Anda di halaman 1dari 10

Sejarah

kerajaan
Aceh
Darussalam
Kelompok 2 (7-12&38)
Aulia Kurnia Dhea Adelia

Bagus Dwi Dhimas Maulana

Cindy Anisa Vastia Velonie

Duarte Sebastian
Sejarah Kesultanan Aceh
Darussalam

Raja pertama yang menduduki tahta Kesultanan Aceh Darussalam adalah Sultan Ali
Mughayat Shah atau Raja Ibrahim. Selama 14 tahun (1514-1528 ), ia memerintah di
kerajaan yang merupakan gabungan Kerajaan Lamuri dan Kerajaan Aceh ini. Kesultanan
Aceh Darussalam memang terlahir dari fusi dua kerajaan tersebut. Menurut Kitab
Bustanussalatin karya Nuruddin Ar Raniri yang ditulis tahun 1636, kala itu Raja Lamuri
menikahkan Ali Mughayat Shah dengan putri raja Aceh. Dari ikatan pernikahan ini, kedua
kerajaan di tanah rencong tersebut meleburkan kekuasaan dan melahirkan Kesultanan
Aceh Darussalam. Sebagai pemimpinnya adalah seorang sultan dan dimandatkan kepada
Ali Mughayat Shah. Kesultanan Aceh Darussalam sejak berdiri telah melandaskan asas
negara dengan ajaran Islam. Oleh sebab itu, kerajaan ini menjadi sebuah kerajaan Islam
alias kesultanan yang berkembang seiring mulai meredupnya pamor kerajaan-kerajaan
bercorak Hindu-Buddha di Nusantara.
Era kejayaan
Kesultanan Aceh Darussalam mengalami masa kejayaan ketika dipimpin oleh
Sultan Iskandar Muda atau Sultan Meukuta Alam pada 1607-1636 M. Iskandar
Muda adalah seorang pemimpin yang tegas terhadap penjajah untuk melindungi
wilayah dan rakyatnya. Suatu hari, Raja James I dari Inggris meminta kepada Sultan
Iskandar Muda agar diperbolehkan berdagang di wilayah kekuasaan Kesultanan
Aceh Darussalam. Permohonan itu tertulis dalam surat berangka tahun 1615
masehi. Namun, Sultan Sultan Iskandar Muda dengan tegas menolak. Ia paham
betul mengenai misi Inggris di Aceh, yakni ingin menguasai seluruh sumber daya
yang ada. Penolakan serupa dialami pula oleh Portugis dan Belanda yang ingin
menanamkan pengaruh di bumi Serambi Mekah. Berada di bawah komando Sultan
Iskandar Muda, Aceh memiliki kekuatan militer yang kuat. Wilayah kekuasaannya
sangat luas.
Era Kejayaan Kesultanan
Aceh Darussalam
Menurut buku Aceh Sepanjang Abad (1981) tulisan Mohammad Said, di masa itu Kesultanan
Aceh Darussalam mencoba merangkul negeri-negeri dan pelabuhan sekitar Selat Malaka agar
jangan sampai tergoda dengan bujukan bangsa-bangsa asing. Dari sisi perdagangan, harga hasil
bumi tidak dipatok rendah untuk menyokong perekonomian kerajaan. Di samping itu, dibangun
pula bandar dagang utama didirikan dan dilakukan pengawasan untuk pergerakan orang-orang
asing. Luasnya wilayah kekuasaan di era Sultan Iskandar Muda meliputi negeri sekitar
Semenanjung Malaya, termasuk Johor, Malaka, Pahang, Kedah, Perak, sampai Patani (Thailand
bagian selatan). Sebagian besar Sumatera juga telah dikuasai. Itu semua tidak lepas dari
penaklukkan yang dilakukan Kesultanan Aceh Darussalam. Angkatan perangnya, terutama
angkatan laut, telah dilengkapi kapal-kapal canggih di masanya. Kapal-kapal perang ini memiliki
meriam yang siap dimuntahkan ketika bertemu musuh. Angkatan darat memiliki puluhan ribu
prajurit, pasukan kuda, dan pasukan gajah. Kekuatan Kesultanan Aceh Darussalam kala itu
sangat diperhitungkan. Portugis sudah menyerah lebih lebih dahulu. Belanda yang datang
kemudian, akhirnya memilih wilayah lain seperti Jawa dan Maluku. Inggris pun demikian yang
semakin sulit masuk ke Aceh.
Keruntuhan & Peninggalan Kesultanan Aceh Darussalam

Sepeninggal Sultan Iskandar Muda yang wafat pada 27 Desember 1636, seperti
dikutip dari laman Pemprov Aceh, Kesultanan Aceh melemah di tangan penerus-
penerusnya. Kesultanan Aceh perlahan merosot wibawanya dan mulai terpengaruh
oleh bangsa lain. Bangsa Barat mulai menguasai Aceh dengan penandatanganan
Traktat London dan Traktat Sumatera. Pada 26 Maret 1873, Belanda menyatakan
perang dengan Kesultanan Aceh dan terjadilah Perang Sabi selama 30 tahun. Banyak
jiwa yang menjadi korban. Akhirnya Sultan Aceh terahir, Sultan Muhammad Daud
Syah, mengakui kedaulatan Belanda di Aceh. Sejak saat itu, wilayah Aceh masuk
secara administratif ke dalam Hindia Timur Belanda (Nederlansch Oost-Indie) yang
kemudian menjelma sebagai Hindia Belanda, cikal-bakal Indonesia Sisa-sisa
peninggalan Kesultanan Aceh Darussalam masih ada yang bertahan hingga sekarang.
Beberapa di antaranya adalah Masjid Raya Baiturrahman di Banda Aceh, Taman Sari
Gunongan, Benteng Indra Patra, dan meriam Kesultanan Aceh. Di samping itu ada
pula Masjid Tua Indrapuri, makam Sultan Iskandar Muda, uang emas Kerajaan Aceh,
stempel cap Sikureung, kerkhof, pedang Aman Nyerang, dan berbagai naskah karya
sastra.
Peninggalan

Benteng Indra Patra

Masjid Raya
Baiturrahman
Peninggalan

Makam Sultan
Iskandar Muda

Meriam Kesultanan Aceh


TAMBAHAN

Sejarah Kesultanan Aceh Darussalam mengalami masa kejayaan pada


era Sultan Iskandar Muda (1607-1636 Masehi). Kala itu, kerajaan
bercorak Islam yang berpusati Kutaraja Bandar Aceh Darussalam
(Banda Aceh) ini memiliki wilayah kekuasaan yang luas dan angkatan
perang yang kuat. Aceh memiliki sejarah panjang sebagai salah satu
lokasi kerajaan Islam awal di Nusantara. Di tanah rencong, pernah
berdiri Kerajaan Samudera Pasai (1272-1450 M) dan Kesultanan Aceh
Darussalam (1516-1700 M) yang berlokasi strategis di Semenanjung
Malaya.
Thanks

Anda mungkin juga menyukai