Anda di halaman 1dari 14

Diskusi 4

Delik Adat
Kelompok 5

Annisa Safira
Mario Christy Anugrah
Sonya Dameria
Pokok Bahasan

• Pokok Bahasan Delik Adat :

Pengertian Delik Lahirnya Delik Sifat Pelanggaran


Adat  Adat Hukum Adat

Kedudukan Petugas Hukum Lapangan


Individu Dalam Untuk Perkara Berlakunya
Masyarakat Adat Hukum Delik
Adat
Pengertian Delik Adat
• Ter Haar mengartikan suatu delik itu sebagai tiap-tiap gangguan dari keseimbangan, tiap-
tiap gangguan pada barang-barang materiil dan immaterial milik hidup seorang atau
kesatuan (persatuan) orang-orang, yang menyebabkan timbulnya suatu reaksi adat.
• Secara singkatnya Ter Haar mengatakan untuk dapat disebut delik perbuatan itu harus
mengakibatkan kegoncangan dalam neraca keseimbangan masyarakat dan kegoncangan
ini tidak hanya terdapat apabila peraturan-peraturan hukum dalam suatu masyarakat
dilanggar, melainkan juga apabila norma-norma kesusilaan, keagamaan dan sopan santun
dalam masyarakat dilanggar.
• Soerojo Wignjodipoero berpendapat delik adalah suatu tindakan yang melanggar
perasaan keadilan & kepatutan yang hidup dalam masyarakat, sahingga menyebabkan
terganggunya ketentraman serta keseimbangan masyarakat guna memulihkan kembali,
maka terjadi reaksi-reaksi adat. Jadi, hukum delik adat adalah keseluruhan hukum tidak
tertulis yang menentukan adanya perbuatan-perbuatan pelanggaran adat beserta segala
upaya untuk memulihkan kembali keadaan keseimbangan yang terganggu oleh perbuatan
tersebut.
Pengertian Delik Adat
• Van Vollenhoven berpendapat, Delik Adat merupakan perbuatan yang tidak boleh
dilakukan, walaupun pada kenyataannya peristiwa atau perbuatan itu hanya sumbang
(kesalahan) kecil saja
Jadi Dapat Disimpulkan!
• Delik adat merupakan tindakan melanggar hukum, tapi tidak semua pelanggaran hukum
merupakan perbuatan pidana (delik) melainkan perbuatan yang tidak boleh dilakukan
walaupun dalam kenyataannya peristiwa atau perbuatan itu hanya merupakan kesalahan
yang kecil saja. Melanggar perasaan keadilan dan kepatutan yang hidup dalam
masyarakat, sehingga menyebabkan terganggunya ketentraman serta keseimbangan
masyarakat guna memulihkan kembali, maka terjadi reaksi-reaksi adat.
• Reaksi adat yang timbul bermaksud mengembalikan ketentraman magis yang diganggu
kemudian meniadakan atau menetralisasikan suatu keadaan sial yang ditimbulkan oleh
suatu pelanggaran adat.
Lahirnya Delik Adat

Lahirnya delik adat itu tidak berbeda dengan lahirnya tiap peraturan hukum yang tidak
tertulis. Suatu peraturan mengenai tingkah laku manusia pada suatu waktu mendapat sifat
hukum, apabila suatu ketika petugas hukum yang bersangkutan mempetahankannya
terhadap orang yang melanggar peraturan itu atau pada suatu ketika petugas hukum yang
bersangkutan bertindak untuk mencegah pelanggaran itu. Bersamaan dengan saat
peraturan itu memperoleh sifat hukum, maka pelanggarannya menjadi pelanggaran hukum
adat serta pencegahannya menjadi pencegahan pelanggaran hukum adat dan dengan
timbulnya pelanggaran hukum adat itu, lahirlah sekaligus juga delik adat, sehingga
pencegahannya menjadi pencegahan delik adat.
Hukum delik adat bersifat bergerak (dinamis) artinya suatu perbuatan yang tadinya
bukan delik pada suatu waktu dapat dianggap delik oleh hakim (kepala adat) karena
menentang tata tertib masyarakat sehingga perlu ada reaksi (upaya) adat untuk
memulihkan kembali. Maka daripada itulah hukum delik adat akan timbul, seiring
berkembang dan lenyap dengan menyesuaikan diri dengan perasaan keadilan masyarakat
Sifat Pelanggaran Hukum Adat
Hukum adat tidak mengadakan perpisahan antara pelanggaran hukum yang mewajibkan
tuntutan memperbaiki kembali hukum di dalam lapangan hukum pidana dan pelanggaran
hukum yang hanya dapat dituntut di lapangan perdata, maka petugas hukum (kepala adat)
mengambil tindakan yang konkrit (reaksi adat) guna membetulkan hukum yang dilanggar
itu.
Pembetulan hukum yang dilanggar dapat memulihkan kembali keseimbangan yang
semula dan dapat berupa sebuah tindakan saja. Mengingat sifatnya pelanggaran perlu
diambil beberapa tindakan. Contohnya :
1. Membayar hutang uang yang telah di pinjam
2. Membayar uang adat atau korban kepada persekutuan hukum yang bersangkutan.
Hal ini dimaksudkan agar masyarakat menjadi bersih dan suci kembali atau agar
mengembalikan keseimbangan yang telah terganggu tadi. Ukuran yang dipakai oleh hukum
adat untuk menentukan dalam hal manakah para petugas hukum harus bertindak atas
inisiatif sendiri dan dalam hal mana mereka hanya akan bertindak atas permintaan orang
yang bersangkutan, tidak selalu sama dengan ukuran hukum Barat
Lapangan Berlakunya Delik
*Lebih dahulu harus diketahui, bahwa perkara delik adat itu dapat bersifat :
1. Melulu delik adat – misalnya pelanggaran peraturan-peraturan exogami,
pelanggaran peraturan panjerat atau peraturan-peraturan khusus adat lainnya.
2. Disamping delik adat, juga bersifat selik menurut KUHP – misalnya delik-delik
terhadap harta kekayaan seseorang, menghina seseorang dan lain sebagainya.
Delik adat ini lambat laun mendapat sifat yang tetap, apabila setelah ada putusan
pertama dari petugas hukum tersebut, berturut-turut terjadi perbuatan serupa serta
perbuatan-perbuatan yang menyebabkan diambilnya putusan-putusan serupa dari pihak
petugas hukum yang bersangkutan.
Gambaran Kits van Heijningen tentang perkembangan reaksi adat itu adalah jika reaksi
adat yang semula merupakan balas dendam semata-mata, akhirnya berkembang menjadi
suatu sistem “hukuman” yang dijatuhkan oleh para petugas hukum. Menurut para ahli
Barat bahwa pekembangan hukum adat delik di Indonesia (Timur) sejarahnya akan sama
dengan perkembangan hukum pidana di Eropa Barat. Namun pada dasarnya bahwa
perkembangan hukum yang bersangkutan adalah sangat berbeda.
Petugas Hukum Untuk Perkara Adat
• Menurut Undang-Undang Darurat No. 1/1951 yang mempertahankan ketentuan-
ketentuan dalam Ordonansi tanggal 9 Maret 1935 Staatsblad No.102 tahun 1955,
Staatsblad No. 102/1945 -- Hakim perdamaian desa diakui berwenang memeriksa segala
perkara adat, termasuk juga perkara delik adat. Delik-delik adat merupakan delik menurut
KUH Pidana. Pada akhirnya rakyat desa perlahan telah menerima dan menganggap sebagai
suatu yang wajar bila yang bersalah itu diadili serta dijatuhi hukuman oleh hakim
pengadilan Negeri dengan pidana yang ditentukan oleh KUH Pidana.
• Rakyat desa sendiri menuntut supaya usaha-usaha yang diharuskan oleh hukum adat
dijalankan juga untuk memulihkan kembali perimbangan masyarakat adat. Dalam hal
ini, hakim perdamaian desa berwenang setelah Pengadilan Negeri menjatuhkan
hukuman kepada orang yang bersalah dan menghukum orang itu untuk
menyelenggarakan usaha-usaha adat yang diwajibkan, seperti : meminta maaf secara
adat, selamatan guna pembersihan dusun dari kotoran batin yang disebabkan oleh
perbuatannya dan lain sebagainya. Upaya-upaya adat dilakukan guna memulihkan
keseimbangan masyarakat ini adalah bukan pidana.
Petugas Hukum Untuk Perkara Adat
• Hakim menetapkan bahwa sesuatu perbuatan adalah bertentangan dengan hukum adat,
dinyatakan dalam Pasal 26 ayat 3 dari ordonansi “Inheemsche recht spraak” Staatsblad
1932 No. 80 menyatakan, bahwa siapa pun tidak boleh dihukum terhadap perbuatan yang
pada waktu perbuatan itu dilakukan, tidak diancam dengan pidana oleh hukum adat atau
oleh peraturan undang-undang. Dimaksudkan dalam pasal tersebut bahwa hakim
pengadilan adat tidak boleh menghukum suatu perbuatan, yang pada saat perbuatan itu
dilakukan tidak ada anggapan rakyat, bahwa perbuatan itu menentang hukum.
• Menurut Ragawino, dengan adanya hukum pidana dan perdata barat sejatinya
meringankan tugas hakim perdamaian adat, dimana masyarakat rela jika permasalahan
yang terjadi diselesaikan dalam undang-undang tersebut, namun hal ini mengurangi
substansi dari Undang-Undang Darurat No. 1/1951 yang mempertahankan ketentuan-
ketentuan dalam Ordonansi tanggal 9 Maret 1935 Staatsblad No. 102 tahun 1955,
Staastblad No. 102/1945 maka hakim perdamaian desa diakui berwenang memeriksa
segala perkara adat, termasuk juga perkara delik adat.
Petugas Hukum Untuk Perkara Adat
• Mengenai kewajiban petugas hukum adat, hakim tidak boleh mengadili terus menurut perasaan, ia
adalah terikat kepada nilai-nilai yang berlaku secara obyektif di dalam masyarakat. Hakim juga terikat
kepada keputusanya sendiri, artinya dalam hal-hal yang serupa ia harus memberi keputusan yang
serupa pula. Tetapi dalam hal ini, harus diperhatikan bahwa ia harus menghormati dan terikat juga
kepada system hukum Indonesia yang tidak mengenal dasar “Precedent” seperti yang berlaku di
Inggris dan Amerika.
• Van Vollenhoven menegaskan, bahwa hakim adalah berwenang bahkan berkewajiban untuk
menambah hukum adat berdasarkan atas pertimbangan, bahwa perubahan yang cukup besar di dalam
situasi kehidupan rakyat menghendaki dibentuknya peraturan hukum baru. Peradilan menurut hukum
adat adalah :
1. Meneruskan dengan rasa tanggung jawab, pembinaan segala hal yang telah terbentuk sebagai
hukum di dalam masyarakat. Jika tidak ada penetapan terhadap soal yang serupa atau jika
penetapan pada waktu yang lampau tidak dapat dipertahakan, maka hakim harus memberi putusan
yang menurut keyakinannya akan berlaku sebagai keputusan hukum di dalam daerah hukumnya
hakim itu. Hakim harus memberi bentuk kepada apa yang dikehendaki oleh system hukum, oleh
kenyataan social dan oleh syarat kemanusiaan sebagai peraturan hukum
2. Peradilan berdasarkan hukum adat membutuhkan hakim-hakim yang besar rasa tanggung jawabnya,
yang berbudi luhur.
Petugas Hukum Untuk Perkara Adat
• Hukum Adat hanya mengenal satu prosedur dalam hal penuntutan, baik untuk Perdata
maupun Pidana (kriminil)
• Yang melaksanakan juga dua pejabat saja yakni
1. Kepala Adat
2. Hakim Perdamaian Desa atau Hakim Pengadilan Negeri
Untuk semua pelanggaran Hukum Adat,
Hakim adat yang bertugas pada peradilan adat, dalam melaksanakan tugasnya harus :
1. berpegangan pada hukum tertulis yang telah disiapkan sebelumnya
2. berdasarkan adat istiadat yang sudah pernah diputuskan oleh para petugas hukum
sebelumnya
3. harus menggali hukum yang hidup dalam masyarakat, yang sesuai dengan kesadaran
hukum masyarakat, atau yang sesuai dengan rasa keadilan yang tumbuh dalam
masyarakat.
Kedudukan Individu Dalam Masyarakat
Kedudukan individu dalam masyarakat ( depngaruhi oleh beberapa aliran) :

