Anda di halaman 1dari 39

TUGAS

PRAKTIKUM
PIKGK 3
A D I N D A A U L I A P U T R I C H I T R AWA N
Farmakokinetik dan Farmakodinamik
1. Buatlah video penjelasan tentang:
Rute Pemberian Obat, melalui:
- Topikal
- Per Oral
SOAL - Parenteral
1. Jelaskan dalam video tersebut:
1. Contoh pemberian obat melalui Topikal, Per Oral dan
Parenteral
2. Bagaimana farmakokinetik dan farmakodinamik dari rute
pemberian obat tersebut
TOPIKAL
1. Cuci tangan
2. Atur peralatan disamping tempat tidur klien
3. Identifikasi klien secara tepat
4. Posisikan klien dengan tepat dan nyaman, pastikan hanya
membuka area yang akan diberi obat
5. Inspeksi kondisi kulit
PEMBERIAN 6. Gunakan sarung tangan
7. Oleskan agen topical, bisa berbentuk :
- Krim, salep dan losion yang mengandung minyak
- Lotion mengandung suspensi
- Bubuk (Powder)
- Spray aerosol
KRIM, SALEP, DAN LOTION YANG MENGANDUNG MINYAK

1. Letakkan satu sampai dengan dua sendok teh obat di telapak tangan kemudian lunakkan dengan
menggosok lembut diantara kedua tangan
2. Usapkan merata diatas permukaan kulit, lakukan gerakan memanjang searah pertumbuhan bulu.

LOTION MENGANDUNG SUSPENSI

1. Kocok wadah dengan kuat


2. Oleskan sejumlah kecil lotion pada kassa balutan atau bantalan kecil
BUBUK (POWDER)

1. Pastikan bahwa permukaan kulit kering secara menyeluruh


2. Regangkan dengan baik lipatan bagian kulit seperti diantara ibu jari atau bagian bawah lengan
3. Bubuhkan secara tipis pada area yang bersangkutan

SPRAY (AEROSOL)

1. Kocok wadah dengan keras


2. Baca label untuk jarak yang dianjurkan untuk memegang spray menjauhi area (biasanya 15-30 cm)
3. Semprotkan obat dengan cara merata pada bagian yang sakit
CONTOH
Aspek farmakologi betamethasone topikal adalah sebagai antiinflamator atau
sebagai imunosupresi. Proses farmakodinamik dimulai dari proses pengiriman sinyal
sel, efek terhadap fungsi imunitas, dan regulasi protein. Farmakokinetik diterangkan
dalam tahap absorbsi, metabolisme, distribusi, dan ekskresi. Betamethasone
dikombinasi dengan beberapa jenis mineralokortikoid sehingga mengurangi adanya
gangguan terhadap kelenjar adrenal, misalnya: betamethasone benzoate,
betamethasone dipropionate, dan betamethasone valerate.
FARMAKODINAMIK
Betamethasone topikal mengurangi inflamasi dengan cara menstabilisasi
membran liposomal leukosit, mencegah pelepasan asam hidrolase dari leukosit,
menghambat akumulasi makrofag pada area yang radang mengurangi adhesi
leukosit pada endotel kapiler, mengurangi permeabilitas dinding kapiler dan
edema, menurunkan komponen komplemen, antagonis terhadap aktivitas
histamin dan pelepasan kinin dari substrat, dan mengurangi proliferasi fibroblas,
deposisi kolagen, dan pembentukan jaringan parut.
FARMAKOKINETIK
Topikal kortikosteroid dapat diserap melalui kulit dalam keadaan normal. Proses absorpsi betamethasone dipengaruhi
oleh beberapa faktor, salah satunya adalah kondisi epidermal dan pengangkutnya di dalam tubuh. Pemberian
betamethasone topikal secara lokal akan tetap diabsorpsi dan secara sistemik disebarkan ke seluruh tubuh. 64%
betamethasone yang diserap akan mengikat protein (globulin dan albumin) sehingga disebut transkortin. Selama
terikat dalam protein, kortikosteroid belum menjadi bentuk aktif. Dalam dosis rendah atau normal, kortikosteroid
dapat diikat dengan protein, namun dalam dosis tinggi, sebagian kortikosteroid beredar dalam bentuk bebas.
Betamethasone dimetabolisme di dalam hepar. Dalam bentuk steroid adrenokortikal aktif, sintetik kortikosteroid akan
diubah menjadi ikatan ganda di posisi 4,5 dan membentuk kelompok keton pada C 3. Penambahan atom oksigen dan
hidrogen oleh proses konjugasi akan mengubah kortikosteroid menjadi larut air, betamethasone memiliki waktu paruh
sekitar 5 hingga 6 jam. Betamethasone yang telah melalui proses enzimatik di dalam hepar akan diubah dalam bentuk
larut air sehingga dapat dibuang melalui urin dan sekresi empedu.
PERORAL
PEMBERIAN
- OBAT SUBLINGUAL

Obat dapat diberikan pada pasien secara sublingual yaitu dengan cara meletakkan obat di bawah lidah. Dengan cara ini,
aksi kerja obat lebih cepat yaitu setelah hancur di bawah lidah maka obat segera mengalami absorbsi ke dalam pembuluh
darah. Pasien diberitahu untuk tidak menelan obat karena bila ditelan, obat menjadi tidak aktif oleh adanya proses kimiawi
dengan cairan lambung. Untuk mencegah obat tidak di telan, maka pasien diberitahu untuk membiarkan obat tetap di bawah
lidah sampai obat menjadi hancur dan terserap.

- OBAT BUKAL

Dalam pemberian obat secara bucal, obat diletakkan antara gigi dengan selaput lendir pada pipi bagian dalam. Seperti
pada pemberian secara sublingual, pasien dianjurkan untuk membiarkan obat pada selaput lendir pipi bagian dalam sampai
obat hancur dan diabsorbsi. Kerja sama pasien sangat penting dalam pemberian obat cara ini karena biasanya pasien akan
menelan yang akan menyebabkan obat menjadi tidak efektif.

http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-
content/uploads/2017/11/FARMAKOLOGI-RMIK_FINAL_SC_26_10_2017.pdf
CONTOH
- OBAT SUBLINGUAL
Obat yang sering diberikan dengan cara ini adalah nitrogliserin yaitu obat
vasodilator yang mempunyai efek vasodilatasi pembuluh darah. Obat ini
banyak diberikan pada pada pasien yang mengalami nyeri dada akibat angina
pectoris. Dengan cara sublingual, obat bereaksi dalam satu menit dan pasien
dapat merasakan efeknya dalam waktu tiga menit.
FARMAKODINAMIK
FARMAKOKINETIK
Farmakokinetik adalah ilmu tentang cara obat masuk ke dalam tubuh, mencapai
tempat kerjanya, dimetabolisme, dan keluar dari tubuh. Dokter dan perawat
menggunakan pengetahuan farmakokinetiknya ketika memberikan obat, memilih
rute pemberian obat, menilai resiko perubahan kerja obat, dan mengobservasi
respons klien. Empat proses yang termasuk di dalamnya adalah: absorpsi, distribusi,
metabolism (biotransformasi), dan ekskresi (eliminasi).
P A REN TE RA L
CARA PEMBERIAN PARENTERAL
1. Cuci tangan
2. Siapkan alat-alat
3. Periksa label obat dengan catatan pemberian obat atau kartu obat sesuai prinsip 5 benar
4. Lakukan perhitungan dosis sesuai yang diperlukan
5. Pegang ampul dan turunkan cairan di atas leher ampul dengan menjentikkan leher ampul atau putarkan dengan cara
merotasjikan pergelangan tangan
6. Usapkan kapas alkohol di sekeliling leher ampul dengan tangan dominan, tempatkan jari tangan non dominan di sekeliling
bagian bawah ampul dengan ibu jari melawan sudut
7. Patahkan tutup ampul dengan menjauhi diri dan orang yang ada di dekat anda
8. Tempatkan tutup ampul pada kertas atau buang di tempat khusus
9. Buka tutup jarum
10. Tekan plunger hingga habis, jangan aspirasi udara ke dalam spuit
PEMBERIAN
1. Intravena (IV)
- obat tidak mengalami tahap absorpsi
- disuntikkan langsung ke dalam pembuluh darah balik
- kadar obat dalam darah dicapai dengan cepat dan tepat.
- dapat disesuaikan dengan respons penderita
Injeksi IV
- pada lengan : vena basalica, sevalica
- pada kepala : vena frontalis, vena temporalis
- pada leher : vena jugularis
- pada tungkai : vena shapenous
PEMBERIAN
2. Subkutan (SK)

- Menyuntikkan obat ke
dalam jaringan yang
berada dibawah
lapisan dermis

- Hanya untuk obat-obat


yang tidak mengiritasi
jaringan

- Absorpsi lebih lambat


dan biasanya konstan
serta bertahan lama
PEMBERIAN
3. Intramuskular (IM)
- Menyuntikkan obat ke dalam lapisan otot tubuh
- Obat intramuskular diabsorbsi lebih cepat daripada
obat subcutaneous atau intradermal, karena otot
memiliki jaringan pembuluh darah yang lebih
banyak daripada kulit atau jaringan subkutan.
- Absorpsi juga ditentukan oleh kelarutan obat dalam
air
PEMBERIAN
4. Intradermal (ID)
- Menyuntikkan obat ke dalam lapisan dermis, dibawah
epidermis
- Obat intradermal merupakan obat yang diabsorbsi paling
lambat karena obat harus melalui beberapa jaringan epitel
sebelum akhirnya masuk kedalam pembuluh darah.
- Karena itu cara intradermal digunakan untuk
menyuntikkan zat asing untuk mengetahui reaksi organ
dan jaringan terhadap adanya alergi, yang biasa disebut
skin test.
1. Infus
CONTOH Infus adalah produk parenteral yang digunakan untuk

SEDIAAN injeksi ke dalam pembuluh darah vena melalui intravena.


Infus dikemas dalam wadah Large Volume Parenteral
PARENTERAL (LVP) plastik atau gelas yang cocok untuk intravena.

(LECVHUK, Sistem infus menyediakan kecepatan aliran cairan yang


terus menerus dan teratur. Infus bisa diberikan dengan atau
1992) tanpa bahan tambahan.

http://repository.ump.ac.id/388/3/BAB%20II_INNEKE%20PUSPA%20PANDINI_FARMASI%2716.pdf
2. Suntikan
Obat suntik atau Small Volume Parenteral (SVP)
digunakan untuk pemberian parenteral. Farmasis rumah
sakit biasa terkait dalam penyediaan SVP, distribusi, dan
mengontrol produk komersial yang tersedia di rumah sakit
dan penggunaannya sebagai bahan tambahan dalam
pembuatan intravena admixtures.
3. Sediaan mata
Sediaan mata termasuk larutan atau suspensi steril yang
ditujukan untuk tetesan topikal pada mata atau salep untuk
diaplikasikan pada area mata.

http://repository.ump.ac.id/388/3/BAB%20II_INNEKE%20PUSPA%20PANDINI_FARMASI%2716.pdf
4. Larutan dialisis dan irigasi
Produk larutan dialisis dan cairan irigasi harus memenuhi
semua syarat standar infus. Pencampuran sediaan irigasi
biasanya dengan antibiotik, kadang-kadang dilakukan di
bagian farmasi.
5. Larutan untuk terapi inhalasi
Sediaan ini digunakan melalui respirator atau alat terapi
respiratori lainnya untuk terapi saluran pernafasan.

http://repository.ump.ac.id/388/3/BAB%20II_INNEKE%20PUSPA%20PANDINI_FARMASI%2716.pdf
FARMAKODINAMIK
FARMAKODINAMIK
Farmakodinamik adalah bagian dari ilmu Farmakologi yang mempelajari efek
biokimiawi dan fisiologi, serta mekanisme kerja obat.
Tujuan mempelajari :
- meneliti efek utama obat, mengetahui interaksi obat dengan sel, dan
mengetahui urutan peristiwa serta spektrum efek dan respons yang terjadi.
- fokus membahas dan mempelajari seputar efek obat-obatan di dalam
tubuh baik dari segi fisiologi maupun biokimia berbagai organ tubuh serta
mekanisme kerja obat-obatan itu di dalam tubuh manusia.
- Farmakodinamik =aksi atau efek obat.
● Mekanisme kerja obat dipengaruhi oleh reseptor, enzim, dan hormon.
● Interaksi obat dengan reseptor terjadi ketika obat berinteraksi dengan bagian dari sel, ribosom,
atau tempat lain yang sering disebut sebagai reseptor.
● Reseptor sendiri bisa berupa protein, asam nukleat, enzim, karbohidrat, atau lemak.
● Semakin banyak reseptor yang diduduki atau bereaksi, maka efek dari obat tersebut akan
meningkat.
● Interaksi obat dengan enzim dapat terjadi jika obat atau zat kimia berinteraksi dengan enzim
pada tubuh.
EFEK OBAT
Efek ⇒ perubahan fungsi struktur atau proses sebagai akibat kerja obat.
Kerja Efek (respon)
a. Efek normal
→ timbul pada sebagian besar (kebanyakan individu)
b. Efek abnormal
→ efek yang timbul pada sebagian kecil individu atau kelompok individu tertentu.
Kedua macam efek tersebut dapat terjadi pada dosis lazim yang dipergunakan dalam terapi.
EFEK NORMAL
Obat dalam dosis terapi dapat menimbulkan lebih dari satu macam efek yang dibedakan menjadi:
● Efek utama (primer) → efek yang sesuai dengan tujuan pengobatan, misal: morfin untuk
menghilangkan rasa sakit, eter untuk menginduksi anestesi
● Efek samping → efek yang tidak menjadi tujuan utama pengobatan. Efek ini dapat
menguntungkan atau merugikan tergantung pada kondisi dan situasi pasien, misalnya
Antihistamin (difendramin) untuk melawan kerja histamin.Antihistamin menimbulkan rasa
kantuk. Apakah efek ini menguntungkankah?Jawabannya dapat menguntungkan bagi pasien
yang membutuhkan istirahat, tetapi mungkin dapat juga merugikan bagi pelaku pekerjaan yang
membutuhkan kewaspadaan seperti pengemudi kendaraan bermotor.
● Efek utama dapat menimbulkan efek sekunder, yaitu efek yang tidak diinginkan
dan merupakan reaksi organisme (tubuh) terhadap efek primer obat. Misalnya:
tetrasiklin peroral dapat menimbulkan diare. Hal ini terjadi karena Tetrasiklin
adalah antibiotik spektrum luas, dalam saluran cerna membunuh flora normal
usus yang membantu fungsi normal pencernaan. Flora normal usus terbunuh
maka fungsi normal saluran cerna terganggu sehingga terjadi diare.
B. EFEK ABNORMAL
Efek abnormal daapat berupa toleransi atau intoleransi.
- Toleransi → peristiwa yang terjadi jika dibutuhkan dosis yang lebih tinggi untuk menimbulkan efek
yang sama dengan yang dihasilkan oleh dosis terapi normal. Toleransi obat dibedakan menjadi
toleransi semu, toleransi sejati, toleransi alami.
1. Toleransi semu timbul akibat obat diberikan dengan cara tertentu, misalnya: seorang individu toleran
terhadap obat (racun) jika diberikan secara peroral, tetapi tidak toleran jika racun diberikan dengan
cara lain misal disuntikkan.
2. Toleransi sejati timbul jika diberikan secara oral maupun parenteral, dapat disebabkan perubahan
disposisi obat yang berakibat berkurangnya intensitas dan lamanya kontak kontak antara obat-jaringan
sasaran (reseptor) atau perubahan sifat dan fungsi sasaran sedemikian sehingga jaringan kurang peka
terhadap obat. toleransi sejati meliputi toleransi alami dan toleransi yang diperoleh.
3. Toleransi alami ialah toleransi yang terlihat pada berbagai spesies hewan dan juga pada berbagai suku
bangsa meliputi toleransi spesies dan toleransi rasial.
- Intoleransi → adalah suatu penyimpangan respon terhadap dosis tertentu obat,
dibedakan menjadi intoleransi kuantitatif dan kualitatif.
1. Intoleransi kuantitatif → beberapa individu yang hiperresponsif terhadap obat
dapat merespon dosis obat yang lebih rendah dari dosis terapi.
2. Intoleransi kualitatif→ gejala dan tanda yang tampak sama sekali berbeda dari
gejala yang timbul setelah pemberian obat dosis toksik, meliputi idiosinkrasi,
anafilaksis, alergi idiosinkrasi merupakan efek abnormal danterjadi secara
individu, familial atau rasial.
- Anafilaksis adalah reaksi alergi yang terjadi dalam waktu singkat setelah
pemberian obat, dapat menimbulkan syok yang disebut syok anafilaksis
yang dapat berakibat fatal.
- Alergi, adalah respon abnormal dari sistem kekebalan tubuh. Orang-orang
yang memiliki alergi memiliki sistem kekebalan tubuh yang bereaksi
terhadap suatu zat yang biasanya tidak berbahaya di lingkungan.
Pemberian obat berikutnya akan terjadi reaksi antara obat (antigen)
dengan zat antibody yang akan melepaskan histamin yang dapat
menimbulkan gangguan pada kulit (gatal-gatal) dan asma bronkhial,
reaksi berlangsung lambat, contoh obat penisilin.
FARMAKOKINETIK
Farmakokinetik adalah proses
pergerakan obat untuk mencapai
kerja obat. Empat proses yang
termasuk di dalamnya adalah:
absorpsi, distribusi, metabolisme
(atau biotransformasi), dan
ekskresi (atau eliminasi).
DISTRIBUSI
→ Proses obat dihantarkan dari sirkulasi sistemik ke jaringan dan cairan tubuh.Distribusi obat yang telah
diabsorpsi tergantung beberapa faktor yaitu:
a) Aliran darah. Setelah obat sampai ke aliran darah, segera terdistribusi ke organ berdasarkan jumlah aliran
darah. Organ dengan aliran darah terbesar adalah jantung, hepar, dan ginjal. Sedangkan distribusi ke organ
lain seperti kulit, lemak, dan otot lebih lambat
b) Permeabilitas kapiler. Distribusi obat tergantung pada struktur kapiler dan struktur obat.
c) Ikatan protein. Obat yang beredar di seluruh tubuh dan berkontak dengan protein dapat terikat atau bebas.
Obat yang terikat protein tidak aktif dan tidak dapat bekerja. Hanya obat bebas yang dapat memberikan efek.
Obat dikatakan berikatan protein tinggi bila >80% obat terikat protein
2. METABOLISME
proses tubuh mengubah komposisi obat sehingga menjadi lebih larut air untuk
dapat dibuang keluar tubuh.
- Tujuan metabolisme obat adalah mengubah obat yang nonpolar (larut
lemak) menjadi polar (larut air) agar dapat diekskresi melalui ginjal atau
empedu. Dengan perubahan ini obat aktif umunya diubah menjadi inaktif,
tapi sebagian dapat berubah menjadi lebih aktif, kurang aktif, atau menjadi
toksik
Faktor-faktor yang mempengaruhi metabolisme adalah sebagai berikut.
1. Kondisi Khusus. Beberapa penyakit tertentu dapat mengurangi metabolisme, antara lain penyakit
hepar seperti sirosis.
2. Pengaruh Gen. Perbedaan gen individual menyebabkan beberapa orang dapat memetabolisme obat
dengan cepat, sementara yang lain lambat.
3. Pengaruh Lingkungan. Lingkungan juga dapat mempengaruhi metabolisme, contohnya: rokok,
keadaan stress, penyakit lama, operasi, dan cedera
4. Usia.Perubahan umur dapat mempengaruhi metabolisme, yaitu usiabayi versus dewasa versus orang
tua.
3. EKSKRESI
Ekskresi obat artinya eliminasi atau pembuangan obat dari tubuh. Sebagian besar
obat dibuang dari tubuh oleh ginjal dan melalui urin. Obat juga dapat dibuang
melalui paru-paru, eksokrin (keringat, ludah, payudara), kulit dan traktusintestinal.
Organ terpenting untuk ekskresi obat adalah ginjal. Obat diekskresi melalui ginjal
dalam bentuk utuh maupun bentuk metabolitnya. Ekskresi dalam bentuk utuh atau
bentuk aktif merupakan cara eliminasi obat melalui ginjal. Ekskresi melalui ginjal
melibatkan 3 (tiga) proses, yakni filtrasi glomerulus, sekresi aktif di tubulus, dan
reabsorpsi pasif di sepanjang tubulus. F
HAL-HAL LAIN TERKAIT FARMAKOKINETIK ADALAH SEBAGAI BERIKUT.

1. Waktu Paruh. Waktu paruh adalah waktu yang dibutuhkan sehingga setengah dari obat dibuang
dari tubuh. Faktor yang mempengaruhi waktu paruh adalah absorpsi, metabolism dan
ekskresi.Waktu paruh penting diketahui untuk menetapkan berapa sering obat harus diberikan.
2. Onset, puncak, dan durasi kerja obat. Onset adalah waktu dari saat obat diberikan hingga obat
terasa kerjanya. Waktu onset ini sangat tergantung pada rute pemberian dan farmakokinetik
obat. Puncak, adalah waktu di mana obat mencapai konsentrasi tertinggi dalam plasma. Setelah
tubuh menyerap semakin banyak obat maka konsentrasinya di dalam tubuh semakin meningkat
sehingga mencapai konsentrasi puncak respon. Durasikerjaobat adalah lama waktu obat
menghasilkan suatu efek terapi atau efek farmakologis.

Anda mungkin juga menyukai