Anda di halaman 1dari 36

EPILEPSI

Oleh :
Esty Willyana Sari, S.Ked

Pembimbing :
dr. Luhu A. Tapiheru, Sp. S

KEPANITERAAN KLINIK OBSTETRI DAN ILMU PENYAKIT SARAF


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
RS HAJI MEDAN
Epilepsi
• suatu gangguan saraf kronik, dimana terjadikejang yang
bersifat reccurent
• Kejang : manifestasi klinik dari aktivitas neuron cortical
yang berlebihan di dalam korteks serebral dan ditandai
dengan adanya perubahan aktifitas elektrik pada saat
dilakukan pemeriksaan EEG.
• Manifestasi klinik kejang sangat bervariasi tergantung
dari daerah otak fungsional yang terlibat
• Epilepsi
suatu keadaan yg ditandai oleh bangkitan epilepsi
berulang, berselang lebih dari 24 jam yg timbul tanpa
provokasi.

• Bangkitan epilepsi (epileptic seizure)


manifestasi klinik yg disebabkan oleh aktivitas listrik otak
yg abnormal dan berlebihan dari sekelompok neuron.
Manifestasi klinik ini terjadi secara tiba-tiba dan
sementara perubahan perilaku yg stereotipik, dpt
menimbulkan gangguan kesadaran, motorik, sensorik,
otonom, ataupun psikik.
Epidemiologi

• Setiap tahun terjadi sekitar 125.000 kasus epilepsi baru


di United States.
• 30%nya terjadi pada usia muda kurang dari 18 tahun
pada saat terdiagnosa.
• Agak sulit mengestimasi jumlah kasus epilepsy  pada
kondisi tanpa serangan, pasien terlihat normal dan
semua data lab juga normal, selain itu ada stigma
tertentu pada penderita epilepsy  malu/enggan
mengakui
Etiologi
• Idiopatik: etiologi tdk diketahui, tdk terdapat lesi
struktural di otak, tdk ada defisit neurologik.
Diperkirakan: genetik.
• Simptomatik: bangkitan epilepsi disebabkan oleh lesi
struktural otak, mis: cedera kepala, infeksi SSP, tumor
otak, dll
• Kriptogenik: dianggap simptomatik, tetapi belum
diketahui penyebabnya, ct: West Syndrome, Lennox-
Gestaut Syndrome.
Neurology Department Muhammad Akbar
Hasanuddin University
Patofisiologi
Kejang disebabkan karena ada
ketidakseimbangan antara pengaruh
inhibisi dan eksitatori pada otak

terjadi karena :
• Kurangnya transmisi inhibitori
– Contoh: setelah pemberian
antagonis GABA, atau selama
penghentian pemberian agonis
GABA (alkohol, benzodiazepin)
• Meningkatnya aksi eksitatori 
meningkatnya aksi glutamat atau
aspartat
Diagnosis
• Pasien didiagnosis epilepsi
jika mengalami serangan
kejang secara berulang
• Untuk menentukan jenis
epilepsinya, selain dari
gejala, diperlukan berbagai
alat diagnostik :
– EEG
– CT-scan
– MRI
– Lain-lain
DIAGNOSIS EPILEPSI
PEDOMAN UMUM  3 langkah:
1. Memastikan apakah kejadian yg bersifat
parosksismal adalah mrpk bangkitan epilepsi
2. Apabila BENAR terdpt bangkitan epilepsi,
tentukan Tipe Bangkitan (klasifikasi ILAE
1981)
3. Tentukan Etiologi dan sindroma epilepsi, atau
penyakit epilepsi apa yg diderita pasien
(klasifikasi ILAE 1989)
DIAGNOSIS EPILEPSI –
Anamnesis (1)
Langkah pertama ditempuh melalui: ANAMNESIS
a. Gejala sebelum, selama, dan pasca bangkitan
b. Ada tidaknya penyakit yg diderita yg mungkin
menjadi penyebab
c. Usia awitan, durasi, frekuensi, interval
terpanjang antar bangkitan
d. Riwayat epilepsi sebelumnya dan respons
terhadap terapi (dosis, kadar OAE, kombinasi
terapi)
e. Riwayat epilepsi dlm keluarga
DIAGNOSIS EPILEPSI –
Anamnesis (2)
f. Riwayat keluarga dgn penyakit neurologik lain,
psikiatrik, atau sistemik
g. Riwayat saat dlm kandungan, kelahiran, dan
perkembangan bayi/anak.
h. Riwayat bangkitan neonatal/kejang demam
i. Riwayat trauma kepala, infeksi SSP, dll
DIAGNOSIS EPILEPSI –
Pemeriksaan Fisis
1. P. FISIS UMUM
Amati tanda2 gangguan yg berhub dgn epilepsi, mis:
trauma kepala, infeksi telinga, kongenital, kecanduan
alkohol, kelainan kulit (neurofakomatosis), dll
2. P. FISIS NEUROLOGIS
Amati adanya gejala neurologik fokal atau difus, Todd’s
paralysis, dll
DIAGNOSIS EPILEPSI –
Pemeriksaan Penunjang
1. EEG
Rekaman EEG paling
berguna pada dugaan
suatu bangkitan.
EEG membantu
menunjang diagnosis
dan penentuan jenis
bangkitan maupun
sindroma epilepsi,
dan kadang2 dpt
membantu
menentukan
prognosis dan
penentuan
perlu/tidaknya
pengobatan AED.
2. Brain Imaging: CT
Scan kepala, MRI,
PET, SPECT
3. Laboratorium
Klasifikasi epilepsi

• Berdasarkan tanda klinik


dan data EEG, kejang
dibagi menjadi :
– kejang umum (generalized
seizure)  jika aktivasi
terjadi pd kedua hemisfere
otak secara bersama-
sama
– kejang parsial/focal  jika
dimulai dari daerah
tertentu dari otak
A. Bangkitan Parsial B. Bangkitan parsial berkembang
menjadi umum

C. Bangkitan Umum D. Lokasi Bangkitan


Kejang umum terbagi atas:
• Tonic-clonic convulsion = grand mal
 merupakan bentuk paling banyak terjadi
 Dapat didahului prodromal seperti jeritan, sentakan, mioklonik
 bisa terjadi sianosis, ngompol, atau menggigit lidah
 Pasien kehilangan kesadaran, kaku (fase tonik) selama 10 – 30 detik,
diikuti gerakan kejang kelojotan pada kedua lengan dan tungkai (fase
klonik) selama 30 – 60 detik, dapat disertai mulut berbusa
 Setelah bangkitan berakhir, pasien menjadi lemas (fase flaksid) dan
tampak bingung
Neurology Department Muhammad Akbar
Hasanuddin University
• Abscense attacks = petit mal
– jenis yang jarang
– umumnya hanya terjadi pada masa anak-anak atau awal remaja
– penderita tiba-tiba melotot, atau matanya berkedip-kedip, dengan
kepala terkulai
– kejadiannya cuma beberapa detik, dan bahkan sering tidak disadari
• Myoclonic seizure
– biasanya tjd pada pagi hari, setelah bangun tidur
– pasien mengalami sentakan yang tiba-tiba
– jenis yang sama (tapi non-epileptik) bisa terjadi pada pasien normal
• Atonic seizure
– jarang terjadi
– pasien tiba-tiba kehilangan kekuatan otot  jatuh, tapi bisa segera
recovered
Absence
seizures
Kejang parsial terbagi menjadi :
• Simple partial seizures
– pasien tidak kehilangan kesadaran
– terjadi sentakan-sentakan pada bagian tertentu dari tubuh

• Complex partial seizures


– pasien melakukan gerakan-gerakan tak terkendali: gerakan
mengunyah, meringis, dll tanpa kesadaran
Sasaran Terapi
• Mengontrol (mencegah dan mengurangi frekuensi)
supaya tidak terjadi kejang - beraktivitas normal lagi
• Meminimalisasi adverse effect of drug

Strategi Terapi
• Mencegah atau menurunkan lepasnya muatan listrik
syaraf yang berlebihan  melalui perubahan pada
kanal ion atau mengatur ketersediaan neurotransmitter
Prinsip pengobatan pada epilepsi

• Beri OAE bila :


Prinsip pengobatan pada epilepsi
• Monoterapi
– Menurunkan potensi AE
– Meningkatkan kepatuhan pasien
• Hindari / minimalkan penggunaan antiepilepsi sedatif
• Jika monoterapi gagal, dapat diberikan sedatif atau
politerapi
• Pemberian terapi sesuai dengan jenis epilepsinya
• Mulai dengan dosis terkecil (dapat ditingkatkan sesuai
dengan kondisi pasien)
Prinsip pengobatan pada epilepsi

• Variasi individual -- perlu pemantauan


• Monitoring kadar obat dalam darah - penyesuaian dosis
• Lama pengobatan tergantung jenis epilepsinya, kondisi
pasien dan kepatuhan pasien
• Jangan menghentikan pengobatan secara tiba-tiba
(mendadak)
Prinsip pengobatan pada epilepsi
• Penyandang dengan bangkitan tunggal :
Penatalaksanaan Terapi
• Non farmakologi :
– Amati faktor pemicu

– Menghindari faktor pemicu (jika ada), misalnya : stress, OR,


konsumsi kopi atau alkohol, perubahan jadwal tidur, terlambat
makan, dll.

• Farmakologi : menggunakan obat-obat antiepilepsi


Obat-obat yang meningkatkan inaktivasi kanal Na+:
• Inaktivasi kanal Na  menurunkan kemampuan syaraf untuk
menghantarkan muatan listrik
• Contoh: fenitoin, karbamazepin, lamotrigin, okskarbazepin, valproat

Obat-obat yang meningkatkan transmisi inhibitori GABAergik:


• agonis reseptor GABA  meningkatkan transmisi inhibitori dg
mengaktifkan kerja reseptor GABA  contoh: benzodiazepin,
barbiturat
• menghambat GABA transaminase  konsentrasi GABA meningkat
 contoh: Vigabatrin
• menghambat GABA transporter  memperlama aksi GABA 
contoh: Tiagabin
• meningkatkan konsentrasi GABA pada cairan cerebrospinal pasien
 mungkin dg menstimulasi pelepasan GABA dari non-vesikular
pool  contoh: Gabapentin
1 Catat
lama 5 Stay calm 4 Amankan
area 3 Minta
and reassure
kejang pertolongan

Lindungi
kepala Segera posisikan pada
2 6 posisi recovery
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai