Anda di halaman 1dari 26

Cedera Medulla Spinalis Traumatik / Traumatic Spinal Cord

Injuries (TSCI) : Pendekatan Praktik Berbasis Bukti

Kumar N
Abstrak
Artikel ini membahas masalah utama penanganan cedera medulla spinalis traumatik yang membahas –
instabilitas fisiologis, determinan prognostik pemulihan, natural history, perawatan dalam posisi
terlentang / supinasi, mobilisasi, intrusi kanalis spinalis / canal encroachment, kompresi medulla, dan
indikasi pembedahan.

Tinjauan terhadap literatur yang relevan telah dilakukan termasuk penelitian STASCIS untuk mencoba
dan mengeksplorasi apakah pembedahan dini / early atau lanjut / late surgery untuk cedera medulla
spinalis traumatik lebih baik daripada manajemen konservatif.

Penelitian ini menunjukkan etos Active Physiological Conservative Management /Manajemen


Konservatif Fisiologis Aktif untuk pasien-pasien di Rumah Sakit Ortopedi RJ & AH.

Mengingat kurangnya bukti kredibel yang menunjukkan keunggulan luaran dengan pembedahan
dibandingkan dengan manajemen aktif dini (early active management) cedera medulla spinalis
traumatik, pasien harus didukung untuk membuat pilihan yang tepat.
Kata kunci Trauma; Spinal Cord Injury; Pembedahan; Manajemen konservatif; Praktik berbasis bukti
Pendahuluan
 Manajemen cedera spinal traumatik masih kontroversial sejak zaman Charles Bell dan Astley
Cooper. Cedera spinal traumatik pada tahun 1920an dan 1930an tidak dikelola secara
operatif. Metode reduksi meliputi hiperekstensi pada posisi pronasi pada sling, frame atau
hammock, seperti yang dijelaskan oleh Davis dan Rogers atau tergantung (Bohler). Watson-
Jones menggunakan metode dua meja pada tahun 1931 dan 1934. Dunlop dan Parker
membuat spinal yang fraktur hiperekstensi dalam posisi telentang/supinasi.
 Magnus meninggalkan metode reduksi kuat / forceful reduction dan menerima deformitas
spinalis. Dia menganjurkan agar membiarkan spinal yang fraktur untuk berkonsolidasi
dengan menempatkan pasien di tempat tidur pada posisi telentang dengan posisi berbaring
lama selama 3 sampai 6 bulan atau lebih. Imobilisasi berkepanjangan seperti itu sering
dilakukan dengan kurang perhatian dan manajemen yang buruk terhadap malfungsi dan
gangguan fisiologis multisistem. Metode manajemen ini telah dikutuk dengan keras
(Guttmann, Watson-Jones, Holdsworth dan Hardy) karena sama sekali bertentangan dengan
prinsip rehabilitasi pasien cedera medulla spinalis.
 Pada tahun 1944, Guttmann memperkenalkan dan mengembangkan metode reduksi
fraktur bertahap / graduated reduction of fracture dan dislokasi fraktur spinalis dari cedera
spinalis dan immobilisasi pada bantal sambil memberikan perhatian detail secara simultan
terhadap kerusakan multisistem bersama dengan semua efek paralisis medis dan non-
medis. Dia menunjukkan bahwa hampir semua komplikasi yang diyakini tak terelakkan
setelah SCI memang bisa dicegah. Dia menegaskan bahwa komplikasi akibat SCI
disebabkan oleh manajemen pasien yang buruk bukannya gangguan neurologis atau
pasien yang ditangani dengan istirahat di tempat tidur. Menariknya walaupun alignment
anatomi jarang tercapai, Guttmann menunjukkan bahwa dengan perhatian simultan
terhadap semua efek medis dan non-medis dari SCI, sejumlah besar pasien memulihkan
fungsi motorik dan sensorik hingga ambulasi dan sebagian besar bebas dari nyeri setelah
manajemen konservatif.
 Berdasarkan bukti tersebut, Active Physiological Conservative Management (APCM)
tentang cedera spinal dan pengaruhnya dijelaskan dan dipopulerkan oleh Wagih El Masri
siswa dari Guttmann. El Masri, dkk. Menunjukkan bahwa dengan APCM simultan dini
cedera spinalis, medulla spinalis dan semua efek medis dan non-medis pada lebih dari 70%
pasien dengan paralisis motorik komplit namun dengan sensasi pin prick yang masih baik
yang datang pada 72 jam pertama cedera kekuatan motorik untuk ambulasi tanpa intervensi
bedah, farmakologis, seluler atau biologis dapat pulih. Mereka yang datang dalam waktu 72
jam dengan motor sparing, bagaimanapun minimnya sparing, memiliki kesempatan lebih
baik untuk berjalan, juga tanpa intervensi apapun. El Masri dkk., juga menunjukkan bahwa
pengurangan periode pengobatan dengan berbaring dari 12 minggu hingga antara 4-6
minggu adalah aman baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Mereka juga
menunjukkan bahwa dengan APCM dampak pada pasien dan anggota keluarga dapat
diminimalkan baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Pasien yang tidak dapat
mencapai ambulasi dapat dengan APCM dan pemantauan, perawatan, dan dukungan ahli
yang berkelanjutan, bermartabat, sehat, memuaskan, produktif dan sering kompetitif.
Active Physiological Conservative
Management (APCM)
 Manajemen Konservatif Fisiologis Aktif, sejak jam-jam awal mengalami cedera
membutuhkan penanganan teliti secara simultan: spinalis yang cedera, efek neurogenik
multisistem dari cedera medulla spinalis pada fungsi pernafasan, kardiovaskular, urinasi,
gastrointestinal, dermatologis, seksual dan reproduksi, manajemen efek psikologis yang
terkait dengan paralisis, rehabilitasi fisik dan modifikasi lingkungan. Menurut definisi,
APCM membutuhkan waktu antara 4-6 minggu penanganan dengan berbaring. Ini untuk
mengistirahatkan jaringan yang cedera, mencegah hipotensi postural yang signifikan atau
penurunan kapasitas vital yang signifikan selama tahap syok spinal, meminimalkan risiko
luka akibat tekanan pada ischium dan sacrum selama masa rentan perfusi kulit yang buruk
akibat syok spinal, memfasilitasi kateterisasi intermitten, memfasilitasi perawatan usus dan
memfasilitasi asuhan keperawatan selama beberapa minggu pertama paralisis. Ini juga
memungkinkan pemulihan beberapa refleks sistem saraf simpatik yang sangat penting untuk
kerja sama aktif pasien dengan kebutuhan rehabilitasi fisik.
 Tujuan utama manajemen adalah untuk memastikan pemulihan dan kemandirian
neurologis yang maksimal, spinal yang fleksibel dan bebas nyeri, fungsi yang aman dari
berbagai sistem tubuh dengan nyeri minimal pada pasien dan pencegahan / minimisasi
komplikasi baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Hal yang sama pentingnya
untuk memungkinkan pasien mendapatkan kembali kemandirian, mengendalikan hidup
mereka sendiri, kembali terlibat dalam aktivitas pilihan mereka dan bila mungkin bersaing
dalam beberapa bidang kehidupan. Manfaat bagi pasien dan masyarakat, edukasi pasien
dan dukungan berkelanjutan untuk menjaga kesehatan dan kemandirian setelah keluar RS
tidak dapat terlalu ditekankan.
Instabilitas fisiologis
Dapat dimengerti bahwa sebagian besar dari mereka yang menangani pasien SCI pada fase akut
memiliki kekhawatiran tentang instabilitas biomekanik di lokasi fraktur dan dislokasi atau
dislokasi lebih lanjut yang menyebabkan kerusakan atau kerusakan lebih lanjut pada jaringan
saraf. Juga dapat dimengerti bahwa “kepercayaan” bahwa intrusi kanal dan kompresi medulla
spinalis dapat mencegah pemulihan neurologis atau menyebabkan kerusakan neurologis
memang masuk akal.
 Namun faktanya, dengan berbaring dan dengan penanganan yang hati-hati, deteriorasi
neurologis pasien sangat jarang terjadi pada cedera paling tidak stabil secara biomekanis.
Demikian pula misalignment vertebra, intrusi kanal dan kompresi medulla spinalis tidak
mencegah pemulihan neurologis dan jarang terjadi deteriorasi neurologis pada penyebab
tunggal atau kombinasi saat pasien dikelola secara memadai dengan APCM. Kekhawatiran
ini akan dibahas pada paragraf berikutnya.
 Yang sering dilupakan adalah bahwa cedera medulla spinalis secara fisiologis tidak stabil
karena gangguan sel dan sel membran, hilangnya fungsi pengaturan otomatis dan gangguan
sawar darah otak. Cedera medulla spinalis yang tidak stabil secara fisiologis tidak dapat
terlindungi dari komplikasi non-mekanis di luar kanalis spinalis seperti hipoksia, hipotensi,
hipertensi, sepsis dan hipotermia. Komplikasi ini hampir tidak menyebabkan paralisis pada
pasien yang intak secara neurologis. Pada pasien dengan cedera medulla spinalis dan spinal
yang tidak stabil secara fisiologis, komplikasi ini setidaknya dapat merusak jaringan saraf
yang cedera karena kerusakan mekanis potensial yang disebabkan oleh manajemen
instabilitas biomekanik pada kolumna vertebralis yang salah.
Instabilitas biomekanik
 Diagnosis Instabilitas Biomekanis biasanya didasarkan pada pemeriksaan radiologis pada saat
pasien datang. Secara klinis dan radiologis sebagian besar fraktur vertebra sembuh dalam
waktu 6 – 12 minggu ketika stabilitas biomekanik pulih. Namun, cedera ligamen dapat
memakan waktu lebih lama untuk sembuh. Instabilitas biomekanik karenanya terkait waktu.
Tujuan manajemen Instabilitas Biomekanik (secara pembedahan atau dengan APCM) oleh
karena itu merupakan “penangguhan / containment” instabilitas sampai penyembuhan
jaringan terjadi dan stabilitas kembali. Instabilitas biomekanis secara aman ditangguhkan
dalam keadaan berbaring selama 4-6 minggu diikuti dengan bracing enam minggu lagi selama
mobilisasi dan rehabilitasi aktif. Dengan APCM, sebagian besar cedera menjadi stabil secara
biomekanis dan bebas dari nyeri.
Tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa stabilisasi bedah meningkatkan kecepatan
penyembuhan jaringan yang cedera atau mencapai stabilitas lebih cepat dibandingkan dengan
APCM.
Diakui bahwa tingkat deformitas kifotik lebih rendah setelah stabilisasi pembedahan
dibandingkan dengan APCM. Namun mayoritas terbesar dari kelainan kifotik residual pada
pasien yang ditangani dengan APCM bagaimanapun tidak menyakitkan. Ketidaksesuaian antara
deformitas dan nyeri diketahui selama beberapa waktu.
 Harus diapresiasi bahwa untuk pasien yang bergantung pada kursi roda, deformitas kifotik
yang tidak nyeri cenderung meningkatkan kemandirian dan tentu saja, jauh lebih baik
daripada leher atau punggung lurus kaku setelah pembedahan.
Determinan Prognostik Pemulihan
 Temuan neurologis selama 48-72 jam pertama cedera sangat penting dalam memprediksi
pemulihan neurologis. Lebih dari 80% pasien tetraparetik yang datang dalam 72 jam pertama
karena cedera dengan gerakan distal, betapapun kecil dan tidak rata (Frankel C) dan lebih dari
70% pasien yang datang dalam 72 jam pertama karena cedera tanpa kekuatan motorik namun
dengan sensasi pin prick yang baik hingga S3 (Frankel B) akan pulih kembali berjalan jika
tidak diperburuk oleh pengobatan. Pasien dengan cedera medulla spinalis komplit (Frankel A)
dan sensasi pin prick di zona preservasi parsial akan pulih secara signifikan dan mendapatkan
kembali kekuatan motorik pada miotom ini. Tingkat neurologis yang lebih tinggi dari pada
tingkat tulang yang fraktur adalah indikator prognostik lain tentang pemulihan zonal.
Intrusi kanalis spinalis
 Beberapa laporan kasus pertama menunjukkan bahwa intrusi kanal traumatik seperti
yang ditunjukkan oleh computerized tomography tidak berkorelasi dengan tingkat
kerusakan neurologis, tidak mencegah pemulihan neurologis dan tidak
mengakibatkan kerusakan neurologis diterbitkan oleh El Masri dkk., pada tahun
1992. Kesimpulan yang sama dibuat dengan meninjau hasil pengobatan konservatif
dari 50 pasien konsekutif dengan intrusi kanal antara 10% sampai 90% pada
kelompok Frankel C, D dan E; pasien di kelompok Frankel C dan D mencapai
ambulasi dan tidak ada pasien yang mengalami gangguan neurologis atau
sebaliknya. Kelompok lain sejak itu telah menerbitkan temuan serupa.
Kompresi medulla spinalis
 Pada manusia, kompresi medulla spinalis traumatis tampaknya tidak mencegah pemulihan
neurologis pada pasien dengan cedera medulla spinalis traumatis inkomplit 13, 6, dan 14. Sejak
pemasangan pemindai MRI di institusi kami, kami telah memantau (secara prospektif dan
retrospektif) kemajuan neurologis dari pasien dengan kompresi medulla spinalis yang dikelola
secara konservatif. Hasil awal menunjukkan bahwa indikator prognostik pemulihan klinis yang
sama berlaku baik medulla spinalis mengalami dikompresi atau tidak.
 Selanjutnya dekompresi bedah cedera medulla spinalis dalam 48 jam cedera mengakibatkan
peningkatan tekanan intratekal di bawah tingkat dekompresi yang selanjutnya dapat mengganggu
perfusi medulla spinalis yang menyebabkan kerusakan neurologis lebih lanjut atau kerusakan
neurologis silent saat pemulihan yang diharapkan tidak tercapai. Terdapat cukup bukti dalam
literatur untuk menyarankan bahwa dekompresi bedah tampaknya tidak bermanfaat baik pada
hewan laboratorium atau manusia saat tingkat keparahan dampak awal melampaui besaran
tertentu, dalam hal ini pemulihan tidak akan terjadi. Ini mungkin menjelaskan mengapa sebagian
besar pasien dengan cedera medulla spinalis komplit tidak pulih setelah dekompresi. Tidak ada
bukti yang dapat dipercaya untuk menunjukkan bahwa pemulihan fungsi saraf setelah dekompresi
disebabkan oleh dekompresi.
Sampai saat ini tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa dekompresi bedah mencapai
pemulihan neurologis yang lebih baik atau lebih cepat daripada APCM pada manusia
dengan cedera medulla spinalis atau cauda equina komplit dan / inkomplit.
 Namun beberapa mendukung dekompresi bedah dini dalam waktu empat jam setelah
cedera. Ini berdasarkan temuan eksperimental pada hewan pengerat, kucing dan
anjing dengan evolusi 20-60 juta tahun di belakang manusia. Penerjemahan dari
hewan laboratorium ke situasi klinis memerlukan kehati-hatian. Logistik penilaian
klinis dan elektrofisiologis yang adekuat dan dapat diandalkan dari kehilangan
neurologis dan sparing dan untuk mencapai dekompresi bedah dalam empat jam
pertama cedera sayangnya masih belum terselesaikan.
Natural history
Kurang dari 10% pasien yang awalnya menderita cedera medulla spinalis komplit secara
klinis (Frankel grade A, “FA”) membaik hingga pemulihan yang signifikan untuk ambulasi
dengan APCM. Namun lebih banyak lagi, pemulihan fungsi medulla spinalis pada satu
sampai empat distribusi miotom di bawah tingkat cedera atau membaik hingga FB dan FC18.
Meskipun sejak tahun 1980an dekompresi bedah anterior dan arthrodesis telah menjadi
praktik yang semakin sering dilakukan, berdasarkan saran bahwa pembedahan menghasilkan
perbaikan zonal motorik; sampai saat ini tidak ada bukti bahwa pembedahan memberikan
nilai tambah.
 Serangkaian 53 pasien konsekutif dengan tetraplegia traumatik komplit, yang dirawat
pada satu pusat dalam dua hari cedera, menunjukkan bahwa hasil serupa dapat dicapai
tanpa dekompresi bedah atau arthrodesis.
 Pasien dengan cedera medulla spinalis inkomplit memperoleh pemulihan
neurologis yang signifikan terlepas dari tingkat stenosis kanal, intrusi kanal,
misalignment atau kompresi medulla spinalis yang meyebabkan instabilitas
biomekanik kolumna spinalis dan instabilitas fisiologis medulla spinalis dengan
APCM. Meskipun hampir setiap pasien di institusi kami diberi pilihan
berdasarkan informasi antara manajemen konservatif dan bedah, sebagian besar
pasien dengan SCI memilih APCM.
Mobilisasi
Mobilisasi dini menguntungkan pasien yang intak secara neurologis dengan fraktur stabil
atau setelah stabilisasi pembedahan fraktur yang tidak stabil. Pasien-pasien ini dapat
melakukan ambulasi dan dipulangkan ke rumah mereka segera setelah pembedahan.
 Pasien dengan paralisis, gangguan fisiologis umum dan kerusakan multisistem tidak
mendapat manfaat dari mobilisasi dini, yang mungkin memang merugikan pada banyak
hal pada pasien. Individu dengan cedera medulla spinalis menunjukkan penurunan
volume paru-paru dan flow rate akibat kelemahan otot pernafasan. Fitur ini telah diteliti
sehubungan dengan efek gabungan tingkat cedera dan postur tubuh. Nilai force vital
capacity dan forced expiratory volume dalam 1 detik (FEV (1)) secara berulang kali dan
secara konsisten terbukti lebih besar pada posisi berbaring dengan postur duduk.
Mobilisasi dini pasien dengan cedera jaringan saraf spinalis dikaitkan dengan penurunan
kapasitas vital dan potensi penurunan saturasi oksigen. Mobilisasi dini pada tahap syok spinal
biasanya menyebabkan hipotensi postural bermakna. Kemampuan pasien tetraplegik dan high
paraplegic untuk batuk sangat terganggu. Lebih sulit untuk menyingkirkan sekresi bronkus
dengan batuk terbantu melawan gravitasi daripada saat pasien berada dalam posisi berbaring.
 Secara tunggal atau kombinasi mekanisme patofisiologis pernafasan dan vaskular ini
berpotensi menyebabkan kerusakan fungsi medulla spinalis lebih lanjut. Lebih sulit untuk
melakukan kateterisasi intermiten, evakuasi usus atau mengatur episode inkontinensia urin
atau usus di kursi roda daripada posisi berbaring. Selama tahap syok spinalis, perfusi kulit
medulla spinal sangat berkurang dan kulit di atas penonjolan tulang adalah yang paling
rentan. Sementara pada posisi berbaring berat pasien tersebar ke seluruh tubuh dan ke
semua penonjolan tulang; pada kursi roda sebagian besar berat pasien biasanya
terkonsentrasi di kulit tuberositas ischium dan sacrum, meningkatkan risiko tekanan pada
penonjolan tulang ini.
 Selain itu, tidak ada penelitian komparatif untuk menunjukkan nilai lebih
mobilisasi dini pasien dengan SCI setelah Manajemen Bedah dan Non-Bedah
dalam hal: mengurangi jumlah hari bed rest pasien dalam keadaan berbaring
sepanjang masuk RS pertama kali, waktu penyelesaian hingga titik akhir yang
setara rehabilitasi, periode rawat inap total, kejadian luka tekanan pada ischial dan
sakral, infeksi saluran pernafasan, infeksi saluran kencing dan komplikasi
lainnya, kejadian nyeri punggung kronis, frekuensi rawat inap kembali setelah
pulang pertama atau total masa rawat inap saat rawat inap kembali untuk
pengobatan berbagai komplikasi.
Indikasi untuk Pembedahan
Kelompok pasien tertentu kemungkinan mendapat manfaat dari pembedahan dan harus
didukung untuk mempertimbangkan pilihannya. Pasien yang secara neurologis intak dengan
jaringan saraf stabil secara fisiologis namun secara biomekanik tidak stabil kurang berisiko
mengalami kerusakan neuro-fisiologis daripada gangguan neurologis. Pasien yang intak
secara neurologis tidak memerlukan perawatan dan rehabilitasi jangka panjang yang intensif,
dan dapat dipulangkan beberapa hari setelah pembedahan.
Pasien yang mengalami gangguan secara neurologis dan pasien yang intak secara neurologis
dengan epilepsi yang tidak terkontrol, pasien yang mengalami gangguan mental dan pasien
yang tidak dapat mematuhi bed rest pada probabilitas seimbang lebih aman dengan stabilisasi
bedah dibandingkan dengan stabilisasi non-bedah.
 Pasien dengan Instabilitas Biomekanis dari cedera ligamen murni tanpa cedera tulang
berisiko mengalami deformitas lanjut yang menyakitkan dan mungkin bisa diuntungkan
dengan pembedahan.
Kami menyarankan agar pembedahan lebih baik ditunda sampai sawar darah otak dipulihkan
yang kemungkinan akan memakan waktu sekitar tiga minggu setelah cedera. Pasien yang
menunjukkan tanda-tanda kerusakan neurologis dengan bukti kompresi neurologis jaringan
saraf lebih lanjut pada MRI dapat ditangani dengan dekompresi bedah.
 Sayangnya pembedahan telah menjadi metode manajemen yang disukai, juga dikenal
sebagai “Standar Perawatan” dari cedera spinalis traumatik. Saat ini, lebih dari 80%
pasien dengan cedera sumsum spinalis traumatik (TSCI) menjalani dekompresi dan
distabilisasi secara pembedahan tanpa metodologi penelitian yang memadai atau
demonstrasi keunggulan neurologis dan / atau luaran lainnya yang melebihi APCM. Hal
ini dapat dibandingkan dengan praktik di institusi ortopedi kami (dengan lima ahli bedah
spinalis yang berdedikasi) di mana sebagian besar pasien dengan TSCI ditangani secara
konservatif. Sebuah audit baru-baru ini mengungkapkan bahwa hanya 2,8% pasien yang
dirujuk dengan virgin spine ke institusi kami ditangani secara pembedahan.
Surgical Timing in the Acute Spinal Cord
Injury Study (STASCIS)
 Perdebatan tentang efek waktu dekompresi bedah spinalis setelah cedera spinalis traumatik
(TSCI) masih belum terselesaikan selama lebih dari satu abad. Surgical Timing in the Acute
Spinal Cord Injury Study (STASCIS) oleh Fehlings dkk, melaporkan bahwa dekompresi
bedah sebelum 24 jam adalah aman dan luaran neurologis membaik lebih dari dekompresi
lanjut/late decompression (setelah 24 jam). Perbaikan tersebut didefinisikan sebagai
pemulihan setidaknya AIS 2 tingkat pada follow up 6 bulan. Ini menyebabkan kritik untuk:
perhitungan ukuran sampel yang buruk, kurangnya perbedaan yang signifikan untuk satu
kelompok AIS, pendekatan analitis yang secara teknis dipertanyakan dan rasio Odds pada
kelompok pembedahan dini tidak memenuhi signifikansi statistik. Van Middendorp
melakukan tinjauan sistematis dan meta-analisis yang disesuaikan dengan kualitas (1966
sampai Agustus 2012) yang mengevaluasi dampak waktu pembedahan spinalis setelah TSCI.
Dia menyimpulkan bahwa bukti yang dipublikasikan tidak memiliki kekuatan karena
beragam sumber heterogenitas di dalam dan di antara penelitian orisinil.
 Meskipun demikian, asumsi dekompresi dini memiliki luaran neurologis yang
lebih baik daripada dekompresi lanjut; sebuah perbandingan kritis yang
mendalam tentang luaran APCM Frankel dengan luaran dekompresi dini Fehling
akan dengan mudah menunjukkan keunggulan luaran neurologis APCM saat
penyesuaian telah dilakukan untuk perbedaan definisi antara berbagai tingkat
ASIA Impairment Scale – (AIS) dan Skala Frankel.
Kesimpulan
Sampai saat ini tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa dekompresi atau stabilisasi bedah
menguntungkan pasien cedera medulla spinalis dengan gangguan neurologis.
Sampai bukti yang kredibel tersedia untuk menunjukkan keunggulan luaran dengan
pembedahan dini dibandingkan dengan penatalaksanaan aktif dini cedera spinalis, pasien harus
didukung untuk menentukan pilihan yang tepat.
 Tujuan utama manajemen harus memastikan pemulihan neurologis maksimal, kemandirian,
spinal fleksibel bebas nyeri, fungsi yang aman dari berbagai sistem tubuh dengan sedikit
atau tanpa ketidaknyamanan pada pasien dan pencegahan atau minimisasi komplikasi.
Diterjemahkan dari:
Kumar N (2016) Traumatic Spinal Cord Injuries: An Evidence-based
Practice Approach. J Spine S7: 006.doi:10.4172/2165-7939.S7-006

Anda mungkin juga menyukai