Anda di halaman 1dari 119

PEMICU 3

KELOMPOK 11
BLOK HEMATOLOGI
UNIVERSITAS TARUMANAGARA
Tutor : dr. Niko
Ketua : Alisa Melyani
Sekretaris : Suharlyn Putri Arnelia
Penulis : Nicholas Hugo
Anggota :
1. Syafiranoor
2. Elsiana Laurencia
3. Vonny Verania Khuangga
4. Sebastian Chendra
5. Citra Dewi
6. Gilda
7. Andika Ghifari
8. Dewi Rahayu
9. Mochammad Karuniawan
Unfamiliar Terms
1. G-6PD : suatu enzim yang berperan dalam
proses pembentukan & perombakan sel darah
merah serta mencegah hemolisis eritrosit.
2. Coomb’s test : tes antibodi untuk mendeteksi
adanya antibodi eritrosit & anti-antibodi
eritrosit dalam serum.
3. Bilirubin : pigmen kuning yang berasal dari
perombakan heme dari hemoglobin akibat
perombakan eritrosit oleh sel RE.
Perumusan masalah
1. Mengapa dokter menanyakan jenis obat tertentu yang dikonsumsi
oleh pasien?
2. Apakah ada hubungan pergi ke tempat tertentu dengan penyakit
yang dialaminya?
3. Apa hubungan golongan darah dengan penyakit kuning?
4. Apa bedanya penyakit kuning sewaktu bayi dengan penyakit kuning
pada kondisinya sekarang?
5. Apakah penyakit kuning herediter?
6. Apa yang menyebabkan anak ini pucat, ikterus dan urin berwarna
seperti teh?
7. Apa kegunaan pemeriksaan lab yang dilakukan?
8. Apa penyebab ikterus sewaktu lahir?
Curah pendapat
1. Kemungkinan pasien mengalami drug induced / AIHA
(contoh obat: sefalosporin, dapsone, levodopa,
metildopa, NSAID dll)
2. Ada, karena pasien pergi ke daerah endemis malaria.
3. Karena adanya gol. darah ABO & Rh sehingga terjadi
aktivitas antibodi-antigen yang menyebabkan hemolisis
eritrosit.
4. Tergantung etiologi seperti; ikterus dapat terjadi pada
bayi dengan anemia hemolitik, perbedaan gol darah dgn
ibu, penyakit hati (tidak bisa mengkonjugasi bilirubin)
Curah pendapat
5. Bisa
6. Pucat: kadar eritrosit menurun, ikterus: kadar
bilirubin dalam darah naik, urin berwarna teh:
hemolisis intravaskular tinggi.
7. Coomb’s test: mengetahui adanya antigen pada
eritrosit & plasma. G-6PD: mengetahui kadar enzim G-
6PD pada membran eritrosit. Bilirubin test:
mengetahui kadar bilirubin dalam darah.
8. Hati bayi kurang baik/belum berkembang  eliminasi
bilirubin dalam darah kurang baik (>7 hari)
Mind Map
DEFINISI
DEFINISI

KOMPLIKASI
KOMPLIKASI KLASIFIKASI
KLASIFIKASI

EPIDEMIOLOGI
EPIDEMIOLOGI &
& ETIOLOGI
ETIOLOGI &
&
PREVALENSI
PREVALENSI MALARIA
MALARIA

ANEMIA
HEMOLITI
K

DIAGNOSIS
DIAGNOSIS PATOGENESIS
PATOGENESIS
BANDING
BANDING

PENATALAKSANAAN
PENATALAKSANAAN GEJALA
GEJALA KLINIK
KLINIK

PEMERIKSAAN
PEMERIKSAAN
(PENUNJANG &
(PENUNJANG &
LAB)
LAB)
Learning Objectives
1. MM definisi anemia hemolitik
2. MM klasifikasi anemia hemolitik
3. MM etiologi anemia hemolitik
4. MM patogenesis anemia hemolitik
5. MM gejala klinik anemia hemolitik
6. MM pemeriksaan anemia hemolitik
7. MM tatalaksana anemia hemolitik
8. MM diagnosis banding anemia hemolitik
9. MM epidemiologi & prevalensi anemia hemolitik
10. MM komplikasi anemia hemolitik
11. MM metabolisme bilirubin
12. MM malaria
LO 1

MM DEFINISI ANEMIA HEMOLITIK


Definisi
• Anemia hemolitik adalah anemia yang disebabkan oleh proses
hemolisi (pemecahan eritrosit dalam pembuluh darah
sebelum watunya)
hematologi klinik ringkas, Prof.Dr.I.Made Bakta
• Anemia hemolitik adalah anemia yang diakibatkan oleh
peningkatan kecepatan destruksi eritrosit karena hiperplasia
eritropoiesis dan perluasan anatomik pada sumsum tulang
kapita selekta hematologi, A. V. Hoffbrand, P. A . H. Moss
LO 2

MM KLASIFIKASI ANEMIA HEMOLITIK


Klasifikasi Anemia Hemolitik
• Berdasarkan penyebab dapat diklasifikasikan
menjadi 2 golongan besar:
1. Anemia hemolitik karena faktor di dalam eritrosit
sendiri (intrakorpuskuler) yang sebagian besar
bersifat herditer-familier.
2. Anemia hemolitik karena faktor di luar eritrosit
(ekstrakorpuskuler) yang sebagian besar bersifat
di dapat.
Intravaskular Ekstravaskular
Herediter : Didapat :
Membran Imun
a. Hereditary spherocytosis Autoimun
b. Hereditary elliptocytosis - Warm Antibody Type
c. Heredity stomatocytosis - Cold Antibody Type

Metabolisme Aloimun
d. Defek pada jalur heksosemonofosfat - Hemolytic transfussion reactions
defisiensi G-6PD (glucose-6 posphate - Hemolytic disease of new born
dehydrogenase) - Allograft (khususnya transfusi sumsum
e. Defek pada jalur Embden-mayerhoff tulang)
defisiensi piruvat-kinase
f. Nucleotide enzyme defect Drug Assosiated

Hemoglobin Sindrom Fragmentosit eritrosit


g. Hemoglobinopati struktural (kelainan - Cangkok arteri (graft arteri)
struktur asam amino pada rantai alfa atau - Katup jantung (buatan)
beta : HbC, HbD, HbE, HbS, unstable Hb, dll)
h. Sindrom thalassemia (gangguan sintesis Mikroangiopati
rantai alfa atau beta) thalassemia alfa, - Purpura trombositopenik trombotik
beta, dll - Sindrom hemolitik uremik
i. Heterosigot ganda hemoglobinopati Dan - Disseminated intravascular coagulation
thalassemia HbE, dll (DIC)
- Pre-eklampsia
Didapat : Bahan kimia dan Fisik
Paroxysmal nocturnal hemoglobinuria (PNH) Obat, bahan kimia dan rumah tangga, luka
bakar luas
Hipersplenisme
LO 3

MM ETIOLOGI ANEMIA HEMOLITIK


Etiologi Anemia Hemolitik
• Gangguan Intrakorpuskular
• Gangguan Intrakrpuskuler-Didapat
Gangguan Intrakorpuskular
Anemia Hemolitik Herediter-Membran

1. Sferositosis herediter
2. Hereditary elliptocytosis
3. Heredity stomatocytosis
Sferositosis herediter
• Disebabkan oleh mutasi spontan (25%)
• Diwariskan sebagai sifat dominan autosomal
• Defek selular primer berkurangnya luas permukaan
membran relatif terhadap volume intraselular sel eritrosit.
• Defek molekular terjadi pada → satu atau lebih protein
sitoskleletal sel darah merah yang terdiri dari spektrin,
ankirin, band 3 protein, dan protein 4
• Sel yang mengalami defek selular disebut sferosit→
kerapuhan osmotiknya meningkat dan kurang lentur →
pada akhirnya tidak mampu melalui mikrosirkulasi limpa
dan mati sblm waktunya
Sferositosis herediter
• Bentuk normal dari eritrosit adalah bikonkav
• Bentuk normal eritrosit mudah berubah bentuk untuk
memasuki pembuluh darah secara efektif
• Pada sferositosis, eritrosit sangat bulat dan sulit untuk
berubah bentuk
• Tidak mampunya eritrosit berubah bentuk membuat eritrosit
sulit untuk melewati pembuluh darah.
• Kekurangan spectrin, ankyrin, atau protein 3  tidak
menyatukan dalam interaksi vertikal dari kerangka lipid bilayer
dan hilangnya microvesicles membran
• Hilangnya luas permukaan membran tanpa kehilangan
proporsional sel vlume menyebabkan sphering dari sel darah
merah.
• Cacat pada stabilisasi vertikal lapisan ganda fosfolipid
pemisahan membran RBC  dari spectrin yang -
bilayer fosfolipid

• Bagian dari fosfolipid vesikel bentuk bilayer hilang


dari permukaan RBC  penurunan luas permukaan
dan sferositosis.
Gambar 1. Sitoskeleton membran sel darah merah dan perubahannya
menjadi sferositosis.
Kalasifikasi Sferositosis Herediter
Klasifikasi Ringan Sedang Berat

Insidens (%) 20-30 50-60 5-7

Hb (g/dL)
11-15 8-12 6-8
Retikulosit (%) 3-6 >6 >10

Bilirubin (mg/dL) 1-2 >2 >3

Transfusi darah Tidak Kadang diperlukan Rutin

Splenektomi Biasanya tidak Kadang diperlukan Ya


diperlukan
Eliptositosis Herediter
• Gambaran klinis dan lab hampir sama dengan
Sferositosis Herediter, tetapi kelainan secara klinis
biasanya lebih ringan. Defek dasarnya adalah
kegagalan heterodimer spektrin gagal bergabung
untuk membentuk heterotetramer.
• Sebabkan perubahan membran sel akibat kegagalan
pembentukan skeleton  sel darah merah berbentuk
elips  mudah terjadi hemolisis  anemia hemolitik

• Heterodimer = Spektrin alfa + Spektrin Beta


• Heterotetramer = Gabungan Heterodimer
Eliptositosis Herediter
Patogenesis :

Ditandai : kelemahan scr mekanis ↑ fragilitas osmotik eritrosit

Gangg sintesis protein spectrin α dan


β, protein 4.1 , glicophoryn C
pembentuk membran eritrosit
Metabolisme
1. Defisiensi G-6PD (glucose-6 posphate
dehydrogenase)
2. Defek pada jalur Embden-mayerhoff
defisiensi piruvat-kinase
3. Defek Nukleotida enzim
Defisiensi G6PD
• Fungsi G6PD :
– Untuk melepaskan NADP
– NADP diubah menjadi NADPH
– Satu-satunya sumber NADPH dalam eritrosit (NADPH untuk
produksi glutation tereduksi).
– diperlukan dalam HMP-Shunt untuk glikolisis anaerob
• Ketika terjadi defisiensi G6PD, glutation
tereduksi tidak terbentuk, sehingga eritrosit tdk
terlindungi dari stress oksidan.
• Defisiensi G6PD mengganggu sintesis NADPH
dan GSH
Proses pembentukan GSH
• G6PD mereduksi NADP  NADPH + H+
• Glutathione reductase & H+ mereduksi
glutathione (GSSG)  reduced
gluthathione (GSH)
• Glutathione peroksidase mereduksi H2O2
 H2O
• H2O2 merupakan oksidator kuat yang
dapat menyebabkan stress oksidatif, yaitu
kerusakan membran sel darah merah dan
pembentukan heinz bodies (kumpulan Hb
rusak pada sel darah merah)
• Glutathione berfungsi sebagai
antioksidan endogen yang mencegah
terjadinya stress oksidatif pada sel darah
merah
Pencetus defisiensi G6PD
• Infeksi dan penyakit akut lainnya
– Ketoasidosis diabetik
• Obat
– Antimalaria (primakuin, pamakuin, klorokuin, maloprim,
fansidar)
– Sulfonamida dan sulfon (misaldapson, kortrimoksasol)
– Obat anti bakterial lain ( nitrofuran, kloramfenikol)
– Analgesik (aspirin) dosis sedang cukup aman
– Obat cacing (beta naftol, stibofen)
– Analog vit K, naftalen dsb
Defek pada jalur Embden-mayerhoff
Defisiensi Piruvat-Kinase
• Kelainan autosomal resesif
• Eritrosit jadi kaku akibat berkurangnya pembentukan ATP pada
SDM non retikulosit sehingga influks dan efluks terganggu
• Lebih mudah didestruksi oleh limpa
• Gejala dan tanda
• Anemia (hb 4-10 g/dL)
• Ikterus
• Splenomegali
• Peningkatan bilirubin indirek
• Batu empedu
• Penonjolan os frontalis
Gangguan Hemoglobin (Hemoglobinopati)

• Sekelompok kelainan herediter yang ditandai gangguan


pembentukan hemoglobin. Dibagi menjadi :
• Hemoglobinopati struktural
– Terjadi perubahan struktur hemoglobin (kualitatif) karena
substitusi satu asam amino atau lebih pada salah satu rantai
peptida Hb.
• Thalassemia
– Penurunan kecepatan sintesis atau absennya pembentukan
satu atau lebih rantai globin sehinga mengurangi sintesis
hemoglobin normal (kuantitatif)
Hemoglobinopati
• Adalah sekelompok kelainan herediter yang
ditandai oleh gangguan pembentukan molekul
hemoglobin.
• Dibagi 2 gol besar:
– Hemoglobinopati struktural (Hb Varian)
– Thalassemia
Hb Varian
• Merupakan kelainan kualitatif akibat terdapatnya urutan asam amino
yang abnormal pada salah satu atau lebih rantai polipeptida globin
• Subtitusi di dalam rantai globin dpt menyebabkan:
– Perubahan kelarutan
– Perubahan kemampuan menahan oksidasi
– Instabilitas
– Peningkatan kerentanan membentuk methemoglobin
– Peningkatan atau penurunan afinitas oksigen
• Contohnya:
– Hb E
– Hb S
– Hb C
Hb E
• Terjadi karena perubahan rantai beta dimana asam
amino glutamine no. 28 diganti dengan lysine.
– Homozigot
• Terjadi anemia ringan-sedang
• Hipokromik mikrositer
• MCV rendah (60-70fL)
• Pemeriksaan elektroforesis: HbE tinggi, HbF normal (<5%)
– Heterozigot
• Asimptomatik
• Seringdijumpai dalam bentuk heterozigot ganda dg thalassemia/
HbE-Thalassemia, yg gambaran kliniknya sama dg thalassemia β
HB S
• Timbul karena mutasi satu kodon pada gen
beta, yaitu adenine (A) diganti dengan
thymine (T) sehingga menghasilkan as am
glutamic acid yang seharusnya valine
• Homosigot: anemia sel sabit
• Heterosigot: ganda dengan Hbpati lain (HbC)
atau thalassemia
Anemia Sel Sabit
• HbS pada tekanan oksigen yang rendah bersifat tidak
larut, mengalami presipitasi(sikling) sehingga
menyebabkan perubahhan bentuk eritrosit, seperti
bulan sabit.
• Karena bentuknya yang tidak cakram bikonkaf, eritrosit
menjadi susah melalui kapiler dan menyebabkan
penyumbatan pembuluh darah (vasooksklusi)
• Keadaan yg memicu peningkatan pembentukan sel
sabit:
– Tegangan oksigen yg rendah (hipoksia)  prepatasi/ sickling
– Penurunan pH (asidosis)
– Peningkatan suhu tubuh (demam)
Thalassemia
• Suatu kelainan genetik yang sangat beraneka
ragam yang ditandai oleh penurunan sintesis
rantai α atau β dari globin
• Thalassemia terdapat 2 tipe :
Thalassemia alfa : penurunan sintesis rantai alfa
• Thalassemia beta : penurunan sintesis rantai
beta (thalassemia delta-beta, ∂ А βδ
thalassemia)
• Pada keadaan normal, 2 protein globin-α dan
2 protein globin-β tersusun membentuk
heterotetramer
• Pada thalassemia α terjadi penurunan
produksi protein globin-α sehingga terjadi
ketidakseimbangan jumlah protein globin
dimana protein globin-β > globin-α  protein
globin-β yang kelebihan membentuk tetramer
yang tidak stabil yaitu HbH (4 protein globin-β
yang tersusun tetramer)  mudah terjadi
hemolisis  anemia hemolitik
• Pada thalassemia β terjadi penurunan
produksi protein globin-β sehingga terjadi
ketidakseimbangan jumlah protein globin
dimana protein globin-α > globin-β  protein
globin-α yang kelebihan akan menempel pada
membran sel  kerusakan pada membran
sel/ pada konsentrasi yang tinggi globin-α
dapat membentuk agregat beracun  sel
hemolisis  anemia hemolitik
Gangguan Intrakrpuskuler-Didapat
Paroxymal Nocturnal hemoglobinuria (PNH)

• Merupakan kelainan klonal sel induk hemopoietik yang


menyebabkan eritrosit, leukosit, trombosit abnormal) Defek
utama terjadi pada eritrosit
• Terdapat kelainan intrinsik membran sel eritrosit, yaitu glycosyl-
phospatidyl inositol (GPI) anchor, suatu struktur yang mengikat
bermacam molekul protein antara lain menyebabkan
menurunnya DAF (decay accelerating factor)
• Pada malam hari terjadi retensi CO2 terjadi sehingga pH darah
menurun yang menyebabkan hemolisis mudah terjadi
• Akibat kelainan sel induk yang disertai instabilitas genetik maka
PNH sudah mengalami transformasi menjadi anemia aplastik atau
leukemia akut
 Paroxymal Noctural Hemoglobinuria
• Kelainan sel punca sumsum tulang yg langka,
bersifat klonal dan didapat
• Kelainan intrinsik membran rbc sehingga
terjadi peningkatan sensitivitas trhdp lisis dan
komplemen.
Anemia Hemolitik Didapat- Autoimun

AHA atau AIHA (autoimmune Hemolytic Anemia)


adalah suatu anemia hemolitik yang timbul
karena terbentuknya autoantibodi terhadap
eritrosit sendiri sehingga menimbulkan destruksi
(hemolisis) eritrosit. Terdiri
1. Anemia hemolitik autoimun hangat
2. Anemia hemolitik autoimun dingin
Anemia Hemolitik autoimun Hangat
• Reaksi antigen-antibodi terjadi maksimal pada
suhu tubuh (37o C)
• Penyebabnya :
– Primer : Idiopatik
– Sekunder
• Penyakit limfoproliferatif, seperti leukimia limfositik kronik
dan limfom Maligna
• Peny. Kolagen
• Penyakit-penyakit lain
• Obat : tipe hapten (penisilin), tipe autoantibodi (metildopa)
Anemia Hemolitik autoimun Dingin
• Reaksi antigen-antibodi terjadi maksimal pada suhu rendah (4o
C)
• Aktif autoantibodi < 37o C
• Antibodi termasuk golongan IgM
• Penyebab :
– Idiopatik
– Sekunder
• Penyakit limfoproliferatif
• Infeksi : Mycoplasma pneumonia, virus ebstein barr, infectious mononucleosis
– Paroxymal Cold Hemoglobinuria
• Pada sifilis stadium III
• Pasca infeksi virus (self limited)
Anemia Hemolitik Non Imun
• Adalah anemia hemolitik ekstrakorpuskuler
nonimun yang disebabkan oleh faktor-faktor
luar bukan oleh proses imunologik, dimana
eritrosit mengalami destruksi prematur akibat :
– Stress mekanik
– Akibat infeksi/ toksin atau bahan kimia
– Defek didapat (acquired) pada membran
Anemia Hemolitik Mikroangiopatik
• Pada anemia ini, hemolisis terjadi karena proses
patologik tertentu yang mengakibatkan kapiler
penuh fibrin sehingga eritrosit dipaksa melewati
lubang yang sempit. Akibatnya terjadi kerusakan
membran sampai fragmentasi eritrosit.
• Kerusakan yang berat akan menimbulkan hemolisis
intravaskuler, sedangkan kerusakan pada dinding
ringan pada eritrosit menyebabkan sel tersebut
difagositosis oleh makrofag dalam lien sehingga
terjadi hemolisis ekstravaskuler
Anemia Hemolitik Mikroangiopatik
Dapat dijumpai pada:
• Disseminated carcinoma, terutama yg mucous secreting
• Purpura fulminans
• Collagen vaskular disorders
• Toksemia kehamilan
• Hipertensi maligna
• Hemangioma cavernosa
• Disseminated intravaskular coagulation
• Thrombotic thrombocytopenic purpura
• Hemolytic uremic syndrome
Drug-induced immune hemolytic anemia

• Drug-induced immune hemolytic anemia is a


blood disorder that occurs when a medicine
triggers the body's defense (immune) system
to attack its own red blood cells  hemolysis
Drugs that can cause this type of hemolytic anemia include:

• Cephalosporins  antibiotic
• Dapsone  antibiotic
• Levodopa  obat parkinson
• Levofloxacin  used to treat certain infections such as pneumonia, chronic
bronchitis and sinus, urinary tract, kidney, prostate, and skin infections
• Methyldopa  obat hipertensi
• Nitrofurantoin  antibacterial agent specific for urinary tract infections
• Nonsteroidal anti-inflammatory drugs (NSAIDs)  analgesik, antipiretik, antiinflamasi
• Penicillin and its derivatives  antibiotic
• Phenazopyridine (pyridium)  Relieving pain, burning, urgency, frequent urination,
and discomfort caused by irritation of the lower urinary tract
• Quinidine  antiarrhythmic
– Autoimun yang tidak diketahui jelas peran obatnya (e.g
metildopa)

Essential hematology, chapter hemolytic anemias, p 68, fig 5.10


LO 4

MM PATOGENESIS ANEMIA HEMOLITIK


Patofisiologi Anemia Hemolitik
Hemolisis Ekstravaskuler
• Terjadi pd sel makrofag di RES pada limpa, hati, dan sumsum tulang
karena enzim heme oxygenase. Kapiler limpa berdiameter relative kecil
dan suasana hipoksik akan memberi kesempatan destruksi eritrosit.

Hemolisis Intravaskuler
• Menyebabkan lepasnya hemoglobin bebas ke dalam plasma  diikat
haptoglobin  dibersihkan oleh hati dan RES. Hemoglobinemia terjadi jika
Hb lebih dari haptoglobin. Ada juga yang teroksidasi 
Methmeglobinemia. Hb bebas akan diekskresikan melalui urin.
Hemosiderin di ginjal akan diekskresikan juga jika epitel mengalami
deskuamasi karena terlalu banyak Hb untuk diserap
Patofisiologi Anemia Hemolitik
Respon eritropoietik :
• Hiperplasia normoblastik
• Peningkatan normoblast (basofilik, polikromatofilik, asidofilik,
ortokromatik)
• Retikulositosis
• Polikromasia
• Leukositosis dan trombositosis ringan karena respon produksi ST
Patofisiologi AIHA
• Pasien dengan infeksi mononukleosis akut dan infeksi M.
pneumonia bisa menimbulkan agglutinin dingin IgM. IgM akan
mengikat antigen pada membrane eritrosit  terbentuk kompleks
penyerang membran pada keadaan dingin lalu menimbulkan
kerusakan membrane eritrosit dan terjadi hemolysis
• Pada tipe panas, IgG akan menyelimuti eritrosit dengan antigen
sehingga terbentuk kompleks yang akan difagosit makrofag pada
RES yg menimbulkan ikterus
• Paroxysmal cold hemoglobinuria : antibodi Donath-Landsteiner,
suatu antibodi IgG dengan spesifitas terhadap antigen golongan
darah P, yang berikatan dengan eritrosit pada suhu dingin tetapi
menyebabkan lisis dengan komplemen pada keadaan hangat
Patofisiologi DIHA
• Drug-specific antibodies (penicillin) : Dalam dosis tinggi, akan terikat ke
membran eritrosit dan jika terbentuk antibody terhadap penicillin, eritrosit
akan dihancurkan makrofag monosit.
• Antibody-haptene (quinidine) : sebagai hapten untuk antibody anti-eritrosit
lalu menyebabkan hemolysis dan trombositopenia
• Autoantibodi-antigen Rh (α-methyldopa) : mengubah fungsi sel-T supresor
untuk menginduksi autoantibodi ke antigen Rh pada membran eritrosit
• Antigen-antibody complex (Stibophen) : membentuk kompleks antigen-
antibody yg terikat ke eritrosit dan menginduksi hemolysis
• Complement fixing antibody (streptomycin) : mengikat scr spesifik ke
antigen M/D pada membrane eritrosit  jika terbentuk antibody akan
terjadi hemolysis
• T-cell immunomodulation (fludarabine) : mekanismenya masih tidak jelas
Patofisiologi Mikroangiopatik
• Anemia hemolitik mikroangiopatik biasa disebabkan
oleh thrombocytopenic thrombotic purpura (TTP).
Defisiensi ADAMTS12 metaloprotease sbg pengurai
factor von Willebrand karena infeksi, penyakit
autoimun, obat2 tertentu. Meningkatnya agregasi
trombosit ke benang multimer berpotensi
membentuk thrombus trombosit besar  eritrosit
akan dipaksa melewati kapiler dengan thrombus 
terjadi hemolysis intra atau kerusakan membrane
dan iskemi jaringan
Paroxysmal Nocturnal
Hemoglobinuria
Jangkar GPI tidak ada  protein
DAF/CD55 dan MIRL/CF59 
eritrosit peka terhadap lisis 
hemolysis intravaskuler kronik
Patofisiologi Defisiensi Enzim
• Piruvat kinase : defek jalur glikolitik eritrosit 
membrane menjadi kaku karena kurang ATP
dan meningkatnya 2,3 DPG
• G6PD : menyebabkan NADPH menurun 
sintesis GSH juga menurun  eritrosit mudah
terkena bahan oksidan  membrane rusak
dan terbentuk Heinz’s bodies  hemolisis
Patofisiologi AHH
• HS : Hilangnya protein membrane dlm interaksi vertical
karena terlepasnya bagian2 lipid lapis ganda. Eritrosit menjadi
makin sferis seiring dengan waktu sirkulasi  tidak bisa
melewati mikrosirkulasi di RES  hemolysis ekstravaskuler
• HE : secara klinis lebih ringan dan mungkin tidak ada tanda2
hemolitik. Karena kegagalan heterodimer spektrin untuk
berasosiasi dengan dirinya sendiri untuk menjadi
heterotetramer
• HO : Delesi 6 asam amino pada ikatan domain sitoplasma dan
trans membrane protein band 3 menyebabkan sel yang kaku,
sebagian besar kasus tidak anemic dan tidak bergejala
Patofisiologi Hemoglobinopati Struktural

• HbC : substitusi asam glutamat dengan lisin di posisi ke-6


rantai β-globin. Akan membentuk blockade intraseluler
seperti kristal dan meningkatkan kekakuan RBC,
memperpendek usia, dan terjadi fragmenetasi. Terjadi
anemia ringan pada pasien dengan HbC homozigot
• HbD : substitusi lisin dengan glutamin pd posisi 121
rantai β-globin. Anemia ringan pada HbD homozigot
• HbE : substitusi glutamin nomoe 28 dengan lisin pada
rantai β-globin. Bentuk homozigot akan terjadi anemia
ringan-sedang
Patofisiologi HbS
• Terjadi karena mutasi satu kodon pada gen
beta, yaitu adenine diganti oleh timin sehingga
hasil translasinya menjadi asam glutamat.
Pada tekanan oksigen yang rendah bersifat
tidak larut, mengalami prespitasi sehingga
menyebabkan perubahan bentuk eritrosit
seperti bulan sabit, lalu akan terjadi hemolysis
ekstravaskuler
Patofisiologi Thalassemia
• Konsepnya adalah : prespitasi rantai alfa
(Thalassemia β) yang berlebihan dan akan
membentuk inclusion bodies lalu eritrosit itu akan
lisis intrameduler dan berkurangnya masa hidup
eritrosit dalam sirkulasi. Kelebihan rantai β
(Thalassemia α), membentuk tetramer tidak stabil
dengan afinitas terhadap oksigen yang tinggi
menyebabkan pengangkutan oksigen yang jelek.
Eritrosit akan mengalami prespitasi dan membentuk
Heinz’s bodies(HbH) sehingga terjadi hemolisis
Patofisiologi Malaria
• Sporozoit akan memasuki sirkulasi darah dari probosis vector lalu
bermigrasi ke hepar untuk menginfeksi hepatosit, berkembang scr
aseksual, dan terjadi periode asimtomatik 8-30 hari.
• Setelah terbentuk merozoit cukup banyak, akan merusak sel hospes dan
pergi ke aliran darah untuk menginfeksi eritrosit dengan dilapisi
membran sel hepatosit
• Dalam eritrosit, plasmodium akan berkembang biak scr aseksual lalu
melisis eritrosit untuk menginfeksi yang lainnya
• Beberapa plasmodium seperti P.vivax dan P.ovale memproduksi
hipnozoit yang inaktif selama bulan-tahun.
• Parasit ini terlindungi dari serangan antibody karena selama siklus
hidupnya, berada dalam sel2 tubuh dan tidak terlihat oleh survey
antibodi
LO 5

MM GEJALA KLINIK ANEMIA HEMOLITIK


Gejala klinik
• 2 golongan besar:

– A.H. kronik – herediter

– A.H. akut - didapat


A.H. kronik – herediter
• Gejala umum anemia => Hb turun s/d 7 – 8 g/dl ( ↓↓ akut > kronik)
• Gejala hemolitik
– Ikterus
• Ikterus timbul karena peningkatan bilirubin indirek dalam darah sehingga
ikterus bersifat acholuric jaundice. Ikterus yang berat terutama pada bayi
baru lahir sehingga menimbulkan kern icterus.
– Splenomegali dan hepatomegali
• Splenomegali hampir selalu dijumpai pada anemia hemolitik kronik
familier-herediter. Hepatomegali lebih jarang dijumpai karena makrofag
dalam limpa lebih aktif dengan makrofag pada hati.
– Kholelithiasis
• Salah satu gejala prominen pada anemia hemolitik kronik familier-
herediter. Batu yang terbentuk disebut black pigment stone, teridiri dari
cross link polymer dari bilirubinat. Sekitar 40-80% batu ini bersifat
radioopak.
– Krisis (penurunan kadar hb tiba2)
• Krisis aplastik -> parvovirus B19 -> kegagalan hemopoesis
• Krisis hemolitik -> hemolisis masif ; retikulositosis ; pembesaran limpa
• Krisis megaloblastik -> kekurangan asam folat
Ulkus pada Kaki
• Dijumpai pada anemia sel sabit ,sferositosis herediter, dan pada anemia hemolitik
kronik familier-herediter lain
• Anemia sel sabit , ulkus terjadi di sebelah proksimal malleolus medialis dan
lateralis dan sering bersifat bilateral

Kelainan Tulang
• Bila terjadi hemolisis pada masa pertumbuhan : tower-shaped skull , penebalan
tulang frontalis dan parietalis
• Sering dijumpai pada thalassemia major : thalassemic face ,
• pada foto rontgen terlihat sebagai hair on-end appearance
A.H. akut - didapat

• Syok -> prostration -> oligouria -> anuria

• Gagal Ginjal Akut :


– Nyeri pinggang dan perut
– Sakit kepala
– Malaise
– Kram perut

• Kelainan fisik:
– Pucat
– Ikhterus
– Takikardia
– Gejala anemia berat

• Acute febril illness


Gejala anemia hemolitik pada anak
• Gejala anemia hemolitik pada anak yang khas
salah satunya adalah;
1. Gangguan pertumbuhan
2. hipotensi
LO 6

MM PEMERIKSAAN ANEMIA HEMOLITIK


Anemia Hemolitik Autoimun tipe Hangat

Pemeriksaan lab :
• Hb <7g/dl
• Coomb’s tes positif (+)
Anemia Hemolitik Imun Tipe Dingin
Pemeriksaan Lab :
• Anemia ringan
• Sferositosis
• Polikromatosia
• Tes coombs positif (+)
• Anti-I ,anti-I, anti-Pr, anti-M, atau anti-P
Paroxysmal Cold Hemoglobinuri
Pemeriksaan Lab :
• Hemoglobinuria
• Sferositosis
• Eritrofagositos
• Tes Cooms positif (+)
• Antibodi Donath-Landsteiner terdisosiasi dari
sel darah merah
Anemia Hemolitik Imun diinduksi Obat
Pemeriksaan Lab :
• Anemia
• Retikulosis
• MCV tinggi
• Tes Cooms positif (+)
• Lekopenia
• Trombositopenia
• Hemoglobinemia
• Hemoglobinuria
Paroxysmal Nocturnal Hemoglobinuria (PNH)

Pemeriksaan Lab :
• Anemia,retikulositosis, terkadang ada normoblast
• Leukopenia dan trombositopenia
• Hemoglobinemia, haptoglobin menurun dan
hemoglobinuria
• Hemosiderinuria karena hemolisis intravaskuler
kronik
• Acid hemolysis test (ham test) dan Sucrose/sugar
water test positif
LO 7

MM TATALAKSANA ANEMIA HEMOLITIK


Penatalaksanaan

Pengobatan tergantung keadaan klinik kasus serta penyebab hemolosisinya


A. Terapi gawat darurat
– Transfusi darah (diberikan darah merah yang dicuci (washed red
cell)) diperbolehkan dan dilakukan secara sangat hati – hati jika
terjadi anemia berat

B. Terapi suportif - simtomatik


– Splenektomi dapat menimbulkan remisi atau mengurangi gejala
beberapa bentuk anemia hemolotik kronik
– Steroid (bisa diganti azathioprin) memberikan respons pada
kasus imunohemolitik terutama yang disertai antibodi panas
– Berikan asam folat 0,15 – 0,3 mg/hari untuk mencegah krisis
megaloblastik
Penatalaksanaan
C. Terapi Kausal
– Jika penyebabnya infeksi, maka infeksi harus diobat
dengan sebaik – baiknya
– Pemaparan terhadap bahan kimia, fisik, atau obat
harus dihentikan
– Transplantasi sumsum tulang
Penatalaksanaan Anemia Hemolitik
• Intravaskuler : Pada kasus transfusi ABO-incompatible blood,
beratnya reaksi tergantung pada reaksi antibodi dan jumlah
darah ditransfusikan. Reaksi terburuk adalah resipien O + donor
A. Jika dideteksi sedari awal dan transfusi langsung dihentikan,
tidak perlu pengobatan hanya cairan yg cukup untuk
menginduksi diuresis dan mencegah kerusakan glomeruli dan
tubuler. Jika ada keterlambatan deteksi, membran SDM rusak
bisa merusak glomeruli dan nekrosis tubular akut karena
kelebihan Hb. Bisa diobati dengan mannitol untuk membantu
aliran darah renal dan penurunan reabsorpsi Hb.
• Penatalaksanaan HIA karena infeksi harus fokus pada
pengobatan infeksi primer.
Penatalaksanaan Anemia Hemolitik
Ekstravaskuler :
• HbS : Asam folat 5mg/hari, nutrisi cukup, transplantasi ST, transfusi teratur,
hidroksiurea 15-20 mg/kg, penatalaksanaan keadaan krisis (infus salin fisiologik
3 L/hari, atasi infeksi dan berikan analgetik)
• Defek struktur membran : Pada HS atau HE ringan cukup mempertahankan
kadar Hb normal dan menjaga kesehatan. Pada keadaan berat, pasien akan
rentan thd infeksi bakteri dan krisis aplastik dengan infeksi HPVB19.
Splenektomi terbukti meringankan gejala anemia dengan menambah umur
SDM dan mengurangi anemia, resiko batu ginjal juga berkurang. Splenektomi
lebih baik dihindari pada dekade pertama kehidupan untuk menghindari sepsis
post-splenektomi. Dengan splenektomi sebagian, ukurannya akan kembali
normal dalam 1 tahun dan menjadi 2x pada 4-6 tahun. Splenektomi total
dianjurkan. Sebelum splenektomi harus diberi vaksin Hib, menigoccal, dan
polyvalent pneumococcal. Pada splenektomi total anak2 bwh 10 tahun, diberi
penisilin profilasksis 125-250 mg/hari oral.
Penatalaksanaan Anemia Hemolitik
Warm-antibody AIHA :
• Corticosteroid : memblokir klirens SDM terbungkus antibodi IgG atau C3.
Prednison oral 60-120mg/hari selama 2 minggu dengan pengecekan CBC
dan hitung retikulosit setiap hari. Penurunan dosis bertahap sebanyak 10
mg setiap minggu. Ada kemungkinan hemolitik akut berat ketika dosis
diturunkan sebanyak 20mg.
• Splenektomi bisa dipertimbangkan jika tidak ada respon pada pemberian
prednison setelah 2-3 minggu
• Bisa diberikan siklofosfamid 1000 mg IV atau immunosupresi lain
• Transfusi dengan PRC
• Kemoterapi pada pasien dengan penyakit limfoproliferatif dan SLE
Penatalaksanaan Anemia Hemolitik
Cold-antibody AIHA :
• Pada infeksi Mycoplasma atau EBV, yg perlu dilakukan adalah memonitor
derajat anemia dan transfusi jika perlu
• Alkylating agent bisa diberikan pada pasien dengan titer antibodi IgM yang
tinggi seperti pada penyakit keganasan limfopoietik
• Plasmapharesis, bisa dilakukan saat anemia menjadi berat
• Rituximab memberi respon yang cukup bagus dengan menekan antibodi
Penatalaksanaan Anemia Hemolitik
Thalassemia :
• Profilaktik – hindari dehidrasi, anoksia, infeksi, pendinginan permukaan kulit
• Asam folat 5mg/minggu
• Nutrisi umum dan higiene baik
• Vaksin pneumokokus, Haemophillus, dan meningokokus serta penisilin oral
reguler efektif. Vaksin HepB juga diperlukan karena mungkin diperlukan
transfusi
• Jika terjadi krisis  istirahat, kehangatan, rehidrasi dengan cairan oral dan/atau
larutan salin normal IV (3L dalam 24 jam) dan antibiotik jika terdapat infeksi.
Transfusi hanya diberikan jika terdapat anemia berat dg gejala
• Perhatian khusus pada kehamilan (transfusi darah normal pada HbS selama
kehamilan) dan anestesia (hati2 untuk mencegah hipoksemia atau asidosis)
• Hidroksikarbamida (15-20mg/kg) dpt meningkatkan kadar HbF
• Transplan stem sel
LO 8

MM DIAGNOSIS BANDING ANEMIA HEMOLITIK


Diagnosis Banding Anemia Hemolitik
• Anemia post-hemorragic akut dan fase pemulihan
ADB. Tidak adanya ikterus dan kadar Hb meningkat
• Anemia karena eritropoiesis inefektif sering disertai
ikterus akholurik dan hiperplasia normoblastik ST,
tetapi retikulosit tidak meningkat. Perlu dilakukan tes
survival eritrosit
• Eliptositosis Herediter; Iron deficiency anemia,
Thalassaemia, Mylofibrosis, Mylodysplasia, Pyruvate
kinase deficiency.
Diagnosis Banding Anemia Hemolitik
• Anemia yg disertai perdarahan ke rongga retropenial atau ke
jaringan lain sering kali sulit dibedakan. Hb turun dgn cepat
dan retikulositosis & ikterus akholurik. Pembuktian adanya
perdarahan dapat menyelesaikan kasus
• Ikterus tanpa anemia atau kelainan katabolisme yg lain perlu
dibedakan dengan keadaan hemolitik terkompensasi. Tidak
ada kelainan morfologi eritrosit dan retikulosit normal. Perlu
dilakukan tes survival eritrosit
• Adanya myoglobinuria, seperti pada kerusakan otot luas perlu
dibedakan dgn hemoglobinuria, bisa dilakukan elektroforesis
LO 9
MM EPIDEMIOLOGI & PREVALENSI ANEMIA
HEMOLITIK
LO 10

MM KOMPLIKASI ANEMIA HEMOLITIK


komplikasi anemia hemolitik
• Kelelahan parah ketika anemia cukup parah.
• Masalah pada jantung. Anemia dapat menyebabkan denyut
jantung yang cepat atau tidak teratur - aritmia. Jantung
harus memompa lebih banyak darah untuk mengkompensasi
kekurangan oksigen dalam darah ketika menderita anemia.
Hal ini bahkan dapat menyebabkan gagal jantung kongestif.
• Kematian. Beberapa anemia yang diwariskan, seperti
anemia sel sabit, bisa serius dan menyebabkan komplikasi
yang mengancam jiwa. Kehilangan banyak darah dengan
cepat menghasilkan, anemia berat akut dan bisa berakibat
fatal.
LO 11

MM METABOLISME BILIRUBIN
metabolisme bilirubin
LO 12

MM MALARIA
Parasit malaria
• Termasuk genus Plasmodium
• Pada manusia terdapat 4 spesies :
– Plasmodium vivax
– Plasmodium falciparum
– Plasmodium malariae
– Plasmodium ovale
Plasmodium Plasmodium Plasmodium Plasmodium
falciparum vivax ovale malariae
Daur 5,5 hari 8 hari 9 hari 10 – 15 hari
praeritrosit
Hipnozoit - + + -
Jumlah 40.000 10.000 15.000 15.000
merozoit hati
Skizon hati 60 mikron 45 mikron 70 mikron 55 mikron
Daur eritrosit 48 jam 48 jam 50 jam 72 jam
Eritrosit yang Muda, tua dan Retikulosit dan Retikulosit dan Tua
dihinggapi normosit normosit normosit muda
Pembesaran - ++ + -
eritrosit
Titik-titik Maurer Schuffner Schuffner Ziemann
eritrosit (James)
Pigmen Hitam Kuning tengguli Tengguli tua Tengguli hitam
Jumlah 8 -24 12 - 18 8 - 10 8
merozoit
eritrosit
Plasmodium vivax
• Hospes definitif : Anopheles betina
• Hospes perantara: manusia
• Nama penyakit : malaria vivaks / malaria
tersiana
• Di Indonesia, tersebar di seluruh kepulauan
dan umumnya di daerah endemi.
Daur hidup Plasmodium vivax
Gejala klinis Plasmodium vivax
• Pada serangan pertama dimulai dengan sindrom prodromal :
– Sakit kepala
– Sakit punggung
– Mual
– Malaise
• Demam tidak teratur 2-4 hari pertama, kemudian menjadi intermiten
dengan perbedaan pada pagi dan sore hari
• Limpa pada serangan pertama mulai membesar dan mulai teraba pada
minggu kedua
• Satu minggu setelah serangan pertama, std. Gametosit tampak pada
darah
• Kira 60% kasus yg tidak diberi pengobatan/pengobatan tdk adekuat ,
relaps timbul sebagai rekrudesensi / short term relapse.
Diagnosis Plasmodium vivax
• Menemukan parasit P.vivax pada sediaan
darah yang dipulas dengan Giemsa
Plasmodium malariae
• Nama penyakit : malaria malariae / malaria
kuartana
• Meluas meliputi daerah tropik maupun daerah
subtropik
Daur hidup Plasmodium malariae
Gejala klinis Plasmodium malariae
• Gambaran klinis pada serangan pertama mirip malaria
vivax
• Serangan demam lebih teratur dan terjadi pada sore hari
• Kelainan ginjal dapat bersifat menahun dan progresif dgn
gejala lebih berat dan prognosisnya buruk
• Semua stadium parasit aseksual terdapat pd peredarah
darah tepi pd waktu yg bersamaan
• Dapat menyebabkan relaps
• Diagnosis: Menemukan parasit dalam darah yang dipulas
dengan Giemsa
Plasmodium ovale
• Nama penyakit : malaria ovale
• Di Indonesia, tdpt di Pulau Owi sebelah
selatan Biak di Irian Jaya dan di Pulau Timor
Daur hidup Plasmodium ovale
Gejala klinis Plasmodium ovale
• Mirip dengan malaria vivaks
• Infeksi campur sering terdapat pada orang
yang tinggal di daerah tropik Afrika dengan
endemi malaria
• Diagnosis: Menemukan parasit dalam darah
yang dipulas dengan Giemsa
Plasmodium falciparum
• Nama penyakit : malaria falciparum
• Di Indonesia tersebar di seluruh kepulauan
Daur hidup Plasmodium falciparum
4. Plasmodium falciparum
– Masa tunas intrinsik 9 – 14 hari
– Dimulai dengan sakit kepala, punggung dan ekstemitas,
perasaan dingin, mual, muntah, diare ringan. Penderita
tidak tampak sakit
– Jika terjadi terus menerus -> demam tidak teratur,
keringat keluar banyak walaupun demamnya tidak tinggi,
nadi dan napas cepat, limpa membesar dan lembek pada
perabaan, hati membesar dan tampak ikterus ringan ,
urin ditemukan albumin dan torak hialin atau torak
granular
– Malaria falsiparum berat -> ditemukan P. Falciparum
stadium asksual dalam darah
Gejala klinis Plasmodium falciparum

• Awal penyakit :
– Sakit kepala
– Sakit punggung
– Sakit ekstremitas
– Perasaan dingin
– Mual
– Muntah / diare ringan
– Demam mungkin tidak ada/ringan
Gejala klinis Berat Plasmodium falciparum
• Malaria otak dengan koma (unarousable coma)
– Gejala klinis : sakit kepala, ngantuk, gangguan kesadaran, kelainan
saraf, kejang-kejang (lokal atau menyeluruh)
– Gejala neurologis : meningitis, epilepsi, delerium akut, intoksikasi,
sengat panas (heat stroke)
• Anemia berat -> sering ditemukan pada anak-anak
– Ditandai dengan menurunnya Ht secara mendadak (<15%) kadar
hemoglobin < 5%
• Gagal ginjal
— Kelainan urine output pada orang dewasa : <400 ml/24 jam, pada
anak 12 ml/kg BB/24 jam
— Kreatin pada serum meningkat > 3 mg/dl
— Sering disertai edem paru
• Edema paru
– Terjadi pada wanita hamil dan setelah melahirkan
– Frekuensi pernapasan meningkat
• Hipoglikemia
– Konsentrasi gula darah pada turun (<40 mg/dl)
– Sering terjadi pada wanita hamil
– Akibat dari penggunaan obat kina yang merukan life saving drug
untuk semua bentuk malaria yang berat terutama malaria otak
– Gejala klinisnya : gelisah, takikardia, nyeri kepala, merasa dingin
• Syok/ gangguan sirkulasi darah/ malaria algida
— Tekanan darah pada anak : < 50 mm Hg, pada dewasa : < 70
mm Hg
— Terdapat pada penyulit lain : edema paru, asidosis metabolik
dan bakterimia
• Kejang umum
― Kejang timbul sekurang-kurangnya 2 kali dalam 24 jam
• DIC (disseminated intravascular coagulation)
– Pendarahan abnormal dan spontan dari gusi, epiktasis, petekiae,
pendarahan subkonjungtiva
– Jarang ditemukan, hanya <10%, biasanya terjadi pada non-imun

• Hemoglobinuria
– Gejala : warna urin kehitam-hitaman karena hemolisis
intravaskulae masif + demam
– Terjadi pada penderita non imun yang pernah tinggal di daerah
endemi utnuk beberapa waktu, pernah mendapatkan serangan
malarian dan diobati dengan kina secara tidak teratur dengan
dosis tidak adekuat
– Hemoglobinuria + hemolisis intravaskular -> obat malaria (kina),
def G6PD, malaria berat dengan G6PD normal
Diagnosis Plasmodium falciparum
• Menemukan parasit stadium trofozoit muda
(bentuk cincin) tanpa atau dengan stadium
gametosit dalam sediaan darah tepi
• Pada autopsi dapat ditemukan pigmen dan
parasit dalam kapiler otak dan alat-alat dalam
Pengobatan dan pencegahan
– Skizontosida jaringan promer : proguanil, pirimetamin -> dapat
membasmi parasit praeritrosit sehingga mencegah masuknya
parasit ke dalam eritrosit -> profilaksis kausal
– Skizontosida jaringan sekunder : primakuin -> dapat membasmi
parasit daur eksoeritrosit atau bentuk-bentuk jaringan P. vivax,
dan P. Ovale dan digunakan untuk pengobatan radikal infeksi
sebagai obat anti relaps
– Skizontosida darah : kina, klorokuin dan amodiakuin (ampuh),
proguanil dan pirimetamin (efeknya terbatas) -> membasmi
parasit stadium eritrosit yang berhubungan dengan penyakit akut
disertai gejala klinis -> tidak efektif terhadap gametosit P.
Falciparum yang matang
Pengobatan dan pencegahan
– Gametositosida : primakuin(gametisida semua spesies). Kina, klorokuin,
amodiakuin (gametositosida untuk P. vivax, P. malariae dan P. Ovale) ->
menghancurkan semua bentuk seksual termasuk stadium gametosid P.
falciparum, mempengaruhi stadium perkembangan parasit malaria
dalam nyamuk Anopheles betina.
– Sporontosida : primakuin dan proguanil -> mencegah atau menghambat
gametosit dalam darah untuk membentuk ookista dan sporozoit dalam
nyamuk Anopheles, mencegah transmisi penyakit malaria -> anti
sporogonik
Daftar Pustaka
1. Bakta IM. Hematologi klinik ringkas. Jakarta: EGC;
2006.
2. Hoffbrand AV, Moss PAH, Pettit JE. Essential
haematology. 5th ed. Massachusetts: Blackwell
publishing; 2006.
3. Parasitologi kedokteran. Edisi 3. Jakarta: FKUI; 2006.
4. http://www.mayoclinic.org/diseases-
conditions/anemia/basics/complications/con-
20026209
Kesimpulan
Pada Pemicu kami telah mempelajari :
• Anemia Hemolitik
• Mekanisme Bilirubin
• Malaria

Anda mungkin juga menyukai