kefarmasian
Kelompok 4
1.Laila aprilianti
2.hisropita wahyu putri
3.Nurul aini
4.Dewi aprilia
KODE ETIK TENAGA TEHNIS KEFARMASIAN
Kode etik profesi adalah pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan dalam
tahun 2009. Tenaga tehnis kefarmasian adalah tenaga yg membantu apoteker dalam
1. Seorang ahli Farmasi harus mampu sebagai suri teladan ditengah-tengah masyarakat.
2. Seorang ahli Farmasi Indonesia dalam pengabdian profesinya memberikan semaksimal mungkin
pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki.
3. Seorang ahli Farmasi Indonesia harus selalu aktif mengikuti perkebangan peraturan perundang-
undangan dibidang kesehatan khususnya dibidang farmasi.
4. Seorang ahli Farmasi Indonesia harus selalu melibatkan diri dalam usaha-usaha pembangunan
Nasional khususnya dibidang kesehatan.
5. Seorang ahli Farmasi harus mampu sebagai pusat informasi sesuai bidang profesinya kepada
masyarakat dalam pelayanan kesehatan.
UU RI No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
(1) Pasal 24
Tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 harus memenuhi ketentuan
kode etik, standar profesi, hak pengguna pelayanan kesehatan, standar pelayanan, dan
standar prosedur operasional.
(2) Ketentuan mengenai kode etik dan standar profesi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diatur oleh organisasi profesi.
(3) Ketentuan mengenai hak pengguna pelayanan kesehatan, standar pelayanan, dan
standar prosedur operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Menteri.
UU No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.
Bahwa Narkotika di satu sisi merupakan obat atau bahan yang bermanfaat di bidang pengobatan atau pelayanan
kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan di sisi lain dapat pula menimbulkan ketergantungan yang
sangat merugikan apabila disalahgunakan atau digunakan tanpa pengendalian dan pengawasan yang ketat dan
saksama.
Pasal 14
(1) Narkotika yang berada dalam penguasaan industri farmasi,pedagang besar farmasi, sarana
penyimpanan sediaan farmasi pemerintah, apotek, rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat, balai
pengobatan, dokter, dan lembaga ilmu pengetahuan wajib disimpan secara khusus.
(2) Industri Farmasi, pedagang besar farmasi, sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah, apotek,
rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat, balai pengobatan, dokter, dan lembaga ilmu pengetahuan
wajib membuat, menyampaikan, dan menyimpan laporan berkala mengenai pemasukan dan/atau
pengeluaran Narkotika yang berada dalam penguasaannya.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyimpanan secara khusus sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan jangka waktu, bentuk, isi, dan tata cara pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diatur dengan Peraturan Menteri.
Lanjutannya…
(4) Pelanggaran terhadap ketentuan mengenai penyimpanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau ketentuan
mengenai pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenai sanksi administratif oleh Menteri atas rekomendasi dari
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan berupa:
a. teguran;
b. peringatan;
c. denda administratif;
d. penghentian sementara kegiatan; atau
e. pencabutan izin.
Pasal 43
(3) Rumah sakit, apotek, pusat kesehatan masyarakat, dan balai pengobatan hanya dapat menyerahkan Narkotika kepada
pasien berdasarkan resep dokter.
(4) Penyerahan Narkotika oleh dokter hanya dapat dilaksanakan untuk:
a. menjalankan praktik dokter dengan memberikan Narkotika melalui suntikan;
b. menolong orang sakit dalam keadaan darurat dengan memberikan Narkotika melalui suntikan; atau
c. menjalankan tugas di daerah terpencil yang tidak ada apotek.
(5) Narkotika dalam bentuk suntikan dalam jumlah tertentu yang diserahkan oleh dokter sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
hanya dapat diperoleh di apotek.
PP 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian
Menurut PP 51 tahun 2009 pelayanan kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada
pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk menigkatkan mutu
kehidupan pasien.
Bentuk pekerjaan kefarmasian yang wajib dilaksanakan oleh seorang Tenaga Teknis Kefarmasian (menurut
Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1332/MENKES/X/2002 adalah sebagai berikut:
1. Melayani resep dokter sesuai dengan tanggung jawab dan standart profesinya;
2. Memberi informasi yang berkaitan dengan penggunaan/pemakaian obat;
3. menghormati hak pasien dan menjaga kerahasiaan idntitas serta data kesehatan pasien;
4. Melakukan pengelolaan apotek;
5. Pelayanan informasi mengenai sediaan farmasi.
Menurut PP 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian, Tenaga Tknis Kefarmasian adalah tenaga yang
membantu Apotker dalam menjalani pekerjaan kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi,
Analis Farmasi, dan Tenaga Mnengah Farmasi/Asisten Apoteker.
UU RI No. 51 Tahun 1997 tentang Psikotropika
Pasal 8
Peredaran psikotropika terdiri dari penyaluran dan penyerahan.
Pasal 14
(1) Penyerahan psikotropika dalam rangka peredaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 hanya dapat dilakukan oleh
apotek, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dan dokter.
(2) Penyerahan psikotropika oleh apotek hanya dapat dilakukan kepa-da apotek lainnya, rumah sakit, puskesmas, balai
pengobatan, dokter dan kepada pengguna/pasien.
(3) Penyerahan psikotropika oleh rumah sakit, balai pengobatan, puskesmas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
hanya dapat dilakukan kepada pengguna/pasien.
(4) Penyerahan psikotropika oleh apotek, rumah sakit, puskesmas, dan balai pengobatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilaksanakan berdasarkan resep dokter.
(5) Penyerahan psikotropika oleh dokter sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan dalam hal :
a. menjalankan praktik terapi dan diberikan melalui suntikan;
b. menolong orang sakit dalam keadaan darurat;
c. menjalankan tugas di daerah terpencil yang tidak ada apotek.
(6) Psikotropika yang diserahkan dokter sebagaimana dimaksud pada ayat (5) hanya dapat diperoleh dari apotek.
Thanks!