CSS TETANUS Tanti Ucit Fix
CSS TETANUS Tanti Ucit Fix
TETANUS
Presentan:
R.Tanti Wijayanti 121100108001
Siti Fatimah 121100108001
Definisi
Penyakit yang timbul karena sistem saraf pusat
terintoksikasi oleh Clostridium tetani, suatu kuman
basil gram positif yang memproduksi neurotoksin
spesifik
Karakteristik tetanus :
- Akut onset hipertonia
- Painful muscle contraction
- Generalized muscle spasm
Epidemiologi
Tetanus terjadi secara luas di seluruh dunia, namun yang
paling sering pada daerah populasi yang padat pada iklim
yang hangat dan lembab
Prevalensi utama tetanus terjadi di India, Banglades,
Pakistan, Asia Tenggara, Afrika, Amerika Selatan
Perkiraan insidensi tetanus secara global adalahn18 per
100.000 populasi per tahun. Di negar berkembang tetanus
lebih sering mengenai laki-laki daripada perempuan dengan
perbandingan 3:1 hingg 4:1.
Mortalitas tetanus sebesar 45 %, dengan angka 6 % pada
orang yang sudah pernah divaksin dan 15 % pada orang
yang belum pernah divaksin di USA.
Etiologi
• Clostridium tetani
• anaerob berbentuk batang gram (+) motil
• bentuk spora serta memberikan gambaran drumstick
atau squash racket. Organisme ini berukuran 0,5-1,7
mikrometer X 1,8-2,1 mikrometer. Tidak berwarna,
oval, memiliki spora terminal
• Organisme ditemukan di tanah yang terkontaminasi,
feses hewan; seperti kuda, domba, sapi, anjing, kucing,
tikus, marmot, dan ayam, dan terkadang feses manusia
Spora dapat bertahan di lingkungan luar selama
bertahun-tahun dan resisten terhadap desinfektan dan
perebusan selama 20 menit, namun dapat dibunuh
dengan menggunakan iodin atau hidrogen peroksida.
Spora akan aktif kembali ketika masuk ke dalam luka
dan kemudian berproliferasi jika potensial reduksi
jaringan rendah.
tetanospasmin yang berupa rantan polipeptida tunggal.
Toksin ini dilepaskan oleh bakteri kemudian
menempel pada reseptor sel saraf yang kemudian
memblok pelepasan neurotransmitter.
Patogenesis
Ada Luka Spora C.Tetani Kondisi an-aerob
Neuron, darah,
limfatik Pada presinaptik Neurotransmitter
terminal neuron inhibitor GABA
akan menghambat dan Glysine
sekresi
Sumasi Kontraksi
Spame Otot otot
(Trismus,
opistotonos)
Gambaran Klinis
Masa inkubasi bervariasi antara 3 sampai 21 hari,
biasanya sekitar 8 hari. Pada tetanus neonatorum
gejala biasanya muncul antara 4 sampai 134 hari
setelah lahir rata-rata 7 hari.
• Berdasarkan pada temuan klinis, terdapat empat bentuk tetanus yang telah
dideskripsikan, yaitu :
• Tetanus lokal. Yaitu bentuk tidak umum dimana pasien mengalami spasme
tetani pada daerah luka selama berminggu-minggu sebelum terjadinya gejala
secara umum
• Tetanus sefalik, merupakan bentuk tetanus yang jarang terjadi biasanya
menyertai otitis media dimana C.tetani ditemukan sebagai flora pada telinga
tengah, atau menyertai trauma kepala. Tetanus bentuk ini mengenai nervus
kranialis khususnya pada bagian wajah.
• Tetanus umum merupakan bentuk yang sering terjadi. Gejala yang pertama
muncul adalah trismus atau lockjaw, kemudian diikuti kekakuan leher,
kesulitan menelan, dan rigiditas otot abdomen. Gejala lainnya adalah suhu
tubuh meningkat 2-4 0C di atas normal, peningkatan tekanan darah, dan denyut
jantung yang cepat secara episodik.
