a. Fase Prainteraksi Dimulai sebelum kontrak pertama dengan klien. Merupakan tahap persiapan perawat sebelum bertemu dan berkomunikasi dengan pasien. Perawat perlu mengevaluasi diri tentang kemampuan yang dimiliki. Menganalisa kekuatan dan kelemahan diri, dengan analisa diri perawat akan dapat memaksimalkan dirinya agar bernilai terapeutik ketika bertemu dan berkomunikasi dengan pasien, jika dirasa dirinya belum siap untuk bertemu dengan pasien makan perawat perlu belajar kembali dan berdiskusi dengan teman kelompok yang lebih berkompeten. Perawat mengumpulkan data tentang klien, mengeksplorasi perasaan, fantasi dan ketakutan diri dan membuat rencana pertemuan dengan klien. b. Fase Orientasi Dimulai ketika perawat bertemu dengan klien untuk pertama kalinya. Hal utama yang perlu dikaji adalah alasan klien minta pertolongan yang akan mempengaruhi terbinanya hubungan perawat klien. Dalam memulai hubungan tugas pertama adalah membina rasa percaya, penerimaan dan pengertian komunikasi yang terbuka dan perumusan kontrak dengan klien. Untuk dapat membina hubungan saling percaya dengan pasien, perawat harus bersikap terbuka, jujur, ikhlas, menerima pasien, menghargai pasien dan mampu menepati janji kepada pasien. Selain itu perawat harus merumuskan suatu kontrak bersama dengan pasien. Kontrak yang harus dirumuskan dan disetujui bersama adalah tempat, waktu dan topik pertemuan. Perawat juga bertugas untuk menggali perasaan dan pikiran pasien serta dapat mengidentifikasi masalah pasien. Pada tahap ini perawat melakukan kegiatan sebagai berikut: - memberi salam dan senyum pada klien - melakukan validasi (kognitif, psikomotor, afektif) - memperkenalkan nama perawat - menanyakan nama kesukaan klien - menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan - menjelaskan waktu yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan - menjelaskan kerahasiaan. Tujuan akhir pada fase ini ialah terbina hubungan saling percaya. c. Fase Kerja Kegiatan yang dilakukan adalah - memberi kesempatan pada klien untuk bertanya - menanyakan keluhan utama - memulai kegiatan dengan cara yang baik - melakukan kegiatan sesuai rencana Perawat memenuhi kebutuhan dan mengembangkan pola-pola adaptif klien. Interaksi yang memuaskan akan menciptakan situasi/suasana yang meningkatkan integritas klien dengan meminimalisasi ketakutan, ketidakpercayaan, kecemasan dan tekanan pada klien. d. Fase Terminasi Kegiatan yang dilakukan oleh perawat adalah - menyimpulkan hasil wawancara - tindak lanjut dengan klien - melakukan kontrak (waktu, tempat dan topik) - mengakhiri wawancara dengan cara yang baik. Tahap terminasi dibagi menjadi 2, yaitu: • Terminasi Sementara. Merupakan akhir dari pertemuan perawat dengan pasien, akan tetapi masih ada pertemuan lainnya yang akan dilakukan pada waktu yang telah disepakati bersama. • Terminasi Akhir. Pada terminasi akhir perawat telah menyelesaikan proses keperawatan secara menyeluruh. Hambatan Komunikasi Terapeutik • Komunikasi ini terjadi dengan cara verbal maupun non verbal untuk membentuk hubungan yang nyaman antara pasien dengan perawat, terutama pada pasien lansia. • Namun tak selamanya komunikasi terapeutik berjalan dengan baik. • Justru banyak sekali hambatan yang akan dilalui oleh seorang perawat dalam menjalin komunikasi terapeutik. 1. Masalah penglihatan • Masalah penglihatan pada pasien, terutama pasien lansia tentunya juga akan memberikan pengaruh pada lambatnya komunikasi terapeutik yang dilakukan. • Masalah ini dapat diatasi dengan lebih menaikkan volume suara yang digunakan ketika berbicara selama indra pendengaran pasien masih berfungsi dengan baik. • Namun pastikan pula tidak menaikkan volume suara tidak terlalu menekan karena justru akan lebih terdengar seperti membentak. 2. Dominasi dalam pembicaraan • Komunikasi terapeutik juga bisa terhambat jika pasien bukanlah tipe pendengar yang baik. • Pasien yang dihadapi sering kali adalah tipikal yang selalu ingin menjadi orang yang mendominasi dan tokoh utama dalam sebuah topik pembicaraan. • Meskipun terasa kurang nyaman, namun ada baiknya pula jika perawat menjadi pendengar yang baik agar pasien menjadi lebih nyaman. • Ketika ia sudah selesai berbicara, barulah bergantian perawat yang berbicara sehingga pasien merasa lebih dihargai dan dihormati. 3. Mudah tersinggung • Beberapa pasien yang diajak berkomunikasi kadang kala menjadi sangat mudah tersinggung. Hal ini bisa terjadi karena memang sifat pasien atau efek obat-obatan yang membuatnya menjadi mudah emosi. • Kondisi pasien yang mudah tersinggung tentunya menjadi hambatan besar bagi perawat karena harus memilih dengan baik setiap kalimat yang akan diucapkan. • Dalam komunikasi yang menyebabkan pasien menjadi mudah tersinggung seperti ini, perawat sebaiknya lebih banyak meminta maaf agar pasien menjadi lebih nyaman dalam berkomunikasi, bahkan meskipun perawat tersebut tidak memiliki kesalahan. 4. Trauma masa lalu • Pasien yang memiliki trauma pada masa lalunya juga akan menjadi hambatan dalam komunikasi terapeutik yang dilaksanakan. • Trauma masa lalu bisa saja membuat pasien menjadi lebih mudah tersinggung, mudah menangis, bahkan marah tanpa alasan pada perawat. • Maka dari itu, diperlukan pengetahuan yang cukup mengenai riwayat medis atau latar belakang pasien sebelum melakukan komunikasi terapeutik. • Sebisa mungkin hindari pembicaraan yang mengingatkan pasien pada masa lalunya dan yakinkan bahwa masa depannya begitu indah. 5. Keterbatasan fisik • Pasien yang memiliki keterbatasan fisik juga menjadi hambatan dalam komunikasi terapeutik. • Salah satunya adalah masalah pendengaran. Masalah pendengaran tentunya menjadi hambatan besar dalam komunikasi terapeutik. • Komunikasi verbal yang menjadi bentuk komunikasi utama akan sangat sulit dilakukan. • Hal ini bisa diatasi dengan menaikkan volume suara atau pasien diberikan alat bantu dengar jika sudah terlalu parah. • Bantuan komunikasi dengan isyarat atau bahasa tubuh juga akan sangat membantu. 6. Sepele • Beberapa pasien sering menganggap remeh atau sepele pada perawat yang berusaha melakukan komunikasi dengannya. • Sikap sepele ini biasanya sering ditemukan pada pasien yang telah lanjut usia. Merasa lebih tua dan lebih bijak dalam menghadapi kehidupan membuat mereka sering cuek dan tidak peduli pada perawat yang lebih muda sehingga terkesan sepele. • Sikap sepele ini hanya bisa diatasi dengan kelembutan dan kesabaran dari perawat yang melakukan komunikasi terapeutik. • Dengan kesabaran dan ketelatenan dalam merawat pasien, maka pasien akan mengerti dengan sendirinya. 7. Menyerang perawat • Menyerang disini bukan mempunyai arti berupa serangan fisik, namun lebih kepada serangan mental. • Pasien sering kali secara sadar maupun tidak sadar mempertahankan hak mereka dengan menyerang perawat. Serangan yang dilakukan berupa penghinaan dengan menyalahkan perawat sehingga seolah-olah mereka adalah yang paling benar. • Kondisi ini cukup sulit untuk dihadapi karena keegoisan yang tinggi. Meskipun perawat telah memberikan penjelasan dengan baik dan lembut, pasien akan tetap melakukan penyerangan karena merasa bahwa hak yang ia miliki terancam. 8. Stres • Pasien yang sedang menjalankan pengobatan akan sangat rentan mengalami stres. • Stres ini pula yang menyebabkan terhambatnya komunikasi terapeutik yang dijalankan. • Pasien yang mengalami stres akan lebih mudah jatuh ke dalam emosi, baik mudah marah atau menangis sehingga menyebabkan komunikasi menjadi kacau. • Meskipun pasien dapat menjawab setiap pertanyaan yang dilontarkan perawat, tapi jika pasien dalam kondisi stres, maka jawaban yang ia berikan pun tidak berasal dari kesadarannya. 9. Mempermalukan perawat • Hambatan lain yang perlu diwaspadai adalah sikap pasien yang kadang justru mempermalukan perawat. • Hal ini sering kali terjadi pada perawat yang merawat pasien dalam usia lanjut. Secara sadar maupun tidak sadar, mereka berusaha terlihat lebih kuat dan lebih berwenang dibandingkan dengan perawat. • Kondisi ini justru akan semakin memperburuk komunikasi terapeutik yang dilakukan bahkan bisa saja komunikasi terputus begitu saja karena rasa sakit hati yang dialami oleh perawat. 10. Lupa • Bagi perawat yang melakukan komunikasi terapeutik dengan pasien lanjut usia, salah satu hambatan yang sering dijumpai adalah penyakit lupa. • Lupa atau pikun yang dialami oleh pasien sering kali membuat perawat harus mengulangi lagi apa yang telah dikatakannya. Bahkan terkadang puluhan kali berbicara pun, pasien juga bisa lupa. • Kondisi ini sebaiknya harus dimaklumi oleh perawat karena merupakan hal di luar kemampuan si pasien. • Pasien yang mengalami pikun sebaiknya diperlakukan dengan sangat lembut agar komunikasi tetap berjalan dengan baik meskipun harus sering mengulang. 11. Ketidaksabaran perawat • Adakalanya hambatan yang terjadi dalam komunikasi terapeutik bukan hanya berasal dari pasien, tapi juga dari perawat itu sendiri. • Beberapa perawat ada yang tidak memiliki kesabaran dalam melakukan komunikasi terapeutik. Ketidaksabaran inilah yang dapat menyebabkan terhambatnya bahkan terputusnya komunikasi terapeutik yang dijalankan. 12. Wawasan yang kurang • Komunikasi terapeutik yang baik juga harus didukung dengan wawasan yang baik oleh perawat. • Wawasan disini maksudnya adalah kemampuan dalam menggunakan dan mengaplikasikan ilmu dalam komunikasi terapeutik. • Setiap perawat tentunya telah mendapatkan bekal mengenai cara menghadapi pasien yang baik dan benar. • Jika wawasan perawat kurang, maka komunikasi terapeutik yang dilakukan tentunya juga tidak dapat berjalan dengan baik.