Anda di halaman 1dari 13

Kelompok 2

Nama anggota :
1. Fuji Sariah (1811020009)
2. Afan Luhung P (1811020015)
3. Farakh Sabila Alfiyanti (1811020024)
4. Maulida Putri Pangestika (1811020036)
5. Amanda Khalda (1811020051)
6. Eka Putri Romadhani (1811020065)
BAB I

A. Latar Belakang
● Miastenia gravis adalah kelemahan otot yang cukup berat dimana terjadi kelelahan otot-otot secara cepat dengan lambatnya
pemulihan (dapat memakan waktu 10 hingga 20 kali lebih lama dari normal). Myasthenia gravis mempengaruhi sekitar 400
per 1 juta orang. Kelemahan otot yang parah yang disebabkan oleh penyakit tersebut membawa sejumlah komplikasi lain,
termasuk kesulitan bernapas, kesulitan mengunyah dan menelan, bicaracadel, kelopak mata murung dan kabur atau
penglihatan ganda.
B. Tujuan
a. Menjelaskan definisi penyakit Miasthenia Gravis
b. Menjelaskan etiologi dari penyakit Miasthenia Gravis
c. Menjelaskan epidemiologi dari penyakit Miasthenia Gravis
d. Menjelaskan patofiologi dari penyakit Miasthenia Gravis
e. Menjelaskan manifestasi klinis dari penyakit Miasthenia Gravis
f. Menjelaskan pathway dari penyakit Miasthenia Gravis
g. Menjelaskan penatalaksanaan dari penyakit Miasthenia Gravis
h. Menjelaskan algoritm penanganan dari penyakit Miasthenia Gravis
i. Membuat asuhan keperawatan penyakit Miasthenia Gravis
BAB II
A. Definisi
• Miestenia gravis adalah suatu kelainan autoimun yang ditandai oleh suatu kelemahan abnormal dan progresif pada otot
rangka yang dipergunakan secara terus-menerus dan disertai dengan kelelahan saat beraktivitas. penderita beristirahat,
maka tidak lama kemudian kekuatan otot akan pulih kembali. Penyakit ini timbul karena adanya gangguan dari synaptic
transmission atau pada NMJ (Kamarudin & Chairani, 2019).
• Myastenia Gravis (MG) merupakan salah satu jenis penyakit langka yang disebabkan oleh autoimun yang menyerang
sistem imun atau antibodi diri sendiri, terutama di bagian otot. Penyebabnya sendiri belum bisa diketahui secara pasti.
Bagian yang diserang oleh antibodi para pasien MG adalah reseptor asetikolin dan menyebabkan adanya fluktuasi
kelemahan dan kelelahan pada otot. Kelemahan dan kelelahan yang terjadi diakibatkan oleh ketidakmampuan otot dalam
menerima pesan sebagaimana yang seharusnya (Azalia, 2020).
• Myasthenia gravis (MG) adalah gangguan autoimun dari neuromuskuler junction (NMJ). Kompleksitas penyakit dan
perawatannya membuat pasien MG sangat rentan terhadap efek samping obat. Manajemen nyeri mencakup obat-obatan
dari berbagai kelompok farmakologis memiliki potensi interaksi dengan obat-obat pada terapi MG sehingga pengelolaan
nyeri pada pasien dengan MG merupakan tantangan tersendiri. Penyakit yang mendasari dan obat yang digunakan
bersamaan dari masing-masing pasien harus dipertimbangkan dengan cermat serta pemberian obat-obat analgesik sangat
tergantung dari tiap-tiap individu (Fendy Dwimartyono, 2019).
B. ETIOLOGI
• Myasthenia Gravis dimasukkan dalam golongan penyakit autoimun. Sejak tahun 1960, telah
didemonstrasikan bagaimana autoantibodi pada serum penderita Myastenia Gravis secara langsung melawan
konstituen pada o t o t . Tidak diragukan lagi, bahwa antibodi pada reseptor nikotinik asetilkolin merupakan
penyebab utama kelemahan otot pasien dengan Myastenia Gravis. Autoantibodi terhadap asetilkolin reseptor
(anti-AChRs), telah dideteksi pada serum 90% pasien yang menderita acquired myasthenia gravis
generalisata.Antibodi adalah protein yang memainkan peranan penting dalam sistem imun. Biasanya
antibodi secara langsung menolak protein-protein asing yang disebut antigen yang menyerang tubuh.
Protein-protein ini termasuk juga bakteri dan virus. Antibodi menolong tubuh untuk melindungi dirinya dari
protein-protein asing ini. Untuk alasan yang tidak dimengerti, sistem imun pada orang dengan Myasthenia
Gravis membuat antibodi melawan reseptor pada neuromuscular junction. Antibodi yang tidak normal ini
dapat ditemukan dalam darah pada orang-orang dengan Myasthenia Gravis. Antibodi tersebut
menghancurkan reseptor dengan lebih cepat dibanding tubuh mereka sendiri dapat melakukannya
(Myasthenia Gravis Foundation of America).
C. EPIDEMIOLOGI

Miastenia gravis merupakan penyakit yang jarang ditemui. Angka kejadiannya 20 dalam 100.000
populasi. Biasanya penyakit ini lebih sering tampak pada umur diatas 50 tahun. Wanita lebih sering menderita
penyakit ini dibandingkan pria dan dapat terjadi pada berbagai usia. Pada wanita, penyakit ini tampak pada
usia yang lebih muda, yaitu sekitar 28 tahun, sedangkan pada pria, penyakit ini sering terjadi pada usia 60
tahun. Pola ini sering disimpulkan dengan menyebutkan bahwa Myasthenia Gravis adalah penyakit wanita
muda dan pria tua. Pada pasien yang mengalami Myasthenia Gravis sebagai akibat karena memiliki thymoma,
tidak ada kelaziman usia dan jenis kelamin. Pada Myasthenia bayi, janin mungkin memperolah protein imun
(antibodi) dari ibu yang terkena Myasthenia Gravis. Umumnya, kasus- kasus dari Myasthenia bayi adalah
sementara dan gejala-gejala anak-anak umumnya hilang dalam beberapa minggu setelah kelahiran.
Myasthenia Gravis tidak secara langsung diwarisi ataupun menular. Adakalanya, penyakit ini mungkin terjadi
pada lebih dari satu orang dalam keluarga yang sama.
D. PATOFISIOLOGI
Otot-otot dari seluruh tubuh dikontrol oleh impul syaraf yang timbul dalam otak. Impul-impul syaraf ini berjalan turun melewati
syaraf- syaraf menuju tempat dimana syaraf-syaraf bertemu dengan serabut otot. Serabut syaraf tidak benar-benar berhubungan dengan
serabut otot. Ada tempat atau jarak antara keduanya, tempat ini disebut neuromuskular junction. Ketika impul syaraf yang berasal dari otak
sampai pada syaraf bagian akhir, syaraf bagian akhir ini mengeluarkan bahan kimia yang disebut asetilkolin. Asetilkolin berjalan
menyeberangi jarak yang ada diantara serabut syaraf dan serabut otot (neuromuscular junction) menuju serabut otot dimana banyak diikat
oleh reseptor asetilkolin. Otot menutup atau mengkerut ketika reseptor telah digiatkan oleh asetilkolin. Pada Myasthenia Gravis, ada
sebanyak 80 % penurunan pada angka reseptor asetilkolin. Penurunan ini disebabkan oleh antibodi yang menghancurkan dan merintangi
reseptor asetilkolin. Dalam kasus Myasthenia Gravis terjadi penurunan jumlah Acetyl Choline Receptor(AChR). Kondisi ini mengakibakan
Acetyl Choline(ACh) yang tetap dilepaskan dalam jumlah normal tidak dapat mengantarkan potensial aksi menuju membran post-synaptic.
Kekurangan reseptor dan kehadiran ACh yang tetap pada jumlah normal akan mengakibatkan penurunan jumlah serabut saraf yang diaktifkan
oleh impuls tertentu. inilah yang kemudian menyebabkan rasa sakit pada pasien
Sub-unit alfa juga merupakan binding site dari asetilkolin. Sehingga pada pasien myastenia gravis, antibodi IgG dikomposisikan dalam
berbagai subklas yang berbeda, dimana satu antibodi secara langsung melawan area imunogenik utama pada subunit alfa. Ikatan antibodi
reseptor asetilkolin pada reseptor asetilkolin akan mengakibatkan terhalangnya transmisi neuromuskular melalui beberapa cara, antara lain:
ikatan silang reseptor asetilkolin terhadap antibodi anti- reseptor asetilkolin dan mengurangi jumlah reseptor asetilkolin pada neuromuscular
junction dengan cara menghancurkan sambungan ikatan pada membran post sinaptik, sehingga mengurangi area permukaan yang dapat
digunakan untuk insersi reseptor-reseptor asetilkolin yang baru disintesis.
E. MANIFESTASI KLINIS
Myasthenia Gravis adalah penyakit kelemahan pada otot, maka gejala-gejala
yang timbul juga dapat dilihat dari terjadinya kelemahan pada beberapa otot. Otot-
otot yang paling sering diserang adalah otot yang mengontrol gerak mata, kelopak
mata, bicara, menelan mengunyah, dan bahkan pada taraf yang lebih gawat sampai
menyerang pada otot pernafasan. Dengan ikut terserangnya otot-otot yang
mengontrol pernafasan, maka hal ini menyebabkan penderita mengalami beberapa
gangguan dalam pernafasan, mulai dari nafas yang pendek, kesulitan untuk
menarik nafas yang dalam sampai dengan gagal nafas sehingga memerlukan
bantuan ventilator.
F. PATHWAYS A.

Miastenia Gravis

Terjadi pelemahan, penyekatan, dan penghancuran lokasi


reseptor ACh pada membran pasca sinaptik sel otot oleh
antibodi (AntiAChR)

Berkurangnya jumlah tempat AChR membatasi kecepatan

$35 $60
impuls saraf normal untuk menyebrangi celah sinaps.
$85
Kontraksi otot tidak dapat dimulai
You can explain your You can explain your You can explain your
product or your service product or your service product or your service
Kelemahan progresif ringan hingga berat dan keletihan abnormal pada
Characteristic Characteristic
otot Characteristic
Characteristic Characteristic Characteristic
Otot Volunter Prognosis Otot Pernafasan

FREE pro
penyakit yang
buruk PREMIU
Kelemahan otot- otot
rangka
Ketidakmampuan batuk
efektif, kelemahan otot-
otot pernapasan
M
Ansietas

G a n g g u a n M o b ilit a s F is i k
P o l a N a p a s Tidak
Efektif
G.PENATALAKSANAAN
Myasthenia gravis merupakan kelainan neurologik yang paling dapat diobati. Antikolinesterase
(asetilkolinesterase inhibitor) dan terapi imunomudulasi merupakan penatalaksanaan utama pada
myasthenia gravis. Antikolinesterase biasanya digunakan pada myasthenia gravis yang ringan.
Sedangkan pada pasien dengan myasthenia gravis generalisata, perlu dilakukan terapi imunomudulasi
yang rutin. Penatalaksanaan myastenia gravis dapat dilakukan dengan obat-obatan, timomektomi
ataupun dengan imunomodulasi dan imunosupresif terapi yang dapat memberikan prognosis yang baik
pada kesembuhan miastenia gravis. Terapi pemberian antibiotik yang dikombainasikan dengan
imunosupresif dan imunomodulasi yang ditunjang dengan penunjang ventilasi, mampu menghambat
terjadinya mortalitas dan menurunkan morbiditas. Pengobatan ini dapat digolongkan menjadi terapi
yang dapat memulihkan kekuatan otot secara cepat dan tepat yang memiliki onset lebih lambat tetapi
memiliki efek yang lebih lama sehingga dapat mencegah terjadinya kekambuhan.
H. Algoritm Penanganan Kekritisannya
A.

Miesthenia gravis adalah


Pasien dengan miesthenia penyakit autoimun kronis dari
gravis transmisi neuromuskular yang
menghasilkan kelemahan otot
Tanda dan gejala : kelemahan otot
ekstrem dabn mudah mengalami
kelelahan, yang umumnya memburuk
setelah istirahat

Pengkajian primer

Airway Dan Breathing Circulation


Kaji kepatenan jalan
nafas
Buka jalan nafas
dengan jaw thrust
atau head til chin lift

 MOB
Pergerakan
dinding dada
Simetris atau
tidak


Evaluasi denyut
nadi distal,
kekutan dan irama
Takikardi-stress-
 Pola pernafasan pernafasan-shock

ILE
 Adakah obstruksi  Peggunaan otot  Takikardi
jalan nafas (cairan bantu pernafasan  Amati warna kulit,
atau darah)  Adanya suara suhu dan kondisi
 Kaji gurgling dan
You can replace the image on the
nafas tambahan
stridor


Lakukan suction
(5-10 detik)
Lakukan intubasi
WEB
screen with your own work. Just
Pemberian oksigen
delete this one, add yours and
Monitor saturasi

(pemasangan ETT)
send it to the back
Pengkajian sekunder

 B1(breathing) :  Laboratorium (tes darah)


dispnea, resiko  Test wartenberg  Elektrodiagnostik
terjadi aspirasi akut,  Uji tensilon  Computed tomography scan (
kelemahan otot  Uji prostigmin CT scan) atau magnetic
diafragma.  Uji kinin resonance immaging (MRI)
 B2(bleeding) :  Tes pita suara  Pulmory function test (test
hipotensi/bradikardi fungsi paru-paru)
BAB III
A. Pengkajian
1. Identitas klien yang meliputi nama, alamat, umur, jenis kelamin, dan status
2. Keluhan utama : kelemahan otot
3. Riwayat kesehatan : diagnosa miastenia gravis didasarkan pada riwayat dan presentasi klinis. Riwayat kelemahan otot setelah aktivitas dan
pemulihan kekuatan parsial setelah istirahat sangatlah menunjukkan miastenia gravis, pasien mungkin mengeluh kelemahan setelah melakukan
pekerjaan fisik yang sederhana. Riwayat adanya jatuhnya kelopak mata pada pandangan atas dapat menjadi signifikan
4. Pemeriksaan fisik
 B1(breathing) : dispnea, resiko terjadi aspirasi dan gagal pernafasan akut, kelemahan otot diafragma.
 B2(bleeding) : hipotensi / hipertensi, takikardi / bradikardi.
 B3(brain) : kelemahan otot ekstraokular yang menyebabkan palsi okular, jatuhnya mata atau dipoblia.
 B4(bladder) : menurunkan fungsi kandung kemih, retensi urine,hilangnya sensasi saat berkemih.
 B5(bowel) : kesulitan mengunyah-menelan, disfagia, dan peristaltik usus turun, hipersalivasi, hipersekresi.
 B6(bone) : gangguan aktifitas / mobilitas fisik, kelemahan otot yang berlebih. 

B. Diagnosis
 Pola Napas Tidak Efektif b.d. Ketidakmampuan batuk efektif, kelemahan otot-otot pernapasan
 Ansietas b.d. Prognosis penyakit yang buruk
 Gangguan Mobilitas Fisik b.d. Kelemahan otot- otot rangka
C. INTERVENSI

1. Monitor Pola Napas Tidak Efektif b.d. 2. Ansietas b.d. Prognosis penyakit yang 3. Gangguan Mobilitas Fisik b.d.
Ketidakmampuan batuk efektif, buruk Kelemahan otot- otot rangka
kelemahan otot-otot pernapasan • Identifikasi saat tingkat ansietas berubah. • Monitoring tingkat kemampuan klien
• la napas. • Bantu klien mengekspresikan perasaan dalam melakukan mobilitas fisik.
• Berikan oksigen sesuai dengan kondisi marah, kehilangan, dan takut. • Bantu klien untuk melakukan mobilitas
pasien. • Monitoring tanda verbal dan nonverbal fisik.
• Kolaborasikan pemberian bronkodilator kecemasan, dampingi klien, dan lakukan • Dekatkan alat dan sarana yang dibutuhkan
jika perlu. tindakan bila menunjukkan perilaku klien dalam pemenuhan aktivitas sehari-
• Beri ventilasi mekanik sesuai dengan merusak. hari.
kebutuhan. • Beri lingkungan yang tenang dan suasana • Hindari faktor yang memungkinkan
• Lakukan pemeriksaan kapasitas vital penuh istirahat. terjadinya trauma pada saat klien
pernapasan. • Gunakan pendekatan yang tenang dan melakukan mobilisasi.
penuh keyakinan. • Monitor komplikasi gangguan mobilitas
fisik.
• Kolaborasi dengan tim fisioterapis.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai