a. Faktor Predisposisi
1. Kecelakaan lalu lintas
Kecelakaan lalu lintas dapat menimbulkan suatu trauma pada tubuh kita. Yang pada
akhirnya dapat menyebabkan kematian ataupun kecacatan bila tidak ditangani secara
benar. Trauma yang dapat ditimbulkan mulai dari trauma kepala yang dapat
menyebabkan perdarahan pada otak, mulai dari yang ringan sampai yang berat.
2. Jatuh
Jatuh dari ketinggian menyebabkan benturan pada kepala dan dapat mengakibatkan
pendarahan dan pembengkakan otak yang meningkatkan tekanan didalam kepala.
Peningkatan di dalam kepala tersebut menyebabkan otak terdesak sehingga saraf
didalamnya rusak dam mengalami gangguan.
3. Kekerasan fisik
Kekerasakn fisik merupakan perihal atau perbuatan seseorang atau kelompok yang
menyebabkan cedera atau matina orang lain, atau menyebabkan kerusakan fisik.
ETIOLOGI
b. Faktor Presipitasi
1. Cedera akselerasi : terjadi jika objek bergerak menghantam kepala yang tidak
bergerak,
2. Cedera deselerasi : terjadi jika kepala bergerak membentur objek diam, seperti pada
kasus jatuh atau tabrakan mobil
3. Cedera akselerasi-deselerasi : sering terjadi dalam kasus kecelakaan kendaraan
bermotor dan kekerasan fisik.
4. Cedera coup-countre coup : terjadi jika kepala terbentur yang menyebabkan otak
bergerak dalam ruang cranial dan dengan kuat mengenai area tulang tengkorak yang
berlawanan serta area kepala yang pertama kali terbentur.
5. Cedera rotasional : terjadi jika pukulan/benturan menyebabkan otak berputar didalam
rongga tengkorak, yang mengakibatkan peregangan atau robeknya neuron dalam
substansi alba serta robeknya pembuluh darah yang menfiksasi otak dengan bagian
dalam rongga tengkorak.
Klasifikasi
Trauma Kepala
Gangguan Penglihatan
Hilang Konsentrasi
Ketidakmampuan untuk
mengubah energi positif
Perubahan suasana hati Peningkatan
dan frustasi katekolamin
Perasaan tidak
Menyatakan hidupnya tidak
berdaya
atau/kurang bermakna lagi
Stress Peningkatan sekresi
asam lambung
Koping tidak efektif
Halusinasi Ansietas
Resiko ketidakseimbangan
volume cairan
Manifestasi Klinis
1. Tanda
a. Peningkatan tekanan intra kranial
b. Abnormalitas pupil
c. Gejala atau tanda-tanda kardial yang menunjukan
peningkatan di otak menurun atau meningkat
d. Hiperventilasi
e. Perubahan tekanan darah
2. Gejala
a. Hilangnya kesadran kurang dari 30 menit atau lebih
b. Terdapat hematoma
c. Pucat
d. Mual muntah
f. Disfungsi sensori
g. Pusing
h. Sakit kepala
i. Vertigo
j. Hilangnya konsentrasi
k. Gangguan pergerakan
l. Kejang
4. Kerusakan pembuluh
darah yang berpotensi 6. Pembendungan cairan
memicu stroke dan otak di mana cairan
pembekuan darah. serebrospinal terkumpul
pada ruang ventrikel otak
5. Infeksi akibat bakteri yang
dan menimbulkan
masuk diantara luka atau
peningkatan tekanan otak
tulang yang patah. Jika tidak
diobati, kondisi ini dapat 7. Edema cerebri
menyerang sistem saraf
8. Perdarahan intrakranial
lainnya dan menyebabkan
penyakit meningitis
Pemeriksaan
Penunjang
1. CT-Scan : Bertujuan untuk mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan
ventrikuler, dan perubahan jaringan otak.
2. MRI : Digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.
Dengan menggunakan gelombang magnetik untuk menentukan posisi serta besar
atau luas terjadinya perdarahan di otak
3. Cerebral Angiography: Menunjukkan anomali sirkulasi cerebral, seperti perubahan
jaringan otak sekunder menjadi edema, perdarahan dan trauma.
4. X-Ray : Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis
(perdarahan, edema), fragmen tulang. Ronsent Tengkorak maupun thorak.
5. CSF, Lumbal Punksi : Dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarachnoid.
6. ABGs (Arterial Blood Gas): Menunjukan adanya kerusakan atau gangguan asam-
basa pada pasien sehingga resiko terjadinya cedera kepala sekunder dapat
terhindarkan serta mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernafasan
(oksigenasi) jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial.
7. Kadar Elektrolit: Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat
peningkatan tekanan intrakranial
Terapi
a. Farmakologi
1. Dexamethason atau kalmetason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis sesuai dengan berat ringannya
trauma. Indikasi dexametashon adalah sebagai anti inflamasi atau imunosupresan (golongan obat yang
digunakan untuk menekan system kekebalan tubuh).
2. Terapi hiperventilasi (trauma kepala berat) untuk mengurangi vasodilatasi
3. Pemberian analgetic. Kontra indikasi analgetic adalah golongan obat yang berfungsi sebagai anti demam
sekaligus anti nyeri.
4. Pengobatan anti edema dengan larutan hipertonis yaitu manitol 20%, glukosa 40% atau gliserol 10%.
Kontraindikasi mannitol pada berbagai keadaan, misalnya kongesti paru dan perdarahan intracranial.
5. Antibiotik untuk profilaksis, Ada beberapa macam antibiotik terapi yang diberikan pada pasien trauma kepala
antara lain: seftriakson, sefiksim, ampisilin, amoksisilin, levofloksasin, gentamisin, amikasin, klindamisin, dan
kotrimoksazol. Antibiotik terapi diberikan pada pasien pasca operasi atau pasien yang tidak mendapat operasi.
Interaksi obat yang mungkin terjadi antara aminoglikosida (gentamisin atau amikasin) dengan seftriakson,
gentamisin dengan ketorolak, dan trimetoprim (salah satu kandungan kotrimoksazol) dengan fenitoin
6. Cairan infus dextrose 5%, aminousin, aminofel (18 jam pertama dari terjadinya kecelakaan) 2-3 hari kemudian
diberi makanan lunak. Dextrose diindikasikan sebagai tata laksana pencegahan hipoglikemia, nutrisi
parenteral dan dehidrasi, serta sebagai pelarut obat lain
7. Terapi anti konvulsi bila klien kejang
8. Terapi diazepam 5-10 mg atau CPZ bila klien gelisah
9. Terapi diuretik untuk penurunan tekanan intra kranial misalnya manitol
b. Non Farmakologi
1. Terapi non farmakologi dapat dilakukan dengan bermacam cara antara
lain stimulasi dan masase
2. Kompres dingin dan hangat
3. Distraksi dan teknik relaksasi. Pada mekanisme distraksi, terjadi
penurunan perhatian atau persepsi terhadap nyeri dengan memfokuskan
perhatian pasien pada stimulasi lain atau menjauhkan pikiran terhadap
nyeri. Salah satu bentuk distraksi untuk mengatasi nyeri adalah distraksi
pendengaran. Jenis distraksi ini biasanya dilakukan dengan
mendengarkan suara alam atau intruksi meditasi dan juga dapat berupa
suara- suara yang mengandung unsur-unsur spritual sesuai dengan
keyakinan yang dianut (Tri utami and Utami, 2014)
4. Pemeliharaan cairan, elektrolit dan keseimbangan nutrisi
Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul
1. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan cedera kepala
2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan gangguan neurologis yang ditandai
dengan pola nafas abnormal
3. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan sputum
4. Nyeri akut berhubangan dengan agen cedera fisik
5. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan fungsi kognitf
6. Gangguan pemenuhan ADL brhubungan dengan penurunan kesadaran (Soporos Coma)
7. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake tidak
adekuat
8. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan immobilitas yang lama
9. Gangguan pemenuhan istirahat tidur berhubungan dengan kurang kontrol tidur
10. Ansietas berhubungan dengan keadaan ancaman terhadap kematian
11. Koping tidak efektif berhubungan dengan ketidakadekuatan strategi koping
12. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang tepapar informasi
13. Distres spiritual berhubungan dengan ketidakmampuan dalam aktivitas keagamaan
14. Resiko cidera berhubungan dengan penurunan tingkat kesadaran, gelisah, agitasi,
gerakan involunter dan kejang
15. Resiko ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan trauma atau perdarahan
Intervensi
Dx Tujuan Intervensi Rasional
Keperawatan
Gangguan perfusi jaringan Setelah dilakukan 1. Monitor status kardiovulmonal 1. Untuk mengetahui keadaan
serebral berhubungan tindakan keperawatan (Frekuensi dan kekuatan nadi, umum pasien
cedera kepala 3x24 jam diharapkan frekuensi nafas, dan tekanan 2. Mengetahui adanya
darah)
perfusi jaringan normal 2. Monitor status oksigenasi perubahan nilai saturasi
dengan kriteria hasil : 3. Moniitor tingkat kesadaran oksigen
a. Tidak terjadi dan respon pupil 3. Tingkat kesadaran
peningkatan 4. Pertahankan jalan nafas paten merupakan indikator terbaik
tekanan intrakranial 5. Berikan oksigen untuk adanya perubahan neurologi
b. Pasien tidak mempertahankan saturasi 4. Mempertahankan jalan nafas
oksigen > 94 % agar tetap bebas
mengeluh sakit 6. Kolaborasi pemberian diuretik
kepala 5. Pemberian terapi oksigen
yang tidak sesuai indikasi
c. Pasien tampak
akan menimbulkan bahaya
tidak gelisah
bagi pasien
d. Tanda-tanda vital 6. Untuk menurunkan tekanan
stabil intra kranial pada pasien
e. Mempertahankan
tingkat kesadaran
biasa/perbaikan,
kognisi dan fungsi
motoric/sensori
Ketidakefektifan Setelah dilakukan 1. Monitor posisi selang 1. Untuk mencegah terjadinya
pola nafas tindakan endotrakeal (ETT), terutama hambatan saluran pernafasan
berhubungan keperawatan setelah mengubah posisi 2. untuk menentukan tekanan
dengan gangguan selama 3x24 jam 2. Monitor tekanan balon ETT balon pipa endotrakeal tube
setiap 4-8 jam 3. Untuk mengetahui adanya
neurologis yang klien dapat 3. Monitor kulit area stoma infeksi
ditandai dengan pola mempertahankan trakeostomi (misalnya 4. Untuk mempertahankan
nafas abnormal pola nafas yang kemerahan, drainase dan saluran napas tetap paten
efektif melalui perdarahan) (terbuka). Hal ini dilakukan
ventilator dengan 4. Pasang oropharingeal airway dengan mencegah lidah dari
kriteria hasil : (OPA) untuk mencegah ETT (baik sebagian atau
a. Penggunaan tergigit seluruhnya) menutupi
5. Lakukan perawatan mulut epiglotis, yang mana bisa
otot bantu 6. Jelaskan kepada mencegah pasien bernafas
nafas tidak pasien/keluarga tujuan dan 5. Supaya personal hygiene
ada prosedur pemasangan jalan mulut terjaga
b. Sianosis tidak nafas buatan 6. setiap pasien dan keluarga
ada atau berhak mengetahui risiko dan
tanda-anda manfat dari tindakan medis
hipoksia tidak yang akan dijalaninya
ada
c. Gas darah
dalam batas-
batas normal
Bersihan jalan Setelah dilakukan 1. Monitor pola nafas 1. melakukan evaluasi awal
nafas tidak efektif tindakan (frekuensi, kedalaman untuk melihat kemajuan dari
berhubungan keperawatan usaha nafas) hasil intervensi yang telah
dengan selama 3x24 jam 2. Monitor bunyi nafas dilakukan
peningkatan klien dapat tambahan 2. Ronki dan wheezing
sputum mempertahankan 3. Posisikan semi fowler atau menyertai obstruksi jalan
jalan nafas dan fowler nafas atau kegagalan
mencegah 4. Berikan minum air hangat pernafasan
aspirasi dengan 5. Lakukan pengisapan lendir 3. Meningkatkan ekspansi paru
kriteria hasil : dengan waktu kurang dari dan memudahkan
a. Suara nafas 15 detik pernafasan
bersi 6. Lakukan fisioterapi dada 4. Untuk mengencerkan
b. Tidak terdapat sputum hingga dapat
suara sekret mempermudah pengeluaran
pada selang sputum
5. Mencegah obstruksi atau
c. Sianosis tidak
aspirasi, suction dilakukan
ada
bila pasien tidak mampu
mengeluarkan secret
6. Meminimalkan dan
mencegah sumbatan atau
obstruksi antara pernafasan
Nyeri akut berhubangan Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Observasi nyeri secara 1. Untuk mengetahui lokasi,
dengan agen cedera fisik selama 3 x 24 jam diharapkan nyeri berkurang komperehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, dan
dengan kriteria hasil: karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas nyeri
a. Klien melaporkan nyeri berkurang kualitas dan factor presipitasi 2. Meningkatkan asupan O2 ke
b. Klien dapat mengidentifikasi aktivitas 2. Berikan klien posisi head up 30 jaringan yang mengalamiiskemia
yang meningkatkan dan menurunkan derajat 3. Istirahatakan menurunkan kebutuhan
nyeri 3. Istirahatkan klien O2 jaringan perifer sehingga akan
c. Klien mampu mempraktekkan teknik 4. Ajarkan teknik relaksasi napas dalam meningkatkan suplai darah dan
distraksi dan relaksasi 5. Ajarkan teknik distraksi pada saat oksigen ke otak yang membutuhkan
d. Tanda – tanda vital dalam batas normal nyeri O2.
e. Skalanyeri 1-3 6. Observasi tanda – tanda vital 4. Menurunkan nyeri sekunder dari
7. Kolaborasi dengan tim medis dalam iskemia jaringan otak
pemberianan algesik 5. Dapat menurunkan stimulus internal
dengan mekanisme peningkatan
produksien dorfin dan enkefalin.
6. Memantau perubahan tanda-tanda
vital pada klien.
7. Untuk mengurangi dan membantu
proses penyembuhan
Gangguan persepsi Setelah dilakukan tindakan 1. Evaluasi/ pantau secara teratur 1. Fungsi serebral bagian atas biasanya
sensori berhubungan keperawatan 3x24 jam perubahan orientasi, alam perasaan/ terpengaruh lebih dulu oleh adanya gangguan
dengan fungsi kognitf diharapkan gangguanpersepsi afektif, sensorik dan proses berfikir sirkulasi, oksigenasi
sensori dapat teratasi dengan 2. Kaji kesadaran sensorik seperti 2. Informasi penting untuk kesadaran pasien
kriteriahasil: respon sentuhan, panas/ dingin, 3. Pasien mungkin mengalami keterbatasan
a. Melakukan kembali/ benda tajam/ tumpul dan kesadaran perhatian/ pemahaman selama fase akut dan
mempertahankan tingkat terhadap gerakan dan letak tubuh penyembuhan dan tindakan ini dapat membantu
kesadaran biasanya dan 3. Hindari berbicara keras pasien untuk memunculkan komunikasi
fungsi persepsi 4. Anjurkan keluarga dan staf untuk 4. Pilihan masukan sensorik secara cermat
b. Mengakui perubahan mengajak bicara meskipun tidak bermanfaat untuk menstimulasi pasien koma
dalam kemampuan dan mampu berbicara dengan baik selama melatih kembali fungsi
proses berfikir 5. Jadwalkan waktu istirahat sebelum kognitifnya
c. Mendemonstrasikan waktu kunjungan dan sesi terapi 5. Mengurangi kelelahan, mencegah kejenuhan,
perubahan prilaku/ gaya wicara memberikan kesempatan untuk tidur
hidup untuk 6. Kolaborasi, rujuk pada ahli 6. Pendekatanan secara disiplin dapat menciptakan
mengkompensasi/ defisit fisioterapi, terapi okupasi, terapi rencana penatalaksanaan terintegrasi.
hasil wicara dan terapi kognitif
Gangguan Setelah dilakukan 1. Berikan penjelasan tiap kali 1. Penjelasan dapat mengurangi
pemenuhan ADL tindakan melakukan tindakan pada kecemasan dan meningkatkan
brhubungan dengan keperawatan pasien kerja sama yang dlakukan pada
penurunan kesadaran selama 3x24 jam 2. Beri bantuan untuk memenuhi pasien dengan kesadaran
(Soporos Coma) kebutuhan dasar kebutuhan diri penuh atau menurun
pasien dapat 3. Berikan bantuan untuk 2. Kebersihan perorangan,
terpenuhi secara memenuhi kebutuhan nutrisi eliminasi, berpakaian, mandi,
adekuat dengan dan cairan membersihkan mata, mulut,
kriteria hasil : 4. Jelaskan pada keluarga telingan dan kuku merupakan
a. Kebersihan tindakan yang dapat dlakukan kebutuhan dasar akan
terjaga untuk menjaga lingkungan yang kenyamanan yang harus dijaga
b. Lingkungan aman dan bersih oleh perawat untuk
terjaga 5. Berikan bantuan untuk meningkatkan rasa nyaman,
memenuhi kebersihan dan mencegah infeksi dan
c. Nutrisi terpenuhi
keamananan lingkungan keindahan
sesuai dengan
3. Makanan dan minuman
kebutuhan
merupakan kebutuhan sehari-
d. Oksigen adekuat hari yang harus dipenuhi untuk
menjaga kelangsungan
perolehan energi. Diberikan
sesuai dengan kebutuhan
pasien baik jumlah, kalori dan
waktu
4. Keikutsertaan keluarga
diperlukan untuk menjaga
hubungan klien dan keluarga
5. Lingkungan yang bersih dapat
mencegah infeksi dan
kecelakaan
Gangguan Setelah dilakukan 1. Kaji pola diet klien biasa yang 1. Membantu dalam
pemenuhan nutrisi tindakan disukai atau tidak disukai mengidentifikasi kebutuhan,
kurang dari keperawatan 2. Sajikan makanan dalam pertimbangan keinginan
kebutuhan tubuh selama 3x24 jam keadaan hangat dan porsi individu dapat memperbaiki
berhubungan diharapkan kecil tapi sering, tinggi protein masukan diet
dengan intake tidak pemenuhan dan karboidrat disajikan 2. Makanan hangat dan sering
adekuat kebutuhan nutrisi dalam bentuk menarik dapat meningkatkan nafsu
terpenuhi dengan 3. Kaji intake/output dan berat makan dan memaksimalkan
kriteria hasil: badan secara periodik masukan nutrisi dan
a. Mual berkurang 4. Beri penjelasan pada klien menurunkan iritasi gaster
atau tidak ada dan keluarga tentang 3. Untuk mengukur keefektifan
b. Nafsu makan pentingnya nutrisi untuk nutrisi dan cairan
meningkat penyembuhan 4. Meningkatkan pengetahuan
5. Anjurakan perawatan oral klien tentang nutrisi
c. Makan habis 1
hygiene sebelum dan 5. Menurunkan atau
porsi
sesudah tindakan pernafasan mengurangi rasa tidak enak
d. Berat badan 6. Kaji turgor kulit pada mulut yang dapat
tidak turun mengurangi nafsu makan
e. Albumin dalam 6. Turgor yang tidak elastis
atas normal menunjukan dehidrasi dan
f. Turgor kulit nutrisi kurang
elastis
Gangguan integritas Setelah dilakukan 1. Anjurkan pasien untuk 1. Pakaian yang longgar
kulit berhubungan tindakan keperawatan menggunakan pakaian yang meminimalisirkerengkean pakaian
dengan immobilitas 3x24 jam diharapkan longgar. atau kain terhadap daerah luka.
yang lama pasien dapat 2. Jaga kebersihan kulit agar tetap 2. Kebersihan kulit meminimalisir
mempertahankan bersih dan kering. kotoran atau bakteri terhadap luka
integritas kulit yang 3. Mobilisasi pasien (ubah posisi dan kulit yang kering dapat
utuh selama dalam pasien) setiap dua jam sekali. mempercepat proses
perawatan dengan 4. Monitor kulit akan adaya penyembuhan luka (penutupan
kriteria hasil: kemerahan. luka)
a. Integritas kulit 5. Oleskan lotion atau minyak baby 3. Dengan mobilisasi pasien dapat
yang baik bisa oil pada daerah yang tertekan. memperlancar sirkulasi darah dan
dipertahankan 6. Monitor aktivitas dan mobilisasi mencegah terjadinya dekubitus.
(sensasi, pasien. 4. Denganmengidentifikasi kondisi
elastisitas, 7. Monitor status nutrisi pasien. kulit dapat menentukan tindakan
temperatur, hidrasi, 8. Memandikan pasien dengan selanjutnya.
pigmentasi) sabun dan air hangat. 5. Dengan mengoleskan minyak atau
b. Tidak ada luka lotion dapat mengurangi iritasi
atau lesi pada kulit pada kulit.
6. Untuk mengetahui aktivitas
c. Perfusi jaringan
pasien.
baik
7. Untuk mengetahui status nutrisi
d. Menunjukan pasien.
pemahamn dalam 8. Memandikan pasien dengan
proses perbaikan sabun dan air hangat dapat
kulit dan membuat tubuh pasien menjadi
mencegah bersih
terjadinya cedera
berulang
Gangguan mobilitas Setelah dilakukan 1. Kaji Kembali kemampuan 1. Mengidentifikasi masalah
fisik berhubungan tindakan dan keadaan secara utama terjadinya gangguan
dengan penurunan keperawatan 3x24 fungsional pada kerusakan mobilitas fisik
neuromuskuler, jam diharapkan yang terjadi 2. Menentukan kemampuan
terapi bedrest, mempertahankan 2. Monitor fungsi motoric dan mobilisasi
immobilisasi pergerakan sendi sensorik setiap hari 3. Mencegah terjadinya
secara maksimal 3. Lakukan Latihan ROM secara kontraktur
dengan kriteria pasif setiap 4 jam 4. Penekanan yang terus
hasil: 4. Ganti posisi tetap setiap 2 menerus menimbulkan iritasi
a. Terbebas dari jam sekali pada decubitus
kontraktur, 5. Gunakan bed board, food 5. Mencegah kontraktur
atropi board 6. Kolaborasi penanganan
b. Integritas kulit 6. Koordinasikan aktifitas fisioterapi
utuh dengan ahli fisioterapi 7. Mencegah secara dini
7. Observasi keadaan kulit terjadinya decubitus
c. Kekuatan otot
seperti adanya kemerahan, 8. Mencegah terjadinya
maksimal
lecet pada saat merubah dekubitus
posisi atau memandikan
8. Lakukan pemijatan /
massage pada bagian tulang
yang menonjol seperti pada
koksigis, scapula, tumit, siku
Gangguan pemenuhan Setelah dilakukan 1. Kaji rutinitas istirahat dan tidur 1. Dapat memantau gangguan pola
istirahat tidur tindakan keperawatan 2. Perhatikan tempat tidur yang tidur dan istirahat yang dirasakan
berhubungan kurang selama 3x24 jam pola hangat, bersih dan nyaman 2. Tempat tidur yang nyaman dapat
kontrol tidur tidur klien dapat 3. Bantu kebersihan diri memberikan kenyamanan dalam
terpenuhi dengan 4. Kurangi atau hilangkan distraksi masa istirahat
kriteria hasil: lingkungan atau kebisingan 3. Kebersihan diri juga dapat
a. Jumlah jam tidur memberikan rasa nyaman dan
dalam batas 5. Batasi pengunjung selama dapat membantu kenyamanan
normal 6-8 jam/hari istirahat dan tidur klien dalam beristirahat atau tidur
b. Pola tidur, kualitas 4. Lingkungan yang tidak tenang
dalam batas 6. Anjurkan klien untuk makan bagi klien akan cepat menambah
normal tinggi protein sebelum tidur beban atau penderitanya
c. Perasaan segar
sesudah tidur atau 7. Anjurkan klien untuk menghindari 5. Pengunjung yang banyak akan
istirahat kafein mengganggu istirahat dan tidur
d. Mampu 8. Upayakan untuk tidur hanya jika klien
mengidentifikasika merasa ngantuk
n hal-hal yang 6. Pencernaan protein
meningkatkan tidur menghasilkan tritofan, yang
mempunyai efek sedative
Hanura, A. (2017) ‘Gambaran Status Fisiologis Pasien Cedera Kepala di IGD RSUD Ulin Banjarmasin
Tahun 2016’, Dinamika Kesehatan, 8(1), pp. 273–249.
Putra, D. S. E. et al. (2016) ‘Nilai Skor Glasgow Coma Scale, Age, Systolic Blood Pressure (Gap
Score) Dan Saturasi Oksigen Sebagai Prediktor Mortalitas Pasien Cidera Kepala Di Rumah Sakit
Saiful Anwar Malang’, Hesti Wira Sakti, 4, pp. 13–28.
Putri, C. M., Rahayu and Sidharta, B. (2016) ‘Hubungan Antara Cedera Kepala Dan Terjadinya
Vertigo’, Saintika Media: Jurnal Ilmu Kesehatan dan Kedokteran Keluarga, 12(December), pp. 1–6.
Tri utami, G. and Utami, S. (2014) ‘Efektifitas Mendengarkan Asmaul Husna Terhadap Penurunan
Nyeri Kepala Pada Pasien Cedera Kepala’, Jurnal Online Mahasiswa Program Studi Ilmu
Keperawatan Universitas Riau, 1(1), pp. 1–6. Available at: https://www.neliti.com/publications/184848/.
T E R I M A
K A S I H