PENGASUHAN KEBIDANAN
Pertemuan 4, 5, 6, dan 7
Pertemuan 4 : Masalah psikologis perinatal
Pertemuan 5 : Pengasuhan dan Dukungan sosial bagi
orang tua selama pengasuhan
Pertemuan 6 : Komunikasi dalam pelayanan
e. Takut terhadap hal yang tidak diketahui dan terhadap tanggungjawab yang sangat berat dan
mendadak.
f. Kelelahan dan peningkatan emosi.
g. Ketidaknyamanan karena nyeri (misalnya nyeri perineum, nyeri puting susu, dll)
(Ball, 1994; Bick et al., 2002; Johnstone, 1994; Barclay & Llyod, 1996).
POSNATAL BLUES
Postnatal blues atau istilah lain postpartum blues
merupakan suatu fenomena perubahan psikologis yang
dialami oleh ibu.
Menurut Cox & Holden angka kejadian
postpartum blues sebesar 50-80%, tetapi bervariasi
tergantung pada paritasnya.
Postpartum blues biasanya terjadi pada hari ke-3 sampai
ke-5 post partum, tetapi kadang dapat juga berlangsung
seminggu atau lebih, meskipun jarang.
Gambaran kondisi ini bersifat ringan dan sementara.
Kesedihan atau kemurungan setelah melahirkan ditandai dengan gejala-
gejala sebagai berikut.
1) Sedih.
2) Cemas tanpa sebab.
3) Mudah menangis tanpa sebab.
4) Euforia, kadang tertawa.
5) Tidak sabar.
6) Tidak percaya diri.
7) Sensitif.
8) Mudah tersinggung (iritabilitas).
9) Merasa kurang menyayangi bayinya.
PENYIMPANGAN DARI KONDISI PSIKOLOGIS
YANG NORMAL (PSIKOPATOLOGI)
1. Depresi postpartum ringan hingga sedang
Lebih kurang 10-15% ibu akan mengalami depresi
postpartum ringan hingga sedang untuk pertama kalinya
(Cox et al., 1993).
Depresi adalah masalah kesehatan masyarakat yang
penting. Bukti yang kuat dari hasil-hasil penelitian
menunjukkan bahwa ganggguan ini dapat menjadi kronis,
merusak hubungan antara ibu dengan pasangannya, serta
memiliki dampak yang merugikan terhadap perkembangan
emosi dan kognitif anak (Murray et
al.,1999).
Insiden depresi lebih tinggi pada 3 bulan postpartum
dibandingkan dengan 1 bulan postpartum.
Istilah depresi postpartum hanya digunakan untuk
menggambarkan kondisi non psikosis ringan hingga
sedang, istilah ini tidak boleh digunakan sebagai istilah
umum untuk semua bentuk gangguan kesehatan jiwa
setelah persalinan (Fraser & Cooper, 2009).
Beck (1996) melakukan penelitian metaanalisis untuk
mengidentifikasi faktor risiko depresi postpartum ringan hingga
sedang adalah sebagai berikut:
a. Depresi antenatal.
f. Single parent.
2. KARAKTERISTIK PERIODE TAKING
HOLD
a. Periode ini berlangsung pada hari ke 2-4 post partum.
b. Ibu menjadi perhatian pada kemampuannya menjadi orang tua yang sukses dan
meningkatkan tanggung jawab terhadap bayi.
c. Ibu berkonsentrasi pada pengontrolan fungsi tubuhnya, BAB, BAK, serta kekuatan
dan ketahanan tubuhnya.
d. Ibu berusaha keras untuk menguasai keterampilan perawatan bayi, misalnya
menggendong, memandikan, memasang popok, dan sebagainya.
e. Pada masa ini, ibu biasanya agak sensitif dan merasa tidak mahir dalam melakukan
halhal tersebut.
f. Pada tahap ini, bidan harus tanggap terhadap kemungkinan perubahan yang terjadi.
g. Tahap ini merupakan waktu yang tepat bagi bidan untuk memberikan bimbingan cara
perawatan bayi, namun harus selalu diperhatikan teknik bimbingannya, jangan
sampai menyinggung perasaan ibu atau membuat perasaan ibu tidak nyaman karena
ia sangat sensitif. Hindari kata “jangan begitu” atau “kalau seperti itu salah”
disampaikan pada ibu karena hal itu akan sangat menyakiti perasaannya dan
akibatnya ibu akan putus asa untuk mengikuti bimbingan yang diberikan bidan.
3. Periode “Letting go” atau “ Fase Mandiri” atau “Fase Interdependen”
Ibu akan mengambil tanggung jawab terhadap perawatan bayi, ibu harus
beradaptasi dengan kebutuhan bayi yang sangat tergantung, yang menyebabkan
berkurangnya hak ibu, kebebasan dan hubungan sosial.
a. Seseorang
personal a.Kerabat/ikatan a. Sesama warga RT
interpersonal
kelompok
dikenal keluarga b. Tim kerja
b. Seseorang asing b. Pertemanan c. Komunitas
c. Persahabatan d. Kerumunan
d. Pasangan e. Pemerintah
JENIS DUKUNGAN
10 Diam
Diam menurut Damayanti (2008) digunakan pada saat klien perlu mengekpresikan ide
tetapi klien tidak tahu bagaimana menyampaikan hal tersebut.
Sikap diam juga bisa digunakan, baik oleh klien ataupun bidan, untuk mengorganisir
pikirannya.
Sikap diam memungkinkan klien untuk dapat berkomunikasi secara internal dengan
dirinya sendiri,mengorganisir dan memproses informasi yang didapat.
11. Meringkas
Meringkas tujuanya untuk membantu bidan mengulang aspek penting yang
dibicarakan sehingga dapat dilanjutkan pembicaraan dengan topik yang berkaitan.
Contoh: “Selama 30 menit Ibu dan saya telah membicarakan tentang KB....”
12. Memberikan Penghargaan
Memberikan penghargaan dapat dilakukan bila pasien sudah mengalami perubahan
secara nyata,maka perlu disampaikan demikian Contoh : “Selamat pagi Bu....., saya
perhatikan Ibu Ani hari ini sudah rapi....”
19. Asertif
Asertif adalah kemampuan untuk meyakinkan dan nyaman untuk mengekspresikan
pikiran dan perasaan dengan tetap menghargai orang lain.
20. Humor
Humor adalah hal yang penting dalam komunikasi verbal karena humor akan
mengurangi ketegangan dan stress sehingga bisa mendukung keberhasilan dalam
memberikan asuhan kebidanan.
Selain itu hormon akan merangsang katekolamin sehingga seseorang akan merasa
sehat, meningkatkan toleransi nyeri, mengurangi kecemasan, serta menfasilitasi
relaksasi dan meningkatkan metabolisme.
Trauma ; Kekerasan pada
Perempuan
KEKERASAN
Perempuan lebih mudah mengalami ketidakadilan dan
akhirnya menjadi sasaran kesewenangan dan kekerasan.
Hal ini terkait dengan kondisi:
Perendahan, pembedaan sebagai ide : budaya patriarki,
konsep tentang perempuan
Fisik : Perempuan makhluk yang lemah
Psikologis : cengeng, emosional
Seksual/reproduksi
Dimensi ekonomi
69
GAMBARAN UMUM
FAKTA : Kekerasan yang terjadi
Yang cukup menonjol bisa dalam berbagai
kekerasan dalam relasi bentuk/ tidak berwajah
personal/keluarga; tunggal
Fisik
Kekerasan dalam konteks
Psikologis/Mental
lain kekerasan dlm
komunitas, tempat kerja, Seksual/
situasi konflik dll. Reproduktif
Dimensi ekonomi
70
SIKLUS KEKERASAN PADA
RELASI PERSONAL
Pada awal relasi:
Tertarik, mengembangkan hubungan
71
SIKLUS KEKERASAN PADA
RELASI PERSONAL
Korban sering merasa ‘berdosa’ (bila tidak
memaafkan), menjadi pemicu kejadian,
poerwandari 2008
kekerasan berbasis gender -
mengembangkan harapan
Periode tenang tidak dapat bertahan.
Kembali muncul konflik dan ketegangan,
disusul ledakan kekerasan lagi, demikian
seterusnya
kristi
72
SIKLUS KEKERASAN
Ketegangan
, konflik
Periode
Memafkan,
Situasi
tenang
YANG DIRASAKAN KORBAN
Korban ‘terperangkap’
Bila tidak ada intervensi khusus (internal,
poerwandari 2008
kekerasan berbasis gender -
eksternal) bisa terus berputar dengan
perguliran makin cepat, dengan kekerasan
makin intens
Sangat destruktif secara psikologis (dan
mungkin juga fisik)
kristi
74
IMPLIKASI PSIKOLOGIS
PADA KORBAN/PENYINTAS
Kebingungan, ketakutan
Rasa bersalah, kembangkan harapan-harapan
poerwandari 2008
kekerasan berbasis gender -
kosong/ilusi
Minimalisasi tindakan pelaku; maksimalisasi
kesalahan diri
INTERNALISASI – berpikir dalam cara
berpikir masyarakat/pelaku; ‘membela’ pelaku
kristi
75
PEMULIHAN KORBAN KEKERASAN –
SIKAP PENDAMPING
Menjadi teman dan Agar subjek tidak merasa
pendengar yang baik ”ada yang salah dengan
dirinya“, dan pelan2 mampu
poerwandari 2008
kekerasan berbasis gender -
Me’normal’isasi respon
mengalami/menjalan-kan
subjek dengan memfasilitasi pemulihan dng lebih baik.
subjek untuk memahami Empatis, hati2, tidak
bahwa respon2nya (takut, evaluatif, tidak mere-mehkan,
waspada berlebih, marah dll) tidak meng-arahkan –
adalah respon sangat sesedikit mungkin
manusiawi, yang akan memberikan nasihat2 yg
terjadi juga pada korban mungkin bias
lain.
kristi
76
PEMULIHAN PSIKOSOSIAL KORBAN
KEKERASAN BERBASIS GENDER
RESTRUKTURISASI RASA BERSALAH
Men’rekonstruksi’ sikap menyalahkan diri, dan
‘rekonstruksi’ sikap lebih positif, cara pandang lebih
realistis dan adil tentang kejadian
77
PRINSIP DASAR KONSELING/
PERCAKAPAN PENDAMPINGAN
Empati: menempatkan diri dlm posisi/situasi
mitra
poerwandari 2008
kekerasan berbasis gender -
Peduli
Menunjukkan dukungan
Mendengar aktif
Meminimalkan bias dan/atau pemaksaan
keyakinan2 atau pandangan pribadi
kristi
Berespon aktif-reflektif
78
GANGGUAN STRES PASCA TRAUMA
(PTSD)
Bila stres pascatrauma tidak Penghindaran: (a)
menurun, tetapi memantap Pikiran/perasaan yang
stlh waktu cukup lama berasosiasi dengan trauma;
(b) situasi yg mengingatkan
poerwandari 2008
kekerasan berbasis gender -
Kejadian sangat
mengguncang trauma; (c) hilangnya
Kondisi (seolah) mengalami memory; (d) hilangnya
minat; (e) merasa jauh,
kembali kejadian berulang2. terasing dari orang2 lain; (f)
Mis: intrusi, mimpi2 buruk, tidakmampu hayati afek2 ttt
flashback, atau tertekan spt ‘menyayangi’; (g)
intens dlm situasi yg kesulitan bayangkan masa
ingatkan akan trauma (min 1) depan (min 3)
kristi
79
GANGGUAN STRES PASCA TRAUMA
(PTSD)
(a) kesulitan tidur; Kilpatrick dkk (1987): 57%
perempuan korban perkosaan
(b) iritabilitas, mudah meledak alami gangguan stres pasca
poerwandari 2008
kekerasan berbasis gender -
marah; trauma, 17% masih mengalami
(c) sulit konsentrasi; 17 tahun setelah perkosaan
(d) waspada berlebih; berlalu
dalam setting RS segera
(e) respon terkejut berlebih; setelah kejadian, 97% korban
(f) respon2 fisiologis (mis dada menunjukkan gejala2 stres
berdebar, lemas, keringat pasca trauma
dingin
kristi
80