Makalah Promkes Imunisasi
Makalah Promkes Imunisasi
(TRYPANOSOMIASIS)
Kelompok 4 :
Bismo Haryo Dwi. P
Susi
Sherly Febrianti
DEFINISI
Trypanosomiasis disebut juga penyakit tidur,
merupakan penyakit parasit yang disebabkan oleh
infeksi protozoa yang tergabung dalam genus
Trypanosoma.
Parasit ini bisa mempengaruhi kelenjar getah bening,
menyerang system saraf pusat dan otak manusia
sehingga menyebabkan koma dan berujung pada
kematian
TANDA DAN GEJALA
Pada tahap awal, tripanosoma berkembang biak di jaringan subkutan,
darah, dan limfe. Tahap ini disebut juga tahap hemolimfatik, yang dapat
menimbulkan gejala demam, nyeri kepala, nyeri sendi, dan gatal.
Pada tahap selanjutnya, parasit akan menembus sawar darah otak dan
menginfeksi sistem saraf pusat. Tahap ini disebut juga tahap neurologis
atau tahap meningoensefalikal. Umumnya, pada tahap inilah gejala mulai
tampak jelas seperti: perubahan tingkah laku, linglung, gangguan sensoris
dan koordinasi gerak tubuh yang terganggu. Gangguan siklus tidur
merupakan ciri khas penyakit ini. Jika tidak diobati, penyakit ini dapat
berakibat fatal.
GEJALA UMUM YANG SERING DIALAMI :
Pada fase awal, pasien yang terserang infeksi parasit Trypanosoma mungkin akan mengalami gejala-gejala berikut:
- Sakit kepala
- Demam yang muncul setiap beberapa hari atau bulan
- Pembengkakan kelenjar getah bening di leher belakang
- Malaise (tidak enak badan)
- Tubuh terasa lelah
- Ruam kulit
- Nyeri sendi
- Penurunan berat badan
Jika penyakit tidur telah memasuki fase kedua, gejala-gejala yang dirasakan akan semakin parah karena parasit telah menginfeksi
otak dan sistem saraf pusat. Berikut gejalanya:
Perlu Anda ketahui bahwa parasit penyebab penyakit tidur ini memiliki dua varian, yaitu:
1. Trypanosoma brucei gambiense
Serangan parasit ini lebih sering terjadi di Afrika wilayah Barat dan Tengah, yang dilaporkan telah
menyumbang 97% kasus penyakit tidur. T. b. gambiense adalah parasit yang bergerak lambat dan bisa
berada di dalam darah hingga 1-2 tahun, bahkan lebih, sebelum menyerang saraf dan menimbulkan
gejala.
2. Trypanosoma brucei rhodesiense
Serangan parasit ini banyak terjadi di Afrika wilayah Timur dan Selatan, dan dilaporkan telah
menyumbang kurang dari 3% kasus penyakit tidur. Berbeda dengan varian sebelumnya, T. b.
rhodesiense bergerak lebih cepat dan dapat menyerang sistem saraf pusat hanya dalam waktu beberapa
minggu. Jika tidak segera diobati, dapat menyebabkan kematian dalam beberapa bulan.
DIAGNOSA
Dalam proses diagnosis, dokter akan menanyakan terlebih dahulu gejala-gejala
yang anda alami, serta riwayat perjalanan anda. Apabila baru saja anda pulang dari
Afrika dan dokter menduga adanya infeksi parasit Trypanosoma, Anda perlu
menjalani tes tambahan :
Mengenakan pakaian berlengan panjang dan cukup tebal dengan warna yang tidak mencolok atau
bisa membaur dengan lingkungan. Lalat tsetse tertarik pada warna-warna yang terlalu terang atau
terlalu gelap dan dapat menggigit menembus pakaian yang terlalu tipis.
Pastikan tidak ada lalat di kendaraan yang dinaiki. Lalat tsetse tertarik pada gerakan dan debu dari
kendaraan yang bergerak.
Hindari semak-semak. Lalat tsetse tidak terlalu aktif pada cuaca panas, tetapi akan menggigit bila
tempat tinggalnya di semak-semak terganggu.
Gunakan lotion anti serangga. Lotion memang terbukti kurang ampuh untuk mencegah gigitan lalat
tsetse, tetapi cukup ampuh untuk menangkal serangga lain yang mungkin juga bisa menularkan
penyakit ini.
EPIDEMIOLOGI Selain pada manusia, parasit Trypanosoma juga dapat menginfeksi hewan
liar dan ternak lewat gigitan lalat TseTse, khususnya yang berjenis T. brucei
rhodesiense. Pada hewan ternak, infeksi penyakit ini disebut dengan Nagana.
Penyakit ini paling banyak ditemukan di benua Afrika, Penyakit tidur juga bisa ditularkan lewat jarum yang terkontaminasi parasite
tempat di mana lalat TseTse berasal. Menurut WHO, T. brucei atau melalui hubungan seksual dengan penderita.
lebih dari 60 juta orang yang tinggal di wilayah Afrika
Timur, Barat, dan Tengah berisiko terkena penyakit
tidur.
Untungnya, jumlah kasus baru dari penyakit ini telah
menurun sebanyak 95% sejak tahun 2000-2018. Maka
itu, WHO berupaya untuk membasmi penyakit ini
secara tuntas, hingga kasus kejadiannya diharapkan
mencapai 0 pada tahun 2030.
TERIMAKASI SUSI
H
SHERLY FEBRIANTI