Persaingan
Usaha
Aldi Hendrawan (20/454779/EK/22743)
Alysia Citta Paramitha (20/454780/EK/22744)
Dzaky Ramadani (20/454786/EK/22750)
Gentur Christian (20/454787/EK/22751)
PERTANYAAN
Kemudian…
Dalam pasal 25 ayat 2 UU no 5 tahun
1999 yang berbunyi “Pelaku usaha
memiliki posisi dominan sebagaimana
dimaksud ayat (1) apabila:
a. satu pelaku usaha atau satu
kelompok pelaku usaha menguasai
50% (lima puluh persen) atau lebih
pangsa pasar satu jenis barang atau
jasa tertentu; atau
b. dua atau tiga pelaku usaha
atau kelompok pelaku usaha
Dalam kasus ini,
menguasai 75% (puluh lima PT Singgalang telah
persen) atau lebih pangsa
pasar satu jenis barang atau
menguasai 75% pangsa pasar.
jasa tertentu.
PER
TAN
YAA
04
N
Jika tidak, apa alasan Saudara? Jika iya, sebutkan pasal dan alasan Saudara!
Jelaskan jawaban saudara dengan memasukkan fakta-fakta dalam perkara
tersebut diatas dalam unsur-unsur pasal!
Menurut pasal 15 ayat 3 UU No 5
tahun 1999, Pelaku usaha b. tidak akan membeli
dilarang membuat perjanjian barang dan atau jasa
mengenai harga atau potongan
a. harus bersedia yang sama atau
harga tertentu atas barang dan atau membeli barang dan sejenis dari pelaku
jasa, yang memuat persyaratan atau jasa lain dari usaha lain yang
bahwa pelaku usaha yang pelaku usaha pemasok; menjadi pesaing dari
menerima barang dan atau jasa atau pelaku usaha
dari pelaku usaha pemasok: pemasok.
Selain itu, menurut pasal 19 UU No. 5 tahun 1999,
Pelaku usaha dilarang melakukan satu atau beberapa
kegiatan, baik sendiri maupun bersama pelaku usaha
lain, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek
monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat berupa :
a. menolak dan atau menghalangi pelaku usaha tertentu
untuk melakukan kegiatan usaha yang sama pada
pasar bersangkutan; atau
b. menghalangi konsumen atau pelanggan pelaku
usaha pesaingnya untuk tidak melakukan hubungan Maka dengan merujuk kedua pasal di samping,
kita dapat menyimpulkan bahwa PT. Singgalang
usaha dengan pelaku usaha pesaingnya itu; atau melanggar UU persaingan usaha. Pertama, PT.
c. membatasi peredaran dan atau penjualan barang dan Singgalang secara sadar membuat perjanjian
atau jasa pada pasar bersangkutan; atau d. tertutup dengan toko-toko penjual lampu
melakukan praktek diskriminasi terhadap pelaku untuk memberikan tambahan diskon terhadap
usaha tertentu. barang pasokan dengan syarat tidak akan
menjual atau memasok kembali barang dari
PT. Marapi. Kedua, PT. Singgalang
menghalangi konsumen pesaingnya yang
dalam hal ini adalah toko-toko penjual lampu
untuk usaha dengan pesaingnya melalui
perjanjian tertutup.
Pertanyaan 05
Merujuk jawaban Saudara pada
pertanyaan nomor 4, bagaimanakah
rumusan pasal tersebut? Apakah rule of
reason atau per see illegal? Apa
pertimbangan adanya larangan (pasal)
dalam UU No. 5/1999, ada yang
dirumuskan secara rule of reason dan
per see illegal. Jelaskan jawaban
Saudara!
Pasal 19 UU No 5 Tahun 1999 dapat
Pasal 15 ayat 3 UU No 5 Tahun 1999 menjelaskan dirumuskan bahwa pelaku usaha dilarang
bahwa para pemasok dilarang membuat perjanjian melakukan suatu kegiatan yang
dengan pelaku usaha penerima pasokan untuk tidak mengakibatkan terjadinya praktek
monopoli dan atau persaingan usaha
lagi menjual barang/jasa sejenis dari pemasok
tidak sehat. Monopoli dan atau
pesaing dengan balasan imbalan yang ditetapkan persaingan tidak sehat ini dapat
pada perjanjian atau memaksa penerima pasokan berbentuk penolakan atau
untuk bersedia membeli barang/ jasa lain dari penghalangan terhadap pelaku usaha
pemasok. sejenis pada pasar bersangkutan,
penghalangan terhadap konsumen
pelaku usaha pesaing, pembatasan
peredaran dan atau penjualan barang
dan atau jasa pada pasar bersangkutan,
dan diskriminasi terhadap suatu pelaku
usaha.
Rule of reason Per se illegal
Pendekatan rule of reason Pendekatan per se illegal
adalah suatu pendekatan yang menyatakan setiap perjanjian atau
digunakan oleh lembaga otoritas kegiatan usaha tertentu sebagai
persaingan usaha untuk ilegal, tanpa pembuktian lebih lanjut
membuat evaluasi mengenai atas dampak yang ditimbulkan dari
akibat perjanjian atau kegiatan perjanjian atau kegiatan usaha
usaha tertentu, guna tersebut. Kegiatan yang dianggap
menentukan apakah suatu sebagai per se illegal biasanya
perjanjian atau kegiatan tersebut meliputi penetapan harga secara
bersifat menghambat atau kolusif atas produk tertentu, serta
mendukung persaingan. pengaturan harga penjualan kembali.
Dalam UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat pendekatan rule of reason dapat
diidentifikasikan melalui penggunaan redaksi “yang dapat
mengakibatkan” dan atau “patut diduga”. Kata-kata tersebut menyiratkan
perlunya penelitian secara lebih mendalam, apakah suatu tindakan dapat
menimbulkan praktek monopoli yang bersifat menghambat persaingan.
Sedangkan penerapan pendekatan per se illegal biasanya dipergunakan dalam
pasal-pasal yang menyatakan istilah “dilarang”, tanpa anak kalimat “…yang
dapat mengakibatkan…”.