• Tetanus neonatorum merupakan bentuk tetanus umum yang terjadi pada bayi
baru lahir. Tetanus neonatorum terjadi pada bayi yang tidak mendapatkan
imunisasi pasif, karena ibu yang tidak di imunisasi. Infeksi biasanya terjadi
pada umbilicus yang dipotong dengan peralatan yang tidak steril.
DIAGNOSIS
ANAMNESA :
Riwayat luka sebelumnya. → luka (punctum,laserasi & abrasi) mengalami
nekrosis, terkontaminasi oleh tanah,
terluka oleh benda berkarat/benda asing
GEJALA KLINIS :
Kekakuan otot (rigiditas)
Trismus
Risus sardonicus
Kekakuan otot leher
Kekakuan otot faring
Kekakuan otot dada
Perut papan
Opitotonus
Spasme
Gangguan otonom
Diagnosis Banding
Status Epileptikus
Peritonsilar abses
Dental abses
Sepsis
KLASIFIKASI
Secara klinis:
1. Tetanus lokal
2. Tetanus sefalik
3. Tetanus neonatorum
4. Tetanus umum
Klasifikasi
• Tingkatan penyakit tetanus dapat dibuat dalam suatu kriteria/
derajat berat ringannya suatu penyakit.
Menurut Abiett’s, kriteria ini dibagi menjadi tiga tingkatan, yaitu:
• Tingkat I (Ringan) : Kasus tanpa dysfagia dan ganggguan
respirasi
• Tingkat II (Sedang) : Kasus dngan spastisitas nyata, gangguan
menelan (disfagia) dan gangguan respirasi.
• Tingkat IIIa (Berat) : Kasus dengan spastisitas berat disertai
spasme berat
• Tingkat IIIb (Sangat Berat) : Sama dengan tingkat IIIa disertai
adanya aktivitas simpatis berlebihan (disotonomia).
Kemudian Udwandia (1994) telah memodifikasi kriteria abiett’s diatas serta
membagi penyakit tetanus kedalam empat tingkatan, yaitu :
• I : trismus ringan dan sedang dengan kekakuan umum. Tidak disertaia dengan
kejang, gangguan respirasi dengan sedikit atau tanpa gangguan menelan
• II : trismus sedang, kaku disertai spasme kejang ringan sampai sedang yang
berlangsung singkat disertai disfagia ringan dan takipnea > 30 – 35 x/ menit
• III : trismus berat, kekakuan umum, spasme dan kejang spontan yang
berlangsung lama. Gangguan pernapasan dengan takipnea > 40 x/menit,
kadang apnea, disfagioa berat dan takikardia > 120x/menit. Terdapat
peningkatan aktivitas saraf otonom yang moderat dan menetap.
• IV : gambaran tingkat III disertai gangguan saraf otonom berat dimana
dijumpai hipertensi berat dengan takikardi berselang dengan hipotensi relatif
dan bradikardia atau hipertensi diastolik yang berat dan menetap (tekanan
diastolik >110 mmHg) atau hipotensi sistolik yang menetap (tekanan sistolik
<90 mmHg). Dikenal juga dengan autonomic storm
Sedangkan Patel dan Joag juga membagi penyakit
tetanus ini dalam lima tingkatan dengan berdasarkan
gejala klinis yang dibaginya dalam lima kriteria, yaitu :
• Kriteria 1 : rahang kaku, spasme terbatas, disfagia, dan
kekakuan otot tulang belakang
• Kriteria 2 : spasme saja tanpa melihat frekuensi dan
derajatnya
• Kriteria 3 : inkubasi antara 7 hari atau kurang
• Kriteria 4 : waktu onset adalah 48 jam atau kurang
• Kriteria 5 : kenaikan suhu rektal sampai 100 0
farenheit dan aksila sampai 990 farenheit
Dengan berdasarkan lima kriteria di atas ini, maka dibuatlah
tingkatan penyakit tetanus sebagai berikut:
• Tingkatan penyakit tetanus :
• Tingkat I : Ringan, minimal 1 kriteria ( K1 / K2 ) mortalitas o %
• Tingkat II : Sedang, minimal 2 kriteria ( K1& K2) dengan masa
inkubasi lebih dari 7 hari
• Hari dan onset lebih dari 2 hari, moirtalitas 10 %
• Tingkat III : Berat, minimal 3 kriteria dengan masa inkubasi
kurang dari 7 hari dan onset kurang dari 2 hari, mortalitas 32%
• Tingkat IV : Sangat berat, minimal ada 4 kriteria dengan mortalitas
60%
• Tingkat V : Biasanya mortalitas 84 % dengan 5 kriteria, termasuk
di dalamnya adalah tetanus neonatorum maupun puerpurium.
Prinsip Terapi
Mengeliminasi bakteri dalam tubuh untuk mencegah
pengeluaran tetanospasmin lebih lanjut
Menetralisir tetanospasmin yang beredar bebas
dalam sirkulasi (belum terikat dengan sistem saraf
pusat)
Meminimalisasi gejala yang timbul akibat ikatan
tetanospasmin dengan sistem saraf pusat
Terapi Umum
Disarankan dirawat di ruang ICU spy tenang & monitor ketat.
Pasien dengan tetanus tingkat II, III, IV sebaiknya dirawat di ruang
khusus dengan peralatan intensif yang memadai serta perawat yang
terlatih untuk memantau fungsi vital dan mengenali tanda aritmia.
Hendaknya pasien berada di ruangan yang tenang dengan maksud
untuk meminimalisasi stimulus yang dapat memicu terjadinya
spasme.
Cairan infus D5 untuk mencegah dehidrasi dan hipoglikemi
Debridement luka. Luka harus dibersihkan : jaringan nekrotik dan
benda-benda asing harus dihilangkan, abses diinsisi dan didrainase.
Berikan hTIG dan terapi antibiotika.
Juga penting diberikan obat-obatan pengontrol spasme otot selama
manipulasi luka.
Terapi khusus
Human Tetanus Imunoglobulin (hTIG 3000-6000 IU i.m) : untuk
menetralisir tetanospasmin bebas. Diberikan secepat mungkin
setelah diagnosis klinis tetanus ditegakkan. Dosis efektif yang
direkomendasikan adalah 3000-10.000 IT iv/im, dengan kadar
puncak dalam darah dicapai dalam 48-72 jam. Sebagai pengobatan
secara aktif 1500-3000 IU diinfiltrasikan pada sekeliling luka. Di
Indonesia umumnya masih memakai Anti Tetanus Serum, termasuk
juga di RSHS.
Antibiotik : untuk menghilangkan sumber tetanospasmin. DOC :
Metronidazole 500 mg p.o tiap 6 jam atau 1gr tiap 12 jam selama
10-14 hari, aktif menghambat pertumbuhan bakteri anaerob dan
protozoa.
Tetanus Toxoid (Td 0,5 ml i.m) : untuk merangsang dibentuknya
antibodi terhadap eksotoksin bakteri. Antigen ini akan menginduksi
produksi antibody yang melawan eksotoksin.
Benzodiazepine : untuk meminimalisasi spasme otot dan rigiditas
karena bersifat GABA enhancer.
DOC : Diazepam karena dapat mengurangi ansietas, menyebabkan
sedasi dan relaksasi otot. Dosis pemberian berdasarkan derajat
keparahan spasme otot.
Pada orang dewasa :
Spasme ringan : 5-10 mg p.o tiap 4-6 jam
Spasme sedang : 5-10 mg i.v
Spasme berat : 50-100 mg dalam 500 ml D5, infuskan dengan
kecepatan 10-15 mg/jam
Bila refrakter terhadap benzodiazepine, berikan neuromuscular
blocking agents (vecuronium)
ß-adrenergik blocking agents (Labetolol 0,25-1
mg/menit melalui infus i.v setelah dititrasi) untuk
mengontrol disfungsi otonom yang didominasi aktivitas
simpatis, yakni menurunkan tekanan darah tanpa
memperberat takikardi
Intubasi endotrakeal atau trakeostomi pada tetanus berat
(stadium III-IV) untuk atasi gangguan napas. Hendaknya
trakeostomi dilakukan pada pasien yang memerlukan
intubasi lebih dari 10 hari, disamping itu trakeostomi
juga direkomendasikan setelah onset kejang umum yang
pertama.
Walaupun imunisasi aktif tidak 100% efektif
mencegah tetanus, namun imunisasi tetanus
telah memperlihatkan sebagai salah satu yang
paling efektif sebagai pencegahan terhadap
kejadian tetanus. Pemberian imunisasi dan
penanganan luka yang baik diketahui merupakan
komponen yang penting dalam mencegah
penyakit ini. Pada pasien dengan tetanus,
imunisasi aktif dengan Td harus mulai diberikan
atau dilanjutkan sesegera mungkin setelah
kondisi pasien stabil.
Pencegahan
Imunisasi aktif
Diawali saat infancy usia 8 minggu
Diulang setiap interval 4 – 8 minggu
Dosis booster pd usia 4 – 6 tahun
Untuk usia > 7 tahun 3 dosis dengan interval 6
minggu (2 dosis pertama),6 bulan berikutnya setelah
dosis ke-2
Booster diberikan setiap 10 tahun
KOMPLIKASI
Kematian (sudden cardiac death)
Kasus fatal sering terjadi terutamanya pada pasien yang
berusia lebih dari 60 tahun (18%) dan pasien yang tidak
mendapat vaksinasi (22%). Kematian sering diakibatkan
oleh adanya produksi katekolamin yang berlebihan dan
adanya efek langsung tetanospasmin atau tetanolisin pada
miokardium.
Obstruksi jalan napas
Pasien tetanus sering merasa nyeri hebat waktu mengalami
kejang (spasme) hingga terjadinya laringospasme (spasme
pita suara) hingga menyebabkan obstruksi dan gangguan
pada jalan napas
Fraktur
Fraktur pada tulang vertebra atau tulang panjang bisa
terjadi karena kontraksi yang berlebih atau kejang yang
kuat.
Hiperaktifitas sistem saraf otonomik
Efek samping yang terjadi pada keadaan ini adalah
dengan meningkatnya tekanan darah (hipertensi) dan
denyut jantung yang tidak normal.
Infeksi nosokomial
Infeksi nosokomial sering terjadi karena perawatan di rumah
sakit yang lama.
Infeksi sekunder
Infeksi sekunder dapat berupa sepsis akibat pemasangan
kateter, hospital-acquired pneumonias dan ulkus dekubitus.
Hypoxic injury, aspirasi pneumonia dan emboli paru
Emboli paru adalah masalah yang sering ditemukan pada
pasien lanjut usia dan pasien dengan penggunaan obat-
obatan. Aspirasi pneumonia adalah komplikasi lanjut pada
tetanus dan sering ditemukan pada 50 -70% pasien yang
diotopsi.
Ileus paralitik, luka akibat tekanan, retensi urin dan
konstipasi
Malnutrisi dan stress ulcers
Koma
Neuropati
Kelainan psikis
Kontraktur otot
Dislokasi sendi glenohumeral dan
temporomandibular
PROGNOSIS
Prognosis tergantung:
Interval Inkubasi yang pendek
Onset kejang yang dini (early onset)
usia
gizi yang buruk
penanganan terhadap komplikasi
Penanganan yang lambat
Apabila terdapat lesi di kepala dan muka yang
terkontaminasi
Tetanus neonatorum