1. Aliran Pikiran Barat, terutama yang bersifat liberalis, bercorak rasonalis dan
intelektual. Menurut aliran pikiran itu, maka  agama, ekonomi, kesenian, olah raga dan
sebagainya. Mempunya lapangan yang sendiri sendiri yang satu terlapas dengan yang
lainya.
2. Alam Pikiran Tradisonal indonesia (Timur) bersifat kosmis, meliputi segalanya
sebagai kesatuan (totaliter). Umat manusia adalah sebagian dari alam semesta ; tidak
ada pemisahan dari berbagai macam lapangan hidup ; tidak ada pemisan antara dunia
lahir dan dunia ghaib serta tidak ada pemisan antara manusia dengan makluk lainya
dimuka bumi ini. Segala sesuatunya bercampur-baur, bersangkut-paut, jalin-menjalin,
dan manusia bertalian dengan segala sesuatu yang bereksistensi di dalam alam
semesta.
Kedudukan Individu Dalam Masyarakat
* Perbedaan besar antara aliran pikiran Barat yang berasaskan liberalisme dan aliran
pikiran tradisonal indonesia, mengenai kedudukan orang di dalam masyarakat.
a. Menurut Aliran Liberalis, tiap-tiap individu merupakan pusat kepentingan hukum,
sehingga nyawanya, kemerdekaannya dan harta bendanya harus dilindung sebaik-
baiknya oleh negara.
b. Bagi dunia Indonesia segala pokok pelanggaran hukum adalah individu
saja, malinkan masyarakat persekutuan; dan penting tidaknya orang seorang
tergantung kepada fungsinya didalam persekutuan.

Organisasi masyarakat tradisonal  di tujukan kepada peliharaan keseimbangan tersebut


di atas, merintangi jalan organisasi masyarakat merupakan pelanggran hukum yang
berat, sedangkan pelangran-pelangaran hukum hanya merugikan kepentingan orang
perseorangan sema tidak menggangu jalanya organisasi lain yang hidup di dalm
masyarakat.
Sekian dan Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai