Anda di halaman 1dari 64

SKENARIO 4 “Batuk tak kunjung sembuh”

TUJUAN
PEMBELAJARAN
Mahasiswa dapat mengetahui,memahami,dan menjelaskan:
1. Epidemiologi TBC paru
2. Etiologi TBC paru
3. Gejala TBC paru & Gejala dari diagnosis banding
(Bronkitis paru,kaker paru,PPOK)
4. Patofisiologi TBC paru
5. Pemeriksaan :
 Anamnesis
 Fisik
 Penunjang
6. Tatalaksana TBC paru
7. Prognosis
EPIDEMIOLOGI TBC
PARU
EPIDEMIOLOGI
TUBERKULOSIS DI INDONESIA
Jumlah kasus baru TB
di Indonesia sebanyak
420.994 kasus pada
tahun 2017 (data per
17 Mei 2018)

jumlah kasus baru TBC tahun 2017 pada laki-laki 1,4


kali lebih besar dibandingkan pada perempuan.
Bahkan berdasarkan Survei Prevalensi Tuberkulosis
prevalensi pada laki-laki 3 kali lebih tinggi
dibandingkan pada perempuan
case notification rate (CNR) adalah jumlah semua kasus TBC yang diobati dan
dilaporkan di antara 100.000 penduduk yang ada di suatu wilayah tertentu yang
apabila dikumpulkan serial, akan menggambarkan kecenderungan meningkat atau
menurunnya penemuan kasus dari tahun ke tahun di suatu wilayah
CNR semua kasus TB yang terendah di provinsi DI Yogyakarta(74
Kasus/100.000 penduduk)Sedangkan tertinggi di Provinsi
Papua(302/100.000) pada tahun 2014
penemuan
kasus,provinsi
dengan CNR
tinggi sebagian
besar berada di
wilayah barat
provinsi dengan
CNR rendah
didominasi oleh
provinsi di
wilayah timur.
EPIDEMIOLOGI TUBERKULOSIS DI
INDONESIA
TB
HIV

Peningkatan yang
tajam terjadi pada
tahun 2010 sampai
tahun 2011. hal ini
disebabkan karena
di tahun 2010 mulai
dilakukan
penguatan
terhadap
kolaborasi TB- HV
TB HIV

kerentanan terhadap infeksi Persentase pasien TBC yang


Mycobacterium tuberculosis sangat mengetahui status HIV di
dipengaruhi oleh daya tahan tubuh
antara pasien TBC yang
Pengidap HIV AIDS atau orang dengan
status gizi yang buruk lebih mudah untuk ternotifikasi meningkat dari
terinfeksi dan terjangkit TBC. tahun 2009 sebesar 2.393
menjadi 7.796 pada tahun 2017.
KASUS TB MDR (MULTI DRUG
RESISTANCE)
Sampai akhir 2014
telah tersedia 28
rumah sakit rujukan
TB MDR( multi drug
resistance),tersebar di
26 provinsi,10 rumah
sakit sub rujukan
tersebar di 7
provinsi,777
fasyankes satelit di 24
provinsi.
Semua provinsi sudah
dilatih manajemen
terpadu penegendalian
tuberkulosis(MTPTRO
)
ANGKA KEBERHASILAN PENGOBATAN
EPIDEMIOLOGI TB
PARU SECARA GLOBAL
Secara global pada tahun 2016 terdapat 10,4 juta kasus insiden TBC (CI 8,8 juta –
12, juta) yang setara dengan 120 kasus per 100.000 penduduk. Lima negara dengan
insiden kasus tertinggi yaitu India, Indonesia, China, Philipina, dan Pakistan
Sebagian besar estimasi insiden TBC pada tahun 2016 terjadi di
Kawasan Asia Tenggara (45%)—dimana Indonesia merupakan
salah satu di dalamnya—dan 25% nya terjadi di kawasan Afrika
ETIOLOGI
KLASIFIKASI
Kingdom : Bacteria
Ordo : Actinomycetales
Famili : Mycobacteriaceae
Genus : Mycobacterium
Species : Mycobacterium tuberculosis
5 Varietas M.tuberculosis :
Mycobacterium tuberculosis var human
Mycobacterium tuberculosis var bovine
Mycobacterium tuberculosis var human Asian
Mycobacterium tuberculosis var African I
Mycobacterium tuberculosis var African II
- Batang ramping, aerob obligat , non motil,spora (-)
- Katalase (+), Oksidase (+)
- Waktu generasi panjang
- BTA positif
- Dinding sel : asam mikolat, lemak, lilin
- Gram Positif
- Tahan terhadap berbagai disinfektan, hijau malakhit
- Tahan terhadap kondisi kering
- Tahan terhadap asam, alkali
PERTUMBUHAN
- Media Lowenstein Jensen  hijau malakhit
- Waktu pertumbuhan koloni = 6-8 minggu
- Koloni berwarna kuning gading(krem), spt bunga kol
- Identifikasi dengan tes Biokimia
< 7 hari = rapid grower = saprofit
> 7 hari = kemungkinan TBC
- Suhu = tumbuh pada suhu tubuh
- Respon cahaya = non fotokromatik
PATOFISIOLOGI
TBC
ANAMESIS DAN
PEMERIKSAAN FISIK
PEMERIKSAAN
PENUNJANG TB PARU
• PEMERIKSAAN SPUTUM
MIKROSKOPIS
Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai
keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan.
Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan
mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari
kunjungan yang berurutan sewaktu-pagi
sewaktu (SPS) .
1. S(sewaktu)
2. P(pagi)
3. S(sewaktu)
Pemeriksaan mikroskopisnya dapat dibagi menjadi dua yaitu pemeriksaan mikroskopis biasa
di mana pewarnaannya dilakukan dengan Ziehl Nielsen dan pemeriksaan mikroskopis
fluoresens di mana pewarnaannya dilakukan dengan auramin-rhodamin
3 kali positif atau dua kali positif, 1 kali BTA +
negatif
1 kali positif, 2 kali negatif Ulangi BTA 3 kali

Bila 1 kali positif, dua kali negatif BTA +

Bila 3 kali negatif BTA -


Interpretasi pemeriksaan mikroskopis dibaca dengan skala IUATLD
(International Union Against Tuberculosis and lung Tuberculosis) yang merupakan rekomendasi dari
WHO

Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang Negatif

Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang Di tulis dalam jumlah kuman yang ditemukan
Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang + (1+)
Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang ++ (2+)
Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang +++ (3+)

Pewarnaan fluoresens
• PEWARNAAN ZIEHL
NEELSEN
Bakteri genus Mycobacterium dan beberapa spesies nocardia pada dinding selnya
mengandung banyak zat lipid (lemak) sehingga bersifat permeable dengan
pewarnaan biasa. Bakteri tersebut bersifat tahan asam (+) terhadap pewarnaan tahan
asam. Pewarnaan tahan asam dapat digunakan untuk membantu menegakkan
diagnosa tuberculosis.

Pewarnaan ini merupakan prosedur untuk membedakan bakteri menjadi 2 kelompok


tahan asam dan tidak tahan asam.
• PEWARNAAN ZIEHL
NEELSEN
1. Larutan carbol fuchsin 0,3% dituang pada seluruh permukaan sediaan
2. Kemudian dipanaskan diatas nyala api sampai keluar asap tetapi tidak sampai
mendidih atau kering
3. Sediaan kemudian dibiarkan dingin selama 5-7 menit
4. Lalu kelebihan zat warna dibuang dan dicuci dengan air yang mengalir perlahan
5. Genangi permukaan sediaan dengan methylene blue, diamkan 10-20 detik
6. Bilas dengan air mengalir
7. Keringkan dengan meletakkan sediaan pada rak penegering. Jangan
menggunakan kertas tissue
• PEMERIKSAAN SECARA
KULTUR MEDIA
Untuk kultur bakteri Mycobacterium tuberculosis biasanya menggunakan media
Louwenstein – Jensen. Cara kultur merupakan cara yang paling sensitif untuk
mendiagnosis tuberkulosis terutama untuk dahak yang sedikit bakterinya dan sulit
ditemukan dengan cara mikroskopis.
• PEMERIKSAAN RADIOLOGI
Pada kasus dimana pada pemeriksaan sputum SPS positif, foto toraks tidak diperlukan lagi.
Pada beberapa kasus dengan hapusan positif perlu dilakukan foto toraks bila
o Curiga adanya komplikasi (misal : efusi pleura, pneumotoraks)
o Hemoptisis berulang atau berat
o Didapatkan hanya 1 spesimen BTA +
Pemeriksaan foto toraks memberi gambaran bermacam-macam bentuk. Gambaran radiologi
yang dicurigai lesi Tb paru aktif
o Bayangan berawan/nodular di segmen apikal
dan posterior lobus atas dan
segmen superior lobus bawah paru.
O Kaviti terutama lebih dari satu, dikelilingi
bayangan opak berawan atau
nodular.
o Bayangan bercak milier.
o Efusi Pleura
PENATALAKSANA TB
PARU
PENCEGAHAN TB PARU
1. Tinggal di rumah
2. Ventilasi ruangan, matahari dan udara segar
3. Tutup mulut menggunakan masker
4. Meludah di tempat tertentu
5. Imunisasi BCG
6. Hindari udara dingin
7. Menjemur kasur, bantal, dan tempat tidur terutama pagi hari
8. Semua barang yang digunakan penderita harus terpisah begitu juga mencucinya dan tidak
boleh digunakan oleh orang lain
9. Makanan harus tinggi karbohidrat dan tinggi protein
PENGOBATAN TB PARU

Tahap
Tahap
Lanjuta
Awal
n
Kombinasi dosis tetap (Fixed dose Jenis obat tambahan lainnya (lini
combination) 2)
Kombinasi dosis tetap ini terdiri dari :
• Kanamisin
• 4 OAT dalam satu tablet:
• Kuinolon
rifampisin 150 mg, isoniazid 75 mg,
• Obat lain masih dalam
pirazinamid 400 mg dan etambutol
275 mg
penelitian ; makrolid, amoksilin +
asam klavulanat
• 3 OAT dalam satu tablet:
• Derivat rifampisin dan INH
rifampisin 150 mg, isoniazid 75 mg
dan pirazinamid 400 mg
RIFAMPISIN
Rifampisin 10 mg/ kg BB, maksimal 600mg 2-3X/ minggu

BB > 60 kg : 600 mg

BB 40-60 kg : 450 mg

BB < 40 kg : 300 mg

Dosis intermiten 600 mg / kali

Efek samping

Ringan:

- Sindrom flu berupa demam, menggigil dan nyeri tulang

- Sindrom perut berupa sakit perut, mual, tidak nafsu makan, muntah kadang-kadang diare

- Sindrom kulit seperti gatal-gatal kemerahan

Berat:

Hepatitis imbas obat atau ikterik, bila terjadi hal tersebut OAT harus distop dulu dan penatalaksanaan sesuai pedoman TB pada
PIRAZINAMID
fase intensif 25 mg/kg BB, 35 mg/kg BB 3 X semingggu,

50 mg /kg BB 2 X semingggu atau :

BB > 60 kg : 1500 mg

BB 40-60 kg : 1 000 mg

BB < 40 kg : 750 mg

Efek samping

hepatitis imbas obat)

Nyeri sendi juga dapat terjadi (beri aspirin)

serangan arthritis Gout, berkurangnya ekskresi dan


penimbunan asam urat.
ISONIAZID (INH)
INH 5 mg/kg BB, maksimal 300mg,
10 mg /kg BB 3 X seminggu,
15 mg/kg BB 2 X semingggu atau
300 mg/hari untuk dewasa.
lntermiten : 600 mg / kali

Efek samping

Ringan

keracunan pada syaraf tepi, kesemutan, rasa terbakar di kaki dan nyeri otot

dapat dikurangi dengan pemberian piridoksin dengan dosis 100 mg perhari atau dengan vitamin B
kompleks. Pada keadaan tersebut pengobatan dapat diteruskan.

defisiensi piridoksin (syndrom pellagra)

Berat
ETAMBUTOL
fase intensif 20mg /kg BB, fase lanjutan 15 mg /kg BB,
30mg/kg BB 3X seminggu, 45 mg/kg BB 2 X seminggu atau
:

BB >60kg : 1500 mg

BB 40 -60 kg : 1000 mg

BB < 40 kg : 750 mg

Efek samping

gangguan penglihatan (berkurangnya ketajaman, buta warna


untuk warna merah dan hijau).
STREPTOMISIN
Dosis

15mg/kgBB atau

BB >60kg : 1000mg

BB 40 - 60 kg : 750 mg

BB < 40 kg : sesuai BB

Efek samping

kerusakan Nervus 8 (keseimbangan dan pendengaran). Telinga mendenging (tinitus), pusing dan
kehilangan keseimbangan. Dapat dipulihkan bila obat segera dihentikan atau dosisnya dikurangi
0,25gr. Jika pengobatan diteruskan maka kerusakan alat keseimbangan makin parah dan menetap
(kehilangan keseimbangan dan tuli).
DAFTAR PUSTAKA
1. Indonesia. Kementerian Kesehatan RI. Direktorat Jenderal
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.
Pedoman Nasional Penanganan Tuberkulosis. Jakarta:
Kementerian Kesehatan RI. 2014. 21-36.
2. Departemen Kesehatan RI. Direktorat Bina Farmasi
Komunitas dan Klinik Direktorat Jendral Kefarmasian dan
Alat Kesehatan RI. Pharmaceutical Care untuk Penyakit
Tuberkulosis. 2005. 23-56.
PROGNOSIS TBC
APA ITU PROGNOSIS
Ramalan kemungkinan perjalanan dan hasil akhir suatu kelainan
Prediksi dari kemungkinan perawatan, durasi dan hasil akhir suatu penyakit
berdasarkan pengetahuan umum dari patogenesis dan kehadiran faktor risiko
penyakit.

Dorland. Kamus Saku Kedokteran.Ed.29. Singapore: Elsevier.624


Inhalasi Fagositosis oleh Bentuk fokus
M.tuberculosis makrofag primer GOHN

kelenjar limfe Penyebaran


Pembentukan
regional limfogenik
Tuberkel
(limfadenitis) (limfangitis)

Kompleks Terbentuk
primer imunitas seluler

Penyebaran
Lisis hematogenik
Proognosis umumnya baik jika infeksi terbatas di paru, kecuali :
Strain resisten obat
Pasien berusia lanjut / mengalami gangguan kekebalan
Pasien yang tidak diobati :
1. 50% meninggal
2. 25% akan sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh yang tinggi
3. 25% menjadi kasus kronis yg tetap menular.
Pasien yang diobati secara teratur :
1. 95% sembuh total
2. 5% tidak sembuh

[Depkes,2008]
DAFTAR PUSTAKA
1. Tanto Chris. Liwang Frans. Hanifati Sonia. Tuberkulosis. Kapita Selekta Kedokteran. Ed.4.
Jakarta: Media aesculapius. 2014.180-184.
2. Siti Setiati et al, Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam, Internal Publishing, 2014
3. Kementrian kesehatan RI, Data dan Informasi Profil Kesehatan Indonesia, 2018
4. Departemen Kesehatan RI, Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. cetakan kelima.
Jakarta: Depkes RI 2000: 1-6
5. Tirtana BT, Musrichan. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keberhasilan Pengobatan Pada Pasien
Tuberkulosis Paru Dengan Resistensi Obat Anti Tuberkulosis di Wilayah Jawa Tengah [disertasi].
Jawa Tengah: Fakultas Kedokteran Universitas di Ponegoro: 2011. h. 4.
6. Werdhani RA. Patofisiologi, Diagnosis dan Klasifikasi Tuberkolosis. Jakarta: Departemen Ilmu
Kedokteran Komunitas, Okupasi, dan Keluarga FKUI: 2010. h. 7-8.
7. Indonesia. Kementerian Kesehatan RI. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan. Pedoman Nasional Penanganan Tuberkulosis. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
2014. 21-36.
8. Departemen Kesehatan RI. Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Direktorat Jendral
Kefarmasian dan Alat Kesehatan RI. Pharmaceutical Care untuk Penyakit Tuberkulosis. 2005. 23-
56.

Anda mungkin juga menyukai