Anda di halaman 1dari 109

LAPORAN KASUS

Gangren Diabetikum e
t Causa DM Tipe 2 + TB
Paru
OLEH : RIZAL PALERO S.Ked
PEMBIMBING : dr. Susi Handayani Sp. An, M.Sc, MARS

DEPARTEMEN ANESTESI DAN REANIMASI


RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2019
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN


• Diabetes mellitus : kelainan yang bersifat kronik
yang ditandai gangguan metabolisme karbobidrat,
protein dan lemak
Diikuti komplikasi mikro dan makro vaskuler

Berkaitan dengan genetik dengan gejala utama
adalah intoleransi glukosa
PENDAHULUAN

“ • SKRT 2001 : rangking ke 1 penyebab kematian


pada penyakit infeksi Indonesia
“Penyumbang TB no.3 di dunia”
• Usia produktif (15-59)  80%

KLASIFIKASI TIPE DM
Tipe 1 :
– defisiensi insulin absolut (autoimun, idiopatik)
Tipe 2 :
– resistensi insulin, defisiensi insulin
– defek sekresi insulin + resistensi insulin
Tipe lain :
– defek genetik fungsi sel beta
– defek genetik kerja insulin
– penyakit pankreas
– zat kimia, infeksi
Angka Keja
dian DM TI
PE 2
01 Angka kejadian DM di dunia terus
meningkat, hal ini menjadi sangat
penting untuk dokter umum sebagai
lini pertama pengobatan di layanan
primer untuk mengetahui lebih rinci
mengenai DM tipe 2

Pada kasus akan dibahan mengenai


02 komplikasi DM tipe 2 yaitu ganggren
diabetikum, dimana diharapkan dapat
menambah ilmu pengetahuan
mengenai DM tipe 2
TINJAUAN PUSTAKA
DIABETES MELLITUS
LANGKAH DIAGNOSTIK DM
POLIFAGIA, POLIDIPSI,
POLIURI
Keluhan klasik diabetes ( - )

GDP >= 126 100-125 <100


GDS >= 200 140-199 <140

ULANG GDS / GDP TTGO


GD 2 JAM

GDP >= 126 GDP < 126


> 200 140-199 140
GDS >= 200 GDS < 200

DIABETES MELITUS TGT --GDPT NORMAL


Microangiopathy KOMPLIKASI DM TIPE 2 Macroangiopathy

Diabetic Stroke
Retinopathy 2- to 4-fold increase
Leading cause in
of blindness cardiovascular
in adults mortality and stroke

Diabetic Cardiovascular
Nephropathy Disease
Leading cause of
8/10 individuals with
end-stage renal
diabetes die from CV
disease
events

Diabetic
Peripheral Arterial
Neuropathy
Disease causes >
~60–70% of patients
60% of non-traumatic
have mild to severe
lower-limb amputations
nervous system
damage
ETIOLOGI GANGREN
Peripheral vascular Neuropati

1. Arterosklerosis 1. Sensori---- hilang rasa --- painless


trauma
2. Emboli kolesterol
• Benda asing di sepatu
3. Decreased delivery oxygen
• Sepatu yg sempit
• Suhu, kimia
2. Motorik – atrofi– deformitas
INFEKSI 3. Autonom – kulit kering

ULKUS
FAKTOR RISIKO DM TIPE 2
• Umur ≥ 60 tahun
• Lama DM ≥ 10 tahun
• Obesitas
• Hipertensi
• Glikolisasi Hemoglobin (HbA1C) dan kadar glukosa darah tidak terkontrol
• Insusifiensi Vaskuler karena adanya Aterosklerosis
• Kebiasaan merokok
• Kurangnya aktivitas Fisik
• Perawatan kaki tidak teratur
• Penggunaan alas kaki tidak tepat
PATOGENESIS DM TIPE2  ULKUS
Mikroangiopati

Makroangiopati Neuropati
↑ fibrinogen
↑reaktivitas trombosit

Agregasi sel darah


merah meningkat
Neuropati Neuropati
Neuropati sensorik motorik
Atherosklerosis
autonom

Hilang
Trombosis sensasi Atrofi
Keringat berkurang otot
Kulit kering
Vaskuler Trauma :
Kolaps sendi
insufisiensi Mekanis,
Titik tekan baru
thermis,
kimia
Hipoksia / Infeksi
nekrosis jaringan

ULKUS diabetes
PEMERIKSAAN KAKI DIABETES

Dilakukan intergratif :
- Anamenesis
- Pemeriksaan fisik
- Pemeriksaan penunjang
STATUS LOKALIS
• Ulkus
• jaringan nekrotik
• Pus
• dasar luka
• hiperemia
STATUS LOKALIS
Abses tampak bengkak kemerahan, kistik /
fluktuatif, nyeri tekan

Flegmon / selulitis non pitting edema,


hiperemia, lebih hangat dari sekitar dan
nyeri tekan

Gangren berwarna kehitaman, cairan


kecoklatan, bau busuk, teraba dingin, pulsasi
arteri
• Ulkus neuropati : kering, fissura, kulit hangat, kalus,
warna kulit normal, predileksi di kaput metatarsal I-III,
lesi punch out

• Ulkus angiopati : sianotik, gangren, kulit dingin,


predileksi di jari

• Status neurologi : refleks kaki, tes sensibilitas, uji


monofilamen
PEMERIKSAAN
PENUNJANG
• Pemeriksaan CBC (Complete Blood Count) 
pemeriksaan gula darah, fungsi ginjal, fungsi hepar,
elektrolit
• ankle brachial index/ ABI
• Pemeriksaan invasif  digital subtraction angiography
(DSA), magnetic resonance angiography (MRA) atau
computed tomography angoigraphy (CTA)
• foto polos pedis  komplikasi osteomielitis  destruksi
tulang dan osteolitik.
KLASIFIKASI KAKI DIABETIKUM MENUR
UT WAGNER
Derajat 0 : tidak ada lesi terbuka, kulit utuh disertai
kelainan bentuk kaki seperti claw, callus.
Derajat I ; ulkus superfisial, terbatas pada kulit
Derajat II ; ulkus dalam, menembus tendon dan
tulang.
Derajat III : abses dalam dengan atau tanpa
osteomielitis
Derajat IV :gangren jari kaki atau bagian distal kaki
dengan atau tanpa selulitis.
Derajat V : ganggren seluruh kaki atau sebagian.
tungkai bawah.
Pengelolaan kaki diabetes

Pencegahan Primer Pencegahan sekunder

• Mechanical control
• Penyuluhan mengenai terjadinya (pressure control)
kaki diabetik dan terjadinya • Wound control
ulkus • Microbiological control
• bertujuan untuk mencegah (infection control)
timbulnya perlukaan pada kulit • Vascular control
• upaya edukasi kepada para • Metabolic control
penyandang DM baik yang • Educational control
belum terkena kaki diabetik,
maupun penderita kaki diabetik
untuk mencegah timbulnya luka
lain pada kulit.
Cara surgycal :
Pencegahan Sekunder • Dekompresi ulkus/gangren
dengan insisi abses
Mechanical control (pressure • Prosedur koreksi bedah
control) seperti operasi untuk hammer
toe, metatarsal head
resection, Achilles tendon
lengthening, partial
calcanectomy
Perawatan Luka:
Wound control
• memperbaiki dan mempercepat
proses penyembuhan
• Menghindari/mengurangi infeksi
• Membuang jaringan nekrotik,
cairan luka yang berlebihan dan
sisa balutan
Dressing: mengandung komponen zat
penyerap, seperti carbonated dressing,
Debridement: Upaya
alginate dressing akan bermanfaat.
pembersihkan benda asing
pada luka yang masih produktif
dan jaringan nekrotik pada Hydrophilic fiber dressing atau silver
luka, dengan demikian akan impregnated dressing bermanfaat untuk
sangat mengurangi produksi luka produktif dan terinfeksi
pus/cairan dari ulkus/gangren
Antibiotik spektrum luas, mencakup
Microbiological control kuman gram negatif dan positif
(infection control) (misalnya sefalosporin),
dikombinasi dengan obat terhadap
kuman anaerob
(misalnya metronidazole)

Vascular control

Umumnya kelainan pembuluh darah


perifer dapat dikenali melalui berbagai
cara sederhana seperti warna dan suhu
kulit, perabaan arteri dorsalis pedis, arteri
tibialis posterior, arteri poplitea, dan arteri
femoralis, serta pengukuran tekanan darah
• Keadaan umum pasien harus
diperhatikan dan diperbaiki
Metabolic control
• konsentrasi glukosa darah
• status nutrisi

Dengan penyuluhan yang baik,


penyandang DM dan
ulkus/gangren diabetik maupun
Educational control keluarganya diharapkan akan
dapat membantu dan
mendukung berbagai tindakan
yang diperlukan untuk.
kesembuhan luka yang optimal.
Prognosis

Prognosis kaki diabetik bergantung pa


da berbagai faktor yang terlibat dalam pat
ofisiologi, komplikasi dan penyakit yang men
yertainya.
TINJAUAN PUSTAKA
TB PARU
ETIOLOGI
PATOGENESIS
Inhalasi basil TB Alveolus Fagositosis oleh makrofag

Basil TB berkembang biak Destruksi basil TB

Destruksi makrofag

Resolusi Pembentukan tuberkel Kelenjar limfe

Kalsifikasi

Perkijuan Penyebaran hematogen


Kompleks Ghon

Pecah

Lesi di hepar, lien, ginjal


Lesi sekunder
tulang, otak dll

Patogenesis tuberkulosis
Tuberkulosis primer
• Kuman TB  kontak dengan makrofag :
1. Kuman mati
2. Berkembang biak dlm alveoli ke organ tubuh
 paru membentuk sarang TB kecil / efek
primer  Kel get bening (limfangitis lokal /
regional)  Kompleks primer 
- Sembuh
- Sembuh dengan cacat (fibrotik, kalsifikasi)
- Komplikasi penyebaran (limfogen,
bronkogen, hematogen, tertelan TB usus
Tuberkulosis pascaprimer

