Anda di halaman 1dari 28

HAK MEMUNGUT HASIL,

JAMINAN, GADAI,
HYPOTEEK, FIDUSIA, DAN
HAK TANGGUNGAN
Hak Memungut Hasil
Definisi  hak kebendaan untuk
mengambil hasil dan barang milik orang
lain, seakan-akan ia sendiri pemiliknya,
dengan kewajiban memelihara
barang tersebut sebaik-baiknya (Pasal
756 B.W.)
1. Hak untuk memungut hasil atas suatu
benda. Ex: Menikmati buah di pohon, dll.
2. Hak untuk memakai benda tersebut. Ex:
Memakai mobil, menggunakan perabotan
rumah, dll.
Asal/Sebab Terjadinya Hak
Memungut Hasil.

• Undang-Undang
• Daluarsa/Verjaring
1.
• Kehendak Pemilik
• Surat Wasiat
2. • Perjanjian
Kewajiban Pemegang Hak Memungut Hasil
1. Pada saat awal adanya hak memungut hasil.
a. Membuat inventarisasi terhadap benda-benda yang
dipungut hasilnya.
b. Mengadakan jaminan/asuransi terhadap benda-
benda yang dipungut hasilnya.
2. Selama adanya hak memungut hasil.
a. Mengadakan perbaikan terhadap benda-benda yang
dipungut hasilnya.
b. Menanggung biaya perbaikan dan pajak-pajak atas
benda-benda yang dipungut hasilnya.
c. Memelihara benda-benda yang dipungut hasilnya.
3. Pada waktu berakhirnya hak memungut hasil.
a. Mengembalikan benda seperti dalam keadaan
semula.
b. Mengganti segala kerusakan atau kerugian atas
benda-benda yang dipungut hasilnya.
Hapus/Berakhirnya
Hak Memungut Hasil (Pasal 807 B.W.)
1.Pemegang hak meninggal dunia.
2.Habisnya waktu pemberian hak tersebut.
3.Pemegang hak menjadi eigenaar (pemilik).
4.Pemegang hak melepaskan haknya.
5.Pemegang hak selama 30 tahun tidak
menggunakan haknya (daluarsa).
6.Bendanya musnah.
1. Jaminan Kebendaan  Gadai, Hypoteek, dll.
2. Jaminan Perseorangan  Jaminan Borgtocht, Jaminan
Garansi, dll.
Lahir karena diperjanjikan.

JAMINAN DALAM
Umum HUKUM PERDATA Khusus

Pasal 1131 B.W.


Segala benda-benda bergerak dan tak bergerak milik debitur,
baik yang sudah ada maupun yang akan ada, menjadi
jaminan untuk perikatan-perikatan perorangan debitur itu.
Lahir karena ketentuan Undang-Undang.
Hypoteek  suatu hak kebendaan atas benda tak bergerak
yang dijadikan jaminan dalam pelunasan suatu perikatan
(Pasal 1162 B.W).

Obyek Hypoteek tercantum dalam Pasal 1164 B.W., namun


demikian harus memperhatikan beberapa hal sebagai
berikut:
1. “Ketentuan mengenai hypotheek sebagaimana tersebut dalam
Buku II B.W. sepanjang mengenai pembebanan Hak
Tanggungan pada hak atas tanah beserta benda-benda yang
berkaitan dengan tanah dinyatakan tidak berlaku lagi”.
2. UU Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran  hypotheek
atas kapal yang terdaftar dalam Daftar Kapal Indonesia, yakni:
a. kapal dengan ukuran tonase kotor sekurang-kurangnya GT
7 (tujuh Gross Tonnage);
b. kapal milik WNI atau badan hukum yang didirikan
berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan di
Indonesia; dan
c. kapal milik badan hukum Indonesia yang merupakan
usaha patungan yang mayoritas sahamnya dimiliki oleh
WNI.
Obyek Hypoteek tercantum dalam Pasal 1164 B.W.,
namun demikian harus memperhatikan beberapa hal
sebagai berikut:
3. UU Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan  hypotheek
pesawat terbang.

Hapus/Berakhirnya Hypoteek:
(Pasal 18-19 UUHT)
1. karena hapusnya perikatan pokoknya
2. karena pelepasan hypoteek itu o!eh
kreditur;
3. karena pengaturan urutan tingkat oleh
Pengadilan.
Gadai  suatu hak yang diperoleh kreditur atas suatu benda
bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh kreditur, atau oleh
kuasanya, sebagai jaminan atas utangnya, dan yang memberi
wewenang kepada kreditur untuk mengambil pelunasan
piutangnya dari barang itu dengan mendahalui kreditur-kreditur
lain (Pasal 1150 B.W).

1. Gadai termasuk dalam perjanjian accesoir, sama


seperti hypoteek, hak tanggungan, maupun
jaminan fidusia.
2. Bisa dibuat dengan akta dibawah tangan.
3. Apabila debitur tidak memenuhi kewajibannya,
penerima gadai berhak menjual benda gadainya.
4. Gadai berakhir/terhapus jika:
a. Hutang piutang telah lunas.
b. Penerima gadai secara sukarela
mengembalikan bendanya kepada Pemberi
Gadai.
c. Bendanya hilang.
Hak Tanggungan  hak jaminan yang dibebankan pada hak
atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang
Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok
Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang
merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan
utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang
diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-
kreditor lain.

Obyek HT:
1. Hak Milik, HGU, dan HGB.
2. Hak Pakai atas tanah negara (tanah garapan)yang
didaftarkan dan dapat dipindahtangankan.

Subyek HT, pihak-pihak yang membuat perjanjian


pemberian HT:
1. Pemberi HT  orang perseorangan atau badan hukum
yang mempunyai kewenangan untuk melakukan
perbuatan hukum terhadap obyek HT yang bersangkutan.
2. Pemegang HT  orang perseorangan atau badan hukum
yang berkedudukan sebagai pihak yang berpiutang.
Syarat mutlak dari hak atas tanah
yang dapat dijadikan obyek HT :
1. hak tersebut sesuai ketentuannya yang berlaku wajib
didaftar dalam daftar umum, dalam hal ini pada
Kantor Pertanahan. Unsur ini berkaitan dengan
kedudukan diutamakan (preferent) yang diberikan
kepada kreditor pemegang Hak Tanggungan terhadap
kreditor lainnya. Untuk itu harus ada catatan mengenai
Hak Tanggungan tersebut pada buku-tanah dan
sertipikat hak atas tanah yang dibebaninya, sehingga
setiap orang dapat mengetahuinya (asas publisitas);
dan
2. hak tersebut menurut sifatnya harus dapat
dipindahtangankan, sehingga apabila diperlukan
dapat segera direalisasi untuk membayar utang yang
dijamin pelunasannya.
SUBYEK HAK TANGGUNGAN
a. Pemberi HT (debitor)
Orang atau badan hukum yang mempunyai
kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum
terhadap obyek HT yang bersangkutan
b. Pemegang HT (kreditor)
Orang perseorangan atau badan hukum yang
berkedudukan sebagai pihak yang berpiutang

OBYEK HAK TANGGUNGAN:


 Syarat :
1. mempunyai nilai ekonomi
2. dapat dipindahtangankan
3. terdaftar dalam daftar umum (bersertipikat)
4. ditunjuk oleh Undang-undang
Obyek HT
1. Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna
Bangunan
2. Hak Pakai Atas Tanah Negara
3. Tanah dan Bangunan Rumah Susun dan
Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun
yang berdiri di atas tanah Hak Milik, Hak
Guna Bangunan atau Hak Pakai yang
diberikan oleh Negara.
Mekanisme Pemberian HT

Perjanjian Pemberi HT bermaksud Sendiri/SKMHT


Utang memberi HT kepada (Akta Otentik)
Tertentu calon Pemegang HT  Pasal 15
UUHT

Sertipikat APHT (notaris)


Hak Pendaftaran Ke Kantor (Akta Otentik)
Tanggungan Pertanahan  Pasal 13  Pasal 10-12
 Pasal 14 UUHT UUHT
UUHT
PROSES PEMBEBANAN HAK TANGGUNGAN:

1. Tahap Pemberian Hak Tanggungan


dihadapan PPAT yang membuat Akta Pemberian
Hak Tanggungan (APHT) untuk memenuhi syarat
spesialitas

2. Tahap Pendaftaran Hak Tanggungan


di Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota
(untuk memenuhi syarat publisitas)
Lahirnya Hak Tanggungan

Pada saat dibuatkannya Buku Tanah


(register) Hak Tanggungan.

Tanggal yang dicantumkan pada buku


tanah Hak Tanggungan adalah hari
ketujuh setelah penerimaan secara
lengkap surat-surat yang diperlukan
untuk pendaftaran Hak Tanggungan
SERTIPIKAT HAK TANGGUNGAN

TERDIRI DARI:
a. Salinan Buku Tanah Hak Tanggungan
b. Salinan Akta Pemberian Hak Tanggungan
(APHT)
Hak atas Tanah untuk Pembangunan Rumah Susun

a) Hak Milik
b) Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai atas Tanah Negara
c) Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai atas Hak Pengelolaan

APABILA RUMAH SUSUN DIBANGUN DI ATAS TANAH HAK


PENGELOLAAN, MAKA YANG PERLU DIPERHATIKAN:
1. Hak Pengelolaan hanya dapat diberikan kepada badan-
badan hukum yang seluruh modalnya dimiliki oleh
pemerintah atau/dan pemerintah daerah
2. Pelaku pembangunan wajib menyelesaikan status Hak
Guna Bangunan atau Hak Pakai di atas tanah Hak
Pengelolaan tersebut sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku sebelum menjual
sarusun yang bersangkutan.
HAK MILIK ATAS SATUAN RUMAH
SUSUN
Pemilikan perseorangan atas satuan-satuan rumah
susun dan hak bersama yang meliputi:
1. Hak bersama atas bagian bersama
2. Hak bersama atas benda bersama
3. Hak bersama atas tanah bersama
yang kesemuanya merupakan satu kesatuan hak
yang tidak terpisahkan
TANDA BUKTI KEPEMILIKAN HMSRS
Adalah Sertifikat hak milik atas satuan rumah susun,
terdiri atas :
a. Salinan Buku Tanah dan Surat Ukur atas Hak
Tanah Bersama menurut ketentuan Peraturan
Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960;
b. Gambar denah tingkat rumah susun yang
bersangkutan, yang menunjukkan satuan rumah
susun yang dimiliki;
c. Pertelaan mengenai besarnya bagian hak atas
bagian-bersama, benda-bersama dan tanah-
bersama yang bersangkutan;
Kesemuanya merupakan satu kesatuan yang tidak
terpisahkan.
RUMAH SUSUN DAN SATUAN RUMAH SUSUN
SEBAGAI JAMINAN HUTANG

Rumah susun berikut tanah tempat bangunan itu berdiri


serta benda lainnya yang merupakan atau kesatuan
dengan tanah tersebut dapat dijadikan jaminan hutang
tanah hak pakai atas tanah Negara.

Hak Tanggungan dapat juga dibebankan atas tanah


beserta rumah susun yang akan dibangun sebagai
jaminan pelunasan kredit yang dimaksudkan untuk
membiayai pelaksanaan pembangunan rumah susun yang
telah direncanakan di atas tanah yang bersangkutan dan
yang pemberian kreditnya dilakukan secara bertahap
sesuai dengan pelaksanaan pembangunan rumah susun
tersebut.

Hak milik atas satuan rumah susun dapat dijadikan


jaminan hutang dengan dibebani HT
Roya (PENGHAPUSAN) Parsial
Apabila Hak Tanggungan hapus karena
sebab-sebab tertentu (MISAL LUAS
SEBAGIAN) maka perlu ada penghapusan
Hak Tanggungan (roya).
Dengan berlakunya UU Rumah Susun
dimungkinkan dilakukan penghapusan Hak
Tanggungan sebagian (Roya Parsial) dengan
syarat harus diperjanjikan terlebih dahulu
dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan
(APHT)
Hapus/Berakhirnya HT:
(Pasal 18-19 UUHT)
1. hapusnya utang yang dijamin dengan
HT;
2. dilepaskannya Hak Tanggungan oleh
pemegang HT;
3. pembersihan HT berdasarkan
penetapan peringkat oleh Ketua
Pengadilan Negeri;
4. hapusnya hak atas tanah yang dibebani
HT.
Fidusia  pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas
dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak
kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan
pemilik benda.
Jaminan Fidusia  hak jaminan atas benda bergerak
baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan
benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak
dapat dibebani HT sebagaimana dimaksud dalam UUHT
yang tetap berada dalam penguasaan Pemberi Fidusia,
sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang
memberikan kedudukan yang diutamakan kepada Penerima
Fidusia terhadap kreditor lainnya.

Subyek Fidusia, pihak-pihak yang membuat perjanjian


pembebanan Fidusia:
1. Pemberi Fidusia  orang perseorangan atau korporasi
pemilik Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia.
2. Penerima Fidusia  orang perseorangan atau korporasi
yang mempunyai piutang yang pembayarannya dijamin
dengan Jaminan Fidusia.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam
implementasi UU Fidusia:
• UU Fidusia tidak berlaku terhadap HT yang berkaitan dengan tanah dan
bangunan, sepanjang peraturan perundang-undangan yang berlaku
1. menentukan jaminan atas benda-benda tersebut wajib didaftar.

• UU Fidusia tidak berlaku terhadap hypoteek atas kapal yang


terdaftar dengan isi kotor berukuran 20 (dua puluh) M3 atau
2. lebih.

• UU Fidusia tidak berlaku terhadap hypoteek atas pesawat


terbang.
3.

• UU Fidusia tidak berlaku terhadap gadai.


4.
Mekanisme Pemberian Fidusia

Perjanjian Pemberi Fidusia Akta Jaminan


Utang bermaksud memberi Fidusia  Pasal
Tertentu Jaminan Fidusia kepada 5 UU Fidusia
calon Penerima Fidusia

Kantor
Sertifikat Jaminan Pendaftaran
Fidusia Pasal 14 UU Fidusia  Pasal
Fidusia 11-12 UU
Fidusia
Hapus/Berakhirnya Fidusia:
(Pasal 25 UU Fidusia)
1. hapusnya utang yang dijamin
dengan fidusia;
2. pelepasan hak atas Jaminan
Fidusia oleh Penerima Fidusia;
atau
3. musnahnya Benda yang
menjadi objek Jaminan
Fidusia.
^_^ Terima Kasih ^_^

Anda mungkin juga menyukai