Anda di halaman 1dari 15

TERAPI SPESIFIK

1. ANTIDOTUM YANG BEKERJA


SECARA KIMIAWI
Antidotum ini adalah penggunaan zat pembentuk kelat. Penggunaan antidotum jenis ini akan menyebabkan
reaksi antara antidotum dengan zat toksik membentuk suatu produk yang kurang toksik dan mudah
diekskresikan.
a. Zat-zat Pembentuk Kelat
 1). Dimercaprol (British Anti-Lewisite, atau BAL)
 zat mirip minyak, tidak berwarna, bau tidak ena (busuk). Pemberian umumnya melalui injeksi IM 10 %
dalam minyak kacang.
 Bereaksi dengan logam-logam berat sehingga mencegah inaktivasi enzim-enzim yang mengandung gugus
SH. Dimecaprol paling efektif jika diberikan segera setelah terpapar logam berat
 Berguna untuk keracunan arsen, merkuri dan timbal
 Efek samping takikardia, hipertensi, mual dan iritasi lambung
 Sekarang tersedia 2 macam obat yang mirip dengan Dimecaprol yaitu dimercaptosuccinic acid (DMSA) dan
dimercaptopropane sulphonic acid (DMPS). Kedua zat chelat ini memiliki 2 gugus thiol (-SH) tetapi lebih
hidrofilik. Tidak seperti dimecaprol, DMSA & DMPS dapat diberikan secara oral dan mempunyai indek
terapi yang lebih besar.
 2). EDTA(etilendiamin tetraasetat)
 Efektif untuk logam transisi, oleh karena ituEDTAjuga membentuk kelat dengan Ca tubuh
 EDTA diberikan dalam bentuk injeksi IM / IV dalam bentuk garamnya Na / Ca
 Diekskresi melalui filter glomelurus
 Digunkan terutama pada keracunan Pb
 Pada dosis tinggi bersifatneprotoksik terutama pada tubulus renal
 3). Penisilamin (cuprin)
 Senyawa mirip dengan penisilamin
 Sangat baik diabsorpsi pada saluran pencernaan
 Toksik pada sumsum tulang belakang dan ginjal (jarang) adalah efek yang paling merugikan
 Biasanya digunakan untuk keracunan Cu pada individu yang menderita penyakit Wilson’s.
Kelebihan Cu akan toksik peda hepar dan CNS
 Penisilamin juga digunakan pada keracunan Cu juga Hg serta sebagai tambahan untuk terapi
keracunan Pb dan arsen
 4). Deferoksamin
 Spesifik membentuk kelat dengan logam besi, dengan ion feri membentuk feroxamin.
Deferoxamin dapat mengikat zat besi dari feritin dan homosiderin tetapi tidak dapat merik zat besi
dari hemoglobin, sitokrom dan mioglobin
 Pemberian infus secara cepat dapat menimbulkan shok hipotensi karena memacu pelepasan
histamin. Deferoksamin dapat juga diberikan melalui injeksi IM
 Deferoksamin dimetabolisme dan diekskresi melalui ginjal dan menyebabkan urin berwarna merah
 Dapat menyebabkan neurotoksik atau toksik pada ginjal(jarang). Dikotraidikasi pada pasien
dengan gangguan ginjal

 5). Trientin (cuprid)


 Membentuk chelat dengan Cu
 Terapi terbatas untuk penyakit Wilson’s pada individu yang tidak dapat mentolerir penisilamin
 b. Fab Fragment

 Antiserum telah lama digunakan untuk pengobatan keracunan toksin yang berasal dari
botulimus atau ular.
 Secara teoritis pendekatan seperti ini didopsi untuk pengobatan keracunan.
 Fab fragment adalah suatu antibodi monoklonal dapat mengikat digoksi dan mempercepat
ekskresinya melalui filter glomelurus.
 c. Dikobaltedetat dan Hidrokobalamin

 Telah diketahui bahwa logam-logam transisi dapat membentuk komplek dengan sianida yang
stabil dan bersifat non-toksik.
 Disamping logam-logam transisi, hidrokobalamin (vitamin B12a) juga telah terbukti efektif
untuk antidotum keracunan sianida pada tikus.
 Karena sangat toksik dikobalt edetat, digunakan hanya menjelang pasien kehilangan
kesadaran, bukan untuk tindakan pencegahan.
 Cobalt edetat diberikan melalui injeksi IV 300 mg (20 mL) dalam 1 menit (5 menit jika
kondisi tidak berat) disusul dengan 50mL infus glukosa 50% jika tidak menujukkan perbaikan
setelah 5 menit boleh diberikan dosis ke-2. Pemberian na-tiosulfat juga dapat digunakan untuk
keracunan sianida
 d. Detoksifikasi enzimatik

 1). Etanol
 Etanol dapat digunakan untuk keracunan mehanol / etilen glikol.
 Metanol dan etienglikol dalam tubuh akan mengalami oksidasi oleh enzim alkohol
dehidrogenase menghasilkan formaldehid dan asam format.
 Pemberian etanol akan menyebabkan kompetisi dengan metanol atau etilenglikol dalam
memperebutkan enzim alkohol dehidrogenase.
 Hasil reaksi antara etanol dengan enzim alkoholndehidrogenase adalah asam asetat yang relatif
tidak toksik dan mudah diekskresikan dibandingkan dengan formaldehid dan asam formeat.
 2). Atropin dan pralidoksim
 Keracunan pestisida organofosfat dan carbamat dapat menyebabkan timbulnya perangsangan
kolinergik yang berlebihan.
 Gejala yang timbul seperti cemas, gelisah, pusing sakit kepala, miosis, mual, hipersalivasi, muntah
kolik abdomen, diare, bradikardia, dan berkeringat, lemah otot dan fasikulasi yang dapat menyebabkan
paralisis umum (lemas) termasuk otot mata / pernapasan.
 Gejala diatas dapat terjadi karena pestisida dapat mengikat enzim asetilkolinesterase yang berfungsi
untuk menguraikan asetilkolin (ACh) menjadi asetil Co A dan kolin. Menyebabkan jumlah asetil kolin
berlebihan sehingga timbul perangsangan parasimpatik(kolinergik) yang berlebihan pula (Ach adalah
neurotransmitter sistem saraf parasimpatik). Atropin dengan ACh atropin diberikan dalam bentuk
garamnya (atropin sulfat) dengan dosis 2 mg melalui injeksi (IV, IM), pemberian dapat diulang
tergantung pada tingkat keparahan, setiap 20-30 menit hingga kulit kelihatan memerah dan kering,
pupil dilatasi dan timbul takikardia.
 Pralidoksim adalah suatu reaktivator kolinerterase yang biasanya ditambahkan pada atropin sulfat pada
keracunan pestisida sedang hingga berat. Dosis umumnya sebesar 30 mg/ Kg BB dilarutkan dalam 10-
15 mL air, diberikan melalui injeksi IV perlahan-lahan. Pada kasus keracunan yang berat, pemberian
dapat diulang.
 Dengan cara yang sama, fisostigmin dapat digunakan untuk kracunan atropin. Sifat fisostigmin sebagai
antikolinesterase dapat menyebabkan akumulasi ACh sehingga akan melawan efek antikolinergik yang
berlebihan dari atropin.
 3). N-asetilsistein dan metionin
 Pada keracunan parasetamol, toksisitas terjadi karena parasetamol dimetabolisme menjadi N-
acetyl-p-benzoquinoneimine (NABQI).
 Pada dosis normal, parasetamol tidak berbahaya karena tidak dimetabolisme menjadi NABQI,
dan hanya pada overdosis terbentuk NABQI.
 NABQI dapat menyebabkan kerusakan sel terutama sel hepar, sehingga akan meningkatkan
enzim ntraseluler SGPT dan SGOT.
 Asetilsistein suatu obat yang digunakan juga sebagai antioksidan dan ekspektoran dpat
berikatan dengan NABQI membentuk senyawa non-toksik.
 Metionin dalam tubuh akan mengalami metabolisme menjadi homosistein berfungsi sebagai
donor sulfur untuk diikat oleh NABQI sehingga dapatsebagai alternatif asetil sistein
2.ANTIDOTUM YANG BEKERJA
SECARA FARMAKOLOGI
 Antidotum farmakologi adalah suatu antidotum yan bekerja mirip dengan zat toksik, bekerja
pada reseptor yang sama / berbeda.
a. Naloksom hidroklorida
 Keracunan apioid dapat menyebabkan koma, depresi pernapasan, bradikardia, depresi
pernapasan dan pupil mengecil (pint point).
 Nalokson adalah antagonis opioid yang bekerja pada reseptor yang sama sehingga
berkompetisi dalam memperebutkan reseptor opioid.
 Kerja dari nalokson sangat singkat, maka perlu dilakukan pemberian berulang sesuai dengan
frekuensi nafas dan kedalaman koma. Alternatif lain, nalokson dapat diberikan melalui infus
yang kecepatannya dapat diatur sesuai respon yang diinginkan. Dosis pemberian inj IV adalah
0,8 – 2 mg dpat diulang setiap 2-3 menit sampai dosis maksimal 10 mg.
b. Flumazamil
 Flumazamil adalah suatu antagonis benzodiazepin.
 Benzodiazepin sebagai obat tunggal (besar) dapat menyebabkan mengantuk, ataksia, disatria
dan kadang-kadang depresi.
 Obat-obat golongan benzodiazepin bersifat sinergis dengan obat depresan lain jika diminum
bersamaan.
 Flumazamil juga dapat digunakan untuk diagnosa dlam memastikan adanya keracunan yang
penyebabnya tidak jelas.
 Analisa atau nasehat ahli sangat penting dalam pemberian obat ini karena dapat menyebabkan
konvulsi pada pasien yang ketergantungan obat-obat benzodiazepin seperti diazepam,
nitrasepam atau lorasepam.
 C. Oksigen
 Karbon monoksida (CO) dapat menyebabkan keracunan karena kemampuannya dalam
mengikat hemoglobin (Hb) dan membentuk zat komplek yang tidak dapat berfungsi mengikat
oksigen lagi. A
 finitas ikatan Hb dan CO 200 kali lebih kuat dibandingkan ikatan Hb dengan oksigen.
 Namun dengan pemberian oksigen dalam jumlah banyak dan murni dapat mendesak ikatan
Hb-CO dan menggantikan posisi CO kembali ke oksigen.
3. ANTIDOTUM YANG
BEKERJA SEBAGAI
ANTAGONIS FNGSIONAL
 Antidotum antagonis fungsional dapat juga digolongkan sebagai antidotum non spesifik
karena berguna sebagai terapi simtomatik dan mengantagonis beberapa jenis zat toksik.
 Sebagai contoh penggunaan diazepam untuk menghambat konvulsi (kejang) dan fasciculasi
yang disebabkan zat seperti organofosfat, karbamat, stimulan.
DAFTAR ZAT TOKSIK BESERTA
ANTIDOTUMNYA:
No Zat toksik Antidotum
1. parasetamol N-asetil sistein
2. Arsen, Hg, Pb, Au BAL (dimercaprol)
3. Beta-bloker Glukakon
4. CO Oksigen, hiperbarik oksigen
5. Koumarin Vit K
6. Sianida Nitrit dan nitrat
7. digoksin Digoksin-fab fragment
8. Methanol dan etilen glikol Etanol
9. Heparin Protamin
10. Zat besi Deferoksamin
11. INH Piridoksin
12. Narkotik (opioid) Nalokson
13. Nitrit Metilen blue
14. Organofosfat dan karbamat Atropin, pralidoksim
15. Benzodiazepin Flumazemil

Anda mungkin juga menyukai