Anda di halaman 1dari 30

Kajian, Analisis, dan Evaluasi

Undang-Undang Nomor 14 Tahun


2005
Tentang
Guru dan Dosen
DASAR HUKUM
PELAKSANAAN PEMANTAUAN UU

• Pasal 21A ayat (1) UUD Tahun 1945


• UU No. 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD
sebagaimana diubah terakhir dengan UU No. 2 Tahun 2018;
• Perpres No. 27 Tahun 2015 tentang Sekretariat Jenderal dan
Badan Keahlian DPR RI;
• Peraturan DPR RI No. 1 Tahun 2014 tentang Tata Tertib
sebagaimana diubah terakhir dengan Peraturan DPR RI No. 3
Tahun 2016;
• Peraturan Pimpinan DPR RI No. 1 Tahun 2015 tentang
Pelaksanaan Dukungan Keahlian Badan Keahlian DPR RI;
• Peraturan Sekjen DPR RI No. 6 Tahun 2015 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian DPR RI.
UNDANG-UNDANG GURU DAN
DOSEN

• Pasal 20, Pasal 22 d, dan Pasal 31 UUD Tahun 1945


• UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional

UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen


Undang-undang yang berkaitan
dengan pengaturan dalam Guru dan Dosen

1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem


Pendidikan Nasional
2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang
Pendidikan Tinggi
3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur
Sipil Negara
4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah sebagaimana diubah dengan
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015
5. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan
Permasalahan

1. Bagaimana pelaksanaan Undang-Undang Nomor 14


Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen?
2. Bagaimana efektifitas Undang-Undang Nomor 14 Tahun
2005 tentang Guru dan Dosen di Indonesia?
3. Bagaimana keterkaitan Undang-Undang Nomor 14
Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen berikut peraturan
pelaksananya dengan undang-undang lainnya yang
berupa disharmonisasi?
4. Apakah Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang
Guru dan Dosen perlu dilakukan perubahan dan/atau
penggantian?
5. Perlukah dilakukan pemisahan pengaturan UU Guru dan
Dosen?
NARASUMBER PUSAT
ASPEK SUBSTANSI HUKUM
Ketentuan Pasal
No. Keterangan
UU Guru dan Dosen
1. Frasa “Formal” Pasal 1 angka 10 UU Sisdiknas:
terdapat tiga layanan pendidikan yang dapat diselenggarakan oleh satuan pendidikan,
UU Guru dan Dosen : yaitu jalur formal, nonformal, dan informal.
Dapat dikatakan secara
keseluruhan, mengatur Pasal 29 dan Pasal 30 UU Sisdiknas:
mengenai guru dan dosen mengenal adanya Pendidikan Kedinasan yang diselenggarakan melalui jalur formal dan
pada jalur pendidikan formal. nonformal serta Pendidikan Keagamaan.

Pasal 32 UU Sisdiknas

PP No. 17 Tahun 2010 sebagaimana telah diubah dengan PP No. 66 Tahun 2010:
= mengenal adanya Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus

Terdapat ketidaksesuaian materi muatan antara UU Guru dan Dosen dan UU


SISDIKNAS. Materi muatan UU Guru dan Dosen membatasi profesi guru dan satuan
pendidikan hanya di jalur pendidikan formal. Sementara pada UU SISDIKNAS mengatur
adanya tiga layanan pendidikan yang dapat diselenggarakan oleh satuan pendidikan,
yaitu jalur formal, nonformal, dan informal. Disamping itu juga ada pendidikan
kedinasan, pendidikan keagamaan, pendidikan khusus, dan pendidikan layanan khusus.
Dampaknya, adanya kekosongan hukum pengaturan pendidik dalam jalur pendidikan
nonformal, informal, pendidikan khusus, dan pendidikan layanan khusus, termasuk di
dalamnya pendidikan kedinasan dan pendidikan keagamaan.
Ketentuan Pasal
No. Keterangan
UU Guru dan Dosen
 Kekosongan hukum menimbulkan ketidakpastian terhadap pendidik seperti pada
Sanggar Kegiatan Belajar (satuan pendidkan nonformal yang didirikan negara),
kurangnya minat masyarakat untuk mengabdi sebagai pendidik di satuan pendidikan
nonformal, sehingga mutu pendidik nonformal dan kinerja pendidik menurun.
 Tidak tercakupnya pendidikan khusus dan pendidikan layanan khusus pada Pasal 2
ayat (1) UU Guru dan Dosen juga menimbulkan ketidakjelasan atas kedudukan guru
yang mengabdi pada sekolah dasar luar biasa atau menengah luar biasa.

Pasal 10 huruf a dan huruf b UU No. 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas:
= penyandang disabilitas mempunyai hak untuk mendapatkan pendidikan yang bermutu
dan mempunyai kesempatan yang sama untuk menjadi pendidik dan tenaga
kependidikan pada satuan pendidikan di semua jenis, jalur, dan jenjang pendidikan.

 Kemendikbud: frasa “formal” dalam UU Guru dan Dosen menciptakan pembedaan


terhadap guru-guru di satuan pendidikan nonformal yang berupa sanggar kegiatan
belajar yang semula dibentuk dan dikelola oleh Kemendikbud dan diserahkan kepada
Pemerintah Daerah berdasarkan ketentuan UU Pemda.
Pada satuan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) yang terdiri atas satuan pendidikan
formal dan nonformal, terjadi pembedaan perlakuan terhadap guru PAUD.
 Adanya pengaturan yang berbeda antara jenis pendidikan formal dan nonformal
berakibat kurangnya perhatian Pemerintah dan Pemerintah Daerah terhadap
pendidik di satuan pendidikan nonformal.

2. Frasa “Pendidik” Pasal 39 UU Sisdiknas:


Definisi Pendidik : “Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas
Pasal 1 angka 1 dan Pasal 1 merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran,
angka 2 : melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian
memberikan definisi guru dan kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi”.
dosen sebagai pendidik
profesional
Ketentuan Pasal
No. Keterangan
UU Guru dan Dosen
Definisi pendidik tidak terbatas pada guru dan dosen, tetapi juga meliputi konselor,
pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator dan terbuka istilah lainnya
asalkan sesuai dengan kekhususannya dan berpartisipasi dalam menyelenggarakan
pendidikan nasional.

Pasal 39 - Pasal 44 UU Sisdiknas mengenai pendidik dan tenaga kependidikan:


= hak dan kewajiban yang dimiliki oleh pendidik secara keseluruhan, tidak terbatas pada
guru dan dosen.

Pasal 172 Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010

pengaturan lebih lanjut mengenai pendidik di luar guru dan dosen diatur dalam
Peraturan Menteri

 Supaya lebih mendukung terwujudnya sistem pendidikan nasional, sepatutnya


pengaturan mengenai seluruh tenaga pendidik, berada pada tingkat aturan yang sama.
Dengan demikian kekuatan dan ruang lingkup pemberlakuaannya menjadi sama dan
lebih komprehensif.
3. Frasa “Tenaga Kependidikan” Pasal 1 angka 5 dan Pasal 39 ayat (1) UU Sisdiknas:
 membedakan antara Pendidik dengan Tenaga Kependidikan
Pasal 1 angka 14:  terdapat inkonsistensi penggunaan istilah “tenaga kependidikan”
Definisi Lembaga Pendidikan
Tenaga Kependidikan (LPTK): Pendidik juga diartikan sebagai tenaga kependidikan meskipun terdapat pengaturan
“perguruan tinggi yang diberi yang terpisah dalam Bab XI mulai dari Pasal 39 sampai dengan Pasal 44
tugas oleh Pemerintah untuk
menyelenggarakan program Pengaturan UU Guru dan Dosen merujuk pada UU Sisdiknas
pengadaan guru pada  sehingga terdapat pula inkonsistensi dalam penggunaan frasa “tenaga
pendidikan anak usia dini kependidikan”.
jalur pendidikan formal,  Jika frasa tersebut digunakan untuk menamakan sebuah lembaga,
pendidikan dasar, dan/atau
pendidikan menengah, serta lembaga tersebut tidak bertugas untuk menyelenggarakan pengadaan guru, namun
pengadaan petugas administasi, pengelola, pengembang, pengawas, dan pelayan
teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan.
Ketentuan Pasal
No. Keterangan
UU Guru dan Dosen
untuk menyelenggarakan dan  Jika lembaga yang dimaksud hanya untuk menghasilkan guru:
mengembangkan ilmu
kependidikan dan perlu ada perubahan nomenklatur dalam UU Guru dan Dosen menjadi Lembaga
nonkependidikan”. Pendidikan Pendidik. Selain itu perlu ada perubahan pada frasa “tenaga
pendidikan menengah, serta kependidikan” yang digunakan dalam UU Guru dan Dosen karena tidak merujuk pada
untuk menyelenggarakan dan definisi “tenaga kependidikan” sebagaimana diatur dalam UU Sisdiknas.
mengembangkan ilmu
kependidikan dan
nonkependidikan”.

Pasal 11 dan Pasal 47


4. Kewajiban Pemenuhan Seharusnya pada tahun 2015 guru di Indonesia sudah memiliki atau memenuhi
Kualifikasi Akademik bagi kualifikasi akademik S-1 atau D-IV serta memiliki sertifikat pendidik.
GuruKewajiban Pemenuhan
Kualifikasi Akademik bagi belum dapat dipenuhi hingga saat ini (tahun 2018)
Guru
Permendiknas No. 62 Tahun 2013:
Pasal 8: Atur pemindahan guru dalam jabatan dan pemberian tunjangan profesi bagi guru
Mensyaratkan kualifikasi dalam jabatan yang dipindahkan.
akademik (minimal S-1/D-IV)
bagi Guru sebagai hal yang dipindahkan antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan,
wajib dimiliki atau dipenuhi antarkabupaten/kota atau antarprovinsi didasarkan pada latar belakang sertifikasi
selain kompetensi dan atau kualifikasi akademik yang dimilikinya.
sertikat pendidik. dapat dipindahkan antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan,
antarkabupaten/kota atau antarprovinsi didasarkan pada latar belakang sertifikasi
Parameter guru profesional atau kualifikasi akademik yang dimilikinya.
tidak sesuai dengan latar belakang sertifikat pendidiknya wajib mengikuti sertifikasi
Pasal 82: sesuai dengan bidang tugas baru yang diampunya.
jangka waktu 10 tahun: guru
yang belum memiliki Pasal 8: tidak efektif dan Pasal 82 ayat (2): tidak terpenuhi sehingga perlu dilakukan
kualifikasi akademik perubahan.
memenuhi kualifikasi
akademik.
Ketentuan Pasal
No. Keterangan
UU Guru dan Dosen
5. Kompetensi Guru dan Dosen

Pasal 10 ayat (1):


empat kompetensi yang wajib Pemenuhan keempat kompetensi guru tersebut masih tidak jelas parameternya
dimiliki oleh guru, yaitu
kompetensi pedagogik, pengukuran tingkat profesionalisme guru menjadi tidak jelas
kompetensi kepribadian,
kompetensi sosial, dan
kompetensi profesional yang
diperoleh melalui pendidikan
profesi.

Pasal 69 ayat (2):


Kompetensi dosen bagian dari pengaturan mengenai pembinaan dan pengembangan tanpa dijelaskan lebih
lanjut definisi dan unsur-unsur dalam empat kompetensi yang disebut

Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2009 dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun


2012

tidak ada yang menjelaskan mengenai empat kompetensi yang wajib dimiliki oleh dosen.

Pembedaan pengaturan dan kualifikasi kompetensi pedagogik, profesional, sosial dan


kepribadian bagi guru dan dosen harus dilakukan mengingat guru dan dosen memiliki
karakteristik yang berbeda.
Dengan tidak adanya penjelasan mengenai kompetensi terdapat ketidakpastian
menilai profesionalitas dosen
Tidak jelasnya pengaturan mengenai kompetensi dosen tidak memenuhi ketentuan
asas kejelasan rumusan dan asas kedayagunaan dan kehasilgunaan (UU No. 12 Tahun
2011) dan prinsip profesionalitas (UU Guru dan Dosen).
perlu adanya pengaturan yang jelas dan komprehensif mengenai kompetensi untuk
dosen dalam UU Guru dan Dosen
Ketentuan Pasal
No. Keterangan
UU Guru dan Dosen
Pemenuhan Kebutuhan Guru Lampiran, Romawi II UU Pemda: mengenai Manajemen Penyelenggaraan Urusan
Pemerintahan Konkuren
Pasal 24: = substansi urusan dibagi antara Pemerintah Pusat dan Daerah provinsi dan Daerah
mengatur mengenai kabupaten/kota
kewajiban Pemerintah dan
pemerintah daerah untuk matrik pembagian kewenangan di bidang pendidikan pada lampiran UU Pemda
memenuhi kebutuhan guru,
seharusnya seluruh fungsi dan unsur manajemen sub urusan manajemen pendidikan
melekat pada pengelolaan masing-masing jenjang pendidikan yang sudah dibagi menjadi
kewenangan tingkatan atau susunan pemerintahan.
Namun pendidik dan tenaga kependidikan secara nasional seluruh jenjang pendidikan
dan akreditasi seluruh jenjang pendidikan ditetapkan menjadi kewenangan Pemerintah
Pusat.
Maka pendidik dan tenaga kependidikan secara nasional dan akreditasi seluruh jenjang
pendidikan tidak lagi menjadi kewenangan Daerah provinsi atau Daerah kabupaten/kota.

Pasal 25 ayat (3) dan Pasal 63 Definisi mengenai perjanjian kerja juga ada pada UU Ketenagakerjaan
ayat (3):
guru dan dosen yang diangkat Pemenuhan kebutuhan guru melalui perjanjian kerja dapat dilakukan, di satuan
melalui perjanjian kerja pendidikan yang diselenggarakan masyarakat dan yang diselenggarakan oleh pemerintah
dan/atau pemerintah daerah.

