akuntan publik. Auditor dianggap tidak mampu atau mengungkap kondisi sebenarnya pada Jiwasraya. Terlebih lagi, laporan
keuangan teraudit yang dipublikasikan Jiwasraya ternyata telah dimanipulasi atau window dressing sehingga perusahaan terlihat
sehat.
Menanggapi kondisi ini, Ketua Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI), Tarkosunaryo meyakini tidak terdapat keterlibatan
akuntan publik dalam kasus Jiwasraya. Menurutnya, akuntan publik yang mengaudit perusahaan tersebut telah bertindak sesuai
standar. Dalam laporan keuangan Jiwasraya 2017, misalnya, akuntan publik telah memberikan pendapat "opini dengan
modifikasi". Opini tersebut mencakup salah satu dari tiga jenis opini auditor yaitu opini wajar dengan mengecualian, opini tidak
wajar dan opini tanpa memberikan pendapat. "Opini ini disebabkan karena tidak sesuainya material laporan keuangan dengan
standar akuntansi atau karena auditor kekurangan memperoleh bukti karena berbagai sebab sehingga tidak cukup untuk
Laporan keuangan Jiwasraya 2017 dipilih Tarko karena periode tersebut terdapat temuan dari akuntan publik yang menyatakan
terdapat kekurangan cadangan teknis sebesar Rp 7 triliun. Sehingga, auditor menilai laporan keuangan Jiwasraya yang disusun
perusahaan dan diumumkan direksi terdapat keuntungan Rp 360 miliar tidak tepat. Pernyataan auditor tersebut juga sesuai
sepenuhnya merupakan tanggung jawab dari direksi (Jiwasraya) dengan pengawasan dewan komisaris. Setelah disetujui
direksi dan dewan komisaris lalu diaudit akuntan publik kemudian disahkan di RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham),"
tambahnya.
Tarko menilai audit yang dilakukan akuntan publik tidak bertujuan semata-mata menemukan kecurangan,
ketidakpatuhan atau menilai efektivitas pengendalian internal. Sehingga, sangat mungkin kecurangan atau fraud yang
tidak berkaitan dengan laporan keuangan tidak terdeteksi auditor. Dengan demikian, Tarko menilai apabila
terdapat fraud maka menjadi tanggung jawab direksi dengan pengawasan dewan komisaris.
"Sedangkan tanggung jawab auditor eksternal sebatas pada melaksanakan audit atas laporan keuangan sesuai standar
audit berlaku," jelasnya.
Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) mengakui adanya peran akuntan publik dalam audit laporan keuangan PT
Asuransi Jiwasraya. Namun, Ketua Umum IAPI Tarkosunaryo mengatakan, peran akuntan publik hanya sebatas pemberian
opini saat laporan keuangan diaudit. "Ada peran akuntan publik dalam penyajian laporan keuangan. Tapi peran akuntan
publik tidak kemudian sebagai pihak yang mengambil kebijakan," kata Tarkosunaryo di Jakarta, Senin (13/1/2020).
Tarko menuturkan, laporan keuangan Jiwasraya tahun 2017 yang membukukan laba sebesar Rp 360,3 miliar telah
diaudit oleh akuntan publik. Sesuai yang dikemukakan BPK beberapa waktu lalu, akuntan juga menemukan kekurangan
pencadangan sebesar Rp 7,7 triliun.
Karena adanya kekurangan pencadangan, laporan keuangan Jiwasraya pada tahun itu akhirnya mendapat opini dengan
modifikasian alias tidak wajar (adverse opinion). Sayangnya, Jiwasraya tidak merinci lebih lanjut opini tersebut usai diaudit oleh
akuntan.
"Tapi tidak ada kejelasan lebih lanjut (dari Jiwasraya) apa yang menyebabkan hal itu terjadi. Kami menyayangkan laporan lengkap
tahun 2017 tidak dipublikssi secara lengkap sehingga tidak transparan," kata Tarko.
Terkait peran akuntan, Tarko menegaskan akuntan publik sudah pasti mendorong perusahaan untuk mengoreksi laporan
keuangan dengan memasukkan kekurangan pencadangan sebesar Rp 7,7 triliun dalam balance sheet. Sehingga laporan yang
tadinya mencetak laba, seharusnya merugi.
Namun, kewenangan lebih lanjut berada di tangan direksi perusahaan. Sebab, akuntan publik tidak bisa mempublikasikan hasil
audit sebuah perusahaan.
"Jadi ada rekayasa (laporan keuangan), saya setuju. Tapi auditor ikut rekayasa, saya enggak setuju. Auditor sudah bekerja sesuai
yang dikerjakan," tegas Tarko.
Sebelumnya diberitakan, PT Asuransi Jiwasraya Tbk mengalami gagal bayar polis asuransi karena adanya kecurangan. Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK) pun telah dua kali melakukan pemeriksaan.
BPK mencatat, Jiwasraya memang sudah membukukan laba semu sejak 2006. Kemudian pada Pada 2017, Jiwasraya kembali
memperoleh opini tidak wajar dalam laporan keuangannya.
Berlanjut ke tahun 2018, Jiwasraya akhirnya membukukan kerugian unaudited sebesar Rp 15,3 triliun. Pada September 3019,
kerugian menurun jadi Rp 13,7 triliun. Kemudian di November 2019, Jiwasraya mengalami negative equity sebesar Rp 27,2 triliun.
Saat ini, Kementerian Keuangan juga telah memeriksa akuntan publik yang mengaudit Jiwasraya pada 2014, 2015, 2016 dan
2017. Pemeriksaan dilakukan berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2011 tentang Akuntan Publik. Sedangkan, akuntan publik
2006-2013 yaitu atas nama AP Suhajar Wiyoto dan AP Mulyana Mastam telah meninggal.
IAPI juga mengimbau kepada penanggung jawab laporan keuangan, dewan komisaris, pemegang saham, auditor, regulator dan
pihak-pihak terkait untuk mencegah agar rekayasa akuntansi dalam laporan keuangan tidak terjadi. Selain itu, IAPI juga mengimbau
Dalam kesempatan sama, pengamat ekonomi dan pajak, Yustinus Prastowo, mengatakan akuntan publik sebagai auditor tidak
bertanggung jawab terhadap fraud yang dilakukan direksi perusahaan Jiwasraya. Menurutnya, auditor hanya bertugas memberi
pendapat pada laporan keuangan yang disusun perusahaan tersebut. Sehubungan kasus Jiwasraya, Yustinus menyatakan akuntan
publik sudah bertindak tepat dengan memberikan “opini dengan modifikasian” pada laporan keuangan Jiwasaraya 2017.
“Auditor itu bukan pihak yang buat laporan keuangan, itu direksi yang bertanggung jawab. Seolah-olah ini perbuatan akuntan
publik dan pihak-pihak yang harusnya bertanggung jawab cuci tangan atau lepas tanggung jawab. Seolah-olah laporan keuangan kalau
sudah audit itu tanggung jawab akuntan sehingga itu jadi tiket bahwa akuntan bisa salah atau melakukan fraud,” jelas Yustinus.
Menurutnya, fraud yang terjadi pada Jiwasraya bisa saja tidak terdeteksi auditor karena tidak memiliki relevansi pemeriksaan.
Namun, apabila fraud itu sebenarnya terjadi, Yustinus mengatakan akuntan publik mengalami dilema antara menjaga kerahasiaan klien
dengan fraud disclusure. “Ada dilema akuntan publik, mungkin menemukan fraud tapi akuntan publik bekerja dengan kontrak ada
public.
2. Ditemukannya kekurangan pencadangan uang sebesar 7,7 trilliun. Karena adanya kekurangan tersebut, laporan keuangan PT. JIWASRAYA
pada tahun itu mendapat opini engan mofikasian alias tidak wajar (adverse opinion)
3. Bahwa para AP telah melakukan audit laporan keuangan untuk tahun buku 2016 dan 2017, serta 2015. Laporan Auditor Independen
(LAI) telah diterbitkan oleh para AP tersebut untuk tahun-tahun tersebut sesuai dengan bukti-bukti audit yang diperoleh.
4. Laporan Keuangan dan LAI tahun buku 2016 dan beberapa tahun sebelumnya telah dipublikasikan dalam website perusahaan tersebut
5. Untuk tahun 2017 AP hanya menerbitkan LAI satu kali, tidak ada penerbitan kembali laporan audit. Berdasarkan penelusuran di website
perusahaan tersebut, laporan keuangan lengkap dalam format annual report untuk tahun 2017 tidak dipublikasikan sebagaimana tahun-
tahun sebelumnya.
6. Pada tahun 2018, PT. JIWASRAYA akhirnya membukukan kerugian unaudited sebesar 15,3 trilliun. Sehingga, pada September tahun 2019
kerugian menurun menjai Rp. 13,7 trilliun. Kemudian di November 2019 PT. JIWSRAYA mengalami negative equity sebesar Rp 27,2 trilliun
7. Bahwa perusahaan juga memiliki kewajiban penyampaian laporan berkala kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai media untuk
pengawasan
ETIKA DALAM KANTOR AKUNTAN PUBLIK
1. Etika Bisnis Akuntan Publik
Pada kasus ini PT. Asuransi Jiwasraya yang laporan keuangannya di audit oleh Institut
Akuntansi Publik Indonesia (IAPI) tahun 2017 membukukan laba sebesar Rp 360,3 Miliar,
setelah diaudit dan tidak sesuai dengan temuan BPK mengurangi kekurangan cadangan
Rp 7,7 triliun. Akhirnya, mendapat opin dengan modifikasi alias tidak wajar (adverse
opinion).
3. Akuntan Publik Sebagai Entitas Bisnis
Sebagai entitas bisnis layaknya entitas – entitas bisnis lain, Kantor Akuntan Publik juga
dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat, bukan hanya dalam bentuk ”uang”
dengan jalan memberikan sumbangan, melainkan lebih kompleks lagi. Artinya, pada Kantor
Akuntansi Publik bentuk tanggung jawab sosial suatu lembaga bukanlah pemberian
sumbangan atau pemberian layanan gratis. Tapi meliputi ciri utama dari profesi akuntan
publik terutama sikap altruisme, yaitu mengutamakan kepentingan publik dan juga
memperhatikan sesama akuntan publik dibanding mengejar laba. Dalam melaksanakan
tanggung jawabnya sebagai profesional, setiap anggota harus senantiasa menggunakan
pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya. Sebagai
profesional, anggota mempunyai peran penting dalam masyarakat. Sejalan dengan peran
tersebut, anggota mempunyai tanggung jawab kepada semua pemakai jasa profesional
mereka. Anggota juga harus selalu bertanggung jawab untuk bekerja sama dengan sesama
anggota untuk mengembangkan profesi akuntansi, memelihara kepercayaan masyarakat
dan menjalankan tanggung jawab profesi dalam mengatur dirinya sendiri. Usaha kolektif
semua anggota diperlukan untuk memelihara dan meningkatkan tradisi profesi akuntan
publik.
Pada kasus PT Asuransi Jiwasraya, peran akuntan publik hanya sebagai pemberian opini
saat laporan keuangan di audit, tetapi tidak berhak untuk mengambil kebijakan.
4. Krisis Profesi Akutansi
Profesi akuntansi yang krisis bahayanya adalah apabila tiap-tiap auditor atau attestor
bertindak di jalan yang salah, opini dan audit akan bersifat tidak berharga. Suatu penggunaan
untuk akuntan akan mengenakkan pajak preparers dan wartawan keuangan tetapi fungsi
audit yang menjadi jantungnya akuntansi akan memotong keluar dari praktek untuk
menyumbangkan hamper sia-sia penyalahgunaannya. Perusahaan melakukan pengawasan
terhadap auditor-auditor yang sedang bekerja untuk melaksanakan pengawasan intern,
keuangan, administratif, penjualan, pengolahan data dan fungsi pemasaran diantara orang
banyak. Akuntan publik merupakan suatu wadah yang dapat menilai apakah laporan
keuangan sudah sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi ataupun audit. Perbedaan akuntan
publik dengan perusahaan jasa lainnya yaitu jasa yang diberikan oleh KAP akan digunakan
sebagai alat untuk membuat keputusan. Kewajiban dari KAP yaitu jasa yang diberikan dipakai
untuk make decision atau memiliki tanggung jawab sosial atas kegiatan usahanya. Bagi
akuntan berperilaku etis akan berpengaruh terhadap citra KAP dan membangun kepercayaan
masyarakat serta akan memperlakukan klien dengan baik dan jujur, maka tidak hanya
meningkatkan pendapatannya tetapi juga memberi pengaruh positif bagi karyawan KAP.
Perilaku etis ini akan memberi manfaat yang lebih bagi manager KAP dibanding bagi karyawan
KAP yang lain. Kesenjangan yang terjadi adalah selain melakukan audit juga melakukan
konsultan, membuat laporan keuangan, menyiapkan laporan pajak. Oleh karena itu terdapat
kesenjangan diatara profesi akuntansi dan keharusan profesi akuntansinya.
Pada kasus PT Asuransi Jiwasraya dinilai melibatkan banyak pihak termasuk akuntan
publik. Auditor dianggap tidak mampu atau mengungkap kondisi sebenarnya pada
Jiwasraya. Terlebih lagi, laporan keuangan teraudit yang dipublikasikan Jiwasraya ternyata
telah dimanipulasi atau window dressing sehingga perusahaan terlihat sehat.
5. Regulasi Dalam Penegakan Etika Kantor Akuntan Public
Prinsip otonomi pada etika bisnis adalah kemampuan dan sikap seseorang saat
mengambil tindakan dan keputusan yang berdasarkan kesadarannya sendiri
mengenai apa yang dianggapnya baik yang bisa dilakukan. Jika orang sadar dalam
melakukan kewajibannya dalam berbisnis maka dikatan orang tersebut sudah
memiliki prinsip otonomi dalam beretika bisnis.
Dalam kasus PT Jiwasraya, auditor sudah melakukan tindakan yang tepat dengan
memberikan opini tidak wajar dalam hasil audit atas laporan keuangan tetapi
perusahaan tersebut yang mempunyai kewenangan lebih lanjut atas pelaporan
tersebut.
2. Prinsip Kejujuran
Prinsip kejujuran dalam etika bisnis merupakan nilai yang paling mendasar dalam
mendukung keberhasilan kinerja perusahaan. Kegiatan bisnis akan berhasil jika
dikelola dengan prinsip kejujuran. Baik terhadap karyawan, konsumen, para
pemasok dan pihak-pihak lain yang terkait dengan kegiatan bisnis ini. Prinsip
yang paling hakiki dalam aplikasi bisnis berdasarkan kejujuran ini terutama
dalam pemakai kejujuran terhadap diri sendiri. Namun jika prinsip kejujuran
terhadap diri sendiri ini mampu dijalankan oleh setiap manajer atau pengelola
perusahaan maka pasti akan terjamin pengelolaan bisnis yang dijalankan dengan
prinsip kejujuran terhadap semua pihak terkait.
Dalam kasus PT. JIWASRAYA ini melanggar prinsip kejujuran. Karena, ditemukan
kecurangan yaitu kekurangan pencadangan uang sebesar 7,7 trilliun. Karena
adanya kekurangan tersebut, laporan keuangan PT. JIWASRAYA pada tahun itu
mendapat opini engan mofikasian alias tidak wajar (adverse opinion) padahal
pada tahun 2017 tercatat pada pembukuan laba sebesar 360,3 milliar.
3. Prinsip Keadilan
Prinsip keadilan menanamkan sikap untuk selalu berlaku adil kepada semua pihak
tanpa membeda-bedakan, baik itu terkait masalah ekonomi, hukum, sosial, ataupun
masalah lainnya. Singkatnya, prinsip keadilan menuntut agar setiap orang
diperlakukan secara sama sesuai dengan aturan yang adil dan sesuai kriteria yang
rasional obyektif, serta dapat dipertanggung jawabkan.
Pada kasus ini PT Asuransi Jiwasraya TBK melanggar prinsip keadilan karena
mengalami gagal bayar polis asuransi karena adanya kecurangan. Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK) pun telah dua kali melakukan pemeriksaan.
Prinsip integritas moral adalah prinsip untuk tidak merugikan orang lain dalam
segala keputusan dan tindakan bisnis yang diambil. Prinsip ini dilandasi oleh
kesadaran bahwa setiap orang harus dihormati harkat dan martabatnya. Pada
kasus PT Asuransi Jiwasraya, akuntan publik sudah pasti mendorong perusahan
untuk mengkoreksi laporan keuangannya, namun kewenangan lebih lanjut
berada ditangan direksi perusahaan, sebab akuntan publik tidak bisa
mempublikasikan hasil audit sebuah perusahaan.
Bertens (2013) merupakan tiga ukuranmoralitas dalam bisnis yang apat
digunakan untuk mengukur sudut pandang moral dan prinsip integritas
moral, yaitu :
Cara lebih obyektif untuk menilai baik buruknya perilaku moral adalah mengukurnya
dengan Kaidah Emas (positif), yang berbunyi : "Hendaklah memperlakukan orang lain
sebagaimana Anda sendiri ingin diperlakukan" mengapa? Karena tentunya siapapun
menginginkan dirinya diperlakukan dengan baik. Namun orang tersebut akan
berperilaku dengan baik (dari sudut pandang moral). Rumusan Kaidah Emas secara
negatif : "Jangan perlakukan orang lain, apa yang Anda sendiri tidak ingin akan
dilakukan terhadap diri Anda". Dari kaidah ini terjadi bahwa seseorang tidak konsisten
dalam tingkah laku, bila dia melakukan sesuatu terhadap orang lain, dia tidak mau
akan sesuatu yang buruk dilakukan terhadap dirinya. Namun, dia berperilaku dengan
cara yang tidak baik (dari sudut pandang moral).
Dalam kasus PT. JIWASRAYA jauh dari kata kaidah emas. Sebab karena kesalahan
dalam pencatatan kekurangan pencadangan uang dalam perussahaan ini banyak
pihak-pihak lain yang terseret seperti akuntan public. Sedangkan, kesalahan ini
muncul karena direksi-ireksi yang ada pada perusahaan tersebut.
3. Penilaian Umum
Cara ketiga dan barangkali paling ampuh untuk menentukan baik buruknya suatu
perbuatan atau perilaku adalah menyerahkan kepada masyarakat umum untuk
menilai. Cara ini bisa disebut juga audit sosial. Sebagaimana melalui audit dalam arti
biasa sehat tidaknya keadaan finansial suatu perusahaan dipastikan, demikian juga
kualitas etis suatu perbuatan ditentukan oleh penilaian masyarakat umum.
Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi
tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin. Integritas
mengharuskan seorang anggota untuk bersikap jujur dan berterus terang tanpa harus
mengorbankan rahasia penerima jasa. Pelayanan dan kepercayaan publik tidak boleh
dikalahkan oleh keuntungan pribadi. Integritas dapat menerima kesalahan yang tidak
disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak menerima kecurangan atau
peniadaan prinsip.
Dalam kasus PT. JIWASRAYA direksi-direksi di dalam perusahaan ini yang mengurus
pencatatan uang atau pencadangan uang perusahaan tidak bertanggung jawab. Karena,
telah melakukan pemalsuan dalam pencatatan yang menyebakan kekurangan nominal
serta kerugian yang sangat besar hingga mencapain 7,7 trilliun yang membuat terlibatnya
banyak orang yang tidak bersalah dalam kasus ini.
2. Objektivitas : tidak mengompromikan pertimnbangan professional
atau bisnis karena adanya bias, benturan kepentingan, atau pengaruh
yang tidak semestinya dari pihak lain.
Mewajibkan seluruh anggota bersikap adil, jujur secara intelektual, tidak memihak,
tidak berprasangka atau bias, bebas dari benturan kepentingan atau pengaruh yang
tidak sepantasnya dari phak lain.
Setiap anggota diharuskan menunjukkan objektivitasnya dalam berbagai situasi dalam
menjalankan kewajibannya dan menghidari yang dapat mengurangi pertimbangan
professional atau bisnisnya.
Akuntan professional mungkin dihadapkan pada situasi yang bisa saja mengganggu
objektivitasnya, namun semua anggota tidak akan memberikan layanan professional
jika suatu keadaan atau hubungan menyebabkan terjadi bias atau dapat memberi
pengaruh yang berlebihan pada pertimbangan profesionalnya.
Pada kasus PT Asuransi Jiwasraya, akuntan publik harus bekerja secara profesional
dan tidak memihak kepada siapapun, jujur dan apa adanya
3. Kompetensi dan kehati-hatian Dalam kasus ini, PT Jiwasraya auditor
profesional-untuk : sudah berusaha memenuhi standar
profesional dan standar teknis
Mencapai dan mempertahankan
dengan memberika opini tidak wajar
pengetahuan dan keahlian
didalam laporan keuangan tetapi
profesional pada level yang
perusahaan tersebut yang tidak
disyaratkan untuk memastikan profesional dengan tidak transparan
bahwa klien atau organisasi akan laporan keuangannya tersebut.
tempatnya bekerja memperoleh
jasa profesional yang kompeten,
berdasarkan standar profesional
dan standar teknis terkini serta
ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku; dan
Bertindak sungguh-sungguh dan
sesuai dengan standar
profesional dan standar teknis
yang berlaku
4. Kerahasiaan : menjaga kerahasiaan informasi yang diperoleh dari hasil
hubungan professional dan bisnis
Dipoint ini tadinya memang sudah terjadi kerahasiaan teesebut maka kecurangan yg
menyebabkan kerugian besar itupun terjadi. namun karena kecurigaan adanya kecurangan itu
akhirnya pihak-pihak penting di perushaan tersebut cari tau sehingga terjadinya kecurangan
tersebut bisa tercium.
Kewajiban untuk menjauhi tingkah laku yang dapat mendiskreditkan profesi harus dipenuhi
sebagai perwujudan tanggung jawabnya kepada penerima jasa, pihak ketiga, anggota yang lain,
staf, pemberi kerja dan masyarakat umum. Dalam upaya memasarkan dan mempromosikan diri
dan pekerjaan, akuntan profesional sangat tidak dianjurkan mencemarkan nama baik profesi.
Akuntan wajib mempunyai sikap jujur dan dapat dipercaya.
Pada kasus ini PT Asuransi Jiwasraya Tbk tidak menerapkan perilaku profesional karena tidak
terbuka dalam laporan keuangan nya sehingga mendapat opini dengan modifikasian alias tidak
wajar (adverse opinion).
Kesimpulan
Kesimpulan dari kasus PT. ASURANSI JIWASRAYA adalah adanya
kecurangan dalam pembukuan pencadangan uang perusahaan
yang menyebabkan kurangnya nominal angka laba perusahaan
yang mencapai kerugian hingga 7,7 trilliun yang menyebabkan
banyaknya keterlibatan akuntan public dan auditor dikasus ini.
Dari tahun 2017-2019 PT. ASURANSI JIWASRAYA terus
mengalami kerugian dan juga mengalami negative equity
hingga 27,2 trilliun pada bulan November tahun lalu.
Akibatnya terjadinya pengawasan oleh OJK dalam sector
keuangan perusahaan ini agar tidak muncul lagi kasus lain dan
kerugian yang lebih besar lagi.
TERIMA KASIH