Anda di halaman 1dari 23

KOMUNIKASI TERAPEUTIK

LANJUTAN
Tahapan Komunikasi Terapeutik 

Menurut Stuart dan Sundeen (1995)


a. Fase Prainteraksi 
Dimulai sebelum kontrak pertama dengan klien.
Merupakan tahap persiapan perawat sebelum
bertemu dan berkomunikasi dengan pasien.
Perawat perlu mengevaluasi diri tentang
kemampuan yang dimiliki.
Menganalisa kekuatan dan kelemahan diri, dengan
analisa diri perawat akan dapat memaksimalkan
dirinya agar bernilai terapeutik ketika bertemu dan
berkomunikasi dengan pasien, jika dirasa dirinya
belum siap untuk bertemu dengan pasien makan
perawat perlu belajar kembali dan berdiskusi dengan
teman kelompok yang lebih berkompeten.
Perawat mengumpulkan data tentang klien,
mengeksplorasi perasaan, fantasi dan ketakutan diri
dan membuat rencana pertemuan dengan klien.
b. Fase Orientasi 
Dimulai ketika perawat bertemu dengan klien untuk
pertama kalinya.
Hal utama yang perlu dikaji adalah alasan klien minta
pertolongan yang akan mempengaruhi terbinanya
hubungan perawat klien.
Dalam memulai hubungan tugas pertama adalah
membina rasa percaya, penerimaan dan pengertian
komunikasi yang terbuka dan perumusan kontrak
dengan klien.
Untuk dapat membina hubungan saling percaya
dengan pasien, perawat harus bersikap terbuka,
jujur, ikhlas, menerima pasien, menghargai
pasien dan mampu menepati janji kepada
pasien. Selain itu perawat harus merumuskan
suatu kontrak bersama dengan pasien.
Kontrak yang harus dirumuskan dan disetujui
bersama adalah tempat, waktu dan topik
pertemuan.
Perawat juga bertugas untuk menggali perasaan
dan pikiran pasien serta dapat mengidentifikasi
masalah pasien.
Pada tahap ini perawat melakukan kegiatan sebagai
berikut:
- memberi salam dan senyum pada klien
- melakukan validasi (kognitif, psikomotor, afektif)
- memperkenalkan nama perawat
- menanyakan nama kesukaan klien
- menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan
- menjelaskan waktu yang dibutuhkan untuk
melakukan kegiatan
- menjelaskan kerahasiaan.
Tujuan akhir pada fase ini ialah terbina
hubungan saling percaya.
c. Fase Kerja 
Kegiatan yang dilakukan adalah
- memberi kesempatan pada klien untuk bertanya
- menanyakan keluhan utama
- memulai kegiatan dengan cara yang baik
- melakukan kegiatan sesuai rencana
Perawat memenuhi kebutuhan dan mengembangkan pola-pola
adaptif klien.
 Interaksi yang memuaskan akan menciptakan situasi/suasana
yang meningkatkan integritas klien dengan meminimalisasi
ketakutan, ketidakpercayaan, kecemasan dan tekanan pada klien.
d. Fase Terminasi 
Kegiatan yang dilakukan oleh perawat adalah
- menyimpulkan hasil wawancara
- tindak lanjut dengan klien
- melakukan kontrak (waktu, tempat dan topik)
- mengakhiri wawancara dengan cara yang
baik.
Tahap terminasi dibagi menjadi 2, yaitu: 
• Terminasi Sementara.
Merupakan akhir dari pertemuan perawat dengan
pasien, akan tetapi masih ada pertemuan lainnya
yang akan dilakukan pada waktu yang telah
disepakati bersama. 
• Terminasi Akhir.
Pada terminasi akhir perawat telah menyelesaikan
proses keperawatan secara menyeluruh.
Hambatan Komunikasi Terapeutik
• Komunikasi ini terjadi dengan cara verbal
maupun non verbal untuk membentuk
hubungan yang nyaman antara pasien dengan
perawat, terutama pada pasien lansia.
• Namun tak selamanya komunikasi terapeutik
berjalan dengan baik.
• Justru banyak sekali hambatan yang akan
dilalui oleh seorang perawat dalam menjalin
komunikasi terapeutik.
1. Masalah penglihatan
• Masalah penglihatan pada pasien, terutama pasien lansia tentunya
juga akan memberikan pengaruh pada lambatnya komunikasi
terapeutik yang dilakukan.
• Masalah ini dapat diatasi dengan lebih menaikkan volume suara
yang digunakan ketika berbicara selama indra pendengaran pasien
masih berfungsi dengan baik.
• Namun pastikan pula tidak menaikkan volume suara tidak terlalu
menekan karena justru akan lebih terdengar seperti membentak.
2. Dominasi dalam pembicaraan
• Komunikasi terapeutik juga bisa terhambat jika pasien bukanlah
tipe pendengar yang baik.
• Pasien yang dihadapi sering kali adalah tipikal yang selalu ingin
menjadi orang yang mendominasi dan tokoh utama dalam sebuah
topik pembicaraan.
• Meskipun terasa kurang nyaman, namun ada baiknya pula jika
perawat menjadi pendengar yang baik agar pasien menjadi lebih
nyaman.
• Ketika ia sudah selesai berbicara, barulah bergantian perawat yang
berbicara sehingga pasien merasa lebih dihargai dan dihormati.
3. Mudah tersinggung
• Beberapa pasien yang diajak berkomunikasi kadang kala menjadi
sangat mudah tersinggung. Hal ini bisa terjadi karena memang
sifat pasien atau efek obat-obatan yang membuatnya menjadi
mudah emosi.
• Kondisi pasien yang mudah tersinggung tentunya menjadi
hambatan besar bagi perawat karena harus memilih dengan baik
setiap kalimat yang akan diucapkan. 
• Dalam komunikasi yang menyebabkan pasien menjadi mudah
tersinggung seperti ini, perawat sebaiknya lebih banyak meminta
maaf agar pasien menjadi lebih nyaman dalam berkomunikasi,
bahkan meskipun perawat tersebut tidak memiliki kesalahan.
4. Trauma masa lalu
• Pasien yang memiliki trauma pada masa lalunya juga akan menjadi
hambatan dalam komunikasi terapeutik yang dilaksanakan.
• Trauma masa lalu bisa saja membuat pasien menjadi lebih mudah
tersinggung, mudah menangis, bahkan marah tanpa alasan pada
perawat.
• Maka dari itu, diperlukan pengetahuan yang cukup mengenai
riwayat medis atau latar belakang pasien sebelum melakukan
komunikasi terapeutik.
• Sebisa mungkin hindari pembicaraan yang mengingatkan pasien
pada masa lalunya dan yakinkan bahwa masa depannya begitu
indah.
5. Keterbatasan fisik
• Pasien yang memiliki keterbatasan fisik juga menjadi hambatan
dalam komunikasi terapeutik.
• Salah satunya adalah masalah pendengaran. Masalah pendengaran
tentunya menjadi hambatan besar dalam komunikasi terapeutik.
• Komunikasi verbal yang menjadi bentuk komunikasi utama akan
sangat sulit dilakukan.
• Hal ini bisa diatasi dengan menaikkan volume suara atau pasien
diberikan alat bantu dengar jika sudah terlalu parah.
• Bantuan komunikasi dengan isyarat atau bahasa tubuh juga akan
sangat membantu. 
6. Sepele
• Beberapa pasien sering menganggap remeh atau sepele pada
perawat yang berusaha melakukan komunikasi dengannya.
• Sikap sepele ini biasanya sering ditemukan pada pasien yang
telah lanjut usia. Merasa lebih tua dan lebih bijak dalam
menghadapi kehidupan membuat mereka sering cuek dan tidak
peduli pada perawat yang lebih muda sehingga terkesan sepele.
• Sikap sepele ini hanya bisa diatasi dengan kelembutan dan
kesabaran dari perawat yang melakukan komunikasi terapeutik.
• Dengan kesabaran dan ketelatenan dalam merawat pasien,
maka pasien akan mengerti dengan sendirinya.
7. Menyerang perawat
• Menyerang disini bukan mempunyai arti berupa serangan fisik,
namun lebih kepada serangan mental.
• Pasien sering kali secara sadar maupun tidak sadar
mempertahankan hak mereka dengan menyerang perawat.
Serangan yang dilakukan berupa penghinaan dengan
menyalahkan perawat sehingga seolah-olah mereka adalah yang
paling benar.
•  Kondisi ini cukup sulit untuk dihadapi karena keegoisan yang
tinggi. Meskipun perawat telah memberikan penjelasan dengan
baik dan lembut, pasien akan tetap melakukan penyerangan
karena merasa bahwa hak yang ia miliki terancam.
8. Stres
• Pasien yang sedang menjalankan pengobatan akan sangat
rentan mengalami stres.
• Stres ini pula yang menyebabkan terhambatnya komunikasi
terapeutik yang dijalankan.
• Pasien yang mengalami stres akan lebih mudah jatuh ke dalam
emosi, baik mudah marah atau menangis sehingga
menyebabkan komunikasi menjadi kacau. 
• Meskipun pasien dapat menjawab setiap pertanyaan yang
dilontarkan perawat, tapi jika pasien dalam kondisi stres, maka
jawaban yang ia berikan pun tidak berasal dari kesadarannya.
9. Mempermalukan perawat
• Hambatan lain yang perlu diwaspadai adalah sikap pasien
yang kadang justru mempermalukan perawat.
• Hal ini sering kali terjadi pada perawat yang merawat
pasien dalam usia lanjut. Secara sadar maupun tidak sadar,
mereka berusaha terlihat lebih kuat dan lebih berwenang
dibandingkan dengan perawat.
• Kondisi ini justru akan semakin memperburuk komunikasi
terapeutik yang dilakukan bahkan bisa saja komunikasi
terputus begitu saja karena rasa sakit hati yang dialami
oleh perawat.
10. Lupa
• Bagi perawat yang melakukan komunikasi terapeutik dengan pasien
lanjut usia, salah satu hambatan yang sering dijumpai adalah
penyakit lupa.
• Lupa atau pikun yang dialami oleh pasien sering kali membuat
perawat harus mengulangi lagi apa yang telah dikatakannya. Bahkan
terkadang puluhan kali berbicara pun, pasien juga bisa lupa.
• Kondisi ini sebaiknya harus dimaklumi oleh perawat karena
merupakan hal di luar kemampuan si pasien.
• Pasien yang mengalami pikun sebaiknya diperlakukan dengan sangat
lembut agar komunikasi tetap berjalan dengan baik meskipun harus
sering mengulang.
11. Ketidaksabaran perawat
• Adakalanya hambatan yang terjadi dalam
komunikasi terapeutik bukan hanya berasal dari
pasien, tapi juga dari perawat itu sendiri.
• Beberapa perawat ada yang tidak memiliki
kesabaran dalam melakukan komunikasi terapeutik.
Ketidaksabaran inilah yang dapat menyebabkan
terhambatnya bahkan terputusnya komunikasi
terapeutik yang dijalankan.
12. Wawasan yang kurang
• Komunikasi terapeutik yang baik juga harus didukung dengan
wawasan yang baik oleh perawat.
• Wawasan disini maksudnya adalah kemampuan dalam
menggunakan dan mengaplikasikan ilmu dalam komunikasi
terapeutik.
• Setiap perawat tentunya telah mendapatkan bekal mengenai
cara menghadapi pasien yang baik dan benar.
• Jika wawasan perawat kurang, maka komunikasi terapeutik
yang dilakukan tentunya juga tidak dapat berjalan dengan
baik.

Anda mungkin juga menyukai