Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN

PENDAHULUAN
G A G A L N A FA S

E k a H a z z a n a h
2 0 0 8 0 2 0
DEFINISI
Gagal nafas adalah ketidakmampuan sistem Gagal nafas terjadi bila mana pertukaran oksigen
pernafasan untuk mempertahankan suatu keadaan terhadap karbondioksida dalam paru-paru tidak dapat
pertukaran antara atmosfer dan sel – sel tubuh yang memelihara laju konsumsi oksigen dan pembentukan
sesuai dengan kubutuhan tubuh normal pada gagal karbon dioksida dalam sel-sel tubuh. Sehingga
nafas, terjadi kegagalan sistem pulmoner untuk menyebabkan tegangan oksigen kurang dari 50
memenuhi keutuhan eliminasi CO2 dan oksigenasi mmHg (Hipoksemia) dan peningkatan tekanan
darah. ( Purwato dkk, 2009 ) karbondioksida lebih besar dari 45 mmHg
Gagal nafas adalah ketidakmampuan tubuh (hiperkapnia) (Brunner & Sudarth, 2010).
dalam mempertahankan tekanan parsial normal O2
dan atau CO2 didalam darah. Gagal nafas adalah Jadi dari beberapa penjelasan diatas gagal nafas
suatu kegawatan yang disebabkan oleh gangguan merupakan ketidakmampuan sistem pernafasan
pertukaran oksigen dan karbondioksida, sehingga dalam mempertahankan O2 dan CO2 yang adekuat
sistem pernafasan tidak mampu memenuhi didalam darah.
metabolisme tubuh. ( Kanisius. 2013 )
Tipe Gagal Nafas
1. Gagal nafas tipe I
Pada tipe ini, kelainan berupa hipoksemia, sehingga diseut gagal nafas hipoksemik.
Tekanan parsial oksigen diarteri ( PaO2 ) kurang dari 60 mmHg. Pasien telah
mendapatkan oksigenasi dengan fraksi oksigen ( FiO2 ) minimal 0.60. terjadi akibat
kegagalan difusi oksigen dari alveolus ke sirkulasi
2. Gagal nafas tipe II
Kelainan berupa hiperkapnia, sehingga disebut gagal nafas hiperkapnik. Tekanan parsial
karbondioksida diarteri ( PaCO2 ) leih dari 45 mmHg. Terutama terjadi akibat
kegagalan fungsi ventilasi atau pompa udara pada saluran napas. Dapat disertai
hipoksemia, umumnya disertai asidosis respiratorik.
3. Gagal nafas tipe III
Kelainan yang berupa kombinasi antara gagal nafas tipe I hipoksemia dan gagal nafas
tipe II hiperkapnik. Pada hipoksemia terjadi tekanan parsial pada oksigen diareteri
sedangkan hiperkapni terjadi tekanan parsial karbondioksida diarteri.
Etiologi

Menurut Purwato ( 2009 ) penyebab gagal nafas dapat sesuai kelainan primernya dan komponen sistem pernafasan.
Gagal nafas dapat diakibatkan kelainan pada paru, jantung, dinding dada, otot pernafasan, atau mekanisme
pengendalian sentral ventilasi dimedula oblongata.
Pasien dengan gagal nafas tipe hipoksemia sering disebabkan oleh kelainan yang mempengaruhi parenkim paru
meliputi jalan nafas, ruang alveolar, intersisiel, dan sirkulasi pulmoner. Perubahan hubungan anatomis dan fisiologis
antara udara di alveolus dan darah di kapiler paru dapat menyebabkan gagal nafas tipe hipoksemia. Contoh
penyakitnya antara lain : pneumonia bakterial, pneumonia viral, aspirasi lambung, empoli paru, asma.
Sedangkan pada gagal nafas tipe hiperkapnia sering disebabkan oleh kelainan yang mempengaruhi komponen
non-paru dari sistem pernafasan yaitu dinding dada, otot pernafasan, atau batang otak. Penyebabnya antara lain
kelemahan otot pernafasan, penyakit SSP yang menggangu sistem ventilasi, atau kondisi yang mempengaruhi bentuk
atau ukuran dinding dada seperti kifoskloiosis.
Manifestasi Klins

Pernapasan cepat Ansietas Bingung


Kehilangan konsentrasi
Gelisah
Patofisiologi
Indikator gagal nafas telah frekuensi pernafasan dan kapasitas vital, frekuensi penapasan
normal ialah 16-20 x/mnt. Bila lebih dari20x/mnt tindakan yang dilakukan memberi
bantuan ventilator karena “kerja pernafasan” menjadi tinggi sehingga timbul kelelahan.
Kapasitas vital adalah ukuran ventilasi (normal 6 – 8 cc/kg).
Gagal nafas penyebab terpenting adalah ventilasi yang tidak adekuat dimana terjadi
obstruksi jalan nafas atas. Pusat pernafasan yang mengendalikan pernapasan terletak di
bawah batang otak (pons dan medulla). Pada kasus pasien dengan anestesi, cidera kepala,
stroke, tumor otak, ensefalitis, meningitis, hipoksia dan hiperkapnia mempunyai
kemampuan menekan pusat pernafasan. Sehingga pernafasan menjadi lambat dan
dangkal. Pada periode postoperatif dengan anestesi bisa terjadi pernafasan tidak adekuat
karena terdapat agen menekan pernafasan denganefek yang dikeluarkan atau dengan
meningkatkan efek dari analgetik.
PATHWAY
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Penunjang (kowalak jenifer, 2011)
a. Pemerikasan gas-gas darah arteri
b. Hipoksemia
Ringan​: PaO2 < 80 mmHg
Sedang​: PaO2 < 60 mmHg
Berat​: PaO2 < 40 mmHgc. Oksimetri nadi dapat menunjukkan penurunan saturasi oksigen
arterial.
d. Kadar hemoglobin serum dan hematokrit menunjukkan penurunan kapasitas mengangkut
oksigen.
e. Elektrolit menunjukkan hipokalemia dan hipokloremia
f. Hipokalemia dapat terjadi karena hiperventilasi kompensasi yang merupakan upaya tubuh
untuk mengoreksi asidosis.
g. Hipokloremia biasanya terjadi alkalosis metabolik. Pemeriksaan kultur darah dapat
menemukan kuman patogen.
h. Kateterisasi arteri pulmonalis membantu membedakan penyebab pulmoner atau
kardiovaskuler pasa gagal nafas akut dan memantau tekanan hemodinamika.
Komplikasi
a) Hipoksia jaringan
b) Asidosis respiratorik kronis : kondisi medis dimana paru-paru tidak dapat
mengeluarkan semua karbondioksida yang dihasilkan dalam tubuh. Hal ini
mengakibatkan gangguan keseimbangan asam-basa dan membuat cairan
tubuh lebih asam, terutama darah.
c) Henti napas
d) henti jantung
Penatalaksanaan
Non Farmakologi
a) Bernafas dalam dengan bibir di kerutkan ke depan jika tidak di lakukan intubasi dan ventilasi mekanis, cara ini di lakukan
untuk membantu memelihara patensi jalan napas.
b) Aktifitas sesuai kemampuan.
c) Pembatasan cairan pada gagal jantung.

Farmakologi
a) Terapi oksigen untuk meningkatkan oksigenasi dan menaikan PaO2.
b) Ventilasi mekanis dengan pemasangan pipa endotrakea atau trakeostomi jika perlu untuk memberikan oksigenasi yang
adekuat dan membalikkan keadaan asidosis.
c) Ventilasi frekuensi tinggi jika kondisi pasien tidak bereaksi terhadap terapi yang di berikan : tindakan ini di lakukan untuk
memaksa jalan nafas terbuka, meningkatkan oksigenasi, dan mencegah kolaps alveoli paru.
d) Pemberian antibiotik untuk mengatasi infeksi.
e) Pemberian bronkodilator untuk mempertahankan patensi jalan nafas.
f) Pemberian kortikosteroid untuk mengurangi inflamasi.
g) Pembatasan cairan pada kor pulmonale untuk mengurangi volume dan beban kerja jantung.
h) Pemberian preparat inotropik positif untuk meningkatkan curah jantung.
i) Pemberian vasopresor untuk mempertahankan tekanan darah.
j) Pemberian diuretik untuk mengurangi edema dan kelebihan muatan cairan.
Diagnosa

Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan


banyaknya mucus

Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan


ketidakseimbangan perfusi respirasi

Resiko hipovolemia berhubungan intake yang kurang


Intervensi
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai