Anda di halaman 1dari 30

Teknologi Formulasi Sediaan Cair & Semisolid

“ Rancangan Bentuk Sediaan Obat”

FAKULTAS FARMASI & ILMU


KESEHATAN
UNIVERSITAS SARI MUTIARA
INDONESIA
MEDAN
PENDAHULUAN
Obat berasal dari bahan kimia, bahan alam dan sebagainya jarang
diberikan kepada penderita dalam bentuk kimia murni, umumnya
diberikan dalam bentuk yang sudah diformulasikan.

Bentuk sediaan obat dapat bervariasi dari bentuk larutan sederhana


sampai pada bentuk sediaan farmasi yang kompleks yang memerlukan
pengetahuan dan teknologi canggih, dengan penambahan bahan (aditif
dan eksipien) dalam formula agar dapat dicapai sasaran dan tujuan yang
diinginkan pada waktu merancang bentuk sediaan.
Sasaran utama dalam merancang bentuk
sediaan
Untuk mencapai respon terapeutika yang mampu
diproduksi dalam skala besar/industri dengan kualitas
yang tinggi.
Untuk menjamin kualitas sediaan farmasi, meliputi :
-Stabilitas fisika kimia
-Pengawet yang sesuai
-Keseragaman dosis obat
-Akseptibilitas terhadap penggunaan termasuk dokter dan
konsumen begitu juga pewadahan, dan etiket yang sesuai
dengan tujuan dalam membuat rancangan sediaan obat.
Bentuk Sediaan Farmasi untuk Berbagai Pengobatan

Cara Pemberian Bentuk Sediaan


Sediaan
Oral Larutan, sirup, eliksir, suspensi, emulsi, serbuk,granul,
kapsul, tablet
Rektal Suppositoria , salep, krem, serbuk, larutan
Topikal Salep, krem, pasta, losion, gel, larutan, aerosol, topical
Parenteral Injeksi (bentuk larutan, suspensi, emulsi) implant,
larutan irigasi dan dialisis.
Paru-paru Aerosol (dalam bentuk larutan, suspensi, emulsi,
serbuk), inhalasi, spray/semprotan.
Hidung Larutan, inhalasi
Mata Larutan, salep
Telinga Larutan, suspensi, salep
 Sebelum menetapkan untuk
merancang obat dalam
bentuk sediaan tertentu
perlu terlebih dahulu
diketahui hubungan antara
bahan aktif obat dengan
keadaan penyakit yang akan
diobati karena setiap
penyakit akan memerlukan
terapi pengobatan yang
spesifik .
 Selain itu perlu pula
diperhatikan rute (cara)
pemberian obat karena
akan mempengaruhi
absorbsi dari bahan aktif
obat.
• Beberapa bahan aktif obat sering diformulasi dalam berbagai
bentuk sediaan dengan kandungan /dosis yang berbeda yang
masing-masing dirancang untuk keperluan pengobatan
spesifik.
contoh: prednisolon , bahan aktif obat ini digunakan dalam
bermacam turunan dan bentuk sediaan anti inflamasi yang
meliputi bentuk : tablet, tablet salut enterik, injeksi, tetes
mata, dan enema.
• Turunan prednisolon dengan kelarutan kecil dalam air yaitu
garam asetat dimanfaatkan untuk sediaan berbentuk tablet
dan suspensi intramuskuler yang diabsorbsi secara
perlahan, sedangkan garam fosfat yang mudah larut
digunakan untuk bentuk tablet larut dan larutan untuk
tetes mata, obat semprot dan injeksi intra vena.
 
• Kombinasi obat anti mikroba kotrimoksazol merupakan
campuran sulfametoksazol dan trimetoprim dapat dibuat
dalam berbagai bentuk sediaan dan dosis untuk memenuhi
kebutuhan spesifik seperti : tablet, suspensi pediatrik,
injeksi intramuskuler dan larutan pekat steril untuk
pembuatan larutan infus intra vena. Karena kelarutan
keduanya kecil dalam air, untuk pembuatan sediaan bentuk
injeksi terpaksa digunakan pelarut khusus misalnya
propilenglikol.
Faktor yang dapat mempengaruhi sasaran
obat yang ingin dicapai dapat dikelompokkan
atas 3 yaitu:

1. Pertimbangan biofarmasetik
Termasuk faktor yang mempengaruhi absorbsi
bahan aktif obat dari berbagai rute pemberian
2. Faktor obat
Sifat kimia, dan fisika bahan aktif obat
3. Pertimbangan terapeutik
Termasuk pertimbangan penyakit yang akan
diobati dan pasien
 
Pertimbangan Biofarmasetik dalam Merancang Bentuk Sediaan Farmasi

 
• Biofarmasetik dapat dipandang sebagai studi tentang hubungan
ilmu fisika, kimia dan biologi yang diterapkan pada bahan aktif
obat, bentuk sediaan, kerja obat. Pemahaman prisip ini penting
dalam perencanaan bentuk sediaan terutama jika dilihat dari
segi absorbsi obat, distribusi, metabolisme dan ekskresi obat.
• Pada umumnya suatu bahan aktif haruslah berada dalm bentuk
larutan agar dapat diabsorbsi melalui membran kulit, saluran
cerna dan paru-paru kedalam cairan tubuh. Obat terpenetrasi
melalui membran ini melalui 2 cara yang umum yaitu :
1. Difusi pasif
2. Mekanisme transport khusus
1. Difusi Pasif
• Pada difusi pasif yang mengontrol absorbsi kebanyakan obat, proses
disebabkan oleh gradien konsentrasi yang melewati membran dimana
molekul obat berpindah dari daerah konsentrasi tinggi kedaerah dengan
konsentrasi rendah . Kelarutan dalam lemak dan derajat ionisasi dari
molekul pada tempat absorbsi mempengaruhi kecepatan difusi.

2. Mekanisme Transport Khusus


• Beberapa mekanisme transport khusus yang diduga berperanan pada
absorbsi obat adalah transport aktif dan terfasilitasi. Begitu obat
diabsorbsi, obat dapt menunjukkan efek terapetika pada tempat kerjanya,
sering jauh dari tempat pemberian dan dipindahkan melalui cairan tubuh.
• Jika obat diberikan dari sediaan yang dirancang untuk sediaan melalui
rektal, bukal, intra muskuler, subkutan, obat dari jaringan langsung
mengikuti sirkulasi darah, sedangkan pada rute intra vena, obat langsung
berada pada sirkulasi darah.
• Jika diberikan melalui oral, kerja obat diperlambat karena dibutuhkan
waktu transit didalam saluran cerna, proses absorbsi dan melewati
sirkulasi darah hepatoenterik.
 
Variasi waktu saat mulai bekerja untuk bermacam bentuk sediaan

Waktu saat mulai bekerja Bentuk Sediaan

Detik Injeksi intra vena

Menit Injeksi i.m, subkutan, tablet, bukal, aerosol, gas

Menit – Jam Injeksi waktu singkat, larutan, suspensi, serbuk,


granul, kapsul, tablet lepas lambat

Beberapa jam Formulasi salut enterik

Hari Injeksi depot, implant

Bervariasi Sediaan topikal


Rute Pemberian Obat
1. Rute oral

• Rute oral merupakan bentuk yang paling sering dipilih pada pemberian
obat untuk mendapatkan efek sistemik sesudah absorbsi melalui
bermacam jaringan mukosa saluran cerna .
• Dibandingkan dengan rute pemberian obat lainnya , rute oral
merupakan cara pemberian yang sederhana lebih menyenangkan dan
merupakan cara pemberian paling aman. Kerugian obat yang diberikan
menurut rute ini ialah; kerja lambat, kemungkinan absorbsi tidak
teratur dan terurainya beberapa obat oleh enzym dan sekresi salur
cerna.
• Waktu pengosongan lambung merupakan faktor penting untuk efektifitas
absorbsi obat dari usus. Pengosongan lambung yang lambat dapat
merugikan karena beberapa obat dapat diinaktifkan oleh cairan lambung
atau terjadi perlambatan absorbsi obat yang secara efektif diabsorbsi pada
usus.

• Selain pH sekitar dapat mempengaruhi ionisasi dan kelarutan dalam lemak


dari obat, perubahan yang terjadi sepanjang saluran cerna dari pH asam
menjadi pH 7-8 pada usus besar penting bagi keduanya dan begitu pula
tempat absorbsi obat.

• Membran lebih permeable terhadap obat dalam bentuk tidak terionisasi


dibandingkan dengan bentuk terionisasi dan karena kebanyakan obat
adalah asam atau basa lemah, dapat dibuktikan bahwa asam lemah yang
sebagian besar berada dalam bentuk tidak terionisasi akan diabsorbsi
dengan baik dilambung

• Pada usus halus pH 6,5 dengan luas permukaan dengan absorbsi yang
besar , baik asam lemah maupun basa lemah akan diabsorbsi dengan baik.
2. Rute rektal
• Obat yang diberikan secara rektal kebanyakan untuk tujuan
lokal, akan tetapi kadang-kadang juga untuk tujuan
sistemik.

• Suppositoria adalah bentuk sediaan padat untuk


dimasukkan kedalam liang tubuh ( biasanya rektal, tetapi
juga pada vaginal =ovula dan uretra ) dimana masanya akan
meleleh melepaskan obat dan karena itu pemilihan basis
suppositoria atau pembawa obat dapat sangat
mempengaruhi tingkat dan kecepatan pelepasan obat .
• Rute pemberian ini dipilih bila obat diinaktivasi oleh cairan
salur cerna bila diberikan secara oral atau pada pasien yang
tidak mungkin diberikan obat secara oral karena muntah
atau tidak sadar.
• Obat yang diberikan secara rektal, juga memasuki sirkulasi
sitemik tanpa melewati hati, dan salah satu keuntungan
adalah untuk obat yang secara bermakna diinaktivasi oleh
hati sesudah diabsorbsi pada pemberian rute oral.
• Kerugiannya adalah rute rektal ini tidak begitu
menyenangkan dan absorbsi obat sering tidak teratur dan
sulit diperkirakan.
3. Rute parenteral

• Rute parenteral dipilih terutama apabila sangat diperlukan absorbsi cepat


misalnya pada situasi gawat darurat atau bila keadaan penderita tidak sadar
atau tidak mampu menerima pengobatan secara oral atau dalam kasus dimana
obat dirusak , diinaktivasi atau absorbsi obat tidak baik sesudah diberikan
secara oral. Absorbsi obat yang diberikan secara parenteral cepat, umumnya
kadar obat dalam darah lebih dapat diperkirakan daripada diberi secara oral.
• Sediaan injeksi biasanya dalam bentuk larutan atau suspensi steril
dalam pelarut pembawa air atau pembawa lain yang secara fisiologis
dapat diterima tubuh manusia. Karena absorbsi akan berlangsung
cepat bila obat berada dalam bentuk larutan sudah dapat diduga
bahwa obat yang berada dalam bentuk suspensi akan lebih lambat
diabsorbsi.
• Selain daripada itu mengingat bagian terbesar cairan tubuh adalah air,
dengan menggunakan obat berbentuk suspensi dalam minyak dapat
dibuat sediaan berbentuk depot yang berfungsi seolah-olah sebagai
reservoir obat yang secara perlahan melepaskan bahan aktif obat
kedalam sirkulasi sistemik.
4.Rute topikal

• Rute topikal pada kulit, terutama untuk tujuan lokal. Rute


ini dapat pula dimanfaatkan untuk bentuk sediaan
sistemik, biasanya absorbsi secara perkutan tidak begitu
baik. Obat diabsorbsi melalui kelenjar keringat, folikel
rambut, kelenjar sebaseus dan melalui stratum corneum.
5. Rute saluran nafas

• Untuk partikel obat yang diberikan dalam bentuk aerosol ukuran tetesan
partikel akan menentukan penetrasi pada daerah alveolus , zona dimana
proses absorbsi berlangsung cepat. Partikel obat yang larut dengan ukuran
diameter tetesan 0,5 -1 mikrometer akan mencapai alveoli. Partikel
dengan ukuran lebih besar akan terdorong dengan pernafasan atau
terdeposit pada saluran bronchial yang lebih besar.
• Rute pemberian obat ini sangat bermanfaat untuk pengobatan asma
dengan menggunakan baik aerosol bubuk dan aerosol yang mengandung
bahan aktif obat dalam propelan cair inert (misal aerosol salbutamol dan
isoprenalin)
Data Kimia Fisika yang Penting dalam Merancang Bentuk Sediaan Farmasi dan Perhatian yang Perlu
Ditekankan pada Proses Perakitan Obat

Penekanan Proses Prosedur Perakitan

Organoleptik Suhu Kristalisasi


Ukuran partikel, Luas permukaan Tekanan mekanik Pengendapan, penyaringan

Pelarutan Radiasi Emulsifikasi, Penggilingan

Koefisien partisi Ekspose terhadap cairan Pencampuran, pengeringan

Konstanta ionisasi Ekspose terhadap gas dan uap Granulasi


cairan
Sifat kristal, polimorfisme - Pencetakan, pengautoklafan

Stabilitas - Penanganan, penyimpanan,


pengangkutan

Sifat lain - -
Sifat Organoleptik
• Obat mutakhir mengharuskan agar supaya bentuk sediaan
dapat diterima penderita. Akan tetapi dalam kenyataan banyak
sekali bahan aktif obat yang digunakan sekarang berasa tidak
enak dan tidak menarik sehingga bentuk sediaannya terutama
sediaan oral yang mengandung bahan aktif tersebut
memerlukan zat peningkat rasa dan bau ( flavor ) tambahan
agar supaya bau dan rasa dapat diterima penderita.
• Flavor untuk warna kuning diberikan flavor jeruk.
• Untuk menutup rasa pahit, kadang-kadang diperlukan pula
penambahan pemanis, seperti sacharosa dan natrium saccharin
sedangkan untuk penderita diabetes digunakan sorbitol.
Ukuran Partikel dan Luas Permukaan
Penurunan ukuran partikel akan memperbesar luas permukaan
spesifik dari serbuk. Beberapa yang dapat dipengaruhi oleh ukuran
partikel antara lain:
• Kecepatan disolusi obat
• Kecepatan absorbsi
• Keseragaman kandungan obat dalam sediaan dan stabilitas
tergantung kepada variasi ukuran partikel .

• Ukuran partikel dapat pula mempengaruhi keseragaman kandungan


sediaan tablet terutama untuk sediaan dengan kandungan bahan
aktif obat kecil. Dalam hal ini perlu sekali diusahakan agar supaya
sebanyak mungkin partikel persatuan dosis obat untuk mengurangi
variasi potensi yang berarti antara setiap satuan dosis obat.
• Bentuk sediaan lain yang dipengaruhi oleh ukuran partikel antara
lain : suspensi , aerosol inhalasi yang dapat mengoptimalkan
penetrasi partikel obat pada tempat absorbsi mukosa.
Kelarutan
• Untuk setiap obat yang diberikan menurut berbagai rute
pemakaian, obat tersebut sekurang-kurangnya harus mempunyai
kelarutan tertentu dalam air.
• Zat yang kelarutannya relative sukar, dapat menimbulkan
kesulitan atau absorbsi kurang sempurna, dalam hal tetentu
lebih cepat jika menggunakan garam atau ester senyawa
yanglebih larut.
• Kelarutan senyawa asam atau basa yang tergantung dari pH akan
dapat terganggu karena terbentuknya garam dan garam tersebut
akan mengakibatkan kelarutan yang berbeda.
• Sebagai larutan perlu diperhatikan bahwa : kelarutan garam yang
berasal dari asam kuat tidak begitu dipengaruhi oleh perubahan
pH dibandingkan kelarutan garam yang berasal dari asam lemah.
Disolusi
• Jika disolusi berlangsung cepat atau obat berada dalam bentuk larutan,
kecepatan absorpsi terutama akan tergantung kepada kemampuan larutan
obat melewati membran tempat absorpsi . Jika karena sifat fisiko kimia
atau faktor formulasi, disolusi obat lambat , maka disolusi merupakan
faktor penentu kecepatan absorpsi obat dan hal tersebut akan
mempengaruhi bioavailabilitas.
Koefisien Partisi dan Pka
• Kecepatan disolusi dapat dirubah dengan cara merubah sifat-sifat fisiko kimia
obat atau memodifikasi komposisi formulasi.
• Kecepatan permeasi tergantung kepada ukuran, kelarutan relatif dalam air dan
lemak dan muatan ion molekul obat dimana kesemua faktor ini dapat
dimodifikasi melalui modifikasi molekul.
• Koefisien partisi misalnya antara minyak dan air merupakan ukuran lipofilisitas.
• Membran absorpsi mukosa lebih permeable terhadap bentuk tidak terionisasi
obat jika dibandingkan dengan bentuk terionisasi karena kelarutan bentuk
tidak terionisasi dalam fasa lemak lebih besar dan karena sifat membran sel
yang sangat bermuatan, sehingga menghasilkan ikatan atau penolakan obat
terionisasi sehingga hal ini menyebabkan penurunan penetrasi.
Sifat Kristal ; Polimorfisme
• Untuk sediaan padat berbentuk serbuk atau tablet sifat kristal
dan betuk padat obat perlu diperhatikan dengan seksama.
Sudah lama diketahui bahwa obat dapat berada dalam bentuk
amorf, kristalin,anhidrat atau solvat, berbagai bentuk, ukuran
dan kekerasan kristal.
• Polimorfisme yang berbeda akan menunjukkan pula sifat fisik
yang berbeda seperti kelarutan, disolusi, stabilitas dalam
bentuk padatdan juga sifat lainnya seperti aliran serbuk dan
pencetakan selama pembuatan tablet.
• Sebagai contoh bentuk metastabil kloramfenikol palmitat dan
klortetrasiklin HCl menunjukkan peningkatan bioavailabilitas.
Transisi polimorfisme dapat pula terjadi selama penggilingan,
granulasi, pengeringan dan pencetakan.
Stabilitas
Pada umumnya obat terurai karena pengaruh panas, oksigen, cahaya, dan
kelembaban sebagai contoh vitamin C terurai karena oksigen dan asam asetil
salisilat terurai karena pengaruh pelarut.

Obat dapat dikelompokkan berdasarkan sesitifitas penguraian :


• Stabil pada semua kondisi ( contoh kaolin )
• Stabil jika ditanganisecara tepat ( asetosal )
• Agak tidak stabil walaupun dengan penanganan khusus ( misal vitamin-vitamin )
• Sangat tidak stabil ( beberapa anti biotik dalam bentuk larutan )
 
Walaupun mekanisme penguraian dalam bentuk padat adalah komplek dan sulit
untuk dianalisis, pemahaman secara detail merupakan persyaratan utama dalam
membuat rancangan formulasi yang mengandung zat padat tersebut. Sebagai
contoh zat yang peka terhadap hidrolisis, harus diupayakan langkah pencegahan
seperti ekspose terhadap kelembaban selama pembuatan, spesifikasi dengan
kandungan kelembaban rendah sediaan jadi atau menggunakan wadah yang bahan
yang peka terhadap cahaya digunakan wadah yang sesuai untuk mengurangi
masalah tahan kelembaban.
Sifat Obat Lain
• Pada waktu yang sama untuk menjamin kestabilan kimia dan
fisika sediaan serta manfaat obat, perlu pula dipersiapkan agar
obat tersebut dapat diproduksi dalam skala industri. Disamping
hal-hal yang telah diuraikan sebaiknya perlu pula diperhatikan
penanganan obat higroskopis, karena penanganannya
memerlukan persyaratan kelembaban ruangan yang rendah dan
perlu dicegah intervensi air selama proses.

• Salah satu masalah yang perlu diperhatikan sebelum


memproduksi obat dalam skala industri ialah penelitian untuk
meningkatkan skala produksi (up scaling, industrial scaling)
Masalah yang dihadapi dalam skala industri akan sangat
berbeda sekali dengan produksi dalam skala laboratorium dan
skala pilot. Dalam memproduksi obat skala industri perlu pula
diperhatikan persyaratan cara produksi obat yang baik ( CPOB,
good manufacturing practice ).
Pertimbangan Penting dalam Merancang Sediaan Farmasi

• Keadaan penyakit yang akan diobati merupakan faktor penting


apabila akan memilih bentuk sediaan yang akan dibuat.
• Faktor seperti kebutuhan sistemik atau lokal, jangka waktu kerja
yang dibutuhkan apakah obat yang digunakan dalam keadaan gawat
dipertimbangkan dengan sebaik baiknya dalam membuat rancangan
sediaan.
• Bentuk mutakhir yang banyak dikembangkan ialah formulasi obat
yang membawa dan melepaskan obat pada sasaran spesifik di tubuh
misalnya penggunaan liposome dan nano partikel, obat yang bekerja
lama dengan kecepatan terkendali, beberapa sediaan bentuk
adhesif yang mengandung nitrogliserin sudah banyak dipasarkan.
• Usia pasien juga berperanan penting dalam merancang bentuk
sediaan. Anak-anak misalnya lebih suka sediaan berbentuk cair
biasanya larutan dan mikstura yang diberikan secara oral.

Anda mungkin juga menyukai