Kelompok III
Fransiska N. Ausa(1814201181) Alwina P. Pelealu (1814201029)
Pengertian Fraktur
Etilogi Fraktur
Cedera Traumatik
Cedera Patologik
Secara Spontan
Patofisiologi
Tanda & Gejala Pemeriksaan Penunjang
a. Deformitas
a. Foto Rontgen
b. Bengkak
b. Skor tulang tomography, skor C1, Mr1 : dapat
c. Echumosis dari Perdarahan Subculaneous digunakan mengidentifikasi kerusakan jaringan
d. Spasme otot spasme involunters dekat fraktur lunak.
e. Tenderness/keempukan c. Artelogram dicurigai bila ada kerusakan vaskuler
f. Nyeri mungkin disebabkan oleh spasme otot d. Hitung darah lengkap HT mungkin meningkat
berpindah tulang dari tempatnya dan kerusakan ( hemokonsentrasi ) atau menrurun (perdarahan
struktur di daerah yang berdekatan. bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada
Fraksi terbuka
Pembedahan debridement
Fraktur Reduction dan irigrasi
Manipulasi atau penurunan tertutup, Imunisasi tetanus
manipulasi non bedah penyusunan
Fraktur Immobilisasi Terapi antibiotic
Kembali secara manual dari
fragmen-fragmen tulang terhadap Pembalutan (gips) prophylactic
posisi otonomi sebelumnya. Eksternal Fiksasi Immobilisasi (Smeltzer,
Peralatan traksi :
Internal Fiksasi 2001)
Traksi kulit biasanya untuk
pengobatan jangka pendek Pemilihan Fraksi
Traksi otot atau pembedahan
biasanya untuk periode jangka
panjang.
DISLOKASI
Pengertian
Dislokasi adalah keadaan dimana tulang-tulang yang
membentuk sendi tidak lagi berhubungan secara anatomis
(tulang lepas dari sendi) (Brunner&Suddarth).
Etiologi
Etiologi tidak diketahui dengan jelas tetapi ada beberapa faktor
predisposisi, diantaranya
Akibat kelainan pertumbuhan sejak lahir
Trauma akibat kecelakaan
Trauma akibat pembedahan ortopedi
Terjadi infeksi di sekitar sendi
Patofisiologi
Penyebab terjadinya dislokasi sendi ada tiga hal yaitu karena kelainan congenital
yang mengakibatkan kekenduran pada ligamen sehingga terjadi penurunan
stabilitas sendi. Dari adanya traumatic akibat dari gerakan yang berlebih pada
Manifestasi Klinis
sendi dan dari patologik karena adanya penyakit yang akhirnya terjadi perubahan
a. Nyeri
struktur sendi. Dari 3 hal tersebut, menyebabkan dislokasi sendi. Dislokasi
mengakibatkan timbulnya trauma jaringan dan tulang, penyempitan pembuluh b. Perubahan kontur sendi
darah, perubahan panjang ekstremitas sehingga terjadi perubahan struktur. Dan c. Perubahan panjang
yang terakhir terjadi kekakuan pada sendi. Dari dislokasi sendi, perlu dilakukan ekstremitas
adanya reposisi dengan cara dibidai. d. Kehilangan mobilitas normal
Klasifikasi e. Perubahan sumbu tulang
a. Dislokasi congenital yang mengalami dislokasi
Terjadi sejak lahir akibat kesalahan pertumbuhan.
f. Deformitas
b. Dislokasi patologi
Akibat penyakit sendi dan atau jaringan sekitar sendi. g. Kekakuan
c. Dislokasi traumatic
Kedaruratan ortopedi (pasokan darah, susunan saraf rusak dan mengalami stress
berat, kematian jaringan akibat anoksia) akibat oedema (karena mengalami
pengerasan)
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan diagnostic
a. Tampak adanya perubahan kontur
a. Foto X-ray, untuk menentukan arah
sendi pada ekstremitas yang
dislokasi dan apakah disertai fraktur
mengalami dislokasi b. Foto rontgen, untuk menentukan
b. Tampak perubahan panjang luasnya degenerasi dan
ekstremitas pada daerah yang mengesampingkan malignasi
Pengkajian Sekunder
Pengkajian Primer Pengkajian sekunder dilakukan dengan
Airway menggunakan metode SAMPLE yaitu sbb :
Breathing S : Sign and symptom
Circulation A : Allergres
Disability M : Medication
Eksposure P : Prerious medical/surgical history
L : Last meal
E : Event/environment
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen
pencedera fisik
2. Gangguan integritas kulit/jaringan
berhubungan dengan perubahan sirkulasi
3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan
dengan nyeri
4. Resiko infeksi berhubungan dengan efek
prosedur invasive
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan
DIAGNOSA
kelemahan KEPERAWATAN
Diagnosa Keperawatan Tujuan/Kriteria Hasil Intervensi
Nyeri akut berhubungan dengan Setelah dilakukan Tindakan keperawatan Intervensi utama : manajemen nyeri
Observasi
agen pencedera fisik selama 1x8 jam diharapakan : Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
• Kemampuan menuntaskan aktivitas nyeri
meningkat Identifikasi skala nyeri
• Keluhan nyeri menurun Identifikasi respon nyeri non verbal
• Tidak meringis Identifikasi factor yang memperberat dan memperingan nyeri
Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
• Sikap protektif menurun Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
• Tidak gelisan Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
• Kesulitan tidur menurun Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
• Diaforesis menurun Monitor efek samping pengguanaan analgetic
• Perasaan depresi menurun Terpeutik
• Ketegangan otot menurun Berikan Teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis.
TENS, hypnosis, terapi music, terapi pijat, aromaterapi, Teknik imajinasi
• Pola napas membaik terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain)
• Tekanan darah membaik Control lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. Suhu ruangan,
• Proses berpikir membaik kebisingan, pencahayaan)
• Fungsi berkemih membaik Fasilitasi istirahat dan tidur
• Nafsu makan membaik Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
• Pola tidur membaik Edukasi
Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
Jelaskan strategi meredakan nyeri
Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
Anjurkan mengguanakan analgetic secara tepat
Ajarkan Teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian analgetic
Diagnosa Keperawatan Tujuan/Kriteria Hasil Intervensi
Gangguan integritas Setelah dilakukan Tindakan keperawatan selama Intervensi utama : Perawatan luka
Observasi
kulit/jaringan berhubungan 1x8 jam diharapkan : Monitor karakteristik luka (mis. Drainase, ukuran, warna, bau)
dengan perubahan sirkulasi Elastisitas meningkat Monitor tanda-tanda infeksi
Hidrasi meningkat Terapeutik
Lepaskan balutan dan plester secara perlahan
Perfusi jaringan meningkat Cukur rambut di sekitar daerah luka
Nyeri menurun Bersihkan dengan cairan NaCl atau pembersih nontoksik, sesuai kebutuhan
Perdarahan menurun Bersihkan jarigan nekrotik
Berikan salep yang sesuai ke kulit/lesi
Kemerahan menurun Pasang balutan sesuai jenis luka
Hematoma menurun Pertahankan Teknik steril saat melakukan perawatan luka
Pigmentasi abnormal menurun Ganti balutan sesuai jumlah eksudat dan drainase
Jadwalkan perubahan posisi setiap dua jam atau pasien
Jaringan parut menurun Berikan diet dengan kalori 30-35 kkal/kg BB/hari dan protein 1,25-1,5
Nekrosis menurun g/kgBB/hari
Abrasi kornea menurun Berikan suplemen vitamin dan mineral (mis. Vitamin C, Zinc, asam
amino),sesuai indikasi
Suhu kulit membaik Berikan terapi TENS (stimulasi saraf transkutanecus),jika perlu
Sensasi membaik Edukasi
Tekstur membaik Jelaskan tanda dan gejala infeksi
Anjurkan mengkonsumsi makanan tinggi kalori dan protein
Pertumbuhan rambut membaik Ajarkan prosedur perawatan luka secara mandiri
Kolaborasi
Kolaborasi prosedur debridement
(mis.enzimatik,biologis.meksnis,autolitik),jika perlu
Kolaborasi pemberian antibiotik,jika perlu
Diagnosa Keperawatan Tujuan/Kriteria Hasil Intervensi
Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan Tindakan keperawatan Intervensi utama : manajemen energi
selama 1x8 jam diharapkan : Observasi
berhubungan dengan • Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang
Frekuensi nadi meningkat
kelemahan Saturasi oksigen meningkat
mengakibatkan kelelahan
• Monitor kelelahan fisik dan emosional
Kemudahan dalam melakukan • Monitor pola dan jam tidur
• Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama
aktivitas sehari-hari meningkat melakukan aktivitas
Kecepatan berjalan meningkat Terapeutik
Jarak berjalan meningkat • Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus
Kekuatan tubuh bagian atas (mis. Cahaya, suara, kunjungan)
• Lakukan latihan rentang gerak pasif dan atau aktif
meningkat • Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
Kekuatan tubuh bagian bawah • Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat
meningkat berpindah atau berjalan
Edukasi
Toleransi dalam menaiki tangga • Anjurkan tirah baring
meningkat • Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
Keluhan Lelah menurun • Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan
gejala kelelahan tidak berkurang
Perasaan lemah menurun
• Ajarkan strategi koping untuk mengurangi
Warna kulit membaik kelelahan
Tekanan darah membaik Kolaborasi
Frekuensi napas membaik • Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara
meningkatkan asupan makanan
EKG iskemia membaik
JURNAL I
Judul Jurnal : Pengaruh Teknik Relaksasi Nafas Dalam terhadap Penurunan Nyeri pada Pasien Fraktur
Nama Peneliti : Lela Aini & Reza Reskita
Tempat Penelitian : RSI Siti Khadijah Palembang
Tahun Penelitian : 2017
Metode Penelitian : Penelitian ini menggunakan desain Praeksperimental dengan cara melibatkan satu
kelompok subjek, dengan rancangan One Group pretest-posttest.
Hasil Penelitian :
Menurut data RSI Siti Khadijah Palembang jumlah pasien fraktur cenderung meningkat berturut-turut
dari tahun 2014 mencapai 338 orang, pada tahun 2015, 397 orang, dan pada tahun 2016 mencapai 423
orang. Fraktur lebih dominan terjadi pada laki-laki dengan persentase 75%.
Penanganan nyeri dengan melakukan teknik relaksasi merupakan tindakan keperawatan yang dilakukan
untuk mengurangi nyeri. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa relaksasi nafas dalam sangat
efektif dalam menurunkan nyeri pasca operasi (Sehono, 2010).
Lanjutan… Dari hasil penelitian variabel peneliti pengaruh teknik relaksasi nafas
dalam terhadap penurunan skala nyeri pada pasien fraktur di RSI Siti
Khadijah Palembang (p-value=0,001). Hal ini berarti terjadi penurunan
skala nyeri sesudah mendapatkan perlakuan teknik relaksasi nafas
dalam pada pasien fraktur, yaitu rata-rata skala nyeri sebelum
dilakukan teknik relaksasi nafas dalam adalah 4 dan setelah dilakukan
teknik relaksasi nafas dalan adalah 2,80. Keadaan ini menggambarkan
bahwa teknik relaksasi nafas dalan mempengaruhi skala nyeri pada
pasien fraktur.
Hal ini disebabkan dengan teknik relaksasi nafas dalam mampu
merangsang tubuh untuk melepaskan opoid endogen yaitu endorphin dan
enkafalin. Hormon endorphin merupakan substansi sejenis morfin yang
berfungsi sebagai penghambat transmisi impuls nyeri ke otak. Sehingga
pada saat neuron nyeri mengirimkan sinyal ke otak, terjadi sinapsis
antara neuron perifer dan neuron yang menuju otak tempat seharusnya
subtansi p akan menghasilkan impuls. Pada saat tersebut endorphin akan
memblokir lepasnya substansi p dari neuron sensorik, sehingga sensasi
nyeri mulai berkurang.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di RSI Siti Khadijah
Palembang pada tanggal 15 Juni-14 Juli didapatkan bahwa :
1. Nilai rata-rata intensitas nyeri pada pasien fraktur sebelum dilakukan
teknik relaksasi nafas dalam adalah 4,21 dan median 4 dengan standar
deviasi 1,074
2. Nilai rata-rata intensitas nyeri pada pasien fraktur sesudah dilakukan
teknik relaksasi nafas dalam adalah 2,80 dan median 3 dengan standar
deviasi 1,218
Berdasarkan hasil uji Wilcoxon menunjukkan (p-value=0,001, α=0,05),
maka didapatkan perbedaan yang signifikan antara pengukuran
intensitas nyeri sebelum dan sesudah dilakukan teknik relaksasi nafas
dalam. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tindakan teknik relaksasi
nafas dalam yang dilakukan sesuai dengan aturan dapat menurunkan
intensitas nyeri pada pasien fraktur.
JURNAL II
Jurnal II
Judul Jurnal : Prinsip Penatalaksanaan Dislokasi Sendi Temporomandibular
Nama Peneliti : Indri Seta Septadina
Tahun Penelitian : 2015
Hasil Penelitian :
Etiologi dislokasi pada 60% kasus disebabkan oleh trauma akibat jatuh,
kecelakaan lalu lintas, kecelakaan rumah tangga, kekerasan, dan penyebab lain
seperti membuka mulut yang berlebihan saat menguap, tertawa, bernyanyi,
membuka mulut berkepanjangan dari prosedur lisan dan THT, membuka mulut
secara kuat dari prosedur anestesi dan endoskopi memberikan kontribusi
sekitar 40%.
Dari semua kasus yang dikaji, hanya ditemukan 4 kasus dislokasi unilateral.
Prognatisme rahang bawah, gigitan silang anterior dan gigitan terbuka
merupakan gambaran pada kasus.
Lanjutan…
Kesimpulan
Sulitnya untuk menentukan Indeks yang digunakan dalam memudahkan metode
reduksi manual untuk langsung berkaitan dengan posisi kepala condylar dan
ketinggian dari eminensia artikular. Selain itu, frekuensi dislokasi rekuren dan
kemampuan reduksiberbanding terbalik dengan ketinggian eminensia artikular.
Metode pengobatan yang lebih kompleks dan invasif belum tentu memberikan
pilihan dan hasil pengobatan terbaik, oleh karena itu pendekatan konservatif
harus dimanfaatkan secara tepat sebelum melakukan teknik bedah yang lebih
invasif yang harus dilakukan setelah penilaian menyeluruh dan rencana perawatan.
Oleh karena itu, pembedahan harus didasarkan pada jenis, mekanisme,patogenesis
dan faktor predisposisi / morfologi sendi, usia, ketersediaan bahan dan
keterampilan tenaga kerja.
Thank
You