Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Sepeninggalan Nabi Muhammad SAW tepatnya pada 632 M silam, kepemimpinan agama islam
tidak berhenti begitu saja. Kepemimpinan islam diteruskan oleh para khalifah dan disebarkan
ke seluruh penjuru dunia termasuk Indonesia. Hebatnya baru sampai abad ke-8 islam telah
menyebar hingga ke seluruh Afrika, Timur Tengah, dan Benua Eropa.
Baru pada dinasti Ummayah perkembangan islam masuk ke nusantara. Zaman dahulu
Indonesia dikenal sebagai daerah terkenal akan hasil rempah-rempahnya, sehingga banyak
sekali para pedagang dan saudagar dari seluruh dunia datang ke kapulauan Indonesia untuk
berdagang.
Teori masuknya islam
Teori Gujarat
Teori ini beranggapan bahwa agama dan kebudayaan islam dibawa oleh para pedagang dari
daerah Gujarat, India yang berlayar melewati selat Malaka. Teori ini menjelaskan bahwa
kedatangan islam ke nusantara sekitar abad ke-13 melalui kontak para pedagang dan kerajaan
samudera pasai yang menguasai selat Malaka pada saat itu.
Teori Persia
Umar Amir Husein dan Hoesein Djadjadiningrat berpendapat bahwa islam masuk ke
nusantara melalui para pedagang yang berasal dari Persia, bukan dari Gujarat. Persia adalah
sebuah kerajaan yang saat ini kemungkinan besar berada di Iran, teori ini juga tercetus karena
pada awal masuknya islam ke nusantara di abad ke-13, ajaran yang marak saat ini adalah ajaran
Syiah yang berasal dari Persia.
. Teori China
Lain halnya dengan Slamet Mulyana dan Sumanto Al Qurtuby, mereka berpendapat bahwa sebenarnya
kebudayaan islam masuk ke nusantara melalui perantara masyarakat muslim China. Teori ini berpendapat
bahwa migrasi masyarakat muslim China dari kanton ke nusantara, khususnya Palembang pada abad ke-9
menjadi awal mula masuknya budaya islam ke nusantara.
. Teori Mekkah
Dalam teori ini dijelaskan bahwa islam di nusantara dibawa langsung oleh para musafir dari Arab yang
memiliki semangat untuk menyebarkan islam keseluruh dunia pada abad ke-7 hal ini diperkuat dengan
adanya sebuah perkampungan Arab di Barus, Sumatra Utara yang dikenal dengan nama Bandar Khalifah.
Selain itu, Samudera Pasai madzhab yang dikenal adalah madzhab Syafi'i madzhab ini juga terkenal di
Arab dan Mesir pada saat itu. Kemudian yang terakhir adalah digunakannya gelar Al Malik pada raja-raja
Samudera Pasai seperti budaya islam di Mesir.
Teori Maritim
Pada teori ini dikemukakan oleh ahli sejarah yang berasal dari Pakistan, N.A. Baloch. Teori
menyatakan bahwa perluasan Islam di Nusantara itu tidak dapat dilepaskan dari kemampuan
umat Islam dalam menelusuri Samudera.
Pada teori ini tidak menjelaskan asal Islam yang berkembang di Nusantara. Akan tetapi
yang jelas menurut teori ini, masuknya agama Islam ke Indonesia itu terjadi sekitar abad ke-7
M.
. Proses Perkembangan Islam di Nusantara
Perdagangan
Pada abad ke-7 M, bangsa Indonesia kedatangan para pedagang Islam dari Gujarat/India,
Persia, dan Bangsa Arab. Saat berdagang terjadilah komunikasi antara penjual dan pembeli, atas
interaksi ini maka terjadilah penyebaran agama Islam. Sebagai seorang muslim mempunyai
kewajiban berdakwah maka para pedagang Islam juga menyampaikan dan mengajarkan agama
dan kebudayaan Islam kepada orang lain, akhirnya banyak pedagang Indonesia memeluk agama
Islam dan merekapun menyebarkan agama Islam dan budaya Islam yang baru dianutnya kepada
orang lain
Perkawinan
Sebagian para pedagang Islam ada yang menetap di Indonesia dan para pedagang ini
menikah dengan wanita Indonesia, terutama putri raja atau bangsawan. Karena pernikahan
itulah, maka banyak keluarga raja atau bangsawan masuk Islam. Ketika keluarga raja dan
bangsawan memeluk agam islam, akhirnya diikuti oleh rakyatnya. Dengan demikian Islam
cepat berkembang.
. Pendidikan
Perkembangan Islam yang cepat menyebabkan muncul tokoh ulama yang menyebarkan
Islam melalui pendidikan dengan mendirikan pondok-pondok pesantren. Pesantren adalah
tempat pemuda pemudi menuntut ilmu yang berhubungan dengan agama Islam
. Politik
Seorang raja mempunyai kekuasaan dan pengaruh yang besar dan memegang peranan
penting dalam proses penyebaran agama Islam tersebut. Jika raja sebuah kerajaan memeluk
agama Islam, maka rakyatnya akan memeluk agama Islam juga. Alasannya karena masyarakat
Indonesia memiliki kepatuhan yang tinggi terhadap rajanya
Melalui Dakwah di Kalangan Masyarakat
Masyarakat Indonesia sendiri memilki para pendakwah yang menyebarkan Islam di
lingkungannya, seperti Dato’ri Bandang menyebarkan agama Islam di daerah Gowa, Sulawesi
Selatan; Tua Tanggang Parang menyebarkan Islam di daerah Kutai, Kalimantan Timur;
Penghulu dari Demak menyebarkan agama Islam di kalangan para bangsawan Banjar,
Kalimantan Selatan; Para Wali menyebarkan agama Islam di Jawa dan ada 9 wali yang terkenal,
mereka memegang beberapa peran di kalangan masyarakat sebagai penyebar agama Islam,
pendukung kerajaan-kerajaan Islam, penasihat raja-raja Islam dan pengembang kebudayaan
daerah yang telah disesuaikan dengan budaya Islam. Atas perannya para wali sangat terkenal di
kalangan masyarakat.
. Seni Budaya
Perkembangan Islam juga melalui seni budaya, seperti bangunan (masjid), seni pahat, seni
tari, seni musik, dan seni sastra. Beberapa seni ini banyak dijumpai di Jogjakarta, Solo, dan
Cirebon. Seni ini dibuat dengan cara mengakrabkan budaya daerah setempat dengan ajaran
Islam yang disusupkan ajaran tauhid yang dibuat sederhana, sehalus dan sedapat mungkin
memanfaatkan tradisi lokal.
. Corak dan Perkembangan Islam di Indonesia
. Masa Kesulthanan
Untuk melihat lebih jelas gambaran keislaman di kesultanan atau kerajaan-kerajaan Islam akan
di uraikan sebagai berikut.
Di daerah-daerah yang sedikit sekali di sentuh oleh kebudayaan Hindu-Budha seperti daerah-
daerah Aceh dan Minangkabau di Sumatera dan Banten di Jawa, Agama Islam secara mendalam
mempengaruhi kehidupan agama, sosial dan politik penganut-penganutnya sehingga di daerah-
daerah tersebut agama Islam itu telah menunjukkan diri dalam bentuk yang lebih murni.
. Masa Penjajahan
Ditengah-tengah proses transformasi sosial yang relatif damai itu, datanglah pedagang-
pedagang Barat, yaitu portugis, kemudian spanyol, di susul Belanda dan Inggris. Tujuannya
adalah menaklukkan kerajaan-kerajaan Islam Indonesia di sepanjang pesisir kepulauan
Nusantara ini.
Pada mulanya mereka datang ke Indonesia hanya untuk menjalinkan hubungan dagang karena
Indonesia kaya akan rempah-rempah, tetapi kemudian mereka ingin memonopoli perdagangan
tersebut dan menjadi tuan bagi bangsa Indonesia.
Gerakan dan organisasi Islam
Akibat dari “resep politik Islam”-nya Snouck Hurgronye itu, menjelang permulaan abad xx
umat Islam Indonesia yang jumlahnya semakin bertambah menghadapi tiga tayangan dari
pemerintah Hindia Belanda, yaitu: politik devide etimpera, politik penindasan dengan kekerasan
dan politik menjinakan melalui asosiasi.
Asal – usul Muahammadiyah
. Sejarah Muhammadiyah
Kata ”Muhammadiyah” secara bahasa berarti ”pengikut Nabi Muhammad”. Penggunaan kata
”Muhammadiyah” dimaksudkan untuk menisbahkan (menghubungkan) dengan ajaran dan jejak
perjuangan Nabi Muhammad. Penisbahan nama tersebut menurut H. Djarnawi Hadikusuma
mengandung pengertian sebagai berikut: ”Dengan nama itu dia bermaksud untuk menjelaskan
bahwa pendukung organisasi itu ialah umat Muhammad, dan asasnya adalah ajaran Nabi
Muhammad saw, yaitu Islam. Dan tujuannya ialah memahami dan melaksanakan agama Islam
sebagai yang memang ajaran yang serta dicontohkan oleh Nabi Muhammad saw, agar supaya
dapat menjalani kehidupan dunia sepanjang kemauan agama Islam. Dengan demikian ajaran
Islam yang suci dan benar itu dapat memberi nafas bagi kemajuan umat Islam dan bangsa
Indonesia pada umumnya.”
Kelahiran dan keberadaan Muhammadiyah pada awal berdirinya tidak lepas dan merupakan
menifestasi dari gagasan pemikiran dan amal perjuangan Kyai Haji Ahmad Dahlan (Muhammad
Darwis) yang menjadi pendirinya. Setelah menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci dan bermukim yang
kedua kalinya pada tahun 1903, Kyai Dahlan mulai menyemaikan benih pembaruan di Tanah Air.
Gagasan pembaruan itu diperoleh Kyai Dahlan setelah berguru kepada ulama-ulama Indonesia yang
bermukim di Mekkah seperti Syeikh Ahmad Khatib dari Minangkabau, Kyai Nawawi dari Banten,
Kyai Mas Abdullah dari Surabaya, dan Kyai Fakih dari Maskumambang; juga setelah membaca
pemikiran-pemikiran para pembaru Islam seperti Ibn Taimiyah, Muhammad bin Abdil Wahhab,
Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad Abduh, dan Rasyid Ridha. Dengan modal kecerdasan dirinya serta
interaksi selama bermukim di Ssudi Arabia dan bacaan atas karya-karya para pembaru pemikiran Islam
itu telah menanamkan benih ide-ide pembaruan dalam diri Kyai Dahlan. Jadi sekembalinya dari Arab
Saudi, Kyai Dahlan justru membawa ide dan gerakan pembaruan, bukan malah menjadi konservatif.