Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH AIK I

HAKIKAT MANUSIA DALAM AL- QUR’AN

NAMA : ELSA YUSTIKA ADZKIA


NIM : 20190009

DOSEN PEMBIMBING
S YA M S U R I Z A L , S H , M , P D

PROGRAM STUDI ADMINISTRASI RUMAH SAKIT


FA K U LTA S K E S E H ATA N
U N I V E R S I TA S M U H A M M A D I YA H S U M AT E R A
B A R AT
TA H U N 2 0 2 0
Hakikat manusia dalam al-qur’an

Al-Quran sebagai sumber utama dalam Islam, banyak


memberikan isyarat yang menunjuk pada hakikat manusia,
antara lain termuat dalam surat al-Sajadah : 7-9, surat al-
Hajj: 5, al-An’am : 2 dan surat At-Tin: 4-6.
Secara terminologi, ungkapan al-Quran untuk menunjukkan
konsep manusia terdiri atas tiga kategori, yaitu: al-insan, al-
basyar, dan bani adam /anak adam/keturunan adam Menurut
M. Dawam Raharjo istilah manusia yang diungkapkan
dalam al -Qur’an seperti “basyar, insan” semuanya
mengandung petunjuk sebagai manusia dalam hakekatnya.
1. Konsep al-Basyar
Secara etimologi al-Basyar juga . diartikan mulamasah, yaitu
persentuhan kulit antara laki-laki dan perempuan.
Dalam buku Al Rasyidin, Kata al-Basyar dinyatakan dalam
Al-Quran sebanyak 36 kali dan 25 diantaranya menjelaskan
kemanusiaan para nabi dan rasul. Manusia disebut al-
Basyar karena memang kulitnya tampak jelas dilihat dan
tidak ditutupi bulu tebal seperti hewan. Karenaya, kata al-
Basyar selalu dihadirkan al-Quran dalam arti fisik biologis
manusia yang tampak jelas
Hal tersebut dapat dilihat dari dari berbagai ungkapan al-
Quran mengenai al Basyar yang konteksnya selalu merujuk
pada manusia sebagai makhluk biologis.
2. Konsep al-Nas
Menurut Aisyah Abdurrahman, dalam Al Quran al-Nas, Ins dan al-Insan tidak
pernah diungkapkan untuk arti manusia secara fisik. Kata al-Nas yang disebutkan
sebanyak 240 kali adalah sebagai nama jenis untuk keturunan Adam, yaitu satu
spesies di alam semesta. Contoh untuk hal inifirman Allah Swt: Artinya: Hai
manusia (al-Nas), Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki
dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-
suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling
mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu.
Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.

3. Konsep Bani Adam


Secara terminologi, kata bani Adam bermakna generasi keturunan Adam. Kata
Bani Adam yang dalam bentuk masdarnya adalah al-bina yang berarti bangunan.
Sedangkan kata Adam merujuk pada nabi Adam yang merupakan manusia
pertama yang diciptakan Allah Swt. Karena itu secara umum terma bani Adam
bisa dimaknai secara generasi yang dibangun, diturunkan atau
dikembangbiakkan dari Adam dan sama-sama memiliki harkat dan martabat
kemanusiaan yang universal.
Proses Penciptaan Manusia dalam Konsep Al-Quran

Dan dilihat dari proses penciptaannya, Al-Quran menyatakan


peroses penciptaan manusia dalam dua tahapan yang berbeda,
yaitu: pertama, disebut dengan tahapan primordial. Kedua, disebut
dengan tahapan biologi. Manusia pertama, Adam AS , diciptakan
dari at-tin (tanah), at-turob (tanah debu), min shal (tanah liat), min
hamain masnun (tanah lumpur hitam yang busuk) yang dibentuk
Allah dengan seindah-indahnya, kemudian Allah meniupkan ruh
dari-Nya kedalam diri (manusia). Hal ini terdapat dalam Q.S, Al-
Anam/6:2, Al-Hijr/15:26,28,29, Al-Mu’minun/23:12, Ar-
Ruum/30:20, Ar-Rahman/55:4
Penciptaan manusia selanjutnya adalah peruses biologi yang dapat
dipahami secara sains-empirik. Di dalam peruses ini, manusia
diciptakan dari inti sari tanah yang dijadikan air mani (nuthfah)
yang disimpan di tempat yang kokoh (rahim). kemudian air mani
di jadikan darah beku (‘alaqah) yang menggantung dalam rahim.
Darah beku tersebut kemudian dijadikan-Nya segumapal daging
(mudghah) dan kemudian di balut dengan tulang belulang lalu
kepadanya ditiupkan ruh. Al-Ghazali mengungkapkan proses
penciptaan manusia dalam teori pembentukan (taswiyah) sebagai
suatu proses yang timbul di dalam materi yang membuatnya cocok
untuk menerima ruh.
Materi itu merupakan sari pati tanah liat nabi Adam AS yang
merupakan cikal bakal bagi keturunannya. Cikal bakal atau sel
benih (nuthfah) ini yang semula adalah tanah liat setelah melewati
berbagai proses akhirnya menjadi bentuk lain (khalq akhar) yaitu
manusia dalam bentuk yang sempurna. Tanah liat menjadi
makanan (melalui tanaman dan hewan), makanan menjadi darah,
kemudian menjadi sperma jantan dan indung telur. Kedua unsure
ini bersatu dalam satu wadah yaitu rahim dengan transformasi
panjang yang akhirnya menjadi tubuh harmonis (jibillah) yang
cocok untuk menerima ruh. Sampai disini prosesnya murni bersifat
materi sebagai warisan dari leluhurnya. Kemudian setriap manusia
menerima ruhnya langsung dari Allah disaat embiro sudah siap dan
cocok menerimanya. Maka dari pertemuan ruh dan badan,
terbentuklah makhluk baru manusia
Kedudukan Manusia di Dunia dalam Konsep
Al-Quran
1. Manusia Sebagai Hamba Allah (‘abd Allah)
Firman Allah dalam al-Quran: Artinya: dan aku tidak
menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
mengabdi kepada-Ku. Secara sempit, makna ibadah mengacu
pada tugas-tugas pengabdian manusia secara individual sebagai
hamba Allah Swt. Tugas ini diwujudkan dalam bentuk
pelaksanaan ibadah ritual yang dilaksanakan secara terus
menerus dengan penuh keiklasan. Kalimat liya’budun pada ayat
diatas berbentuk Fi’il Mudlori’ yang dalam gramatika bahasa
arab lazim digunakan untuk suatu perbuatan yang sedang dan
akan terus menrus dilakukan dimasa akan datang.
konsep ini lebih cenderung mengacu pada tugas manusia sebagai
hamba Allah. Tugas ini diwujudkan dalam bentuk pengabdian diri
sepenuhnya kepada Allah dengan penuh keikhlasan. Jika konsep ini
dapat diraih dengan baik, maka manusia akan selalu bersikap
tawadhu’, tidak sombong, dan senantiasa menjalankan apa yang
diperintahkan Allah.
Selanjutnya, Islam menegaskan bahwa apapun yang dikerjakan
manusia hidup, maka itu bisa disebut ibadah, yang mana pekerjaan
itu semata-mata hanya ditujukan untuk mencari ridho Allah. Seperti
halnya belajar, bekerja dan yang lainnya, itu akan dinilai ibadah
apabila dalam melakukan hal itu semata-mata hanya untuk mencari
ridho Allah
2. Manusia Sebagai Khalifah Allah fi al-Ardh
Menurut Quraish Shihab, istilah khalifah dalam bentuk mufrad
(tunggal) berarti pengusaan politik dan religius. Istilah ini
digunakan nabi-nabi dan tidak digunakan untuk manusia pada
umumnya. Sedangkan manusia bisa digunakan khala’if yang
didalamnya mengandung makna yang lebih luas, yaitu bukan
hanya sebagai penguasa dalam berbagai bidang kehidupan.
Dalam hubungan pembicaraan dengan kedudukan manusia di
alam ini, nampaknya istilah khala cocok digunakan dibanding
kata khalifah. Namun demikian yang terjadi dalam penggunaan
sehari-hari adalah bahwa manusia sebagi khalifah di muka bumi.
Dan sebagi seorang khalifah manusia berfungsi mengantikan
orang lain dan menempati tempat serta kedudukan-Nya. Ia
menggantikan kedudkan orang lain dalam aspek kepemimpinan
atau kekuasaan.
3. Immarah fi al-Ardh
Dalam konteks ini, manusia diperintahkan untuk senantiasa
menelaah dan menguak rahasia ciptaan Allah dan mengambil
hikmahnya, sehingga dengan demikian berbagai kebutuhan
kehidupannya pun dapat terisi dengan baik dan sempurna.
Menurut Raghib al-Isfahani, sebagaimana yang dikutip oleh
Muhmidayeli, bahwa tugas danfungsi manusia tidak hanya
sebagai khalifah untuk mendapat predikat khalifah Allah Swt.
Atau ibadah dan Immarah fi al-Ardh, akan tetapi memiliki
jangkauan yang lebih luas, yaitu menyangkut akhlak terpuji dan
menghindarkan diri dari yang terela. Hal ini dapat dipahami dari
perolehan daya-daya jiwa manusia. Dan implikasinya bahwa
tugas dan fungsi utama manusia tidak lain menegakkan dan
merealisasikan moralitas kehidupannya. Moralitas dalam hal ini,
dapat dikatakan sebagai wujud dan bukti bagi kemanusiaan
manusia sebagai makhluk yang utama yang memang diberi
potensi moral
Hubungan Kedudukan Manusia dengan Pendidikan

Bila dimensi diatas dikembangkan dalam kajian pendidikan, maka


dalam proses mempersiapkan generasi penerus estafet keahlian
yang sesuai dengan nilai-nilai ilahiyah, maka pendidikan yang
ditawarkan harus mampu memberikan dan membentuk pribadi
peserta didiknya dengan acuan nilai-nilai Ilahiyah. Dengan
penanaman ini, akan menjadikan panduan baginya dalam
melaksanakan amanat Allah dimuka bumi ini. Tugas dan
kedudukan manusia tersebut dapat ditempuh manusia melalui
pendidikan. Dengan media ini, diharapkan manusia mampu
mengembangkan potensi yang diberikan Allah Swt secara optimal
untuk merealisasikan kedudukan, tugas dan fungsinya.
Implikasi Konsep Manusia Terhadap Pendidikan
Islam
1. Karena manusia adalah makhluk yang merupakan resultan dari dua komponen
(materi dan immateri), maka konsepsi itu menghendaki proses pembinaan
yang mengacuh kea rah realisasi dan pengembangan komponen-komponen
tersebut. Hal ini berarti bahwa system pendidikan Islam harus dibangun di atas
konsep kesatuan antara pendidikan qalbiyah dan aqliyah sehingga mampu
menghasilkan manusia muslim yang pintar secara intelektual dan terpuji secara
moral.
2. Al-Quran menjelaskan bahwa fungsi penciptaan manusia dialam ini adalah
sebagai Khalifah dan ‘abd. Untuk melaksanakan fungsi ini Allah Swt
membekali manusia dengan seperangkat potensi. Dalam konteks ini maka
pendidikan Islam harus merupakan upaya yang ditujukan ke arah
pengembangan potensi yang dimiliki manusia secara maksimal sehingga dapat
diwujudkan dalam bentuk konkrit dalam kehidupan sehari-hari.

Kedua hal di atas harus menjadi acuan dasar dalam menciptakan dan
mengembangkan system pendidikan Islam masa kini dan masa depan.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai