Anda di halaman 1dari 14

INISIASI 4

MoDuL 5
 
Kesehatan dan
Rahasia Bank
KEgiAtAn BELAJAR 1
 
Kesehatan Bank
A. PENGERTIAN KESEHATAN BANK

Suatu bank dikatakan sehat apabila mampu menjalankan fungsinya


dengan optimal, baik dalam hal intermediary (menghimpun dan
menyalurkan dana) maupun dalam hal pemberian jasa layanan
perbankan.

Oleh karena itu, berdasarkan UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan,


Kesehatan Bank mencakup beberapa aspek, antara lain: kecukupan
modal, kualitas aset, kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas,
solvabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank
Sementara itu menurut Budisusanto dan Triandaru (2006) kesehatan
bank dapat diartikan sebagai kemampuan suatu bank untuk melakukan
kegiatan operasional perbankan secara normal dan mampu memenuhi
semua kewajiban dengan baik, dengan cara-cara yang sesuai dengan
peraturan perbankan yang berlaku. Kesehatan bank ini mencakup
kesehatan suatu bank untuk melaksanakan seluruh kegiatan usaha
perbankan yang meliputi:
1. kemampuan menghimpun dana dari masyarakat, dari lembaga lain,
dan dari modal sendiri;
2. kemampuan mengelola dana;
3. kemampuan menyalurkan dana ke masyarakat;
4. kemampuan memenuhi kewajiban kepada masyarakat, karyawan,
pemilik modal, dan pihak lain;
5. pemenuhan peraturan perbankan yang berlaku.
B. PERLUNYA KESEHATAN BANK
Peranan industri perbankan dalam perekonomian adalah cukup strategis.
Secara teori hal ini terkait dengan dua fungsi utama perbankan, yaitu
sebagai lembaga intermediasi dana dan sebagai infrastruktur kebijakan
moneter (Saunders, 2011).

Oleh karena itu, secara langsung maupun tidak langsung, baik buruknya
kinerja industri perbankan akan memengaruhi kinerja perekonomian
secara umum. Karena peran inilah maka industri bank harus sehat baik
dari sisi manajerial maupun kinerja keuangan dan kinerja pelayanan.
Untuk keperluan ini maka pada umumnya negara melakukan kontrol dan
pengawasan atas kesehatan bank.
C. PENGATURAN KESEHATAN BANK DI
INDONESIA
Aturan dalam pengaturan kesehatan bank adalah UU No.7 Tahun 1992 yang
diperbaharui dengan UU No.10 Tahun 1998 tentang Perbankan.

Pengaturan tentang kesehatan perbankan dalam UU ini tertuang dalam Pasal


29 ayat 2 yang berbunyi: Bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank
sesuai dengan ketentuan kecukupan modal, kualitas aset, kualitas manajemen,
likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan
usaha bank, dan wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-
hatian
KEgiAtAn BELAJAR 2
 
Rahasia Bank
A. PENGERTIAN DAN TUJUAN PENERAPAN RAHASIA BAN
Pengertian rahasia bank (bank secrecy) dalam kamus bisnis (business dictionary)
adalah: “One of the conditions of the relationship between a bank and its customers
is that the customers' dealings and financial affairs will be treated as confidential.
This rule, however, does not apply to the customers' credit information which is
shared rather freely among lending institution. Also, due to certain laws (such as
anti-terrorist and anti drug-trade legislation) and tax treaties between nations,
bank must release specific information to help fight terrorism and illegal drug
trade, and prevent tax- evasion and money laundering. (Salah satu persyaratan
hubungan antara bank dan nasabah adalah bahwa transaksi pelanggan (nasabah)
dan urusan keuangan akan diperlakukan sebagai suatu rahasia. Namun demikian
aturan ini tidak berlaku untuk informasi kredit nasabah yang dibagi secara bebas di
antara lembaga keuangan. Demikian juga, dalam hal hukum-hukum tertentu
(seperti undang-undang anti-teroris dan undang-undang anti-perdagangan narkoba)
dan perjanjian pajak antara negara, bank harus memberikan informasi yang rinci
untuk membantu memerangi terorisme dan perdagangan narkoba ilegal, dan
mencegah penghindaran pajak dan pencucian uang)”.
Sebagai lembaga depository eksistensi bank sangat tergantung pada
kepercayaan nasabah, khususnya nasabah penyimpan atau deposan. Ada
beberapa faktor yang sangat mempengaruhi tingkat kepercayaan nasabah
deposan terhadap suatu bank. Faktor-faktor tersebut adalah (Sjahdeini,
2005).
1. Integritas pengurus.
2. Pengetahuan dan kemampuan pengurus baik berupa pengetahuan
kemampuan manajerial maupun pengetahuan dan kemampuan teknis
perbankan.
3. Kesehatan bank yang bersangkutan.
4. Kepatuhan bank terhadap kewajiban rahasia bank
B. DASAR HUKUM PENGATURAN DAN
PENGECUALIAN RAHASIA BANK DI INDONESIA

1. Pengaturan Rahasia Bank


Pengaturan dan dasar hukum rahasia bank di Indonesia adalah Undang-
Undang No.7 Tahun 1992 tentang perbankan yang telah diubah menjadi
Undang-Undang No.10 Tahun 1998. Dalam Undang-Undang tersebut,
rahasia bank diatur dalam satu bab, yaitu bab VII dan tertuang beberapa
pasal 40 sampai 45.
Dalam pasal 40 diungkapkan bahwa: (1) Bank wajib merahasiakan
keterangan mengenai Nasabah Penyimpan dan simpanannya, kecuali dalam
hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41A, Pasal 42, Pasal 43,
Pasal 44, dan Pasal 44A. (2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) berlaku pula bagi Pihak Terafiliasi. Dari Pasal 40 terkandung makna
bahwa bank dan pihak terafiliasi wajib merahasiakan keterangan mengenai
identitas nasabah khusus untuk nasabah deposan
Tukar menukar informasi nasabah antar bank tersebut diatur dalam UU
No. 10 Tahun 1998 pada Pasal 44. Pasal 44 tersebut mengungkapkan bahwa:
(1) Dalam rangka tukar menukar informasi antar bank, direksi bank dapat
memberitahukan keadaan keuangan nasabahnya kepada bank lain.
(2) Ketentuan mengenai tukar menukar informasi sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Bank Indonesia. Latar belakang
dari diizinkannya tukar-menukar informasi atas kondisi keuangan
nasabah adalah untuk mendukung kelancaran usaha bank, khususnya
guna menghindari adanya kredit rangkap.
2. Pengecualian Pengaturan Rahasia Bank
Pengecualian tersebut meliputi sebagai berikut:
1. Kepentingan Perpajakan
2. Penyelesaian piutang bank yang sudah diserahkan kepada Badan Urusan
Piutang dan Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang Negara.
Dalam hal penyelesaian piutang bank yang sudah diserahkan kepada Badan
Urusan Piutang dan Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang Negara UU No.
10 Tahun 1998 Pasal 41A ayat 1 mengatur bahwa: Untuk penyelesaian
piutang bank yang sudah diserahkan kepada Badan Urusan Piutang dan
Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang Negara, Pimpinan Bank Indonesia
memberikan izin kepada pejabat Badan Urusan Piutang dan Lelang
Negara/Panitia Urusan Piutang Negara untuk memperoleh keterangan dari
bank mengenai simpanan Nasabah Debitur. Atas dasar ketentuan ini bank
tidak diwajibkan lagi merahasiakan informasi tentang simpanan nasabah,
apabila bank yang bersangkutan sedang dalam proses penyelesaian piutang
bank yang sudah diserahkan kepada Badan Urusan Piutang dan Lelang
Negara/Panitia Urusan Piutang Negara.

Anda mungkin juga menyukai