Pencapaian tujuan pemerintah mencerdaskan kehidupan bangsa yang dituangkan


dalam UU Sisdiknas harus dilakukan dengan pemerataan kualitas pendidikan nasional.
Hal ini harus dibarengi dengan pemerataan pemenuhan kebutuhan guru, baik dalam segi
jumlah, kualifikasi akademik, maupun kompetensi.
6. Penempatan guru pada Pembinaan dan pengembangan profesi guru dan dosen dilakukan melalui jabatan
jabatan struktural fungsional

PermenPAN-RB No. 16 Tahun 2009 dan PermenPAN-RB No. 17 Tahun 2013


Ketentuan Pasal
No. Keterangan
UU Guru dan Dosen
Pasal 26: Ditindaklanjuti PP No. 74 Tahun 2008 sebagaimana diubah dengan PP No. 19 Tahun
Guru yang diangkat oleh 2017
Pemerintah atau pemerintah
daerah dapat ditempatkan Pasal 61 PP No. 19 Tahun 2017:
pada jabatan struktural. = mengatur mengenai guru yang ditempatkan pada jabatan struktural
Ketentuan lebih lanjut
mengenai penempatan guru tidak memberikan kejelasan mengenai jabatan struktural apa yang dapat ditempati
yang diangkat oleh oleh guru
Pemerintah atau pemerintah
daerah pada jabatan Mengenai pengawas mengalami kerancuan:
struktural sebagaimana Frasa “pengawas satuan pendidikan”, yang muncul sebanyak 7 kali dalam PP No 74
dimaksud pada ayat (1) diatur Tahun 2008 dan 5 kali dalam PP No. 19 Tahun 2017,
dengan Peraturan Frasa “pengawas” pada Pasal 61 PP No. 19 Tahun 2017
Pemerintah. Frasa “pengawas mata pelajaran” pada Pasal 38 ayat (4) huruf c PP No. 19 Tahun
2017 dan “pengawas kelompok mata pelajaran” pada Pasal 38 ayat (4) huruf c PP No.
19 Tahun 2017
PermenPAN-RB No. 21 Tahun 2010 tentang Jabatan Fungsional Pengawas Sekolah
dan Angka Kreditnya memunculkan istilah “pengawas sekolah”

tidak terdapat definisi lebih lengkap dan penjelasan pasal yang memuat frasa
“pengawas”
pengaturan mengenai pengawas harus diperjelas dan diatur dengan menggunakan
satu nomenklatur jabatan yang seragam. Jabatan struktural yang dapat dijabat oleh
guru perlu diperjelas dan diatur secara konsisten.
7. Beban Kerja Guru dan Dosen Peran guru dan dosen diatur dalam ketentuan beban kerja yang mencakup kegiatan
pokok dan jam kerja yang harus dipenuhi oleh guru dan dosen
Pasal 35 ayat (2):
sekurang-kurangnya 24 jam diatur kembali dalam Pasal 52 ayat (2) PP No. 74 Tahun 2008 yang diubah dengan PP No.
tatap muka dan sebanyak- 19 Tahun 2017 dan dinyatakan diatur lebih lanjut dengan Permendiknas No. 39 Tahun
banyaknya 40 jam tatap muka 2009 sebagaimana telah diubah dengan 30 Tahun 2011
dalam 1 (satu) minggu.
Ketentuan Pasal
No. Keterangan
UU Guru dan Dosen
Beban belajar kegiatan tatap muka dinyatakan dalam jumlah jam belajar per minggu.
UU ASN dan UU ketenagakerjaan mengatur jam kerja pegawai ASN sejumlah 37,5 jam.

Ketentuan mengenai hari sekolah:


Pasal 2 Permendikbud No. 23 Tahun 2017
= 8 jam dalam 1 hari atau 40 jam selama 5 hari dalam 1 minggu.
Pasal 17 Perpres No. 87 Tahun 2017
= jam belajar selama pelaksanaan pembelajaran

“tatap muka” : Pasal 1 angka 4 Permendikbud No. 15 Tahun 2018:

sebagian dari jumlah jam kerja yang harus dipenuhi oleh guru

UU Guru dan Dosen tidak memberikan penjelasan pengertian “jam tatap muka”.

Permendikbud No. 158 Tahun 2014 : Pemberlakuan SKS di satuan pendidikan tinggi dan
juga dapat diberlakukan di satuan dikdasmen.
dan Permendikbud No. 70 Tahun 2013: SMK dan MAK dapat memberlakukan SKS pada
beban belajarnya

Konversi mengenai jumlah waktu yang sepadan dengan 1 SKS tidak memiliki ukuran
Pasal 72 ayat (2): yang baku.
mengatur mengenai beban
kerja dosen Pasal 17 Permenristekdikti No. 44 Tahun 2015 yang telah diubah dengan
Permenristekdikti No. 50 Tahun 2018 : 1 SKS dapat disetarakan dengan 50 menit untuk
Pasal 72 ayat (1) jo.Pasal 60: kegiatan tatap muka, 60 menit pada kegiatan penugasan terstruktur dan kegiatan
sekurang-kurangnya sepadan mandiri pada proses pembelajaran berupa kuliah, responsi atau tutorial dan 100 menit
dengan 12 SKS dan sebanyak- pada kegiatan tatap muka dan kegiatan mandiri pada proses pembelajaran, berupa
banyaknya 16 SKS. seminar atau bentuk lain yang sejenis, 170 menit pada proses pembelajaran berupa
praktikum, praktik studio, praktik bengkel, praktik lapangan, penelitian, pengabdian
kepada masyarakat dan ditetapkan sesuai dengan kebutuhan dalam memenuhi capaian
pembelajaran pada perhitungan beban belajar dalam sistem blok, modul, atau bentuk
lain.
Ketentuan Pasal
No. Keterangan
UU Guru dan Dosen
 pengaturan mengenai pelaksanaan beban kerja dosen yang disepadankan dengan
sejumlah SKS perlu diperjelas agar sesuai dengan asas kejelasan rumusan

Pemenuhan tugas sebagai dosen, penentuan beban kerja dosen yang disesuaikan
dengan kewajiban absen berdasarkan ketentuan disiplin PNS

dianggap menyulitkan bagi dosen ketika dosen harus melakukan penelitian dan
pengabdian masyarakat di luar kota.
 Perlu pengaturan mengenai pelaksanaan disiplin PNS bagi dosen berstatus PNS agar
pemenuhan kewajiban dosen dalam melaksanakan tridharma perguruan tinggi dapat
terlaksana dengan efektif.
8. Organisasi Profesi dan
Pengaturan Kode Etik

Pasal 41 ayat (1) : muncul berbagai bentuk organisasi profesi guru, diantaranya Persatuan Guru Republik
“Guru membentuk organisasi Indonesia (PGRI), organisasi guru di Indonesia adalah Federasi Guru Independen
profesi yang bersifat Indonesia (FGII), Ikatan Guru Indonesia (IGI) dan Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI).
independen”

Pasal 41 ayat (3) :


“Guru wajib menjadi anggota
organisasi profesi”
Dengan adanya lebih dari 1 organisasi guru yang pesertanya juga guru, maka kode etik
Pasal 42 huruf a: organisasi mana yang harus diikuti
menentukan bahwa
organisasi profesi guru perlu kejelasan dari pembentuk undang-undang untuk menyelesaikan permasalahan
mempunyai kewenangan kode etik guru karena semua organisasi profesi guru memiliki kewenangan yang sama
menetapkan dan menegakkan berdasarkan ketentuan Pasal 42 UU Guru dan Dosen.
kode etik guru
UU Guru dan Dosen tidak mengatur mengenai organisasi dosen.
ASPEK SUBSTANSI
Ketentuan Pasal
No. Keterangan
UU Guru dan Dosen
1. Guru:
a.Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kurikulum dari KTSP (Kurikulum 2006) Kurikulum 2013 (K-13)
Guru
menuntut peningkatan profesionalitas guru
Pasal 1 angka 1: Guru mengajar di kelas dan memberikan nilai
guru adalah pendidik melakukan observasi terhadap peserta didik
profesional memiliki tugas dituntut untuk dapat melakukan pengembangan media pembelajaran
utama dalam hal mendidik,
mengajar, membimbing, dirasa berat oleh guru, mengingat apa yang dibebankan kepada guru sebagian
mengarahkan, melatih, menilai, merupakan hal-hal yang bersifat administratif
dan mengevaluasi peserta didik
pada pendidikan anak usia dini peningkatan kompetensi guru menjadi hal yang harus dilakukan dan diperhatikan
jalur pendidikan formal, agar dalam melaksanakan perannya, guru tidak tertinggal dari perkembangan-
pendidikan dasar, dan perkembangan di bidang ilmu pengetahuan, khususnya terkait perkembangan IPTEK.
pendidikan menengah, yang
diakui kedudukannya dan
dibuktikan dengan sertifikat
pendidik
Pasal 40 ayat (2) UU Sisdiknas:
b. Kualifikasi, Kompetensi, dan = Pendidik berkewajiban untuk menciptakan suasana pendidikan yang bermakna,
Sertifikasi. menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis; mempunyai komitmen secara
profesional untuk meningkatkan mutu pendidikan; dan memberi teladan dan menjaga
nama baik lembaga, profesi, dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang
diberikan kepadanya.
Ketentuan Pasal
No. Keterangan
UU Guru dan Dosen
 Pemerintah Pusat wajib menyediakan anggaran untuk peningkatan
 Pemerintah Daerah kualifikasi akademik dan sertifikasi pendidik bagi
guru

Pasal 82 ayat (2): harus terselesaikan dan terpenuhi pada tahun 2015.
pembatasan pemenuhan
kualifikasi akademik bagi belum dapat dipenuhi
guru dan pelaksanaan
sertifikasi pendidik
selambat-lambatnya 10
tahun sejak diundangkannya
UU Guru dan Dosen

c.Pengangkatan,
Penempatan, Pemidanaan
dan Pemberhentian

Pasal 25 ayat (2):


mengatur bahwa
pengangkatan dan Lampiran UU Pemda:
penempatan guru pada pengelolaan pendidik dan tenaga kependidikan merupakan kewenangan pemerintah
satuan pendidikan yang pusat.
diselenggarakan pemerintah
atau pemerintah daerah Permasalahan kekurangan guru:
diatur dengan Peraturan  kekurangmerataan distribusi guru di seluruh wilayah Indonesia
Pemerintah (PP)  belum adanya pengaturan mengenai rasio guru
Ketentuan Pasal
No. Keterangan
UU Guru dan Dosen
d. Pembinaan dan
Pengembangan

Pasal 32 ayat (2):


mengatur bahwa pembinaan
dan pengembangan
profesi guru meliputi
kompetensi pedagogik,
kompetensi kepribadian,
kompetensi sosial, dan
kompetensi profesional

Pasal 10 ayat (1):


bahwa kompetensi guru
PPG merupakan pendidikan tinggi setelah program pendidikan sarjana,
tersebut diperoleh
mempersiapkan peserta didik untuk memiliki pekerjaan dengan persyaratan
melalui pendidikan
keahlian khusus dalam menjadi guru.
profesi yakni Pendidikan
Profesi Guru (PPG)
ditempuh selama 1-2 tahun
terbuka bagi S-1 Kependidikan Permendikbud tentang PPG Prajabatan
S-1/DIV Nonkependidikan

Pasal 35 ayat (2):


Perlu diperjelas
Beban mengajar guru
Terkait dengan ketentuan jam kerja:
perlu diperjelas sehingga tidak terjadi disharmonisasi pengaturan dan pelaksanaan
Ketentuan Pasal
No. Keterangan
UU Guru dan Dosen
e. Perlindungan

Pasal 39: perlu disinkronkan dengan regulasi terkait HAM dan perlindungan anak
mengenai perlindungan adanya pertentangan antara UU No. 39 Tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 23
terhadap guru Tahun 2002, yang terakhir kali diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun
2014 dengan dengan kewajiban guru dalam PP No. 74 Tahun 2008 sebagaimana
meliputi perlindungan diubah dengan PP No. 19 Tahun 2017
hukum, perlindungan masih belum dirasakan karena masih ada guru yang dikriminalisasi, bahkan
profesi, perlindungan menjadi korban dari orang tua siswa
keselamatan dan
perlindungan kesehatan bantuan advokasi dari pemerintah dan organisasi profesi masih lemah, masih
kerja. bersifat pasif dan belum proaktif.

f.Organisasi Profesi dan


Kode Etik

Pasal 14 ayat (1) huruf h: Organisasi guru yang muncul lebih dari 1
guru dalam melaksanakan
tugas keprofesionalannya Tidak adanya ketentuan organisasi mana yang berwenang menyusun kode etik
mempunyai hak untuk menimbulkan permasalahan ketidakseragaman kode etik dan penegakannya
memiliki kebebasan
berserikat dalam organisasi peran organisasi profesi guru dalam melakukan pembinaan dan pengembangan
profesi. profesi guru masih belum dapat dijalankan

Organisasi profesi guru


didefinisikansebagai
perkumpulan yang
berbadan hukum yang
didirikan dan diurus oleh
guru untuk mengembangkan
profesionalitas guru
bersifat independen
Ketentuan Pasal
No. Keterangan
UU Guru dan Dosen
 berfungsi untuk
memajukan profesi,
meningkatkan kompetensi,
karier, wawasan
kependidikan,
perlindungan profesi,
kesejahteraan, dan
pengabdian kepada
masyarakat
2, Dosen

a. Kedudukan, Tugas,
Fungsi Dosen

Pasal 3 ayat (1):


dosen mempunyai Pengakuan tersebut dibuktikan dengan sertifikat pendidik.
kedudukan sebagai
tenaga profesional pada Kedudukan dosen sebagai tenaga profesional
jenjang pendidikan
tinggi yang diangkat Fungsinya : meningkatkan martabat dan peran dosen sebagai agen pembelajaran,
sesuai dengan peraturan pengembang ilmu pengetahuan, teknologi dan seni, serta pengabdi kepada
perundang-undangan. masyarakat guna meningkatkan mutu pendidikan nasional .

Pasal 1 angka 6 UU Sisdiknas:


dosen merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan
melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan
pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada
masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi
Ketentuan Pasal
No. Keterangan
UU Guru dan Dosen
b. Kualifikasi, Kompetensi,
dan Sertifikasi

Pasal 45:
dosen wajib memiliki
kualifikasi akademik,
kompetensi, sertifikat
pendidik, sehat jasmani
dan rohani, dan
memenuhi kualifikasi lain
yang dipersyaratkan
satuan pendidikan tinggi
tempat bertugas, serta
memiliki kemampuan
untuk mewujudkan tujuan
pendidikan nasional

Pasal 46:
kualifikasi akademik dosen
yang dimaksudkan
diperoleh melalui
pendidikan tinggi
program pascasarjana
yang terakreditasi sesuai
dengan bidang keahlian

c. Pengangkatan,
Penempatan,
Pemindahan dan
Pemberhentian
Pasal 36 ayat (3) PP Dosen:
Pasal 63 ayat (2): pengangkatan dan penempatan dosen berdasarkan perencanaan kebutuhan dosen
pengangkatan dan secara nasional yang dilaksanakan oleh Kementerian melalui koordinasi dengan
penempatan dosen pada instansi terkait
Ketentuan Pasal
No. Keterangan
UU Guru dan Dosen
satuan pendidikan tinggi  Terbatasnya kemampuan pemerintah mengangkat Dosen PNS mengakibatkan
dilakukan oleh Pemerintah jumlah dosen di PTN semakin sedikit, tidak sebanding dengan jumlah mahasiswa
diatur dengan PP yang terus tumbuh dan berkembang

solusi yaitu mengangkat dosen tetap Non-ASN untuk menyeimbangkan rasio.

d. Pembinaan dan
Pengembangan

Pasal 69 ayat (1) dan ayat Komitmen Pemerintah kurang, dalam hal memfasilitasi pengembangan kompetensi
(2): dosen
pembinaan dan
pengembangan dosen
meliputi pembinaan dan
pengembangan profesi dan
karier.
ASPEK PENDANAAN
Ketentuan Pasal
No. Keterangan
UU Guru dan Dosen
 Pasal 31 ayat (4) UUD Tahun 1945:
“memprioritaskan” dana pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (APBD)

 Penjelasan Pasal 49 ayat (1) UU Sisdiknas:


Terdapat frasa “bertahap”

Berdasarkan :
 Putusan MK No. 011/PUU-III/2005 tanggal 19 Oktober 2005, tidak
mempunyai kekuatan hukum mengikat.
 Dengan demikian penjelasan Pasal 49 ayat (1) harus dimaknai bahwa
Pemenuhan Dana Pendidikan minimal 20% dari APBN dan minimal 20% dari
APBD harus segera dilaksanakan
 Putusan MK No. 24/PUU-V/2007:
frasa "gaji pendidik dan" dalam ketentuan Pasal 49 ayat (1) UU Sisdiknas
bertentangan dengan UUD Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan
hukum yang mengikat.
 Pasal 49 ayat (1) UU Sisdiknas harus dibaca "dana pendidikan selain gaji
pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20% dari
APBN pada sektor pendidikan dan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah (APBD)”.
Ketentuan Pasal
No. Keterangan
UU Guru dan Dosen
Optimalisasi peran Pemerintah:
perlu ditingkatkan untuk menunjang keprofesionalan guru dan dosen.
kesejahteraan guru dan dosen diperhatikan terutama dengan tuntutan guru dan
dosen profesional.
pemerintah daerah memberikan jaminan untuk meningkatkan anggaran untuk
peningkatan kualitas dan keprofesionalan guru.
ASPEK SARANA DAN
PRASARANA
Ketentuan Pasal
No. Keterangan
UU Guru dan Dosen
 Tahun 2015 total LPTK di Indonesia mencapai 421.
kapasitas LPTK dalam menyediakan guru berkualitas masih kurang.

belum adanya perbaikan yang signifikan pada peningkatan kualitas guru


 revitalisasi LPTK secara menyeluruh untuk meningkatkan mutu
penyelenggaraan pendidikan keguruan.

 Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan


(P4TK)

masih terbatas jumlahnya

PP No. 74 Tahun 2008 dan PP No. 37 Tahun 2009:


= guru maupun dosen memperoleh kesempatan untuk mengakses sarana dan
prasarana pembelajaran yang disediakan oleh satuan pendidikan ataupun
satuan pendidikan tinggi, penyelenggara pendidikan, Pemerintah Daerah, dan
Pemerintah, maupun organisasi profesi sesuai dengan kewenangan masing-
masing.
ASPEK BUDAYA HUKUM
Pasal 12 ayat (1) UU Pemda:
urusan Pemerintahan wajib yang berkaitan dengan Pelayanan Dasar meliputi
pendidikan, kesehatan, pekerjaan umum dan penataan ruang, perumahan rakyat
dan kawasan permukiman, ketenteraman, ketertiban umum, dan pelindungan
masyarakat, dan sosial, sehingga pemenuhannya merupakan kewajiban
pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.

Lampiran Romawi I, Huruf A UU Pemda:


= Pembagian urusan pemerintahan konkuren antara pemerintah pusat dan
daerah provinsi dan daerah kabupaten/kota di bidang pendidikan

bidang Pendidikan terdiri atas 6 (enam) sub Urusan Pemerintahan:


= manajemen pendidikan, kurikulum, akreditasi, pendidik dan tenaga
kependidikan, perizinan pendidikan, dan bahasa dan sastra.

seluruh pengelolaan sub urusan manajemen pendidikan termasuk unsur dan


fungsi manajemen pengelolaan jenjang pendidikan menjadi kewenangan masing-
masing tingkatan atau susunan pemerintahan, kecuali pendidik dan tenaga
kependidikan serta akreditasi secara nasional karena dalam matriks pembagian
urusan Pemerintahan bidang pendidikan ditetapkan menjadi kewenangan
Pemerintah Pusat.
kesadaran sebagian masyarakat

menjadikan masyarakat turut serta berpartisipasi dalam penyelenggaraan


pendidikan dengan memberikan bantuan

Tapi terkendala dengan adanya ketentuan larangan memungut iuran di satuan


pendidikan dan larangan menerima bantuan dari masyarakat

Pemerintah (Kemendikbud) merevitalisasi tugas Komite Sekolah berdasarkan


prinsip gotong royong dengan mengesahkan Permendikbud No. 75 Tahun 2016.

Peran komite sekolah:


melaksanakan fungsi dan tugas melalui koordinasi dan konsultasi dengan
dewan pendidikan provinsi/dewan pendidikan kabupaten/kota, dinas
pendidikan provinsi/kabupaten/kota, dan pemangku kepentingan lainnya,
dengan berkoordinasi dengan Sekolah yang bersangkutan
melakukan penggalangan dana dan sumber daya pendidikan lainnya berbentuk
bantuan dan/atau sumbangan, bukan pungutan untuk melaksanakan fungsinya
dalam memberikan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan
pendidikan

Pasal 25 ayat (3): dengan adanya ketentuan dalam PP No. 48 Tahun 2005, satuan pendidikan
memberikan peluang kepada negeri mengalami kekurangan jumlah guru.
satuan pendidikan masyarakat
atau satuan pendidikan swasta disolusikan oleh satuan pendidikan dengan pengangkatan tenaga pendidik
untuk tetap dapat memenuhi kontrak dengan SK Kepala Sekolah atau SK Komite Sekolah.
kebutuhan tenaga pendidik
dan tenaga kependidikan di
satuan pendidikannya
KESIMPULAN DAN
REKOMENDASI
KESIMPULAN:
• Pelaksanaan UU Guru dan Dosen masih belum optimal karena terdapat kendala/masalah
terkait aspek struktur, substansi hukum, kelembagaan sarana dan prasarana, pendanaan
dan budaya hukum.
• Masih terdapat permasalahan dalam lingkup norma dan implementasi substansi.
Terdapat permasalahan terkait multitafsir serta permasalahan tumpang tindih
kewenangan struktural, sehingga diperlukan adanya pengkajian ulang secara cermat
dalam rangka penguatan instrumen hukum kepariwisataan di Indonesia.

REKOMENDASI:
Terhadap UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen perlu dilakukan perubahan dan
penyesuaian norma terutama pada Pasal 1 angka 1, Pasal 1 angka 14, Pasal 10, Pasal 11 ayat
(2), Pasal 26 ayat (1), Pasal 35 ayat (2), Pasal 47 ayat (1) huruf c, Pasal 47 ayat (2), Pasal 72
ayat (2), dan Pasal 82 ayat (2) UU Guru dan Dosen untuk menyesuaikan dengan
perkembangan dan kebutuhan peraturan perundang-undangan yang telah ada dengan
pengaturan terkait Guru dan Dosen. Dengan demikian, rekomendasi analisis kebijakannya
adalah UU Guru dan Dosen perlu dilakukan perubahan.

Anda mungkin juga menyukai