Anda di halaman 1dari 71

ENDOMETRIOSIS

Clinical Gynecologic Endocrinology


and Infertility 9th Edition
Leon Speroff, MD, Marc A. Fritz, MD
Endometriosis
• Merupakan penyakit jinak
• Definisi: adanya kelenjar dan stroma endometrium
ektopik
• Manifestasi klinis luas
• Rentan mengalami progresi dan rekurensi
• Patogenesis endometriosis masih belum begitu
dimengerti
Patogenesis Endometriosis
• John Sampson
– 1921 → kista coklat : suatu serial kista ovarium hemoragis
endometriosis : lesi-lesi peritoneal
– 1927 → artikel : endometriosis dikarenakan oleh diseminasi
menstruasi dari jaringan endometrium ke dalam ruang
peritoneum
1. menstruasi retrograde & implantasi jar.
endometrium yg viabel
• Bukti yg mendukung teori Sampson:
– Laparoskopi saat menstruasi ditemukan darah dalam cairan
peritoneal
– Sel-sel endometrium viabel dari cairan peritoneal dapat
ditumbuhkan pada kultur sel dan dapat penetrasi pd
permukaan mesotelial peritoneum
– Endometriosis eksperimental dapat diinduksi
– Insidensi endometriosis meningkat pada wanita dng menarche
dini, siklus menstruasi pendek atau menorrhagia
– Endometriosis lebih prevalens pada wanita dng anomali
mulleri yang menutup
2. Teori Coelomic Metaplasia
– Disebabkan oleh perubahan metaplastik spontan pada sel-
sel mesotelial yg diturunkan dari epitelium coelomic
( terdapat pada peritoneum & pleura )
– Teori induksi : variasi yg sama bahwa metaplasia coelomic
diinduksi oleh paparan hasil keluaran menstruasi atau
rangsangan lainnya
– Sampson setuju bahwa fokus endometriosis peritoneal
karena bbrp iritan spesifik yg ada di dalam kista, yg
menstimulasi endotelium peritoneal untuk alami
metaplasia
3. Transport sel endometrium secara vaskuler atau limfatik
4. Transplantasi langsung
– Endometriosis pada jaringan parut bekas operasi dan di
peritoneum

• Mengapa endometriosis terjadi hanya pada beberapa


wanita, sementara menstruasi retrograde terjadi pada
semua wanita?
• Mengapa penyakit yang berat terjadi pada beberapa
wanita saja?
Genetik endometriosis
• Endometriosis 6-7 kali lebih prevalen pada hubungan
keluarga derajat pertama
– basis genetik
– predisposisi untuk penyakit ini diturunkan sbg penyakit
genetik turunan yg kompleks

• Mekanisme ini terjadi dng cara:


1. Endometrium ektopik lebih resisten thd apoptosis
2. Ekspresi matrix metalloproteinase sekretorik endometrium
persisten thd supresi progesteron
Imunobiologi Endometriosis
• Endometriosis berhubungan dengan perubahan pada
imunitas humoral maupun seluler
• Gangguan respon imun
sbb.kan pembersihan yg tidak efektif dari debris
menstrual yg alami refluks

mjd faktor penyebab dlm perkembangan penyakit

• Jumlah sel imun cairan peritoneal penderita


endometriosis meningkat
• Respon imun yang berperan :
1. Makrofag
Makrofag peritoneal yang teraktivasi dan monosit

Mengawali penyakit dengan :


– Mensekresi growth factor & sitokin yg menstimulasi
proliferasi endometrium ektopik
– Menghambat fungsi pembersihnya
2. Sel Natural Killer
Mekanisme :
– Antibody-dependent celluler cytotoxicity
– Reseptor aktivasi killer dan reseptor inhibitor killer
pada wanita endometriosis : ekspresi berlebihan
reseptor inhibitor killer
3. Limfosit
– Terdapat : sel limfosit B dan sel limfosit T
– Cairan peritoneal
– Stroma endometrium ektopik Sel Limfosit T (↑)
4. Sitokin & Growth Factor
mengawali implantasi & pertumbuhan endometrium
ektopik
cara :
» Memfasilitasi penempelannya pd permukaan peritoneum
» Menstimulasi proliferasi dan angiogenesis
5. Interleukin-1
– Menstimulasi pelepasan faktor-faktor angiogenik
– Menginduksi pelepasan bentuk terlarut dari ICAM-1
6. Interleukin-8
– Merupakan sitokin angiogenik potent
– Konsentrasi nya meningkat pd endometriosis dan
berhubungan dengan beratnya penyakit
– Membantu mengawali implantasi dan pertumbuhan
endometrium ektopik,
dengan cara, menstimulasi :
• adhesi sel-sel stroma endometrium pada matrix ekstraseluler,
• Aktivitas matrix metalloproteinase
• Proliferasi sel stroma endometrium
7. Monocyte chemotactic protein-1 & RANTES
– Merup. Sitokin kemoatraktan yg merekrut makrofag ke
dalam ruang pretioneal
7. Monocyte chemotactic protein-1 & RANTES
– Merup. Sitokin kemoatraktan yg merekrut makrofag ke
dalam ruang pretioneal
– Meningkat pd wanita dng endometriosis
– Berhubungan dng beratnya penyakit
8. TNF-α
– Sitokin inflamasi
– Diekspresikan pd sel epitel endometrium eutopik
– Di up-regulasi oleh interleukin-1
– Dapat memfasilitasi penempelan endometrium ektopik ke
peritoneum
– Konsentrasinya meningkat pada wanita dng endometriosis
– Berhubungan dng stadium penyakitnya
9. VEGF
– Fungsi : membangun suplai darah untuk implantasi dan
tumbuhnya endometriosis ektopik
– Konsentrasinya meningkat pada wanita dng endometriosis
& paling tinggi pada stadium lanjut
– Diekspresikan pada lesi-lesi endometriotik
lebih banyak pd lesi merah aktif
Mekanisme Nyeri
Nyeri pd endometriosis sulit ditentukan
Dihubungkan dng 3 mekanisme primer:
Kerja sitokin inflamasi pd ruang peritoneal
Efek langsing dan tak langsung dari perdarahan fokal
implan endometriotik
Iritasi atau infiltrasi langsung dari nervus pada dasar pervis
mayoritas perhatian
kriteria klinis deeply infiltrating endometriosis
85% sensitivitas
50% spesifisitas
• Nyeri yg berhubungan dng derajat penyakit :
1. Endometriosis yg menginfiltrasi dalam
• Berhubungan dng kedalaman penetrasi
• Dekatnya atau invasi langsung pada nervus (inflamasi atau invasi
neural)
2. Endometrisis superfisial
• Tidak berlaku seperti nyeri pada infiltrasi dalam
• Cenderung berhubungan dng inflamasi

oleh karena perdarahan siklik fokal didalam atau


disekitar implan
• Dari kerja sitokin inflamasi yg dilepaskan oleh makrofag dan sel
imun lainnya pd cairan peritoneum
• Hubungan endometriosis :
Stadium
Lokasi
Karakteristik morfologi
≈ Nyeri pd endometriosis

• Mekanisme tambahan :
Lingkungan hormonal mempengaruhi persepsi nyeri
Hasil meta analisa :
Ambang dan toleransi nyeri sensoris somatik mendekati level
terendah pada saat sebelum dan selama menstruasi
Mekanisme Infertilitas
• Endometriosis sangat berhubungan dng infertilitas
• 3 mekanisme utama:
1. Terdistorsinya anatomi adnexa yg menghambat atau
mencegah penangkapan ovum setelah ovulasi
2. Gangguan terhadap perkembangan oosit atau
embriogenesis awal
3. Penurunan penerimaan endometrium (endometrial
receptivity)
• Dari beberapa penelitian, dapat ditarik kesimpulan,
bahwa :
“ endometriosis menurunkan infertilitas sampai
tingkat yg berhubungan kasar dng beratnya penyakit
endometriosis”

• Bahkan dengan IVF :


– Angka kesuksesan IVF secara substansial lebih rendah pada
wanita dng endometriosis dibandingkan wanita dng
penyakit tuba
– Prognosis nya lebih buruk untuk endometriosis berat
dibandingkan endometriosis ringan
• Secara keseluruhan, hasil dari penelitian terbaru
mendukung konsep :
fungsi endometrium pada wanita dng
endometriosis abnormal secara instrinsik
Epidemiologi Endometriosis
• Keseluruhan prevalensi nyata endometriosis
tidak diketahui
• Estimasi prevalensi :
– 5% s.d 20% pd wanita dng nyeri pelvis
– 20% s.d 40% pd wanita infertil
– 3% s.d 10% pd prevalensi umum wanita usia
reproduksi
• Rata-rata usia :
– Jarang pd usia premenarche
– Sebagian besar kasus pd usia < 17 th, berhubungan dng
anomali duktus Mülleri dan obstruksi servikal atau vaginal
• Ras
Wanita Asia >> Wanita Kulit putih >> Wanita kulit hitam

• Risiko berhubungan dengan :


– Meningkatkan risiko :
• Menarkhe dini dan siklus menstruasi yg pendek
• Body mass index (pd wanita infertil)
• Konsumsi alkohol dan kafein yg berlebihan
– Menurunkan risiko :
• Jumlah kehamilan aterm namun efek protektif nya menurun
seiring waktu
• Olahraga teratur
Diagnosis Endometriosis
 Ditegakkan dengan :
1. Anamnesis
2. Pemeriksaan fisik
3. Pemeriksaan penunjang :
1. CA-125
2. Imaging : USG transvaginal, MRI
4. Diagnosis dng percobaan terapeutik
5. Diagnosis dng cara bedah
Diagnosis Endometriosis
• Diagnosis klinis endometriosis :
“Nyeri pelvis kronik” Paling sering dikeluhkan
meliputi :
1. Dismenorrhea
2. Nyeri intermenstrual
3. Dispareuni
• Dismenorrhea :
– Durasi :
• Sering terjadi sebelum onset keluar darah
• Menetap selama menstruasi dan kadang berlanjut
• Dismenorrhea :
– Kualitas :
• Difus dan tumpul
• Terletak dalam pada pelvis
• Dapat menyebar ke punggung dan paha
• Berhubungan dng tekanan rektal, mual dan diare episodik

• Dispareuni
– baru timbul saat onset
– Lebih intens dng penetrasi dalam segera sebelum
menstruasi
– Lebih sering terjadi pada wanita dng penyakit yg
melibatkan septum rektovagina
• Pemeriksaan fisik genitalia eksterna
– Seringnya normal
– Kadang Dpt ditemukan
• implan berwarna biru atau
• lesi proliferatif merah → yg berdarah dng sentuhan
• Umumnya terletak di forniks posterior
– Endometriosis infiltrasi dalam yg melibatkan septum
rektovagina
• dpt dipalpasi
– Uterus :
• Seringkali retrofleksi
• Mobilitas menurun / terfiksasi
– Adneksa :
• Endometrioma ovarium massa adnexa yg terfiksir
– Adneksa :
• Endometrioma ovarium massa adnexa yg terfiksir
• Rasa nyeri fokal dan nodularitas dari ligamentum sakrouterina
– Sensitivitas pemeriksaan fisik tinggi
….bila dilakukan selama menstruasi
….namun pemeriksaan fisik yg normal tidak
mengeksklusi diagnosis

– Dibandigkan dng cara lainnya,


“pemeriksaan fisik memiliki sensitivitas, spesifisitas dan
nilai prediktif yg relatif lebih rendah”
• CA – 125
– Antigen permukaan sel yg diekspresikan oleh derivat-
derivat epitel coelomic
– Konsentrasi CA-125 meningkat pd:
• Endometriosis advance
• Kehamilan awal
• Selama menstruasi normal
• PID akut
• Leiomyoma
– Pemeriksaan CA-125 serum telah disarankan sbg tes
skrining untuk diagnosis endometriosis
…..tapi penelitian lain menyimpulkan bahwa :
“sensitivitas pemeriksaan CA-125 terlalu rendah untuk
membuatnya sbg tes skrining yg efektif untuk diagnosis
endometriosis”
– Konsentrasi CA-125 dapat memiliki nilai pd :
1. evaluasi pre operatif wanita dng penyakit lanjut
dimana :
• Kadar CA-125 serum >65 IU/ml sebaiknya dilakukan
preparasi usus
o.k cenderung mengalami:
– Adhesi omentum yg erat
– Ruptur endometrioma
– Obliterasi cul-de-sac
2. Membantu membedakan endometrioma ovarium dng
kista jinak lainnya
3. Evaluasi respon terapi
• Peningkatan persisten post operatif prediksi prognosis yg
relatif buruk
• Tp bukan prediktor akurat untuk efektivitas terapi medis
• Imaging
– Ultrasonografi transvaginal
• Khususnya berguna untuk deteksi endometrioma ovarium
• Tp tidak dapat menggambarkan ahesi pelvis atau fokus penyakit pd
peritoneum superfisial
• Gambaran bervariasi, umumnya:
– Struktur kistik dng echo internal diffuse derajat rendah
– Dikelilingi kapsul echogenic yg jelas
– Bbrp memiliki internal septation atau dinding noduler tebal
• Sensitivitas 90%
spesifisitas 100% Ketika terdapat gambaran khas
• Color doppler flow imaging
• Pasien infertilitas : USG transvaginal sebaiknya dimulai sebelum
terapi empiris
– MRI
• Membantu deteksi dan differensiasi endometrioma ovarium dari
massa kistik lainnya
tidak dapat menggambarkan lesi peritoneal secara
akurat
• MRI >> USG transvaginal
– Dlm deteksi implan peritoneal
– Namun hanya 30-40% dari lesi yg ditemukan saat operasi
• Sensitivitas 70%
Spesifisitas 75%
• Keuntungan prinsipal MRI : USG =
“ kemampuannya untuk lebih akurat dalam membedakan
perdarahan akut & produk darah yg telah terdegenerasi”
• Diagnosis dng percobaan terapeutik
– Hasil randomized clinical trial
“Respon klinis thd terapi empiris dng agonis gonadotropin-releasing
hormone dpt digunakan untuk mendiagnosis penyakit ini”

♀ dng nyeri pelvik kronik moderat s,d berat - Tidak berhub.dng


menstruasi
- Tidak berkurang dng
NSAID dan antibiotik
Inj. Depot leuprolide Placebo
acetate (3bln)

• Amenorrheik
• Alami perbaikan besar dari gejala sebelum
operasi

Mengungkap endometriosis pd 78/95 partisipan (82%)


– Respon thd terapi leuprolide tidak meningkatkan akurasi
diagnostik
wanita tanpa endometriosis memiliki kecenderungan yg sama
untuk menerima perbaikan gejala seperti wanita dng
endometriosis

efek leuprolide menginduksi hipoestrogenisme

meningkatkan ambang nyeri

– Kesimpulan :
respon klinis terhadap terapi tidak memiliki nilai diagnostik
• Diagnosis dengan cara bedah
– Gold standar : Laparoskopi dng pemeriksaan histologi
lesi yg dieksisi
– Implan peritoneal :
1. Lesi powder burn (klasik) :
» berwarna biru-hitam, mengandung deposit hemosiderin
dari darah yg terjebak
» Jumlah yg bervariasi dari fibrosis disekelilingnya
2. Lesi merah :
» Sangat vaskuler dan proliferatif
» Mewakili penyakit stadium dini
3. Lesi berpigmen :
» Mewakili penyakit yang lebih mantap atau advance
4. Lesi putih :
» Lebih tidak vaskuler dan aktif
» Umumnya asimptomatik
– Laparoskopi serial :
Terdapat progresi alamiah dalam gambaran lesi endometriotik

– Endometriosis
• Umumnya gambaran berupa:
– Kista gelap, halus
– Berhubungan dengan adhesi
– Mengandung cairan doklat dense seperti coklat
• Endometrioma yang besar sering multilokuler
• Inspeksi visual pd ovarium

umumnya sangat akurat untuk deteksi endometrioma

bila tidak jelas namun penyakit ini sangat dicurigai

punksi dan aspirasi ovarium


Terapi Endometriosis
• Dua macam terapi :
1. Terapi Medikamentosa
2. Terapi Bedah
Terapi Medikamentosa
• Didasarkan pada teori Sampson
• Tujuan terapi :
1. Mengurangi atau menghilangkan siklus menstruasi
• menurunkan seeding peritoneal
• Menurunkan kecenderungan bahwa implan baru akan tumbuh
2. Menekan pertumbuhan dan aktivitas endometrium
• Macam-macam obat :
1. Danazol
2. Obat-obatan Progestasional
3. Kontrasepsi oral
4. Agonis Gonadotropin-Releasing Hormone
5. Gestrinone
6. Terapi Medik Eksperimental
• Danazol
– Derivat 17α-ethinytestoterone asoxazol
– Mekanisme kerja:
• Menghambat lonjakan LH urin pada pertengahan
• Menginduksi status anovulatorik kronik
• Menghambat sejumlah enzim steroidogenik
• Meningkatkan konsentrasi testosteron bebas

Menghasilkan lingkungan tinggi androgen dan rendah estrogen

Menghambat pertumbuhan endometriosis


• Amenorrhea menurunkan seeding baru
– Dosis : 600 – 800 mg / hari
– Efek samping : androgenik substansial dan hipoestrogenik,
berupa:
• Kenaikan berat badan • Hirsutisme
• Retensi cairan • Vaginitis atrofikan
• Kelemahan • Hot flushes
• Menurunnya ukuran payudara • Kram otot
• Acne • Emosi labil
• Kulit berminyak
• Pseudohermaphroditisme in utero
• Suara menjadi berat ireversibel
• Perubahan profil lipid : LDL ↑ dan HDL ↓
• Kerusakan hepar atau trombosis arterial …..jarang terjadi
• Obat-obatan Progestasional
– Mekanisme kerja :
• Menginduksi desidualisasi sbbkan pengecilan
endometrium sepanjang waktu
• Menghambat fungsi ovulasi
• Menginduksi amenorrhea
• Supresi ekspresi matrix metalloproteinase endometrium
– Macam obat yg digunakan : (4)
1. Medroxyprogesterone acetate
Dosis : oral. 20 – 100 mg/hari
parenteral. 150 mg 1.m / 3 bulan
Efek samping :
peningkatan BB perdarahan episodik
retensi cairan depresi
nyeri payudara
2. Norethindrone acetate
Dosis : 5 – 20 mg / hari
3. Megastrol acetate
Dosis : 40 mg / hari
4. IUD yg mengandung levonorgestrel
…..digunakan untuk endometriosis rektovaginal

- Efek samping progestin :


 Gangguan pd konsentrasi lipoprotein serum
 Pd dosis tinggi supresi aksis
hipotalamus – hipofisis – ovarium

deplesi mineral tulang spinal


- Progestin efektif u/ mengobati endometriosis dng:
1. Dismenorrhea
2. Dispareuni
3. Nyeri intermenstrual
• Kontrasepsi Oral
– Mekanisme :
• “pseudopregnancy”
krn. Kombinasi ini menginduksi amenorrhea dan
desidualisasi endometrium
• Meningkatkan apoptosis jaringan endometrium

– Dosis :
Terapi kontinyu dng 1 pil / hari ( 6 – 12 bulan )

– produk transdermal atau transvaginal


sama efektifnya dng terapi per oral
• Agonis Gonadotropin-Releasing Hormone
– Modifikasi GnRH yg mengikat reseptor GnRH pada hipofisis
untuk interval yang lama
– Mekanisme :
Stimulus konstan GnRH Respon inisial (flare)

Desensitisasi hipofisis thd Downregulasi konsentrasi reseptor


adanya stimulasi kontinyu

Timbul keadaan “Pseudomenopause”


hipogonadal Atau
hipogonadotropik “Ooforektomi medikamentosa”
– Cara pemberian :
1. Intramuskuler
2. Sub kutan
3. Intranasal
– Efek samping :
1. Hipogonadisme
2. Penurunan mineral tulang
 Setelah penghentian terapi akan membaik scr perlahan
 Namun tidak sempurna pd semua wanita, terutama bila
kerusakan pada trabekular

tidak memiliki efek merugikan pada :


» Konsentasi lipid
» Lipoprotein serum
• Deplesi mineral tulang, dicegah dengan :
Terapi “Add-Back”
Regimen yg digunakan:
1. estrogen – progesteron kombinasi dosis rendah
estrogen konjugated 0,625 mg dan
MPA 2,5 mg
2. estrogen dosis rendah
Dosis 1 mg/hari
Tidak dilanjutkan o.k timbulnya nyeri rekuren
3. progestin : norethindrone 2,5 – 5 mg/hari
4. tibolone 2,5 mg/hari
5. bifosfonat :
etidronate siklik 400 mg/hari selama 2 mgg, setiap 2 bln
Alendronate 10 mg/hari
6. modulator reseptor estrogen selektif : Raloxifen 60 mg / hari
• Gestrinone
– Steroid derivat 19-nortestosteron
– Efek kerja :
• Androgenik
• Antiprosgestinik
• Antiestrogenik
– Kelebihan nya : jangka waktu pemberian lebih jarang
• 2.5 – 10 mg (2 atau 3 kali / minggu)
• Terapi medik eksperimental
– Mifepristone
• Memiliki aksi antiprogesteron dan antiglukokortikoid
• Pengalaman dng obat ini masih terbatas
– Raloxifene
• Merupakan SERM
• Efek kerja:
1. Sbg antagonis estrogen pada endometrium …… memperkecil
pertumbuhan
2. Agonis estrogen pada tulang …. Menjaga mineral tulang
3. Timbulkan gejala vasomotor
- Pentoksifilin
• Merup. Obat imunomodulasi multi-site
• Menghambat fagositosis makrofag dan produksi enzim
proteolitik
• Menghambat aksi inflamatorik dari TNF-α dan IL-1
• Hasil-hasil terapi medikamentosa, terhadap :
1. Volume penyakit
2. Nyeri
3. Fertilitas
Keterangan :
1. Terapi medikamentosa – volume penyakit
Sulit diinterpretasikan
o.k :- tumor dapat regresi spontan dapat kembali atau
berkembang setelah penghentian terapi
Hasil penelitian :
Danazol scr konsisten tdp penurunan volume 40 – 90%
GnRH sama efektifnya
Leuprolide me ↓ kan vol.endometriosis pd hampir 90% ♀
Progestin : MPA dosis tinggi (100mg/hari selama 6 bulan)
- Remisi komplit : pd 50% ♀ dibandingkan 12% yg mendapat
plasebo
- Remisi inkomplit : pd 13% ♀ dibandingkan 6% kontrol
Progestin (lynestrenol) v.s agonis GnRH (leuprolide)
didapatkan pe ↓ an besar dl vol.penyakit pd ♀ yg diterapi
dng agonis GnRH

Kesimpulan :
- Secara keseluruhan, efek-efek terapi medikamentosa thd
volume endometriosis adalah mirip
- Terapi mendikamentosa efektif untuk endometrioma ovarium
ukuran kecil ( < 1 cm )
- Danazol dan Agonis GnRH menurunkan ukuran
namun tidak menghilangkannya.
2. Terapi medikamentosa – nyeri
– Danazol
– Progestin
Terbukti efektif dlm
– Kontrasepsi oral kombinasi
menurunkan nyeri
– Agonis GnRH
– Gestrinone
• Kemampuan :
Agonis GnRH >> Kontrasepsi oral >> gestrinone
• Pd endometriosis infiltrasi dalam yg melibatkan septum
rektovagina
nyeri dan dispareuni dpt ditangani scr efektif dng
terapi medikamentosa
namun gejala rekuren pasti terjadi, kecuali terapi
dilanjutkan
– Rekurensi :
• Angka rekurensi : 10 – 20% per tahun
• Nyeri dng intensitas ama atau lebih kecil
timbul segera setelah terapi dihentikan
• Danazol :
– Rekurensi timbul ± 6 bulan setelah terapi dihentikan
– Terapi untuk nyeri rekuren :
Re – terapi

Respon umumnya sebanding dng terapi


pertama
3. Terapi Medikamentosa ― Fertilitas
– ♀ endometriosis umumnya Sub-fertil

– Hubungan ini idealnya dinilai dng menilai :


• Kesuburan sepanjang interval waktu yg telah ditentukan
• Dibandingkan kesuburan antara ♀ endometriosis yg diberikan terapi
dan yang tidak diberikan terapi

– Sayangnya, terapi medikamentosa pada endometriosis


menghambat ovulasi

shg, fertilitas sebenarnya ada,


• namun dihilangkan selama terapi
• Hanya dapat dievaluasi sepanjang interval penghentian terapi
• Dari sejumlah penelitian
– Ditarik kesimpulan:
• Tidak ada bukti substansial bahwa terapi medis
tradisional dapat memperbaiki fertilitas pada wanita
endometriosis yang infertil.

• Terapi medikamentosa dapat memiliki efek merugikan


pada fertilitas, khususnya pada wanita tua dng jendela
harapan yg cepat mengecil
Terapi bedah
• Tujuan terapi bedah:
– Menjaga hubungan anatomik normal,
– Mengeksisi atau menghancurkan semua endometriosis
yang terlihat sampai tingkat yang memungkinkan,
– Mencegah atau menunda rekurensi penyakit.

• Medikamentosa  efektif mengurangi nyeri, namun tidak


memiliki efek thd fertilitas

• Bedah  sama efektif dalam mengurangi nyeri dan juga


dapat meningkatkan fertilitas
• Pilihan Bedah untuk terapi endometriosis:
1. Laparotomi
2. Laparoskopi

• Laparoskopi v.s Laparotomi:


– Visualisasi lebih baik,
– Trauma jaringan dan desikasi yang lebih kecil,
– Insisi yang lebih kecil, dan
– Penyembuhan postoperatif yang lebih cepat.
– Adhesi dan komplikasi postoperatif lebih kecil
– Hasil-hasil yang didapat dengan laparoskopi seimbang
atau lebih baik dibandingkan laparotomi.
• Implan endometriosis peritoneal
– dapat diablasi dengan instrumen elektrosurgical unipolar,
bipolar atau laser
– dieksisi menggunakan diseksi tajam.

• Opini-opini tentang superioritas salah satu metode


 tidak terbukti
– Alasan yang melakukan eksisi:
• Kedalaman penyakit dan ablasi tidak dapat ditentukan  risiko
terapi tidak adekuat lebih besar jika diablasi
• Adhesi 
Eksisi lebih dipilih dibandingkan dengan lisis sederhana karena
adhesi akan sering mengandung endometriosis
• Manajemen bedah optimal thd endometrioma
ovarium  kontroversial.
Macam terapi:
1. wedge ressection
2. Stripping
3. drainase dengan dan tanpa ablasi dinding dalam kista.
• Laparoskopik second-look pd penyakit ovarium yang
dalam, didapatkan :
– cenderung berkurang setelah kistektomi atau fenestrasi
dan ablasi dibandingkan setelah drainase saja.
– Angka re-operasi setelah kistektomi ↓ dibandingkan
setelah drainase tanpa ablasi.
• Penelitian second-look 
Adhesi adnexa postoperatif cenderung terjadi:
– setelah wedge ressection dibandingkan terapi bedah yang
lain
– pada wanita yang operasi awalnya juga melibatkan
adhesiolisis.

• Rekurensi endometrioma setelah kistektomi


laparoskopi  7%.
• Presacral neurectomy dan laparoscopic uterosacral
nerve ablation (LUNA)
– Dianjurkan untuk terapi dismenorrhea dan nyeri pelvik
sentral yang berhubungan dengan endometriosis.
– Presacral neurectomy
memutus inervasi simpatis uterus pada
tingkat pleksus hipogastrik superior
– LUNA
merusak bagian tengah ligamentum
sakrouterina
– Kesimpulan:
• menambah nilai operasi konservatif.
• Risiko komplikasi operatif dan disfungsi usus atau kandung kemih
postoperatif (+)
• Kandidat untuk neurektomi parasakral dan LUNA harus dipilih dng
teliti dan diberikan konsultasi dng hati-hati
• Endometriosis dengan infiltrasi yang dalam
(melibatkan septum rektovaginal) membutuhkan
operasi ekstensif

• Terapi bedah yg dipilih 


– diseksi menyeluruh dan paparan terhadap rektum anterior,
vagina posterior, dan penyakit noduler
– Seringkali, sebagian vagina posterior harus dieksisi, dan
sebagian segmen rektum harus direseksi, kemudian diikuti
dengan anastomosis
• Terapi bedah radikal
– Dilakukan pd ♀ dng penyakit simptomatik berat, yg tidak
menginginkan anak
– ♀ yg gagal terapi bedah konservatif dan terapi
medikamentosa
Terapi Medikamentosa Perioperatif

• Kontroversial
• Terapi pre-operatif
Agonis GnRH keuntungan :
– Penurunan volume penyakit yg memerlukan terapi bedah
– Eliminasi kista ovarium fungsional
– Kenyamanan dlm penjadwalan operasi
– Outcome yg lebih baik
– Pd endometriosis rektovaginal → terapi medik perioperatif
menurunkan kecenderungan penyakit dan gejala rekuren
• Terapi medik supresi post operatif
• Lebih kontroversial
• Penelitian-penelitian yang ada mendapatkan hasil yg
bertolak belakang
• Sebagian besar klinisi enggan memberikan terapi medik
pd 1 tahun pertama post operatif
o.k angka kehamilan tertinggi ditemukan pd
waktu ini
– Disimpulkan :
• Bila tujuan utama terapi bedah adalah bebas nyeri
• Terapi medik post operatif memiliki nilai, khususnya pd
wanita dng penyakit ekstensif dan residual yg tidak
dapat dieksisi secara komplit
Hasil Terapi Bedah
1. Terapi Bedah―Nyeri
– Percobaan random terkontrol (operasi laparoskopik v.s
tanpa terapi sama sekali v.s terapi lainnya atau plasebo)
– Hasil :
Enam bulan post laparoskopik:
nyeri hilang pada lebih dari 60% wanita yang
menerima terapi laser (minimal, ringan, atau
moderat)
kurang dari 25% pada yang penyakitnya tidak
diablasi.
Lebih dari 6 tahun postoperasi:
2/3 wanita mengalami nyeri rekuren
(interval rekurensi 5-60 bulan, median 20 bulan)
penyembuhan nyeri sangat memuaskan pada lebih
dari 50% wanita
- Rekurensi pasca terapi bedah konservatif : 10 – 20%
insidensi lebih tinggi pd terapi bedah pd fase luteal
dibandingkan pd fase folikuler
 o.k sel endometrium yg mengalami refluks mungkin lebih
cenderung untuk menempel pada lokasi trauma peritoneum
yg belum menyembuh
 ketika interval sejak operasi s.d menstruasi berikutnya adalah
pendek
• Pengurangan nyeri pd pasien pasca operasi :
– Pada 60-100% wanita nyeri berkurang segera setelah
operasi.
– Kistektomi dapat memberikan pengurangan nyeri yang
lebih lama
dibandingkan drainase plus ablasi terhadap
dinding kista.
– Pada kistektomi yg berhasil (dng stripping) dibandingkan
drainase + koagulasi dinding internal :
 Angka rekurensi kumulatif 24-bulan lebih rendah
secara substansial
 Median interval antara operasi dengan rekurensi nyeri
adalah lebih panjang
2. Terapi Bedah – Fertilitas
 Penelitian efek operasi thd fertilitas :
1. Penelitian multisenter di kanada
♀ dng infertilitas tidak terjelaskan
(n = 341)
Laparoskopi :
Randomisasi Hasil endometriosis minimal atau ringan

Terapi : (172) Evaluasi


Eksisi atau ablasi (169)

50 ♀ hamil 29 ♀ hamil

hasil : peluang kehamilan pd ♀ yg diterapi 2 kali


dibanding ♀ yg tidak diterapi
2. Penelitian di Italia (n = 96)
– Hasil : tidak ada perbedaan yg ditemukan antara
terapi dan tanpa terapi
 meta analisis :
“ terapi bedah untuk endometriosis minimal – ringan
dapat meningkatkan infertilitas “

- Efektivitas terapi bedah thd endometriosis moderat –


berat :
• Tidak ada penelitian mengenai efektivitasnya
• Angka kehamilan kumulatif 1 – 3 th setelah terapi bedah :
• 50 % untuk wanita dng endometrioma
• 30% untuk wanita dng obliterasi komplit cul-de-sac
Pencegahan thd infertilitas
• Konseling
– Sebaiknya diberikan setelah terapi bedah, meliputi :
• Penjelasan mengenai penyakitnya
• Insidensi rekurensi yg tinggi
• Tendensi terjadinya progresi
• Pengaruh potensial terhadap fertilitas
• Terapi medikamentosa post operatif
– Kontrasepsi oral :
Terapi profilaksis untuk menurunkan risiko rekuren pd endometriosis
ringan

Anda mungkin juga menyukai