Anda di halaman 1dari 17

SYSTEM

ENDOKRIN
DAN
HORMONE
Oleh : Fitriah
0310193147
Kelenjar Endokrin Dan Hormon
Kelenjar endokrin adalah organ tubuh yang mempunyai fungsi untuk menghasilkan substansi (hormone) yang
secara biologis sangat berguna. Sekresi atau hormon dari kelenjar ini mengalir langsung ke dalam aliran
darah dan dapat memberikan efek menyebar luas. Kelenjar endokrin dapat berupa sel tunggal atau berupa
organ multisel. Sistem endokrin terdiri dari beberapa kelenjar diantaranya adalah hipotalamus hipofisis,
pancreas, adrenal, tiroid, paratiroid, ovarium, testis, serta timus. Kelenjar hipotalamus dan hipofisis
merupakan kelenjar neuroendokrin. Kelenjar timus berperan signifikan selama masa pertumbuhan dalam
perkembangan imunitas, dan ketika dewasa fungsinya menjadi tidak signifikan. Hormon thymic yang
dihasilkan kelenjar timus berperan untuk memengaruhi perkembangan sel limfosit B menjadi sel plasma,
yaitu sel penghasil antibodi. Kelenjar pineal mensekresikan hormon melatonin, dan sebagian besar fungsinya
berkaitan dengan ritme biologis.
Kata hormon berasal dari bahasa Yunani hormon yang artinya membuat gerakan atau membangkitkan.
Hormon mengatur berbagai proses yang mengatur kehidupan. Sementara, sistem endokrin mempunyai 5
fungsi, di antaranya:

1. Membedakan sistem saraf dan sistem reproduktif pada janin yang sedang berkembang.

2. Menstimulasi urutan perkembangan.

3. Mengkoordinasi sistem reproduktif.

4. Memelihara lingkungan internal optimal.

5. Melakukan respons korektif dan adaptif ketika terjadi situasi darurat.


Klasifikasi Hormon dan Mekanisme Kerja Hormone
KLASIFIKASI HORMON

Hormon dapat diklasifikasikan melalui berbagai cara yaitu menurut komposisi kimia, sifat kelarutan, lokasi reseptor dan
sifat sinyal yang mengantarai kerja hormon di dalam sel

• Klasifikasi hormon berdasarkan senyawa kimia pembentuknya

1.Golongan Steroid→turunan dari kolestrerol

2.Golongan Eikosanoid yaitu dari asam arachidonat

3.Golongan derivat Asam Amino dengan molekul yang kecil →Thyroid,Katekolamin

4.Golongan Polipeptida/Protein →Insulin,Glukagon,GH,TSH

• Berdasarkan sifat kelarutan molekul hormon

1. Lipofilik : kelompok hormon yang dapat larut dalam lemak

2. Hidrofilik : kelompok hormon yang dapat larut dalam air


• Berdasarkan lokasi reseptor hormon

1. Hormon yang berikatan dengan hormon dengan reseptor intraseluler

2. Hormon yang berikatan dengan reseptor permukaan sel (plasma membran)

• Berdasarkan sifat sinyal yang mengantarai kerja hormon di dalam sel:kelompok

Hormon yang menggunakan kelompok second messenger senyawa cAMP,cGMP,Ca2+, Fosfoinositol, Lintasan Kinase
sebagai mediator intraseluler.
Mekanisme Kerja Hormone
Untuk dapat memahami mekanisme kerja hormon, maka perlu diketahui konsep komunikasi sel. Sel
berkomunikasi satu dengan yang lainnya melalui sinyal kimiawi. Sinyal kimiawi tersebut dapat berupa molekul
kimia sederhana seperti derivat asam amino atau derivat asam lemak, atau senyawa yang lebih komplek seperti
peptida, protein, atau steroid. Komunikasi biasanya terjadi antar sel di dalam jaringan atau organ, juga dengan
jarak tertentu dalam rangka integrasi aktivitas sel atau jaringan di organ yang berbeda. Untuk terjadi
komunikasi antar sel, maka permukaan/membran sel harus melakukan kontak atau ada substansi kimia yang
terpisah dari permukaan sel atau molekul yang dapat melintas dari sitosol sel ke sel yang lain melalui tautan
(gap junction). Untuk komunikasi dengan sel dekatnya, sinyal kimiawi dibebaskan suatu sel di ekstraseluler
menuju sel yang ada di sekitarnya. Mekanisme ini dinamakan parakrin atau sekresi lokal. Dalam bekerja
terhadap sel target, hormon mempunyai tiga mekanisme kerja utama, yaitu:
1. Mengubah permeabilitas saluran (membran) dengan bekerja pada protein saluran (protein kanal) yang
sudah ada;
2. Bekerja melalui sistem pembawa pesan kedua (second messenger) untuk mempengaruhi aktivitas sel;
3. Pengaktifan gen spesifik untuk sintesis protein baru. Hormon dalam bekerja juga memerlukan reseptor
spesifik. Reseptor pada umumnya adalah molekul protein dengan struktur tertentu sehingga hanya
melakukan pengikatan dengan hormon/analog dengan struktur hormon tertentu. Reseptor hormon terletak
di membrane sel/sitoplasma sel. Dengan demikian hormon yang dibebaskan ke dalam darah hanya bekerja
pada sel atau jaringan tertentu yang mempunyai reseptor spesifik terhadap hormon tersebut.
Berdasarkan lokasinya, reseptor hormon dibagi menjadi 3 (tiga) kelompok yaitu: 1. Reseptor membran (secara
umum untuk hormon protein, peptida, dan katekolamin) 2. Reseptor sitoplasma (steroid) 3. Reseptor nukleus
(tiroid dan steroid) Selain itu, reseptor hormon juga dibedakan berdasarkan hubungan dengan kanal ion, protein
G, enzim intraseluler pada sel target, yakni:
1. Reseptor hormon terhubung dengan kanal ion Pada kenyataannya substansi neurotransmiter seperti
asetilkolin, norepinephrine, berkombinasi dengan reseptor di membran post-sinapsis. Hal tersebut
menyebabkan perubahan struktur reseptor, biasanya terjadi pembukaan atau penutupan kanal untuk satu atau
lebih ion. Sebagai contoh, pembukaan atau penutupan ion kanal natrium yang terikat dengan reseptor, kanal
lain kalium dan kalsium. Pergerakan ion melalui kanal selanjutnya menyebabkan efek bertahap pada sel post-
sinapsis. Meskipun sejumlah hormon beraksi melalui aktivasi reseptor ion kanal, kebanyakan hormon
membuka dan menutup kanal ion melakukannya dengan cara tidak langsung karena terhubung dengan
protein G atau reseptor hormon terhubung enzim.

2. Reseptor hormon terhubung dengan protein G Banyak hormon mengaktivasi reseptor yang secara tidak
langsung mengatur aktivitas protein target (contoh: enzim atau kanal ion) dengan melakukan pasangan dengan
sekelompok protein membran sel yang disebut heteromerik GTP-binding protein (G protein). Ada lebih dari
1000 protein G terikat reseptor yang telah diketahui, semuanya mempunyai segemne transmembran keluar dan
masuk membran sel. Sebagian sisi reseptor menembus membran sel (khususnya bagian ekor sitoplasmik dari
reseptor) berikatan dengan protein G yang termasuk 3 bagian subunit (trimerik) yaitu subunit: α, β, dan γ. Pada
saat ligand (hormon) berikatan bagian ekstraseluler reseptor, perubahan konformasi terjadi di reseptor yang akan
mengaktivasi protein G dan menginduksi signal intraseluler baik membuka atau menutup kanal ion membran sel
atau perubahan aktivitas enzim di sitoplasma sel.
3. Reseptor hormon terhubung enzim Beberapa reseptor ketika diaktivasi, berfungsi langsung sebagai enzim
atau berhubungan erat dengan enzim yang diaktifkan. Komplek reseptor enzim merupakan protein yang
melintasi membran hanya sekali, berbeda dengan reseptor protein G tujuh transmembran. Reseptor komplek
enzim mempunyai sisi pengikatan hormon sendiri di bagian sisi luar membran sel dan sisi katalitik atau
pengikatan enzim di sisi dalam. Pada saat hormon terikat di bagian ekstraseluler reseptor, enzim di dalam
membran sel dengan segera diaktifkan (jarang inaktif). Meskipun banyak reseptor terikat enzim mempunyai
aktivitas enzim intrinsik, yang lainnya tergantung pada enzim yang berhubungan erat dengan reseptor untuk
menghasilkan perubahan fungsi sel.
Contoh reseptor terikat enzim adalah reseptor leptin. Leptin merupakan hormon yang disekresikan sel lemak
dan mempunyai banyak efek fisiologi, terutama pada pengaturan keseimbangan energi. Reseptor leptin
merupakan anggota keluarga besar reseptor cytokine. Pada reseptor leptin, satu dari jalur signal terjadi melalui
tyrosine kinase dari keluarga janus kinase (JAK), JAK2. Reseptor leptin merupakan dimer (dua bagian) dan
mengikat leptin di bagian ekstraseluler reseptor, memungkinkan fosforilasi dan aktivasi asosiasi intraseluler
molekul JAK2. Molekul JAK2 yang aktif kemudian memfosforilasi residu tyrosine yang lain di dalam
komplek reseptor leptin-JAK2 untuk mediasi signal intraseluler. Signal intraseluler termasuk fosforilasi protein
signal transduser dan aktivator transkripsi (STAT = Signal Transducer and Activator Transcription) yang
mengaktivasi transkripsi oleh gen target leptin untuk menginisiasi sintesis protein. Fosforilasi JAK2 memicu
aktivasi jalur enzim intraseluler lain seperti mitogen-activated protein kinases (MAPK) dan
phosphatidylinositol 3-kinase (PI3K). Beberapa efek leptin terjadi begitu cepat sebagaimana hasil aktivasi
enzim intraseluler sementara yang lain terjadi lebih lambat dan membutuhkan sintesis protein baru.
Sistem Endokrin Pada Invertebrata
Kelenjar endokrin dapat ditemukan pada hewan yang mempunyai sistem sirkulasi, baik vertebrata maupun
invertebrata. Hewan invertebrata yang sering menjadi objek studi endokrin adalah insekta, krustasea, sefalopoda, dan
moluska. Sejumlah invertebrata tidak mempunyai organ khusus untuk sekresi hormon sehingga sekresinya
dilaksanakan oleh sel neurosekretori. Sel neurosekretori dapat ditemukan diantaranya pada kelompok Coelenterata,
Platyhelminthes, Annelida, Nematoda, dan Moluska.
Kelenjar endokrin pada invertebrata cenderung berupa struktur yang sederhana, dengan jaringan amorfus melepaskan
hormon langsung ke sirkulasi terbuka. Sistem kendali berupa akson neurosekretori melepaskan neuropeptida
langsung menuju jaringan target. Hormon pada invertebrata lebih menitikberatkan pada regenerasi dan pertumbuhan,
reproduksi (determinasi seksual dan aktivitas gonad), serta peran yang terbatas dalam sistem homeostatis.
Pada kelompok hewan terdapat juga Feromon. Feromon adalah suatu senyawa kimia spesifik yang dilepaskan oleh
hewan ke lingkungannya, yang dapat menimbulkan respons perilaku, respons perkembangan, atau respons
reproduktif pada individu lain. Senyawa kimia tersebut sangat bermanfaat bagi hewan untuk memberikan daya tarik
seksual, menandai daerah kekuasaan, mengenali individu lain dalam spesies yang sama dan berperan penting dalam
sinkronisasi siklus seksual.
 Platyhelminthes
Hewan ini dapat menghasilkan hormon yang berperan penting dalam proses regenerasi, dan hormon tersebut
juga terlibat dalam regulasi osmotik dan ionik, serta proses reproduksi.

 Nematoda
Sistem endokrin pada kelompok hewan ini merupakan struktur khusus yang berfungsi untuk sekresi
neurohormon, yang berkaitan dengan sistem saraf. Struktur khusus tersebut terdapat pada anterior ganglion di
daerah kepala dan beberapa diantaranya terdapat pada korda saraf, namun tidak ada organ neurohemal khusus.
Fungsi utama neurohormon adalah kontrol molting.

 Coelenterata
Hidra yang termasuk dalam golongan ini, mempunyai sejumlah sel yang mampu menghasilkan zat kimia yang
berperan dalam proses reproduksi, pertumbuhan, dan regenerasi. Suatu molekul peptida yang disebut aktivator
kepala akan dikeluarkan oleh tubuh Hidra ketika kepalanya terpotong. Zat tersebut menyebabkan sisa tubuhnya
dapat membentuk mulut dan tentakel, dan selanjutnya membentuk daerah kepala.
 Annelida
Pada kelompok seperti Polichaeta, Oligochaeta, dan Hirudinae sudah memiliki derajat sefalisasi yang memadai. Otak
hewan tersebut memiliki sejumlah besar sel saraf yang berfungsi sebagai sel sekretori. Sistem sirkulasi pada kelompok ini
juga telah berkembang sangat baik sehingga mampu mendukung penyelenggaraan sistem endokrin. Sistem endokrin
Annelida berkaitan erat dengan aktivitas pertumbuhan, perkembangan, regenerasi, dan reproduksi. Salah satu proses yang
dikendalikan oleh sistem neuroendokrin pada Polichaeta adalah Epitoki. Dalam proses tersebut, beberapa ruas tubuh
mengalami perubahan bentuk akan terlepas dari tubuh utamanya, dan berkembang menjadi organisme yang hidup bebas.
Epitoki hanya akan berlangsung pada saat kadar hormon yang disekresi rendah, dan sekresinya dipengaruhi oleh faktor
lingkungan. Polichaeta mempunyai sel-sel neurosekretori di ganglia kepala, ganglia supraesofagial, dan berbagai ganglia di
korda saraf, serta terdapat strujtur neurohemal di dasar otak yang menerima akson dari ganglia kepala. Neurohormon
termasuk annetocin (berhubungan dengan hormon vasopressin di vertebrata) berperan penting dalam pertumbuhan,
regenerasi, dan reproduksi pada annelida. Serta berimplikasi pada osmoregulasi dan keseimbangan glukosa. Organ
neurohemal bernama kelenjar infraserebral diduga sebagai kelenjar endokrin sejati. Polichaeta juga memiliki hormon
endokrin sejati yang berasal dari oosit immature, dan disebut "feedback substance" karena mencegah produksi sel telur
berlebihan.
 Moluska
Moluska memiliki sejumlah besar sel neuroendokrin yang terletak pada ganglia penyusun sistem saraf pusat. Hewan ini
juga memiliki organ endokrin klasik. Senyawa yang dilepaskan menyerupai protein dan berperan penting dalam
mengendalikan osmoregulasi, pertumbuhan, serta reproduksi. Pada beberapa spesies hewan yang bersifat protandry,
ditemukan adanya hormon yang menstimulus pelepasan telur dari gonad dan pengeluaran telur dari tubuh.
Pada Cephalopoda, proses reproduksi dikendalikan oleh organ endokrin klasik, terutama kelenjar optik yang diduga
menyekresi beberapa hormon yang diperlukan untuk perkembangan sperma dan telur.
 Krustasea
Sistem endokrin pada krustasea umumnya berupa sistem neuroendokrin, meskipun mempunyai organ endokrin klasik.
Sistem endokrin berfungsi mengendalikan osmoregulasi, laju denyut jantung, komposisi darah, pertumbuhan, dan
pergantian kulit. Sistem kendali endokrin pada kelas Malakostra berkembang paling baik.
1. Organ neuroendokrin krustasea terdapat pada tiga daerah utama berikut:
• Kompleks kelenjar sinus atau disebut juga kompleks kelenjar sinus-organ X, yang menerima akson sel neuroendokrin
dari ganglion kepala dan lobus optik di tangkai mata. Sekresi berupa molting-inhibiting hormone (MIH);
• Organ post-komisural, menerima akson dari otak dan berakhir pada awal esofogus;
• Organ pericardial, terletak sangat dekat dengan jantung dan menerima akson dari ganglion toraks.
2. Sel endokrin klasik yang dimiliki Krustasea, yaitu:
• Organ Y merupakan sepasang kelenjar yang terletak di toraks, tepatnya pada ruas maksila dan ruas antenna.
Hormon crustecdysone yang dihasilkan kelenjar ini memengaruhi proses molting;
• Kelenjar mandibula terletak di dekat organ Y dan diduga memiliki fungsi endokrin juga.
Krustasea juga mempunyai kelenjar androgenik yang diyakini berperan dalam perkembangan testis dan produksi sperma.
Krustasea mampu mengubah warna kulitnya untuk menyesuaikan diri dengan warna latar belakang mereka sehingga dapat
terhindar dari perhatian musuhnya. Perubahan warna kulit krustasea dipengaruhi oleh penyebaran pigmen yang terdapat
dalam kromatofor dan dikendalikan oleh sistem endokrin. Hormon peptida yang disekresikan oleh kompleks kelenjar sinus
menyebabkan pigmen pada kromatofor mengumpul atau menyebar. Hormon yang dilepaskan organ perikardial juga
dianggap dapat memengaruhi fungsi kromatofor. Metamorfosis pada krustasea dilakukan oleh methyl farnesoate (MF),
prekursor hormon juvenile seperti pada insekta. Hormon hiperglikemik terdapat pada beberapa spesies.
 Insekta
Insekta memliki tiga kelompok sel neuroendokrin utama yang terletak pada sistem saraf, yaitu:
1. Sel neurosekretori medialis, merupakan kelompok sel dengan akson yang membentang hingga ke korpora
kardiaka. Korpora kardiaka adalah sepasang organ yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan dan pelepasan
neurohormon;
2. Sel neurosekretori lateralis, kelompok sel dengan akson yang membentang hingga ke korpora kardiaka;
3. Sel neurosekretori subesofageal, terdapat pada bagian di bawah kerongkongan dan memiliki akson yang
membentang ke korpora alata, yang merupakan organ endokrin klasik.
• Organ endokrin klasik lainnya yaitu kelenjar protoraks. Pada insekta yang sudah lebih maju, kelenjar ini
terletak di daerah toraks, namun pada insekta yang kurang berkembang dapat ditemukan pada daerah kepala.
Sistem endokrin pada insekta berfungsi untuk mengendalikan berbagai aktivitas, antara lain aktivitas
pertumbuhan. Pertumbuhan insekta terjadi dalam beberapa tahap dan memerlukan serangkaian proses
pengelupasan rangka luar (kulit luar). Proses perubahan bentuk tubuh dan pengelupasan kulit tersebut dikenal
dengan istilah metamorphosis. Proses metamorfosis berlangsung di bawah kendali hormon. Kelompok sel
neurosekretori medialis menghasilkan hormon protorasikotropik (PTTH), yang dilepaskan melalui ujung akson
pada korpora kardiaka. PTTH akan merangsang kelenjar protoraks untuk sekresi hormon ekdison. Hormon
ekdison menyebabkan pengelupasan kulit (ekdisis) pada insekta. Hormon juvenile dilepaskan oleh korpora alata
dan bertanggung jawab mengendalikan (menghambat) proses metamorfosis insekta .
Sistem Endokrin pada Vertebrata

Sistem endokrin pada vertebrata terutama sekali tersusun atas berbagai organ endokrin
klasik. Sistem endokrin vertebrata dapat dibedakan menjadi tiga kelompok kelenjar utama,
yaitu hipotalamus, hipofisis atau pituitari, dan kelenjar endokrin tepi. Berbagai organ
endokrin tepi bekerja di bawah kendali kelenjar pituitari bagian depan (anterior), yang
merupakan salah satu organ endokrin pusat. Pituitari anterior bekerja di bawah pengaruh
hipotalamus yang bekerjanya dipengaruhi oleh saraf. Adenohipofisis merupakan inti pada
sistem endokrin vertebrata dan mensekresikan tujuh hormon kunci "tropik", yaitu: hormon
pertumbuhan (GH), prolaktin, ACTH (atau corticotropin), MSH, TSH, dan dua gonadotropin
(GnH) LH dan FSH. Kelenjar pineal memproduksi melatonin, yang disintesis dari triptofan.
Pada mayoritas vertebrata, terkecuali mamalia dan ular, kelenjar pineal memiliki unit
fotoreseptor dengan sambungan saraf ke otak dan sensitif terhadap cahaya. Namun, kelenjar
pineal pada mamalia hanya menerima informasi tentang siklus cahaya dari mata, melalui
neuron dari nukleus suprachiasmatik hipotalamus.
 Ikan
Hormon gonadotropin yang dihasilkan oleh kelenjar pituitari dan neuroendokrin berperan dalam mengontrol
proses diferensiasi gonad pada beberapa jenis ikan. Ikan di kelompok Elasmobranchii terdapat sel
neurosekretori besar di saraf tulan belakang yang disebut sel Dahlgreen yang berperan penting mengatur
keseimbangan cairan. Sedangkan pada kelompok Teleostei terdapat organ neurohemal bernama urofisis,
mensekresikan sejumlah peptida yang disebut urotensin, berperan dalam regulasi tekanan darah (UTI),
kontraksi jaringan otot (UTII), dan asupan natrium (UTIII) pada insang sebagai bagian respon osmoregulasi
pada spesies air tawar, dan efek antidiuretik (UTIV).
Ikan pada kelompok Teleostei memiliki organ Korpuskula Stannius (CS), yang merupakan kelenjar endokrin
kecil yang berada di permukaan ginjal. CS mengandung hormon yang meregulasi kadar kalsium. Kontrol
sistem osmoregulasi pada Teleostei diatur oleh sejumlah hormon-hormon dari hipofisis seperti prolaktin, dan
GH, serta hormon kortisol dari kelenjar interrenal, yang berperan penting dalam aklimasi osmotik. Kortisol
bersama dengan GH menstimulasi pengeluaran ion pada keadaan hiperosmotik, dan kerjasama antara kortisol
dan prolaktin berperan untuk meningkatkan asupan ion di keadaan lingkungan hipoosmotik.
 Amfibia
Hormon tiroid tidak hanya mengatur pertumbuhan dan pematangan seksual, tetapi juga mengontrol
metamorfosis. Semua kelompok Amfibi, termasuk Anura dan Caudata, mempunyai dua jenis hormon
gonadotropik yang secara stuktur dan fungsi mirip dengan LH dan FSH pada mamalia. Stimulasi pelepasan
hormon gonadotropik dihasilkan dari pengaruh Gonadotropin-releasing hormone (GnRH). GnRH merupakan
neurohormon utama yang mengaktifkan reproduksi amfibi, dihasilkan oleh hipotalamus.
 Reptilia
Kelenjar endokrin pada reptil adalah hipofisis, adrenal, tiroid, pankreas, testis, ovarium, dan pineal. Terdapat
beberapa perbedaan hormon pada reptil dibandingkan dengan mamalia. Pituitari (hipofisis) posterior reptil
mensekresikan hormon AVT (arginine vasotocin) dan mesotocin. Sekresi dari korteks adrenal
adalah corticosterone.
 Aves
Kelenjar pituitari posterior menghasilkan AVT dan mesotocin. Kelenjar tiroid kelompok unggas memiliki
keunikan karena tidak terdapat sel-sel kalsitonin, yang letaknya terpisah di kelenjar ultimobranchial. Sintesis
hormon tiroid mirip dengan sintesis pada mamalia, yaitu terdapat hormon T 3 dan T4.
 Mamalia
Kelenjar endokrin vertebrata, terutama mamalia, sudah dipelajari dengan baik. Peranan kelenjar endokrin
dalam memelihara kondisi homeostasis telah diuraikan dengan cukup detail. [17] Kelenjar endokrin utama pada
mamalia adalah hipotalamus, hipofisis, tiroid, paratiroid, timus, pankreas, adrenal, dan gonad. Hormon-hormon
yang disekresi oleh kelenjar tersebut memengaruhi berbagai sel dan satu sama lainnya selama perkembangan
mamalia. Plasenta merupakan salah satu sumber hormon penting berhubungan dengan fungsi reproduksi,
hanya terdapat pada mamalia betina. Selama kehamilan plasenta mensekresikan estrogen dan progesteron,
serta chorionic gonadotropin pada kelompok Primata.
THANK YOU

Anda mungkin juga menyukai