Kuman TB (dormant)  sarang dini 


• Teresorbsi  sembuh tanpa cacat
• Meluas  sembuh  cacat
• Meluas  perkejuan
• Perkejuan :
 Aktif
 Sembuh menjadi padat / membungkus diri

 tuberkuloma
 Komplikasi : - jamur
- batuk darah
GEJALA TB PARU
• 1. Gejala utama (sering ditemukan)
Batuk ≥ 3 minggu
• 2. Gejala tambahan
- Dahak campur darah
- Batuk darah
- Sesak napas
- Nyeri dada
- Badan lemah, nafsu makan turun,
BB turun, malaise, keringat malam, demam
KLASIFIKASI TB PARU
• BEKAS TB
~ Bakteriologis (mikroskopis & biakan)  negatif
~ Klinis tidak ada, atau ada gejala sisa akibat
kelainan paru yang ditinggalkan
~ Radiologis  lesi TB inaktif / serial foto sama
/ tidak berubah
~ Riwayat terapi OAT adekuat, akan lebih
mendukung
Pembagian TB berdasarkan riwayat
pengobatan
• TB paru kasus baru : yang belum mendapat OAT
atau OAT < 1 bulan
• TB paru kasus kambuh : telah dinyatakan sembuh
tetapi ditemukan kembali BTA (+) atau biakan (+)
atau foto toraks TB aktif (perburukan)
• TB paru gagal pengobatan : TB yang BTA tetap
positif atau positip kembali setelah akhir bulan ke
≥ 5 atau TB Paru BTA (–) yg menjadi BTA (+) pada
akhir bulan ke 2
Pembagian TB berdasarkan riwayat pengobatan
• Pengobatan TB :
– Fase intensif
– Fase lanjutan

• OAT pilihan pertama :


– R, H, Z, E, S
PADUAN PENGOBATAN TB

1. TB Paru BTA (+)


• Paduan yang diberikan :
2RHZE/4RH
2RHZE/4R3H3 (Program P2TB)
• Diberikan pula pada :
– TB Paru BTA (+) kasus baru
– TB Paru BTA (-) lesi luas
– TB di luar paru
• Jika diperlukan dapat diberikan fase lanjutan 7 bula
n:
2 RHZE/7RH alternatif 2RHZE/7R3H3
– TB dengan lesi luas
– TB dengan komorbid
– TB kasus berat
2. TB Paru BTA negatif lesi minimal
• Paduan yang diberikan : 2RHZE/4RH
alternatif : 2RHZE/4R3H3
6 RHE
3. TB Paru kasus kambuh
• Paduan yang diberikan :
2 RHZES/1RHZE/5RHE atau 3RHZE/6RHE
Jika ada hasil uji resistensi minimal 4 OAT yang
sensitif fase intensif 3 bulan
• Alternatif : 2 RHZES/1RHZE/5R3H3E3
(Program P2TB)
4. TB Paru gagal pengobatan
• Pengobatan berdasarkan uji resistensi
minimal 4-5 OAT dengan 2 OAT yang s
ensitif diberikan minimal 1-2 tahun
• Alternatif : 2RHZES/1RHZE/5H3R3E3
(program P2 TB)
• Pertimbangkan pembedahan
• Rujuk dr.spesialis
6. TB Paru kronik
• Bila uji resistensi belum ada : RHZES
• Bila ada uji resistensi : minimal 2 OAT sensiti
f + obat pilihan ke 2
• Pertimbangkan pembedahan
• Rujuk spesialis

7. MDR TB
• Belum ada paduan pengobatan yang distand
arisasi
• Minimal 2-3 OAT yang sensitif + obat pilihan
kedua
• Jika diberikan obat pilihan kedua + 12 bulan
• Rujuk spesialis
TB PARU DLM KEADAAN KHUSUS
• TB paru milier
• Diabetes melitus
• Kehamilan dan menyusui
• Gagal ginjal
• HIV/AIDS
• Pleuritis eksudativa TB (efusi pleura TB)
• Gangguan fungsi hati
PENGOBATAN TB PARU DLM KEADAAN KH
USUS
1. Wanita hamil  semua aman kecuali amino-
glikosida misal: streptomisin
2. Wanita menyusui  semua aman
Pengobatan pencegahan INH untuk bayi
3. Wanita pengguna kontrasepsi
Rifampisin berinteraksi dengan hormonal
kontrasepsi  menurunkan efektivitas
kontrasepsi
4. Penderita infeksi HIV/AIDS
Sama seperti penderita TB lainnya kecuali
thiacetazon
5. Penderita TB dengan DM
- Rifampisin mengurangi efektivitas sulfonil
urea, sehingga dosis perlu di  kan
6. Penderita TB dengan gangguan ginjal
- OAT yang aman 2 RHZ/6 HR
- E dan S  dapat diberikan dengan dosis
sesuai faal ginjal  di bawah pengawasan
7. Penderita TB yg memerlukan kortikosteroid
- Meningitis TB
- TB millier dgn tanda gagal napas /
meningitis
- Pleuritis eksudativa (efusi pleura)
- Perikarditis TB
8. Penderita TB dengan kelainan hati kronik
- Bilirubin > 2 atau SGOT / SGPT > 3 kali
 pemberian OAT dihentikan
- Peningkatan SGOT/SGPT < 3 kali, pemberian
OAT diteruskan  dengan pengawasan ketat
- Anjuran : 2 RHES/6RH atau 2 HES/10HE
- Hepatitis akut  S dan E maksimal 3 bulan
 hepatitis sembuh tambahkan R dan H
Hepatitis imbas obat OAT (drug induce
hepatitis) kelainan hati OK obat 
hepatotoksik

Penatalaksanaan
1. Bila klinis + (ikterik, mual, muntah) OAT stop
2. Bila klinis – (laboratorium ada kelainan )
- Bilirubin > 2 X  OAT stop
- SGOT / SGPT > 5 X  OAT stop
- SGOT / SGPT > 3 X gejala +  OAT stop
- SGOT/ SGPT > 3 X gejala -  OAT
teruskan tapi perlu pengawasan
INDIKASI PEMBEDAHAN
• Indikasi mutlak
- Telah diobati OAT adekuat BTA tetap +,
misal TB paru kasus gagal, kronik , MDR
- Batuk darah masif tak dpt diatasi
- Empiema dgn fistula bronkopleura 
konservatif gagal
• Indikasi relatif
- Batuk darah berulang BTA –
- Kerusakan satu paru / lobus dgn keluhan
- Sisa kaviti yg menetap
EVALUASI PENGOBATAN
• Evaluasi klinis : keluhan, BB, efek samping
• Evaluasi mikrobiologi : konversi sputum
akhir bln II (III), akhir bln V (VII), akhir pengobatan
• Evaluasi radiologi : perubahan Ro toraks setelah fase
intensif dan akhir pengobatan
KOMPLIKASI TB PARU
Obat Efek samping Kontra indikasi
Rifampisin Ikterus, flu like syndrome, Hipersensitif
nyeri epigastrik, reaksi
hipersensitf, supresi imun
INH Neuritis perifer, ikterus, Hipersensitif
hipersensitf, mulut kering,
nyeri epigastrik, tinitus
Pirazinamid Ggn hati, gout, atralgia, Ggn hati
anoreksia, mual muntah Hipersensitif
Ethambutol Gatal, nyeri perut, bingung, Ggn ginjal
ggn penglihatan, halusinasi,
malaise, neuritis
Streptomisin Ggn vestibuler, menurunkan Ggn ginjal
fungsi ginjal, hipersensitif Hamil
TINJAUAN PUSTAKA
ANESTESI SPINAL
Indikasi anestesi spinal
• Bedah ekstremitas bawah
• Bedah panggul
• Tindakan sekitar rektum dan perineum
• Bedah obstetri dan ginekologi
• Bedah urologi
• Bedah abdomen bawah
• Pada bedah abdomen atas dan bedah pediatri biasanya
dikombinasi dengan anestesi umum ringan.
Kontraindikasi anestesi spinal
Kontraindikasi absolut Kontraindikasi relatif
Pasien menolak Infeksi sistemik (sepsis,
bakterimia)
Infeksi pada tempat suntikan Infeksi sekitar tempat
suntikan
Hipovolemia berat atau syok Hipovolemia ringan
Koagulopati atau mendapat Kelainan neurologis dan
terapi antikoagulan kelainan psikis
Tekanan intrakranial Bedah lama
meninggi
Fasilitas resusitasi minim Penyakit jantung
Kurang pengalaman Nyeri punggung kronis
Komplikasi tindakan
• Hipotensi
• Bradikardia
• Hipoventilasi
• Trauma pembuluh darah
• Trauma saraf
• Mual dan muntah
• Gangguan pendengaran
Komplikasi pasca tindakan
• Nyeri tempat suntikan
• Nyeri punggung
• Nyeri kepala karena kebocoran likuor
• Retensio urin
• Meningitis
KASUS
Riwayat Perjalanan Penyakit
+ 1 bulan SMRS pasien mengeluh adanya
luka pada kaki kiri akibat tertusuk kayu. Luka
Luka yang
semakin terasa nyeri (+), nanah(+), bengkak (+) di
melebar sekitar luka. Pasien juga mengeluhkan batuk
pada kaki berdahak berwarna putih + 3 minggu yang
kiri sejak
lalu. Batuk tidak dipengaruhi oleh aktivitas,
+ 7 hari
SMRS. cuaca, emosi, mengi (-). Sesak napas (+),
nyeri dada disangkal, demam tidak terlalu
tinggi ada terutama pada sore dan malam hari,
berkeringat pada malam hari (+). Pasien juga
mengeluhkan nafsu makannya turun dan berat
badan menurun.
Riwayat Perjalanan Penyakit

+ 7 hari SMRS, pasien mengeluh


nyeri luka pada kaki kiri yang
semakin memberat sehingga tidak
dapat melakukan aktivitas
sehari-hari. Pasien juga
mengeluhkan sering
terbangun dimalam hari untuk
BAK (+) : 5-6 kali/ malam,
mudah merasa haus (+) dan
nafsu makan meningkat (+).
Pasien kemudian dibawa ke
IGD RS
Muhammadiyah Palembang.
Riwayat Penyakit Dahulu
• Riwayat sakit kencing manis + sejak 5 tahun yang lalu
dan jarang kontrol ke dokter.
• Riwayat sakit darah tinggi + sejak 10 tahun yang lalu
dan jarang kontrol ke dokter.
• Riwayat konsumsi rokok 1 bungkus/ hari sejak 20 tahun
yang lalu.
• Riwayat kontak dengan penderita tuberculosis disangkal
• Riwayat penyakit tuberculosis sebelumnya disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga

 Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama


dalam keluarga tidak ada.
Pemeriksaan fisik

Keadaan umum : tampak sakit sedang


Kesadaran : compos mentis
Gizi : cukup
Dehidrasi : tidak ada
Tekanan Darah : 130/80 mmHg
Nadi : 80 x kali per menit, reguler,
isi dan tegangan cukup
Pernafasan : 22 kali per menit,
thoracoabdominal
Suhu : 36,5o C
Berat badan : 55 kg
Tinggi badan : 152 cm
Your Picture Here
Pemeriksaan fisik

Kulit
Warna sawo matang, efloresensi (-), pigmentasi
normal, turgor baik, ikterus (-), sianosis (-),
telapak tangan dan kaki pucat (-), bintik-bintik
perdarahan pada kulit (-), pertumbuhan rambut
normal.
 
KGB
Tidak ada pembesaran KGB pada daerah axilla,
leher, inguinal dan submandibula serta tidak ada
nyeri penekanan.
 
Kepala
Bentuk lonjong, simetris, warna rambut hitam,
rambut mudah rontok (-), deformitas (-)
Pemeriksaan fisik

Mata
Eksophtalmus (-), endophtalmus (-), edema palpebra (-),
konjungtiva palpebra pucat (-), sklera ikterik (-), pupil isokor,
reflek cahaya (+), pergerakan mata ke segala arah baik, lapangan
penglihatan luas.
Hidung
Bagian luar hidung tak ada kelainan, septum dan tulang -tulang
dalam perabaan baik, selaput lendir dalam batas normal,
epistaksis (-).
Telinga
Kedua meatus acusticus eksternus normal, pendengaran baik,
tophi (-), nyeri tekan processus mastoideus (-).
Your Picture Here
Pemeriksaan fisik`

Mulut
Pembesaran tonsil (-), gusi berdarah (-), lidah kering (-),
tepi lidah hiperemis (-), lidah tremor (-), atrofi papil(-),
stomatitis(-), rhagaden(-), bau pernapasan khas (-).
Leher
Pembesaran kelenjar thyroid (-), JVP (5-2) cmH 2O, kaku
kuduk(-)
Dada
Bentuk dada normal, retraksi (-), nyeri tekan (-), nyeri
ketok (-), krepitasi (-), petekie (-)
Your Picture Here
Pemeriksaan fisik`

Paru
Inspeksi : statis dan dinamis simetris
Palpasi : stem fremitus kiri meningkat dibandingkan kanan
Perkusi : redup pada lapang paru kiri, sonor pada lapang
paru kanan
Auskultasi : vesikuler (+) normal di kedua lapangan paru,
ronkhi basah kasar (+) pada lapang paru kiri atas,
wheezing (-)
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis tidak teraba
Perkusi : batas atas ICS II, batas kanan linea sternalis
dextra, batas kiri linea mid clavicula sinistra
Auskultasi : HR 82 x/menit, reguler, murmur (-), gallop (-)
Your Picture Here
Pemeriksaan fisik`

Abdomen
Inspeksi : datar, venektasi (-)
Palpasi : lemas, nyeri tekan (-), hepar teraba
2 jari di bawah arcus costae, lien tidak
teraba.
Perkusi : thympani, nyeri ketok (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
 
Genital
Tidak dilakukan pemeriksaan
Your Picture Here
Pemeriksaan fisik`

Extremitas atas :

Eutoni, eutrophi, gerakan bebas, kekuatan +5, nyeri sendi (-), edema (-),
jaringan parut (-), pigmentasi normal, acral hangat, jari tabuh (-),
turgor kembali cepat, clubbing finger (-).

Extremitas bawah :

Eutoni, eutrophi, gerakan kurang, kekuatan +1, nyeri sendi (-),jaringan


parut (-), pigmentasi normal, acral hangat, turgor kembali cepat. Tampak
bagian 1/3 distal regio cruris sinistra diamputasi
No Pemeriksaan Hasil Nilai Normal

1 Hemoglobin 10,1 g/dL 12 – 16 g/dL


2 Hematokrit 30,1 vol% 37 – 47 vol%
Pemeriksaan
3 Leukosit 44.200/mm3 5.000-10.000/mm3
Laboratorium
4 Trombosit 324.000/mm3 150.000 - 440.000/mm3
(14/6/2019)
5 Hitung jenis    
 Basofil 0 1-3 %
 Eosinofil 0.1 0-1 %
 Neutrofil 92.6 40-70 %
 Limfosit 0.6 20-50 %
 Monosit 6.7 2-8 %

6 Laju Endap darah LED 69 <20 mm/jam


1 jam
7 Faktor 8 <15
Pembekuan/CT
8 Faktor 3 <6
Pemeriksaan
Pendarahan/BT
Laboratorium
9 BSS Stick 89 70-140 mg/dL
10 Ureum 44 4.5-6.3

11 Creatinine 0.6 10-50

12 Natrium 132 135-140

13 Kalium 3.8 3.5-5.5


  Urine Rutin    
  Makroskopis    
14 Warna Kuning tua Kuning

15 Kejernihan keruh Jernih

16 Berat Jenis 1.030 1.005-1.030

17 pH 5.5 4.5-7.5

18 Protein Urine POS (+) Negatif

19 Glukosa Urine Negatif Negatif


20 Nitrit Negatif Negatif
21 Keton POS (+) Negatif
22 Bilirubin Negatif Negatif
23 Urobilinogen Negatif Negatif
  Sedimen    
24 Epitel 2 1-15
25 Leukosit 7-12 <5
26 Eritrosit 6-7 >3
25 Silinder Negatif  
26 Kristal Negatif  
27 Bakteri Lain- lain Negatif Negatif
Pemeriksaan Hematologi (Tanggal 15 Juni 2019 )

No Pemeriksaan Hasil Nilai Normal


.
Pemeriksaan
1 CRP Kualitatif Positif Nrgatif
Laboratorium
Pemeriksaan Hematologi (Tanggal 16 Juni 2019)

N Pemeriksaan Hasil Nilai Normal


o.
1 Hemoglobin 9,8 14-18
PEMERIKSAAN RADIOLOGI
Pada pemeriksaan foto thorax PA
Cor tidak membesar
Perselubungan lapang atas kiri
Diafragma kanan dan kiri licin
Sinus kostofrenikus kanan lancip dan kiri
tumpul
Tulang – tulang intak
Soft tissue baik
Kesan :
KP Aktif
Pleural effuse kiri minimal
PEMERIKSAAN RADIOLOGI

Pada pemeriksaan foto pedis.


sinistra AP-OBL didapatkan :
Kesan : Gangren pedis kiri, tulang
tak tampak osteomyelitis
DIAGNOSIS BANDING
Gangren Diabetikum
Burger Disease
Trombophlebitis superficial

DIAGNOSIS KERJA
Gangren Diabetikum pedis sinistra ec
Diabetes Mellitus type II + TB Paru
 
Farmakologis
Non Farmakologis
• IVFD RL gtt xx x/m makro
 Istirahat
• Inj. Cefoperazone 2x1 gr
 Kontrol kadar gula darah dengan diet DM,
• Inj.Metronidazole 3 x 500 mg
insulin, atau obat anti diabetic
• Inj. Ketorolak 2x30 mg
 Kompres/rendam dengan air hangat (jangan
• Inj. Omeprazole 1 x 40 mg
dengan air panas atau dingin)
• Rencana Amputasi kaki kiri
• tanggal 14 Juni 2019 pukul 17.00
Intraoperatif
Persiapan alat :
Preoperatif - Alat kanulasi vena:
Persiapan pre-anestesi - Infus set
1. Informed consent - Standar infus
2. Surat persetujuan tindakan operasi - Aboquet no 18 G
3. Persiapan puasa 6 jam sebelum operasi
- Plester dan gunting
- Handschoen nonsteril
- Alcohol swab
- Torniquet
- Cairan infus (RL)
Alat anestesi spinal
Posisi pasien: - Spuit 5cc

dari posisi tidur terlentang  diposisikan duduk - Jarum spinal Quincke no.25

tegak, dengan leher fleksi, memposisikan tulang - Kasa dan duk steril

belakang seperti huruf “C” apabila dilihat dari - Betadine 10%

samping, posisi tersebut membantu memperlear - Alkohol 70 %

jarak antar ruas-ruas vertebra lumbal - Handschoen steril 

Persiapan obat anestesi spinal


Proyeksi: pendekatan midline digunakan, lokasi
- Bupivacaine 0,5%  
yang dituju adalah L3-4  garis imajiner yang
- Persiapan obat anestesi
menghubungakn antara kedua crista iliaca kanan
- Drip. Paracetamol flash 1gr
dan kiri
- Metronidazole 1x500 mg
Monitoring intraoperatif
Penusukan
- Pasien kemudian dilakukan
- Tindakan aseptik dengan betadine 10% monitoring saturasi O2, tekanan

kemudian alkohol 70% darah, laju pernapasan, denyut nadi,


cairan dan obat-obatan yang masuk,
- Tusukkan jarum spinal no.25  pastikan
seluruhnya dimonitor setiap 15
CSF keluar, CSF keluar jernih masukkan menit
obat anestesi secara perlahan (0,5 ml/detik)
- Dilakukan anestesi spinal pukul
 pasien dipersilakan berbaring kembali
17.40

- Mulai pembedahan pukul 18.00

- Selesai pembedahan 19.40


Postoperatif
Aldrete score:
 Tingkat kesadaran= 0

 Pernafasan= 2

 Tekanan darah=2

 Aktivitas=0

 Warna kulit= 2

Total nilai keseluruhan 6

Setelah didapatkan pasien dengan aldrete score 6,


pasien dipindahkan ke ruang
PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad malam
Quo ad sanationam : dubia ad malam
 
PEMBAHASAN
Gejala klasik DM
+
glukosa darah sewaktu > 200 mg/dL (11,1 mmol/L)
1 (Glukosa sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa
memperhatikan waktu makan terahir), atau

Gejala klasik DM
+
Kadar glukosa darah puasa > 126 mg/dL (7,0 mmol/L)
2 (puasa diartikan pasien tak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam), atau

Kadar glukosa darah 2 jam pada TTGO > 200 mg/dL (11,1 mmol/L)
(TTGO dilakukan dengan standar WHO, yakni menggunakan beban glukosa yang setara
3 dengan 75 gram glukosa anhidrus yang dilarutkan ke air)
ANALISIS KASUS

• Berdasarkan hasil
HASIL pemeriksaan fisik &
radiologi dapat disimpulkan
PEMERIKSAA gangren pada pedis
N FISIK & sisnistra  Wagner v
RADIOLOGI
ANALISIS KASUS
Diabetes mellitus sering disertai dengan infeksi
dan tidak jarang dengan infeksi berat. Respon
inflamasi sistemik terhadap infeksi, dimana
patogen atau toksin dilepaskan ke dalam sirkulasi
darah sehingga terjadi aktivasi proses inflamasi.
Diabetes mellitus (DM) menginduksi defisiensi
imun melalui beberapa mekanisme. Salah
satu-nya yaitu peningkatan kadar gula darah akan
mengganggu fungsi fagosit dalam chemotaxis
dan imigrasi sel sel inflamasi yang akan
terakumulasi di tempat peradangan
Lasil lab leukositosis
Diagnosa Banding Pada Kasus Gangren Diabetikum
Kriteria Gangren Diabetikum Burger disease Trombophlebitis
superficial
Usia geriatri <45 tahun
Faktor Risiko = faktor risiko DM Perokok Diabetes mellitus
gangguan kulit
Varises
Penyakit hati
Jenis Kelamin Perempuan=laki-laki Laki- laki lebih banyak Laki-laki
Etiologi Diabetes Mellitus Smokers Diabetes mellitus
gangguan kulit
Varises
Penyakit hati
Keluhan Utama Luka sukar sembuh Nyeri terutama malam Bengkak , kemerahan,
hari terapa panas, nyeri,
drainase,demam
Patofisiologi Polineuropati Angiopati Proses infeksi dan
Angiopati peradangan
Predileksi Pada daerah” yang Terutama mengenai Ekstermitas
sering terkena pembuluh darah perifer
tekanan ekstremitas inferior
dan
Superior
Terapi Sesuai derajat Konservatif : berhenti Obat antibiotik
wagner merokok
Operasi : amputasi
ANALISIS KASUS

Mechanical Control
01 Pada Pasien diminta untuk mengistirahatkan
kaki kiri, menghindari tekanan pada
daerah kaki yang luka.
(non weight bearing).

02 Metabolic Control
perencanaan asupan gizi dan,
mengendalikan komorbiditas yang
menyertai
ANALISIS KASUS
Microbiological Control
03
Bertujuan untuk mencegah infeksi lebih lanjut pada kaki.
Untuk kaki diabetiknya diberikan drugs combination yang
terdiri atas Cefoperazone dan Metronidazole. Kombinasi
ini dimaksudkan sebagai antibiotik spektrum luas, yang
dapat. mencegah berkembangnya bakteri Gram positif,
Gram negatif, maupun bakteri anaerob. Terapi ini bersifat
agresif sebab pada penderita kaki diabetik terdapat
vaskulopati dan hiperglikemi yang merupakan lingkungan
kondusif bagi bakteri untuk berkembang biak dan
memperlambat sembuhnya luka.
Vascular Control
04
ANALISIS KASUS
Wound Control
03 pembuangan jaringan terinfeksi dan nekrosis. Pasien ini
direncanakan dilakukan amputasi karena mempertimbangkan
luas gangren

04 Education Control
Pengetahuan tentang pemantauan glukosa darah
mandiri, tanda dan gejala hipoglikemia serta cara
mengatasinya harus diberikan kepada pasien.
Edukasi perawatan kaki diabetik juga penting.
Pemeriksaan kaki setiap hari dilakukan untuk
deteksi dini luka. Membersihkan kaki dengan air
bersih dan keringkan sela-sela jari kaki. Berikan
pelembab pada kulit yang kering dan gunting kuku
dengan. teknik yang benar. Periksa kaki rutin ke
dokter. terutama bila ada luka.
4 PILAR TATALAKSANA DM TIPE 2
TEORI KASUS

EDUKASI Telah dilakukan

TERAPI NUTRISI Telah dilakukan

OLAHRAGA Telah dilakukan

FARMAKOLOGI Insulin
ANALISIS KASUS
Dari pemeriksaan fisik didapatkan, stemfremitus
03
meningkat pada lapangan paru kiri dibandingkan kanan,
redup pada lapangan paru kiri, pada auskultasi
didapatkan rhonki basah kasar pada lapangan kiri atas.
Dari pemeriksaan penunjang, pada rontgen tampak
adanya perselubungan di lapangan paru kiri atas. Hal ini
menunjukkan TB paru aktif. Diagnosis tuberkulosis paru
masih dapat ditegakkan berdasarkan kelainan klinis dan
radiologis. Oleh sebab itu dalam diagnosis tuberkulosis
paru sebaiknya dicantumkan status klinis, status
bakteriologis, status radiologis .
Mengapa menggunakan anestesi spinal pada
pasien ini ?
• Anestesi spinal adalah anesesi regional dengan tindakan
penyuntikan obat anestetik lokal ke ruang subarckhnoid.
• Anestesi spinal/subarachnoid disebut juga sebagai blok
spinal intradural atau blok intratekal.
• Anestesi dihasilkan bila kita menyuntikan obat analgesik l
okal ke dalam ruang subarachnoid di daerah antara v
ertebra L2-L3 atau L4-L5.
Indikasi dilakukan anestesi spinal adalah untuk
pembedahan ekstremitas bawah, selain itu dapat
pula pada ; bedah panggul, tindakan sekitar
rektum perineum, bedah obstetri-ginekologi,
bedah urologi, bedah abdomen bawah.
kontraindikasi
• Kontraindikasi absolut
– pasien menolak,
– infeksi pada tempat suntikan,
– hipovolemi berat,
– syok,
– koagulopati atau pasien mendapat antikoagulan,
– Tekanan intrakranial meninggi,
– Fasilitas resusitasi minim,
– Kurang pengalaman atau tanpa didampingi konsultan anestesi
kontraindikasi
• Kontraindikasi relatif
– Infeksi sistemik (sepsis, bakteremi)
– Infeksi sekitar tempat suntikan
– Kelainan neurologis
– Kelainan psikis
– Bedah lama
– Penyakit jantung
– Hipovolemi ringan
– Nyeri punggung kronis
Bupivacaine
• Mekanisme kerjanya yaitu menghambat impuls saraf
dengan cara :
– Mencegah peningkatan permeabilitas sel saraf
terhadap ion natrium dan kalium.
– Meninggikan tegangan permukaan selaput lipid
monomolekuler
Bupivacaine
• Mencegah peningkatan permeabilitas sel saraf terhadap
ion natrium dan kalium
– Obat ini bekerja pada reseptor spesifik pada saluran
sodium (sodium chanel). Dengan demikian tidak
terjadi proses depolarisasi dari membran sel saraf
sehingga tidak terjadi potensial aksi dan hasilnya
tidak terjadi konduksi saraf.
Bupivacaine
• Meninggikan tegangan permukaan selaput lipid
monomolekuler
– Obat ini bekerja dengan meninggikan tegangan
permukaan lapisan lipid yang merupakan membran
sel saraf, sehingga menutup pori-pori membran
dengan demikian menghambat gerak ion termasuk
Na+ .
Bupivacaine
• Metabolisme dan eksresi
– Karena termasuk golongan amida, bupivakain d
imetabolisme melalui proses konjugasi oleh asam gl
ukoronida di hati. Sebagian kecil diekskresi melalui uri
n dalam bentuk utuh.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai