Anda di halaman 1dari 30

TOKSISITAS

OBAT ANESTESI
Kelompok 4 :
1. Nurrohmah Wafiq Wasi’ah
2. Patrismar Krista Ronaldo AP
3. Putri Jasmine El Nino
TOKSIKOLOGI
Secara sederhana dan ringkas, toksikologi dapat
didefinisikan sebagai kajian tentang hakikat dan
mekanisme efek berbahaya (efek toksik) berbagai
bahan kimia terhadap makhluk hidup dan system
biologik lainnya.
Efek Toksik

Efek toksik atau efek yang tidak diinginkan dalam sistem


biologis tidak akan dihasilkan oleh bahan kimia kecuali bahan
kimia tersebut atau produk biotransformasinya mencapai tempat
yang sesuai di dalam tubuh pada konsentrasi dan lama waktu
yang cukup untuk menghasilkan manifestasi toksik
TOKSISITAS

Toksisitas merupakan istilah dalam toksikologi yang


didefinisikan sebagai kemampuan senyawa untuk
menyebabkan kerusakan atau injuri.

Proses pengrusakan ini baru terjadi apabila pada organ


target telah telah menumpuk menjadi satu dalam jumlah
yang cukup dari bagian toksik atau metabolitnya. Sifat
toksik dari suatu senyawa ditentukan oleh: dosis,
konsentrasi racun di reseptor “tempat kerja”, sifat zat
tersebut, kondisi bioorganisme atau sistem bioorganisme,
paparan terhadap organisme dan bentuk efek yang
ditimbulkan
Pengaruh efek toksik terhadap badan dipengaruhi oleh beberapa
faktor, yaitu:
1. Sifat fisik bahan kimia, yang dapat berwujud gas, uap (gas
dari bentuk padat/cair), debu (partikel padat), kabut (cairan
halus di udara), fume (kondensasi partikel padat), awan
(partikel cair kondensasi dari fase gas), asap (partikel zat
karbon).
2. Dosis beracun: jumlah/konsentrasi racun yang masuk dalam
badan.
3. Lamanya pemaparan.
4. Sifat kimia zat racun: jenis persenyawaan; kelarutan dalam
jaringan tubuh, jenis pelarut.
5. Rute (jalan masuk ke badan), yang bisa melalui pernapasan,
pencernaan, kulit serta selaput lendir.
6. Faktor-faktor pekerja, seperti umur, jenis kelamin, derajat
kesehatan tubuh, daya tahan/toleransi, habituasi/kebiasaan,
nutrisi, tingkat kelemahan tubuh, factor generik.
ANESTESI

Anastesi berasal dari bahasa Yunani yaitu “An” berati


tidak, dan “Aesthesis” berarti rasa atau sensasi. Sehingga
anestesi berarti suatu keadaan hilangnya rasa atau sensasi
tanpa atau disertai dengan hilangnya kesadaran. Anestesi
adalah keadaan tanpa rasa (without sensation) tetapi
bersifat sementara dan dapat kembali kepada keadaan
semula. (Sudisma et al., 2006)

6
Menurut The American Society of Anesthesiologists (2009).

“ Stadium anestesi dibagi dalam 4

7
ANESTESI UMUM
Anestesi umum adalah subtansi yang dapat mendepres
susunan saraf pusat (SSP) secara reversibel sehingga hewan
kehilangan rasa sakit (sensibilitas) di seluruh tubuh, reflek
otot hilang, dan disertai dengan hilangya kesadaran.

8
Jenis anastesi umum
Anestesi ini terdiri atas 2 jenis yaitu, anestesi volatil (inhalasi) dan
non-volatil (injeksi/parenteral). Tanda-tanda anestesi umum telah
bekerja adalah hilangnya kordinasi anggota gerak, hilannya respon
saraf perasa dan pendengaran, hilangnya tonus otot, terdepresnya
medulla oblongata sebagai pusat respirasi, dan vasomotor, dan bila
terjadi overdosis akan mengalami kematian.

9
ANESTESI LOKAL/REGIONAL
Anestesi lokal didefiniskan sebagai kehilangan sensasi pada
daerah tubuh tertentu yang disebabkan oleh depresi eksitasi
pada ujung saraf atau adanya penghambatan proses
konduksi dalam saraf perifer.

Sifat penting dari anestesi lokal yaitu bahwa obat ini dapat
menghilangkan sensasi rasa sakit tanpa menghilangkan
kesadaran. Anestesi lokal harus memiliki dua kriteria utama
yaitu tidak mengiritasi jaringan lunak dan bersifat
reversibel.
10
ANESTESI LOKAL
Jenis Anestesi Regional menurut Pramono (2017) digolongkan
sebagai berikut :
1. Anestesi Spinal : Penyuntikan anestesi lokal ke dalam ruang
subaraknoid disegmen lumbal 3-4 atau lumbal 4-5.
2. Anestesi Epidural : Anestesi yang menempatkan obat di ruang
epidural (peridural, ekstradural). Ruang ini berada di antara
ligamentum flavum dan durameter
3. Anestesi Kaudal : Anestesi kaudal sebenarnya sama dengan
anestesi epidural, karena kanalis kaudalis adalah kepanjangan dari
ruang epidural dan obat ditempatkan di ruang kaudal melalui hiatus
sakralis.
11
Klasifikasi anestesi lokal

“ (Sumber: Malamed SF. Handbook of local anaesthesia 6th ed. St.


Louis: Mosby; 2014.Pp. 59-64)

12
Dosis Maksimal

13
Mekanisme Toksisitas Anestetik Lokal
Anestetik lokal mencapai sirkulasi melalui penyerapan sistemik
ataupun injeksi intravaskular yang tidak disengaja. Injeksi intravena
yang tidak disengaja terjadi lebih sering dibanding injeksi intra
arteri, dapat terjadi pada semua teknik anestesi regional, dengan
kemunculan tanda dan gejala toksisitas yang lebih cepat dibanding
dengan penyerapan sistemik. Meskipun telah diteliti selama
beberapa dekade, mekanisme pasti terjadinya toksisitas sitemik dari
anestetik lokal masih sulit dipahami.

Anestetik lokal yang bersifat lipofilik secara cepat melewati sel


membran dan memunculkan gejala toksisitas pada berbagai lokasi
termasuk ionotropik, metabotropik, dan target lainnya

14
Pada otak, anestetik lokal mempengaruhi keseimbangan antara jalur
inhibisi dan eksitasi. Pada jantung, menyebabkan blokade konduksi
melalui efeknya terhadap kanal natrium, kalium, dan kalsium. Hal ini
akan menyebabkan disritmia dan penurunan kontraktilitas jantung.
Anestetik lokal yang berlebihan dapat mengganggu sinyal
intraseluler yang berasal dari reseptor metabotropik, mengakibatkan
penurunan adenosin monofosfatase siklik (CAMP) yang dapat
menurunkan kontraktilitas

15
BUPIVACAI
NE
Bupivakain merupakan obat anestesi local golongan amida standar yang
paling sering digunakan pada anestesi spinal. Bupivakain termasuk obat
lokal anestetik golongan aminoamida, yang mempunyai potensi kuat
dengan lama kerja yang panjang sehingga sering digunakan untuk
anestesi spinal.
Karena mula kerja yang relatif cepat 5-8 menit, serta durasi kerja yang
lama yaitu 90-150 menit serta memberikan efek blok sensorik dan
motorik yang baik, tetapi penggunaannya cenderung lebih menyebabkan
cardiotoxic, ketika secara tiba- tiba masuk ke dalam pembuluh darah.
Kasus fatal terjadi berupa henti jantung karena bupivakain telah
dilaporkan oleh Albright tahun 1979, Davis dan de Jong 1982. 16
FARMAKOLOGI BUPIVACAINE
FARMAKOKINETIK
Anestesi lokal mempunyai kemampuan untuk mengubah fungsi
beberapa sel. Pada hal ini anestesi lokal dapat memblokir
konduksi saraf di akson dari sistem saraf periferal.
A. Absorbsi
Efek signifikan dari vasodilatasi meningkat ketika anestesi
lokal sudah diserap oleh pembuluh darah, sehingga
menurunkan durasi dan kualitas dari rasa sakit, tetapi
meningkatkan konsentrasi anestesi lokal pada pembuluh darah
dan potensi overdosis (reaksi toksik). Tingkatan reaksi anestesi
lokal yang diserap oleh pembuluh darah dan mencapai level
maksimum bervariasi sesuai dengan cara pemberiannya.
17
FARMAKOLOGI BUPIVACAINE
B. Distribusi
Setelah diserap ke pembuluh darah, anestesi lokal disalurkan ke
seluruh jaringan dalam tubuh. Organ yang sangat perfusi yaitu
otak, hepar, ginjal, paru-paru, limfe memiliki kadar anestesi
yang paling tinggi dibandingkan dengan organ yang kurang
perfusi. Otot-otot skeletal walaupun tidak berperfusi dengan
tinggi, tetapi mengandung anestesi lokal dengan persentasi
yang tinggi dibandingkan organ atau jaringan lain karena
memiliki massa jaringan yang paling banyak di dalam tubuh.
Konsentrasi plasma dari anestesi lokal memiliki pengaruh pada
organ tertentu yang dapat menyebabkan potensi toksisitas

18
FARMAKOLOGI BUPIVACAINE
C. Metabolisme
Metabolisme (biotransformasi dan
detoksifikasi) anestesi lokal sangat penting
karena secara keseluruhan toksisitasnya
ditentukan oleh keseimbangan antara laju
penyerapannya ke dalam aliran darah dengan
laju pembuangannya dari pembuluh darah dan
proses metabolisme

19
FARMAKOLOGI BUPIVACAINE
D. Ekskresi
Metabolit dan sisa yang tidak termetabolisme, baik golongan
amida (Bupivakain) akan dieksresikan oleh ginjal. Sebagian
kecil anestesi dieskresikan dalam keadaan tidak mengalami
perubahan.
Ppenggunaan anestesi lokal golongan amida (Bupivakain),
merupakan kontraindikasi relatif bagi pasien dengan penyakit
ginjal yang signifikan, misalnya pasien yang menjalani
hemodialisis, glomerulonefritis kronis, atau pielonefritis

20
MEKANISME KERJA
BUPIVACAINE
bupivakain
menghambat Efek hantaran saraf di
permeabilitas sepanjang serabut
membran sel terhadap saraf tidak terjadi
natrium

mengganggu
konduksi antara Efek susunan saraf
atrium-ventrikel, pusat.
depresi kontraktilitas
otot jantung, 21
TOKSISITAS ANESTESI LOKAL
(BUPIVACAINE)
Manifestasi toksisitas anestetik lokal muncul
1-5 menit setelah injeksi, namun onset dapat
berkisar dari 30 detik hingga 60 menit.
Secara klasik, penderita mengalami gejala
eksitasi SSP berupa mati rasa
lidah/"circumoral", rasa metalik, lidah terasa
ringan, pusing, gangguan visual dan
pendengaran (kesulitan fokus dan tinnitus),
disorientasi, dan rasa mengantuk. Toksisitas
jantung tidak akan terjadi tanpa didahului
toksisitas SSP 22
TOKSISITAS ANESTESI LOKAL
(BUPIVACAINE)
1. Sistem Saraf Pusat (SSP)
Eksitasi awal SSP biasanya diikuti dengan depresi
SSP secara cepat, dengan gejala sebagai berikut :
kedutan otot, kejang, tidak sadar, koma, depresi dan
henti napas, depresi dan kolaps kardiovaskular.
Seiring dengan perkembangan toksisitas, pasien
mungkin mengalami kejang tonik-klonik dan
akhirnya tidak sadar dan koma.
Ketika jumlah anestetik lokal pada darah cukup tinggi
untuk memblokir jalur inhibisi dan eksitasi, kejang
berhenti dan pasien mungkin mengalami depresi atau
23
henti napas dan depresi kardiovaskular.
TOKSISITAS ANESTESI LOKAL
(BUPIVACAINE)
2. Kardiovaskular
Resiko toksisitas jantung lebih besar pada pasien
dengan riwayat masalah konduksi jantung yang
mendasari atau setelah infark miokard. Dosis toksik
dari agen anestesi lokal dapat menyebabkan depresi
miokard, disritmia jantung, dan kardiotoksisitas pada
kehamilan.
Tanda dan gejala keracunan kardiovaskular meliputi
nyeri dada, sesak napas, palpitasi, diaforesis,
hipotensi, dan pingsan

24
Dosis yg menimbulkan toksisitas SSP dan

“ kolaps kardiovaskuler

25
“ Secara total, kasus toksisitas Bupivakain terjadi di Sembilan
rumah sakit di tujuh kota dalam tiga pekan setelah kasus
yang di Lampung terjadi.
12 kasus terkait Bupivakain di sembilan rumah sakit di tujuh
kota, yakni Pringsewu (Lampung), Denpasar, Mataram,
Padang, Aceh, Surabaya, dan Bengkulu.
Sebanyak 12 korban itu terdiri dari 6 pasien seksio sesarea,
5 pasien urologi, dan 1 pasien tindakan medis lain. Pasien
itu ialah 6 perempuan dan 6 laki-laki. Sebanyak 9 pasien di
antaranya dewasa muda dan sisanya di atas usia 60 tahun.
Dari 12 kasus tersebut 2 orang selamat dan 10 orang
meninggal.

26
Terapi Toksisitas

Pengobatan toksisitas anestetik lokal bergantung pada jenis


toksisitas yang dialami oleh pasien (SSP, kardiovaskular
maupun alergi). Pada umumnya gejala yang ringan diterapi
secara lebih konservatif.

Jika pasien menunjukkan gejala ringan sampai sedang dari


toksisitas anestetik lokal (tinitus, kepala terasa ringan,
sentakan myoklonik, kebingungan) tanpa kejang atau tanda
toksisitas jantung, berikan terapi konservatif dalam bentuk
penenangan dan sedasi ringan serta ansiolitik dengan
benzodiazepin. 27
Pada pasien dengan penurunan kesadaran dan kejang,
resusitasi standar harus diumulai untuk menjaga jalan napas
dan pernapasan. Pengobatan pada kejang akibat toksisitas
anestetik lokal menggunakan kelompok benzodiazepin,
barbiturat, dan propofol dalam dosis kecil (midazolam 2-4 mg,
profofol 0,5-1 mg/kg). Dosis propofol harus dijaga tetap
rendah karena aktivitas depresi jantung yang dapat
memperburuk kardiotoksisitas. Fenitoin dan fosfenitoin secara
umum dihindari karena mempunyai sifat blokade pompa
natrium seperti anestetik lokal dan dapat memperparah
toksisitas

28
Jenis toksisitas pada bupivakain yaitu toksisitas
kardiovaskular.

Terapi tokisisitas :
Antiaritmia jika terjadi hipotensi, bradikardia, atau
aritmia yang tidak bisa dijelaskan sebelumnya,
pengobatan terhadap kecurigaan toksisitas
kardiovaskular akibat anestetik lokal harus segera
dilakukan. Resusitasi pasien yang mengalami kolaps
jantung akibat anestetik lokal memerlukan usaha
resusitasi yang luas dan panjang terutama akibat
toksisitas bupivakain, dan mungkin tidak berhasil. Terapi
dapat dimulai dengan metode Advance Cardiac Life
Support (ACLS) / CPR tingkat lanjut.

29
THANKS
!
30

Anda mungkin juga menyukai