Anda di halaman 1dari 73

Pemeriksaan Neurologi

dr. Fathia Annis Pramesti,SpS


Pemeriksaan Neurologi
• Kesadaran
• Fungsi luhur
• Meningeal Sign
• Nervus/saraf kranialis
• Motorik
• Sensorik
• Reflek fisiologis
• Reflek patologis
Pemeriksaan kesadaran
• Pemeriksaan kesadaran secara kualitatif
- compos mentis (sadar penuh)
- somnolence
- stupor
- soporokoma
- koma
Penurunan Derajat Kesadaran

• Somnolence=drawsiness=lethargy
Dapat bangun dengan perintah
Dapat jawab pertanyaan,kadang bingung
Tetap bangun bila dirangsang
• Stupor
rangsangan kuat/nyeri/suara
keras/cahaya terang tjd gerakan spontan,
bicara satu kata
Istilah Penurunan Derajat Kesadaran
Penurunan Derajat Kesadaran

• Soporokoma = semikoma
Hanya gerakan motorik terhadap rangsang
kuat, mengerang tanpa arti
• Koma
Tidak ada reaksi membuka mata, bersuara,
atau gerakan motorik sama sekali
Pemeriksaan Kesadaran secara
kuantitatif
Pemeriksaan Respon Kesadaran
Pemeriksaan Fungsi Luhur
Meliputi :
a.Atensi dan konsentrasi
b.Bahasa
c.Memori
d.Konstruksi
e.Kemampuan kalkulasi
f. Abstraksi
g.Insight dan Judgement
h.Praksis
• Syarat : Pasien dalam kondisi sadar penuh
• Pemeriksaan skrining :
- Clock Drawing Test
- Mini Mental State Examination
Skor ≥ 25/30  kognisi normal
21-24  gangguan kognisi ringan
10-20  gangguan kognisi sedang
≤ 9  gangguan kognisi berat
- Montreal Cognitive Assesment versi Indonesia
(MoCA-Ina)
CDT
MMSE
MoCA-Ina
Gangguan fungsi luhur
• Afasia
• Aleksia
• Agrafia
• Apraksia
• Akalkulia
• Disorientasi kanan-kiri
• Finger agnosia
Afasia
• Gangguan berbahasa yang didapat, penderita
sebelumnya normal (>< disfasia)
• Pemeriksaan berbahasa :
- Kelancaran
- Pemahaman
- Pengulangan
- Penamaan
- Membaca
- Menulis
• Aleksia
bukan buta huruf, tapi memang tidak bisa
membaca. Termasuk dalam sindrom afasia
• Agrafia
Tidak bisa menulis, tapi sebelumnya tidak
buta tulisan
• Apraksia
tidak dapat melakukan gerakan sesuai yang
diperintahkan, tapi gerakan atas kemauan
sendiri bisa
(syarat : tidak ada gangguan sensorik, motorik
maupun cerebellum)
• Akalkulia
Tidak bisa menghitung aritmatika mudah,
meskipun sebelumnya mudah dilakukan
• Right left disorientation
• Finger agnosia
Pemeriksaan Meningeal Sign
• Kaku kuduk
• Brudzinski I/II/III/IV
• Kernig Sign
Kaku kuduk
– Singkirkan penyangga kepala untuk
memberikan rangsangan yang adekuat
– Menggerakkan kepala ke samping kanan dan
kiri untuk menyingkirkan kelainan-kelainan
yang dapat menyebabkan terbatasnya gerakan
leher
– Memfleksikan kepala (dagu) ke arah
sternum/dada
– Positif bila dagu tidak dapat menyentuh dada
Brudzinski I
• Pasien berbaring telentang
• Memfleksikan kepala (dagu) kearah
dada/sternum.
• Hasil positif bila timbul gerakan fleksi pada
tungkai bawah
Brudzinski II
• Pasien berbaring terlentang
• Memfleksikan salah satu tungkai lurus pada
sendi panggul
• Hasil positif bila timbul gerakan berupa fleksi
pada tungkai kontralateral
Brudzinski III
• Pasien berbaring telentang
• Dilakukan penekanan pada pipi / infraorbita
• Hasil positif bila timbul gerakan fleksi kedua
siku
Brudzinski IV
• Pasien berbaring terlentang
• Dilakukan penekanan pada os pubis
• Hasil positif bila timbul gerakan fleksi pada
kedua tungkai
Kernig Sign
• Pasien berbaring telentang
• Tungkai yang difleksikan pada sendi lutut dan
panggul, membentuk sudut 90° kemudian
ekstensikan tungkai bawah pada sendi lutut
sampai membentuk sudut lebih dari 135 °
terhadap paha
• Positif bila didapatkan tahanan/nyeri dan
sudut kurang dari 135 °
Pemeriksaan nervus cranialis
Nervus I (n. Olfactorius)
• Anamnesa
• Yakinkan bahwa lubang hidung terbuka
• Penciuman diperiksa dengan menggunakan rangsang bau yang tidak
mengiritasi.
• Periksa setiap lubang hidung secara terpisah.
• Dengan mata pasien tertutup dan satu lubang hidung tertutup (yang tidak
diperiksa), bawa bahan-bahan yang digunakan untuk tes ke dekat lubang
hidung yang dites.
• Perintahkan pasien untuk mencium dan mengidentifikasi apakah pasien
dapat mencium bau bahan tersebut dan menyebutkan bau apa itu.
• Ulangi prosedur pemeriksaan tersebut seperti pada lubang yang pertama
dan bandingkan kanan dan kiri.
• Sisi yang tidak normal sebaiknya diperiksa terlebih dahulu.
• Banyak bahan yang dapat digunakan untuk menguji indra penciuman
(seperti cengkeh, kopi, dan kayu manis).
Pemeriksaan nervus II (n.opticus)
• Tajam penglihatan (visus)
- Snellen Chart - Chart “E”
• Pemeriksaan Lapang Pandang
Pemeriksaan lapang pandang dilakukan dengan
menempatkan pasien duduk berhadapan dengan
pemeriksa. Pasien diminta menutup salah satu
mata dengan telapak tangan dan pemeriksa
menutup mata di sisi yang sama dengan mata
pasien yang ditutup. Pemeriksa menggerakkan
sebuah obyek dari lateral hingga medial
(temporal ke nasal) dari semua arah, dan
meminta pasien untuk memberitahukan saat
obyek sudah mulai terlihat. Kemudian
diperbandingkan dengan lapang pandang
pemeriksa yang dianggap normal.
• Pemeriksaan ketajaman warna (buta warna)
Dengan menggunakan Ishihara Color Plates
• Pemeriksaan Ophthalmoscope/funduskopi
Pemeriksaan ini dilakukan dengan menggunakan
ophthtalmoscope dan pemeriksa memeriksa
mata kiri pasien dengan mata kanan dan
sebaliknya. Dengan pemeriksaan
ophthalmoscope, dapat dievaluasi kondisi
struktur-struktur di bagian dalam bola mata,
termasuk kondisi papil nervus II.
Ishihara Color Plates (kartu Ishihara)
Pemeriksaan n. III,IV,VI
1. Pemeriksaan kedudukan bola mata saat diam
2. Pemeriksaan gerakan bola mata
3. Pemeriksaan celah mata (ada tidaknya ptosis)
4. Pemeriksaan exophalmus
5. Pemeriksaan pupil
a. Bentuk, lebar dan perbedaan lebar
b. Reaksi cahaya langsung dan konsensuil
c. Reaksi akomodasi dan konvergensi
Pemeriksaan n. V (n.trigeminus)

• Fungsi motorik
• Fungsi Sensorik
• Pemeriksaan fungsi motorik
Menyuruh px menutup rahang dg tangan
pemeriksa di batas otot masseter  Menilai
kontraksi otot masseter dan ptrygoideus.
menyuruh pasien untuk menggerakkan rahang
dari satu sisi ke sisi lainnya
menyuruh pasien menonjolkan rahang dan
menariknya, dan menyuruh pasien menggigit
tongue depressor dengan gigi molarnya
• Pemeriksaan fungsi sensorik
Tiga pemeriksaan umum menilai sensasi wajah;
(a) menentukan hilangnya sensorik karena
organik atau nonorganik
(b) menentukan jenis sensasi yang terkena
(c) menentukan distribusi
Cara pemeriksaan:
- Menutup mata pasien
- Pemeriksaan persepsi
nyeri,menggunakan jarum bundel, tidak
melukai pasien.
- pemeriksaan rasa sentuh menggunakan
kapas
- menanyakan ke pasien apakah
rangsangan yang kita berkan sama atau
berbeda pada kedua sisi kanan dan kiri.
• Pemeriksaan reflek
Reflek masseter/jaw/mandibular reflek
• Respon: menutup rahang
• Normal: slight jerk
• Reflek me↑: lesi upper neuron bilateral
• Pemeriksaan reflek kornea
Pemeriksaan n.VII (n. Facialis)
Motorik : - Inspeksi
- Obserfasi gerakan otot wajah volunter
- Obserfasi gerakan otot wajah involunter
* spontan fisiologis
* spontan iritatif patologis
* reflektorik – R. glabella
- R. visual palpebra
- R. aurikulo palpebra
- R. Snout
- R. palmomental
• Pemeriksaan sensoris khusus
Kawasan sensoris : 2/3 bag. Anterior lidah
Bahan : manis : glukosa 5%
asin : NaCl 2,5%
asam : asam sitrat 1%
pahit : HCl quinine 0,075%
Interpretasi :
ageusia
hipogeusia
Pemeriksaan n.VIII (n.
vestibulocochlearis)
• Pemeriksaan n. Vestibularis
1. Tes Kalori
Normal : Telinga kiri didinginkan timbul nystagmus ke kanan
Telinga kiri dipanaskan timbul nystagmus ke kiri
Bila ada gangguan keseimbangan maka perubahan temperatur tidak
memberikan reaksi

2. Post pointing test


Penderita diminta untuk menyentuh ujung jari pemeriksa dengan jari
telunjuknya. Kemudian dengan mata tertutup penderita diminta untuk
mengulangi.
Normal : penderita harus dapat melakukannya.
- Test Tandem
- Test Romberg
- Doll’s eye
• Pemeriksaan n. Cochlearis
1. Tes berbisik
2. Gesekan jari didepan telinga
3. Detik jam tangan
4. Audimetri

Jenis Tuli
1. Tuli Konduksi
kelainannya pada telinga luar s/d tengah
ex : Cerumen, OMA/OMC, tumor dll
2. Tuli Persepsi / tuli saraf
kelainannya mulai organ korti s/d saraf sentral

Untuk membedakan kedua jenis tuli ini dapat dilakukan tes-tes :


1. Weber tes
2. Rinne tes
Weber tes
Tujuan : membandingkan daya transpor melalui tulang di telinga
kanan dan kiri penderita
Cara : Garpu tala diletakkan pada puncak kepala pasien (mis; dahi
Interpretasi :
- Tuli konduksi kiri ; terdengar kiri lebih keras dan sebaliknya
- Tuli Persepsi kiri ; terdengar di kanan lebih keras dan sebaliknya

Rinne tes
Tujuan : membandingkan pendengaran melalui tulang dan udara dari
penderita
Cara : Garpu tala ditempatkan pada planum mastoid sampai pen-
derita tdk mendengar. Kemudian garpu tala dipindah ke
depan MAE
Interpretasi :
- Normal ; positif (masih terdengar)
- Tuli konduksi ; negatif
Pemeriksaan Klinis meliputi
A. Fungsi Motorik
Perhatikan kualitas suara Px
1. Suruh ucapkan : a a a a a a
• pembentukan suara ini o/ pita suara (disarafi cab N X, yi : N
laringeus rekurens)
• bila lumpuh : disfoni
2. Untuk ucapkan kata2 dibutuhkan otot2 artikulasi,
yakni :
mulut (masseter, orbikularis oris), otot lidah, faring & laring)
kerjasama artikulasi dari N V, VII, IX, X & XII
kelumpuhan : disartria
3. Perhatikan kualitas kata2 yg diucapkan (bindeng?)
– Kelumpuhan N IX-X : palatum molle tdk mampu menutup
jalan ke hidung waktu bicara
(Pemeriksaan Klinis)
1. Px disuruh makan makanan padat, lunak & menelan air
• Kelumpuhan IX-X : disfagi
• Ok persarafan N IX-X bilat, maka kelumpuhan supra nuklear
baru terjadi bila lesi bilateral
2. Px disuruh membuka mulut
• Perhatikan sikap palatum molle, arkus faring & uvula dlm
keadaan diam & bergerak (px suruh ucap a a a a)
• Bila lumpuh : bag yg parese letaknya lebih rendah dr yg
sehat)
B. Reflek Faryng
Px membuka mulut, rangsang dd faring & pangkal lidah
dg tang spatel
rfx + : faring terangkat & lidah ditarik
bila rangsangan cukup keras  bangkitkan rfx muntah
C. Pengecapan
(N IX : 1/3 bagian post lidah)
– Tempat pemeriksaan : di bagian belakang lidah
Pemeriksaan n.XI
Pemeriksaan
Pemeriksaan otot sterno kleidomastoideus.
kleidomastoideus
Perhatikan keadaan otot sternokleidomastoideus dalam keadaan
istirahat dan bergerak. Dalam keadaan isitrahat, kita dapat
melihat kontur otot ini. Bila terdapat pareses perifer kita akan
melihat adanya atrofi.
Untuk menentukan atau mengukur kekuatan otot dapat
dilakukan dengan 2 cara :
1. Pasien diminta menggerakkan bagian badan (persendian)
yang digerakkan oleh otot otot yang ingin kita periksa, dan
kita tahan gerakan ini.
2. Kita gerakkan bagian badan pasien dan dia menahannya.
Dengan demikian kita peroleh kesan mengenai kekuatan otot.
Pemeriksaan otot trapezius.
trapezius
Perhatikan keadaan otot ini dalam keadaan istirahat dan
bergerak. Apakah ada atrofi atau fasikulasi ? Bagaimana kontur
otot ? Bagaimana posisi bahu, apakah lebih rendah ?
Tenaga otot ini diperiksa sebagai berikut :
Tempatkan tangan kita di atas bahu penderita. Kemudian
penderita kita mengangkat bahunya, dan kita tahan. Dengan
demikian dapat dinilai kekuatan otot. Tenaga otot yang kiri dan
kanan dibandingkan. Pada saat ini juga dapat dilihat kontur serta
perkembangan otot.
Pemeriksaan N XII
• INSPEKSI:
– Meminta pasien membuka mulut  melihat apakah
ada atrofi lidah, fasikulasi dan deviasi lidah.
– Meminta pasien menjulurkan lidah melihat apakah
ada deviasi lidah

• PALPASI:
– Menyuruh pasien mengarahkan lidahnya ke pipi
menekan pipi pasien dgn tangan pemeriksa  melihat
kekuatan lidah pasien (bergantian kanan dan kiri)
Pemeriksaan
• Inspeksi kondisi otot : disesuaikan dg usia, jenis
kelamin, dan aktivitas fisiknya R/L handed  posisi
tubuh, btk (atrofi/hipertrofi); simetris D/S,
prox/distal;ekstremitas sup/inf, pola asimetris
(distribusi), fasikulasi, tremor

• Palpasi : kelompok otot (biseps, triceps, deltoid,


quadriceps, hamstring)
– TONUS : menggerakkan sendi pd range motion yang normal
(pergelangan tangan, siku, bahu, panggul, dan lutut).
• Hipertonus (Spastis) : akibat kontraksi otot, Lesi UMN
• Flaksid (hilangnya tonus otot) : Lesi LMN
• Rigiditas : ggn EPS (Parkinson)

53
No muscle contraction is detected
0
A trace contraction is noted in the muscle by palpating
1 the muscle while the patient attempts to contract it.

The patient is able to actively move the muscle when


2 gravity is eliminated.

The patient may move the muscle against gravity but


3 not against resistance from the examiner.

The patient may move the muscle group against some


4 resistance from the examiner.

The patient moves the muscle group and overcomes


the resistance of the examiner. This is normal muscle
5 strength.

Since this rating scale is skewed towards weakness, many clinicians further
subclassify their finding by adding a + or -, e.g., 5- or 3+.
54
Pemeriksaan Sensorik
Teknik Pemeriksaan
EKSTEROSEPTIF
1. Rasa Nyeri Superfisial
 Mempersiapkan alat yaitu jarum bundel, roda gigi yang
tajam dan memberi informasi kepada pasien apa yang
akan kita kerjakan.
 Mempersilahkan pasien menutup mata.
 Melakukan pemeriksaan dg memegang jarum dan
menusuk jarum tegak lurus, sebatas pada permukaan
kulit pasien mulai dari kaki ke kepala sesuai dengan
dermatom
• Bandingkan sisi kanan dan kiri, sisi yang
dianggap normal dan yang sakit, bandingkan
distal dan proksimal.
2. Suhu
• Mempersiapkan alat yaitu satu botol/ tabung
reaksi yang berisi air panas dg suhu 40-45’C
dan satu botol berisi air dingin/es batu dg suhu
10-15’C. sebaiknya botol dibungkus kain agar
botol benar-benar kering.
• Memberi informasi kepada pasien apa yang
akan kita kerjakan.
• Mempersilahkan pasien menutup mata.
• Menempelkan botol dingin dan panas
bergantian pada kulit pasien, menanyakan apa
terasa dingin atau panas, dari distal ke
proksimal, dibandingkan kanan dan kiri, sisi
yang normal dan sisi yang sakit.
Teknik Pemeriksaan
3. Raba
 Mempersiapkan alat yaitu kuas halus, kapas,
memberi informasi apa yang akan kita
lakukan.
 Mempersilahkan pasien menutup mata.
 Kuas halus/ kapas yang digulung lancip
digoreskan pada permukaan kulit dari distal ke
proksimal, bandingkan kanan dan kiri, sisi
normal dan sisi sakit.
 Menggambarkan kelainan berupa arsir garis
miring sesuai dg dermatomnya.
Pemeriksaan Refleks
• Biseps Reflex
Triceps Reflex
Brachioradialis reflex
Patellar reflex

KPR w/ px seated KPR w/ px recumbent


Ankle reflex

APR-px recumbent APR-px kneeling


Klonus ankle
tromner
hoffmann
Reflex patologis di extremitas bawah
• Pada extr bawah :
lebih mudah
tampak,lebih
dipercaya, relevansi
klinik> upper limbs.
• Paling penting :
babinski.(de jong)

Method of eliciting
babinski sign
Macam2 reflex patologis pd extr
bawah
• Babinski sign
• Gordon
• Schaefer sign
• Oppenheim
• Gonda
• Stransky

Anda mungkin juga menyukai