Anda di halaman 1dari 15

Identifiying your Paradigm

Aisyah Nurrahmah 447438


Albertus Ardianto Normaharya 447439
Pendahuluan

 Bab ini akan membahas masalah filosofis yang mendasari penelitian.


 Tujuannya adalah memberikan kerangka kerja untuk mengekspresikan ide-ide mengenai
penelitian yang Anda usulkan ketika Anda berbicara dengan supervisor dan peneliti lain,
dan juga akan membantu Anda menyerap informasi dari yang anda baca.
 Pada penelitian sarjana dan magister, ada 2 kendala utama saat melakukan penelitian yaitu
waktu yang relative singkat dan batasan ukuran sehingga tak begitu diperlukan
pendalaman masalah filosofis.
 Pada penelitian doctoral penting untuk membangun kesesuaian dan kredibilitas asumsi
yang telah Anda buat. Hal ini berkaitan dengan masalah filosofis.
Dua paradigma utama

 Paradigma penelitian adalah kerangka kerja filosofis yang memandu bagaimana penelitian
ilmiah harus dilakukan, berdasarkan filosofi orang dan asumsi mereka tentang dunia dan sifat
pengetahuan.
 Filsafat adalah 'seperangkat atau sistem kepercayaan (yang berasal dari) studi tentang sifat
dasar pengetahuan, realitas, dan keberadaan' (Waite dan Hawker, 2009, hal 685).
 Definisi Kuhn: “Paradigma adalah pencapaian ilmiah yang diakui secara universal yang untuk
sementara waktu memberikan masalah model dan solusi bagi komunitas praktisi” (Kuhn,
1962, p.viii).
 Selama ratusan tahun hanya ada satu paradigma penelitian karena pencapaian ilmiah yang
dirujuk oleh Kuhn (1962) berasal dari satu sumber yaitu ilmu alam.
 Smith (1983), hingga akhir abad ke-19, penelitian telah berfokus pada benda mati di dunia
fisik yang berfokus pada sifat-sifat materi dan energi dan interaksi di antara mereka.
Dua paradigma utama

 Keyakinan mereka tentang dunia dan sifat pengetahuan didasarkan pada positivism atau
dalam filsafat dikenal sebagai realisme.
 Positivisme dikembangkan oleh ahli teori seperti Comte (1798-1857), Mill (1806-1873)
dan Durkheim (1859-1917).
 Para peneliti mulai mengalihkan perhatian mereka ke fenomena social dengan munculnya
industrialisasi dan kapitalisme.
 Fenomena adalah objek yang diamati atau nyata, fakta atau kejadian.
 Interprevitism didasarkan pada prinsip idealism, sebuah ideologi yang terkait dengan Kant
(1724-18o4) dan kemudian dikembangkan oleh Dilthey (1833-1911), Rickert (1863-1936)
dan Weber ( 1864-1920).
Positivism

 positivisme menyediakan kerangka kerja untuk cara penelitian dilakukan dalam ilmu alam
dan metode ilmiah masih banyak digunakan dalam penelitian ilmu social.
 Positivism didukung dengan keyakinan bahwa realita tidak tergantung dengan kita dan
tujuannya adalah penemuan dalam teori berdasarkan penelitian empiris.
 Pengetahuan diturunkan dari ‘informasi positif’ karena dapat diverifikasi secara ilmiah.
Dengan kata lain, dimungkinkan untuk memberikan bukti logis atau matematis untuk
setiap pernyataan yang dapat dibenarkan secara rasional (Walliman, 2011).
 Dalam positivisme, teori memberikan dasar penjelasan, memungkinkan antisipasi
fenomena, memprediksi kejadiannya dan karenanya memungkinkan untuk dikendalikan.
 Karena telah diasumsikan bahwa fenomena sosial dapat diukur, positivisme dikaitkan
dengan metode analisis kuantitatif berdasarkan analisis statistik data penelitian kuantitatif.
Interpretivism

 Box 3.1 kritik utama terhadap positivism


1. Tidak mungkin memisahkan orang dari konteks social
2. Orang tidak dapat dipahami tanpa memeriksa persepsi yang mereka miliki tentang
kegiatan mereka
3. Desain penelitian yang sangat terstruktur mengenakan kendala pada hasil dan dapat
mengabaikan temuan lain yang relevan
4. Peneliti tidak objektif, tetapi bagian dari apa yang mereka amati. Mereka membawa minat
dan nilai mereka sendiri ke dalam penelitian
5. Menangkap fenomena kompleks dalam ukuran tunggal adalah menyesatkan
Interpretivism

 Interpretivisme didukung oleh keyakinan bahwa realitas sosial tidak objektif tetapi sangat
subyektif karena dibentuk oleh persepsi kita.
 positivisme berfokus pada pengukuran fenomena sosial, interpretivisme berfokus pada
mengeksplorasi kompleksitas fenomena sosial dengan maksud untuk mendapatkan
pemahaman interpretif.
 interpretivists mengadopsi berbagai metode yang berusaha untuk menggambarkan,
menerjemahkan dan sebaliknya mencapai makna, lebih atau kurang fenomena yang terjadi
secara alami di dunia sosial '(Van Maanen, 1983, hlm. 9).
 Interpretivism berasal dari metode analisis kualitatif, yang didasarkan pada interpretasi
data penelitian kualitatif.
Pendekatan dalam dua paradigma

 banyak paradigma baru telah muncul selama bertahun-tahun dan beberapa peneliti sekarang
mengadopsi bentuk murni dari paradigma utama dengan positivisme dan interpretivisme sebagai
ekstremitas.
 'paradigma' digunakan tidak konsisten dalam literatur karena memiliki makna yang berbeda dalam
disiplin ilmu yang berbeda, di berbagai bagian dunia dan selama periode waktu yang berbeda.
 Morgan (1979) menyarankan paradigma dapat digunakan pada tiga tingkatan berbeda:
1. Pada tingkat filosofis, di mana istilah ini digunakan untuk mencerminkan kepercayaan dasar
tentang dunia.
2. Di tingkat sosial, di mana istilah tersebut digunakan untuk memberikan panduan tentang
bagaimana peneliti harus melakukan upayanya.
3. Di tingkat teknis, di mana istilah tersebut digunakan untuk menentukan metode dan teknik yang
idealnya harus diadopsi ketika melakukan penelitian.
Pendekatan dalam dua paradigma

 Tabel 3.1 menunjukkan beberapa istilah yang lebih umum digunakan untuk
menggambarkan pendekatan dalam dua paradigma utama.
Positivisme Interpretivisme

Kuantitatif Kualitatif

Objektif Subyektif
Ilmiah Humanis

Tradisionalis Fenomenologis
Asumsi positivisme dan interpretivisme
 Tabel 3.2 menjelaskan ringkasan dari asumsi dua paradigma utama

Asumsi filosofis Positivisme Interpretivisme


Asumsi ontologis (sifat Realitas sosial adalah objektif dan eksternal bagi peneliti Realitas sosial bersifat subyektif dan secara
realitas) sosial dibangun.
  Hanya ada satu kenyataan. Ada banyak realitas.
epistemologis (apa yang Pengetahuan berasal dari bukti objektif tentang fenomena Pengetahuan berasal dari bukti subyektif
merupakan pengetahuan yang dapat diamati dan diukur. dari peserta.
yang valid)  
  Peneliti jauh dari fenomena yang diteliti. Peneliti berinteraksi dengan fenomena yang
diteliti.
Asumsi aksiologis (peran Peneliti independen dari fenomena yang diteliti. Peneliti mengakui bahwa penelitian ini
nilai-nilai) subyektif.
  Hasilnya tidak bias dan bebas nilai. Temuan ini bias dan sarat nilai.
Asumsi retoris (bahasa Peneliti menggunakan bentuk pasif, menerima kata Peneliti menggunakan bentuk pribadi,
penelitian) kuantitatif dan menetapkan definisi. menerima ketentuan kualitatif, dan
membatasi definisi.
Asumsi metodologis (proses Peneliti mengambil pendekatan deduktif. Peneliti mengambil pendekatan induktif.
penelitian)  
  Peneliti mempelajari sebab dan akibat, dan menggunakan Peneliti mempelajari topik dalam
  desain statis di mana kategori diidentifikasi sebelumnya. konteksnya dan menggunakan desain yang
  muncul di mana kategori diidentifikasi
selama Proses.
Generalisasi mengarah pada prediksi, penjelasan, dan Pola dan / atau teori dikembangkan untuk
pemahaman. pemahaman.
Hasilnya akurat dan dapat diandalkan melalui validitas Temuan akurat dan dapat diandalkan melalui
dan reliabilitas. verifikasi.
Sebuah rangkaian paradigma

 Morgan dan Smircich (1980, p. 492) menawarkan 'tipologi kasar untuk memikirkan
berbagai pandangan yang dimiliki oleh para ilmuwan sosial yang berbeda'. Tabel 3.3
menggambarkan dua asumsi inti dan metode penelitian terkait untuk enam kategori yang
mereka identifikasi.
Positivisme ← ------------------------------------------------------------ → Interpretivisme
Asumsi ontologis. Realitas sebagai Realitas sebagai Realitas sebagai Realitas sebagai Realitas sebagai Realitas sebagai
struktur konkret proses konkret bidang informasi ranah wacana konstruksi sosial proyeksi imajinasi
kontekstual simbolik manusia
Sikap epistemologis Untuk membangun Untuk membangun Untuk memetakan Untuk memahami Untuk memahami Untuk mendapatkan
ilmu positivis sistem, proses, konteks pola wacana bagaimana realitas wawasan
perubahan simbolis sosial diciptakan fenomenologis,
ilham.
Metode penelitian Survei, eksperimen Analisis historis Analisis kontekstual Analisis simbolik Hermeneutika. Eksplorasi
interpretatif subjektivitas murni
Positivisme vs Interpretivisme

Kecenderungan Positivisme Kecenderungan Interpretivisme


Sample Menggunakan sample yang banyak Menggunakan sample yang sedikit
Lokasi Berada di lokasi buatan (seperti Berada di lokasi yang alami (seperti Kantor)
Laboratorium)
Teori dan Hipotesis Lebih berfokus pada pengujian Lebih berfokus dalam menghasilkan teori
hipotesis
Data Menghasilkan ketepatan, objektif Menghasilkan data yang beragam, subjektif dan
dan menggunakan data kuantitatif menggunakan data kualitatif
Keandalan dan Hasilnya sangat andal tapi Hasilnya kurang andal tapi keabsahannya tinggi
keabsahan keabsahannya kurang
Generalisasi Hasilnya dapat digeneralisasi dari memungkinkan temuan untuk digeneralisasi dari
sample ke populasi satu keadaan ke keadaan serupa lainnya
Pragmatisme

 Pragmatis tidak berfokus pad satu sistem atau filosofi;


 Peneliti Individual memiliki kebebasan dalam memilih paradigma;
 Pragmatis percaya, bahwa kita harus berhenti mempertanyakan tentang realitas dan hukum
alam.
Kesimpulan

 Pada bab ini dijelaskan mengenai 2 paradigma utama yaitu positivisme dan
interpretivisme.
 Pada pendidikan master dan doktoral, anda harus dapat menjelaskan paradigma yang
digunakan dalam menjelaskan metodologi dan metode penelitian anda.
 Setelah anda dapat mengidentifikasi paradigma anda, anda dapat menentukan metodologi
dan metode yang tepat.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai