Hukum Perlindungan Konsultan Kelompok 3
Hukum Perlindungan Konsultan Kelompok 3
KONSUMEN
DAN PERSAINGAN USAHA
Kelompok 3
M.ASRULLAH BASTIAN :
M.ZULVAN SULAIMAN : 1821030112
SASTIA MARTIANA : 1821030140
MELYAN BASORI MS : 1821030151
M.AGIL PRATAMA PUTRA :
1721030278
PRINSIP PERLINDUNGAN KONSUMEN BERDASARKAN
EKONOMI SYARIAH
perlindungan konsumen merupakan salah satu upaya dalam penerapan pelaksanaan Ekonomi Islam
untuk melindungi konsumen dan untuk memberikan rasa tanggung jawab kepada para pelaku
usaha dalam setiap kegiatan produksi sehingga tercapailah keadilan ekonomi dalam setiap kegiatan
pemenuhan kebutuhan (barang dan jasa). Ada beberapa pihak yang mempunyai peran khusus
dalam penerapan konsep perlidungan konsumen dalam pelabelan produk pangan diantaranya :
pertama: individu, yaitu setiap orang harus sadar akan keberadaannya masing-masing sebagai
pihak konsumen yang berhak mendapatkan hak-haknya dan sebagai pelaku usaha yang harus
memperhatikan berbagai tanggung jawab berkaitan dengan produk yang dihasilkan.
Kedua: pemerintah, pihak ini bertugas menetapkan peraturan (undang-undang) perlindungan
konsumen dan memberikan pengawasan atau kontrol terkait dengan harga, kualitas, kadaluarsa
yang tertulis di label suatu produk.
Ketiga: lembaga perlindungan konsumen, lembaga swasta ini dibentuk dari beberapa masyarakat
yang peduli akan pentingnya perlindungan konsumen demi terpenuhinya hak-hak para konsumen.
A. Pengertian Perlindungan Konsumen dalam
Ekonomi Islam
Perlindungan konsumen dalam ekonomi islam adalah merupakan cara
bagaimana ekonomi islam memenuhi kebutuhan konsumen (komunitas muslim) dalam
mengonsumsi suatu jenis barang. Dalam konteks ini, bisa juga berarti bagaimana
ekonomi islam mengatur produsen dalam kegiatan produksinya menyediakan kualitas
barang yang dikonsumsi. Hal ini dilakukan melalui tindakan penerapan sifat pasar yang
islami dan terkontrol.
Dengan demikian pengertian Perlindungan konsumen
dalam ekonomi Islam dapat diartikan sebagai Sebuah
gerakan yang terorganisir untuk melindungi kepentingan
ekonomi semua kalangan konsumen (muslim dan
nonmuslim) yang dipraktekkan ke berbagai lembaga
pemerintah dan non-pemerintah yang bertujuan untuk
menjamin hak-hak konsumen sehubungan dengan barang
dan jasa yang benar dan bermanfaat mencakup informasi
yang diinginkan dan sesuai dengan legitimasi, tidak hanya
perlindungan konsumen dalam pemasaran barang dan jasa
namun juga meluas ke tahap perlindungan konsumen
dalam kegiatan produksi.
B. PEMBENTUKAN PERLINDUNGAN
KONSUMEN DALAM EKONOMI SYARIAH
Perlindungan konsumen dalam ekonomi islam sudah sering disebut
semenjak periode antara tahun 1 H sampai dengan tahun 40 H yang
merupakan periode berdirinya Negara islam dan juga pembentukan basis
legislative dimana di dalamnya diwujudkan prinsip – prinsip islam dalam
semua urusan kehidupan dan tingkat budaya masyarakat dari waktu ke
waktu. Pembentukan perlindungan konsumen ini didasarkan pada penjelasan
dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagai berikut:
A.Perlindungan konsumen berasaskan penjelasan Al-Qur’an Allah
telah menjelaskan dalam kitab suci Nya berbagai ketentuan yang
ditujukan kepada hamba Nya dalam mengonsumsi suatu jenis barang,
misalnya :
1. Untuk mencegah Algish (kecurangan) perihal keseimbangan
takaran. “Dan wahai kaumku! Penuhilah takaran dan timbangan
dengan adil, dan janganlah kamu merugikan manusia terhadap hak-
hak mereka...” (Q.S Hud, Ayat 85)
2. Untuk mencegah terjadinya Riba “Dan karena mereka menjalankan
riba, padahal sungguh mereka telah dilarang darinya...” (Q.S An-Nisa,
Ayat 161) Maksudnya riba disini (dalam hal perlindungan konsumen)
adalah dalam hal penambahan, yaitu menambahkan apa-apa yang
sebenarnya tidak ada pada barang tersebut untuk menarik konsumen
agar mengonsumsinya.
B. Perlindungan Konsumen Berasaskan Hadist
● Mengenai perlindungan konsumen juga telah di jelaskan berbagai ketentuannya dalam hadist Nabi,
diantaranya:
1. Untuk mencegah ambiguitas Dari Abu Hurairah R.A berkata “Rasulullah SAW melarang jual beli anak-
anak batu dan jual beli gharar” (H.R.Muslim). Maksud jual beli anak batu di sini adalah anak batu atas
barang yang kena itulah yang akan dijual. Contoh: penjualan tanah yang dilakukan pada jaman islam
dulu berdasarkan berhentinya anak batu yang dilempar (jauh atau dekatnya tidak bisa dipastikan).
Karena adanya ketidak pastian inilah maka jual beli tersebut dilarang dalam islam. Begitu juga dengan
gharar, yaitu jual beli yang kadar ukuran, berat dan jenisnya belum diketahui. Dari penjelasan hadist
tersebut telah diterangkan bahwa dalam penjualan suatu jenis barang apapun haruslah disertai dengan
kejelasan barang tersebut (jenis, ukuran, berat, dan isi).
PRINSIP PERLINDUNGAN KONSUMEN BERDASARKAN HUKUM
PERLINDUNGAN KONSUMEN
2
Mengangkat harkat dan martabat Konsumen
dengan cara menghindarkannya dari ekses
negatif pemakaian barang dan/atau jasa,
Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha
mengenai pentingnya perlindungan
5
Konsumen sehingga tumbuh sikap yang
jujur dan bertanggungjawab dalam
Meningkatkan pemberdayaan Konsumen berusaha,
3 dalam memilih, menentukan dan menuntut
hak-haknya sebagai Konsumen, Meningkatkan kualitas barang dan/atau
jasa yang menjamin kelangsungan usaha
6 produksi barang dan/atau jasa. kesehatan.
kenyamanan, keamanan dan keselamatan
Konsumen.
LEMBAGA PERLINDUNGAN KONSUMEN
Lembaga perlindungan Konsumen baik yang dibentuk oleh pemerintah maupun yang dibentuk langsung oleh masyarakat tetap
memiliki peranan penting dalam perlindungan konsumen terutama dalam memastikan bahwa hak-hak bagi konsumen dapat
terpenuhi dengan baik, yakni Hak Atas Kenyamanan, Keselamatan dan Keamanan, hak untuk memilih, hak atas informasi, Hak
Untuk Didengar Pendapat dan Keluhannya, Hak Untuk Mendapatkan Advokasi, Hak Untuk Mendapat Pendidikan, Hak Untuk
Tidak Diperlakukan Secara Diskriminatif, Hak Untuk Mendapatkan Ganti Rugi serta Hak Yang Diatur Dalam Peraturan
Perundang-undangan Lainnya.
Masalah perlindungan konsumen di Indonesia baru mulai terjadi ada decade 1970-an. Hal ini ditandai dengan berdirinya Yayasan
Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) pada bulai Mei 1973. Ketika itu gagasan perlindungan konsumen disampaikan secara luas
kepada masyarakat melalui berbagai kegiatan advokasi konsumen, seperti pendidikan, pengujian, pengaduan dan publikasi media
konsumen. Terkait kelembagaan, Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK) mengamanatkan tidak kurang dari tiga
macam kelembagaan yang dapat berperan dalam perlindungan konsumen. Pertama, tentu saja organisasi konsumen, yang dalam
UUPK disebut sebagai Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM). Kenapa perlu untuk disebutkan
pertama? Karena jauh sebelum UUPK ini disahkan, organisasi konsumen sudah terbentuk terlebih dahulu.
01
Dan, ketiga, adalah Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen (BPSK). Institusi ini juga didorong untuk
dibentuk di daerah tingkat II (kabupaten/kota), sebagai
alternatif tempat penyelesaian sengketa di luar pengadilan.
Badan ini seharusnya mempunyai kewenangan cukup
untuk menghasilkan keputusan final bagi konsumen, dan
pelaku usaha wajib melaksanakan putusan yang telah
ditetapkan. Kenyataannya, BPSK ternyata tidak kuasa
memaksa pelaku usaha yang bermasalah untuk datang
memenuhi panggilan. Dan putusan BPSK pun tidak
otomatis berkekuatan hukum tetap. Tetap saja harus
disahkan terlebih dahulu oleh Pengadilan Negeri setempat.
1. memberikan saran dan rekomendasi kepada pemerintah dalam rangka penyusunan kebijakan di
bidang perlindungan konsumen;
2. melakukan penelitian dan pengkajian terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku di
bidang perlindungan konsumen;
3. melakukan penelitian terhadap barang dan/atau jasa yang menyangkut keselamatan konsumen;
4. mendorong berkembangnya lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat;
5. menyebarluaskan informasi melalui media mengenai perlindungan konsumen dan memasyarakatkan
sikap keberpihakan kepada konsumen;
6. menerima pengaduan tentang perlindungan konsumen dari masyarakat, lembaga perlindungan
konsumen swadaya masyarakat, atau Pelaku Usaha; dan
7. Melakukan survei yang menyangkut kebutuhan konsumen.[12]
8. BPKN diharapkan menjadi mediator dalam penyelesaian kerugian yang dialami siapa pun. BPKN
awalnya memang fokus di bidang ekonomi. Perannya sangat strategis dalam mewujudkan kesetaraan
produsen dan konsumen dalam pembangunan ekonomi yang adil dan berkelanjutan. Juga sangat
relevan dengan situasi saat ini, dalam mencari solusi makin maraknya hoaks sehingga pemerintah
bisa fokus menjalankan tugas rutin lainnya. Pemberdayaan lembaga yang ada sesuai UU menjadi
solusi terbaik daripada membentuk lembaga adhoc sebagai reaksi sesaat. Rencana Satuan Tugas
Anti-Hoax belum tentu bisa menyelesaikan masalah secara berkelanjutan karena perlu disiapkan
mekanisme hukumnya.
1. Disamping BPKN pemerintah juga mengakui adanya lembaga perlindungan konsumen
swadaya masyarakat. Lembaga perlindungan yang dibentuk oleh masayarakat ini
harus memenuhi syarat yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Lembaga Perlindungan
Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM) tetap harus didaftarkan dan mendapat
pengakuan dari pemerintah, dengan tugas-tugas yang masih harus diatur dengan
Peraturan pemerintah.
2. Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM) memiliki
kesempatan untuk berperan aktif dalam mewujudkan perlindungan konsumen.
3. Kehadiran LPKSM dalam suatu Negara sangat penting untuk memberikan
perlindungan terhadap konsumen. LPKSM sebagai arus bawah yang kuat dan
tersosialisasi secara luas di masyarakat dan sekaligus secara refresentatif dapat
menampung dan memperjuangkan aspirasi konsumen. Arus bawah tersebut sebelum
diundangkan Undang-Undang Perlindungan Konsumen diperankan oleh Yayasan
Lembaga Perlindungan Konsumen Indonesia (YLKI). Sebalikya, BPKN sebagai arus
atas memiliki kekuasaan yang secara khusus diberikan undang-undang untuk
mengurusi perlindungan konsumen.[
TUGAS LPKSM MELIPUTI :