Sejarah Kepailitan
◦ Peraturan mengenai kepailitan telah ada sejak masa lampau, dimana para
kreditor menggunakan pailit untuk mengancam debitor agar segera melunasi
hutangnya. Semakin pesatnya perkembangan ekonomi menimbulkan semakin
banyaknya permasalahan utang-piutang di masyarakat. Di Indonesia, peraturan
mengenai kepailitan telah ada sejak tahun 1905. Saat ini, Undang-Undang
yang digunakan untuk menyelesaikan permasalahan kepailitan adalah
Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang (“UU Kepailitan”).
Pengertian Kepailitan
Pengertian dari bangkrut atau pailit menurut Ensiklopedia Ekonomi Keuangan
Perdagangan antara lain, keadaan dimana seseorang yang oleh suatu pengadilan
dinyatakan bankrupt dan yang aktivanya atau warisannya telah diperuntukkan
untuk membayar utang-utangnya. Sedangkan, kepailitan menurut UU Kepailitan
diartikan sebagai sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan
dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim
Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang.
Syarat Yuridis Pengajuan Pailit
◦ Permohonan pailit, syarat permohonan pailit telah diatur dalam UU No. 4 Tahun 1998, seperti apa yang telah ditulis
di atas.
◦ Keputusan pailit berkekuatan tetap, jangka waktu permohonan pailit sampai keputusan pailit berkekuatan tetap
adalah 90 hari
◦ Rapat verifikasi, adalah rapat pendaftaran utang – piutang, pada langkah ini dilakukan pendataan berupa jumlah
utang dan piutang yang dimiliki oleh debitur. Verifikasi utang merupakan tahap yang paling penting dalam kepailitan
karena akan ditentukan urutan pertimbangan hak dari masing – masing kreditur.
◦ Perdamaian, jika perdamaian diterima maka proses kepailitan berakhir, jika tidak maka akan dilanjutkan ke proses
selanjutnya. Proses perdamaian selalu diupayakan dan diagendakan.
◦ Homologasi akur, yaitu permintaan pengesahan oleh Pengadilan Niaga, jika proses perdamaian diterima.
◦ Insolvensi, yaitu suatu keadaan di mana debitur dinyatakan benar – benar tidak mampu membayar, atau dengan kata
lain harta debitur lebih sedikit jumlah dengan hutangnya.
PIHAK YANG DAPAT MENGAJUKAN PAILIT
• Atas permohonan debitur sendiri
• Atas permintaan seorang atau lebih kreditur
• Kejaksaan atas kepentingan umum
• Bank Indonesia dalam hal debitur merupakan lembaga bank
• Badan Pengawas Pasar Modal dalam hal debitur merupakan perusahaan efek.
Peraturan Perundangan Mengenai Kepailitan
◦ Sejarah perundang – undangan kepailitan di Indonesia telah dimulai hampir 100 tahun
yang lalu sejak 1906, sejak berlakunya “Verordening op het Faillissment en Surceance
van Betaling voor de European in Indonesia” sebagaimana dimuat dalam Staatblads
1905 No. 217 jo. Staadblads 1906 No. 348 Fallissementverordening.[1] Pada tanggal
20 April 1998, pemerintah telah menetapkan Peraturan Perundangan Pemerintah
Pengganti Undang – Undang No. 1 tahun 1998 tentang perubahan atas Undang –
Undang tentang Kepailitan yang kemudian disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat
menjadi Undang – Undang, yaitu Undang – Undang No. 4 Tahun 1998 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 1998 tentang perubahan atas Undang –
Undang tentang Kepailitan tanggal 9 September 1998 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1998 Nomor 135).
JENIS-JENIS KREDITOR DALAM KEPAILITAN
◦ Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang (“UU Kepailitan”), kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang
pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas. Sedangkan, PKPU
sendiri tidak diberikan definisi oleh UU Kepailitan. Akan tetapi, dari rumusan pengaturan mengenai PKPU dalam UU
Kepailitan kita dapat melihat bahwa PKPU adalah sebuah cara yang digunakan oleh debitur maupun kreditur dalam hal
debitur atau kreditur menilai debitur tidak dapat atau diperkirakan tidak akan dapat lagi melanjutkan pembayaran
utang-utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih, dengan maksud agar tercapai rencana perdamaian (meliputi
tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utang kepada kreditur) antara debitur dan kreditur agar debitur tidak perlu
dipailitkan (lihat Pasal 222 UU Kepailitan jo. Pasal 228 ayat [5] UU Kepailitan). Sementara, Munir Fuady dalam
bukunya yang berjudul Hukum Pailit Dalam Teori dan Praktek (hal. 177) mengatakan bahwa yang dimaksud dengan
penundaan pembayaran utang (Suspension of Payment atau Surseance van Betaling) adalah suatu masa yang diberikan
oleh undang-undang melalui putusan hakim niaga di mana dalam masa tersebut kepada pihak kreditur dan debitur
diberikan kesempatan untuk memusyawarahkan cara-cara pembayaran seluruh atau sebagian utangnya, termasuk
apabila perlu untuk merestrukturisasi utangnya tersebut.
Lanjutan
Pertama, prosedur kepailitan mengenal adanya upaya
hukum atas putusan majelis hakim Pengadilan Niaga, Ketiga, dalam kepailitan, debitur kehilangan haknya
sedangkan prosedur PKPU tidak mengenal adanya upaya untuk menguasai dan mengurus kekayaannya yang
hukum apapun. termasuk dalam harta pailit. Sedangkan dalam PKPU,
Pasal 11 ayat (1) UU Nomor 37 Tahun 2004 memberi debitur masih dapat melakukan pengurusan terhadap
peluang kepada pemohon atau termohon mengajukan hartanya selama mendapatkan persetujuan dari pengurus.
kasasi jika merasa tidak puas atas putusan majelis hakim Keempat, kepailitan tidak mengenal batas waktu tertentu
Pengadilan Niaga. Setelah kasasi, pemohon atau termohon terkait penyelesaian seluruh proses kepailitan setelah
masih diberikan kesempatan untuk mengajukan peninjauan putusan Pengadilan Niaga. Sebaliknya, PKPU mengenal
kembali atas putusan yang telah berkekuatan hukum tetap. batas waktu yakni PKPU dan perpanjangannya tidak boleh
Meskipun tidak mengenal adanya upaya hukum apapun, melebihi 270 hari setelah putusan PKPU sementara
namun UU Nomor 37 Tahun 2004 membuka kemungkinan diucapkan.
bagi Jaksa Agung untuk melakukan upaya hukum kasasi ABP Advocates adalah firma hukum yang berpengalaman
demi kepentingan hukum. dalam penanganan perkara terkait kepailitan dan PKPU.
Kedua, UU Nomor 37 Tahun 2004 mengatur bahwa Jika anda tidak ingin pusing dalam menghadapi proses
pengurusan harta debitur dalam proses kepailitan adalah kepailitan dan PKPU, percayakan penyelesaian masalah
kurator. Sementara itu, dalam proses PKPU yang anda kepada tim ABP Advocates.
melakukan pengurusan harta debitur adalah pengurus.
CONTOH KASUS
Tak ada kemampuan Batavia disebabkan karena force majeur, yaitu kalah tender pelayanan transportasi ibadah haji
dan umroh ini. Hal ini menjadi biang kerok tersendatnya pembayaran. Karena, pesawat yang disewa tersebut
diperuntukkan melayani penumpang yang hendak melakukan ibadah haji dan umrah ke Mekah-Madinah. Sehingga,
sumber pembayaran sewa pesawat berasal dari pelayanan penumpang yang melakukan ibadah haji dan umrah.
Kesimpulan
◦ Kepailitan merupakan suatu proses dimana seorang debitur yang mempunyai
kesulitan keuangan untuk membayar utangnya dinyatakan pailit oleh
pengadilan, dalam hal ini adalah pengadilan niaga, dikarenakan debitur
tersebut tidak dapat membayar utangnya, Harta debitur dapat dibagikan kepada
para kreditur sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 menyatakan
bahwa yang dimaksud dengan Kepailitan adalah sita umum atas semua
kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh
Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang ini.
REFERENSI
• https://id.wikipedia.org/wiki/Pailit
• https://www.hukum-hukum.com/p/hukum-kepailitan.html
• http://www.hukumkepailitan.com/pengertian-kepailitan/pengertian-dan-syarat-kepailitan/