) selain kepemilikan
individu dan kepemilikan negara, didasarkan pada dalil
syara’ berikut:
 Dari Abu Khurasyi dari sebagian sahabat Nabi SAW,
Rasulullah bersabda:
‫ فِ ْي ال َما ِء َو ال َكالَ ِء َوالنَّا ِر‬:َ‫ ْال ُم ْسلِ ُم ْو َن ُش َر َكـا َء فِ ْي ثَال‬
 “Kaum Muslimin itu berserikat dalam tiga hal, yaitu air,
padang rumput dan api.”
‫ الَ ُح َمى إِالَّ هَّلِل ِ َو لِ َر س ُْو لِ ِه‬
 “Tidak ada penguasaan (atas harta milik umum) kecuali
bagi Allah dan Rasulnya.”
b
An-Nabhani dan Abdul Qadim Zallum menjelaskan, bahwa
yang dimaksud dengan kepemilikan umum itu adalah:
1. Fasilitas/ Sarana umum yang jika tidak ada pada suatu
negeri/ komunitas akan menyebabkan banyak orang
bersengketa untuk mencarinya, seperti air, padang rumput,
jalan-jalan umum.
2. Barang tambang yang jumlahnya tak terbatas (sangat
besar), seperti tambang minyak dan gas bumi, emas dan
logam mulia lainnya, timah, besi, uranium, batu bara, dan
lain-lainnya.
3. Sumber daya alam yang sifat pembentukannya
menghalangi untuk dimiliki individu, seperti laut, sungai,
danau.
Sumber penerimaan Baitul Mal dari Bagian Pemilikan
Umum yang mempunyai potensi sangat besar dalam
membiayai pengeluaran Baitul Mal adalah dari barang
tambang dan sumber daya alam.

Sumber pemasukan Baitul Mal yang ketiga adalah


Bagian Shadaqah. Bagian ini meliputi, pertama; zakat
ternak unta, sapi dan kambing. Kedua; zakat tanaman
(hasil pertanian) dan buah-buahan. Ketiga; zakat
nuqud/mata uang (emas dan perak), dan keempat;
zakat atas keuntungan dari perdagangan.
Zakat merupakan suatu kewajiban kaum Muslimin
dan salah satu pilar dari rukun Islam. Seorang Muslim
yang membayar zakat merupakan implimentasi
(ibadah ritual) hubungannya dengan Allah SWT
seperti halnya seorang Muslim yang melaksanakan
kewajiban shalat, puasa dan ibadah haji.
‫ين‬ ْ ‫وا ال َّز َكاةَ َوارْ َكع‬
َ ‫ُوا َم َع الرَّا ِك ِع‬ ْ ُ‫صالَةَ َوآت‬ ْ ‫ َوأَقِي ُم‬
َّ ‫وا ال‬
“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan
ruku’lah beserta orang-orang yang ruku.” (QS. Al-
Baqarah: 43)
 Tugas negara adalah memungut zakat dari kaum
Muslimin dan mengumpulkannya di Baitul Mal pada
pos Bagian Shadaqah, kemudian menyalurkannya
sesuai ketentuan syara’. Jika wajib zakat menolak
membayar zakat, maka negara berhak memaksanya
agar memenuhi kewajibannya.
َ ‫طهِّ ُرهُ ْم َوتُ َز ِّكي ِهم بِهَا َو‬
‫ص ِّل‬ َ ‫ ُخ ْذ ِم ْن أَ ْم َوالِ ِه ْم‬
َ ُ‫ص َدقَةً ت‬
 “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan
zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan
mereka, dan mendoalah untuk mereka. …” (QS. At-
Taubah: 103)
Zakat tetap dipungut oleh negara selama masih ada
orang yang wajib zakat, dan tidak akan dihentikan
kewajiban ini meskipun harta zakat yang terkumpul di
Baitul Mal melimpah sedangkan orang yang berhak
menerimanya tidak terdapat lagi di dalam negeri. Jadi
fungsi negara dalam mengelola zakat semata-mata
karena implimentasi ibadah ritual kaum Muslimin
terhadap Allah SWT, bukan karena alasan ekonomi.

Anda mungkin juga menyukai