Anda di halaman 1dari 17

Hubungan antara

ventilasi dan perkusi


&
Penyebab obstruk pernfasan
&
Rujukan COPD ke sp.Paru

Arga Setyo Adji


Fakultas Kedokteran
Universitas Hang Tuah
BARU
Pertukaran gas antara alveoli dan darah kapiler paru terjadi melalui difusi, seperti yang akan dibahas pada bab
berikutnya. Difusi oksigen dan karbon dioksida terjadi secara pasif, sesuai dengan perbedaan konsentrasi mereka
melintasi penghalang alveolar-kapiler. Perbedaan konsentrasi ini harus dipertahankan dengan ventilasi alveoli
dan perfusi kapiler paru.

KONSEP VENTILASI DAN PERFUSI

Ventilasi alveolar membawa oksigen ke paru-paru dan menghilangkan karbon dioksida darinya.
Demikian pula campurandarah vena membawa karbon dioksida ke paru-paru dan mengambil oksigen
alveolar. PO2 alveolus dan PCO2ditentukan oleh hubungan antara ventilasi alveolar dan kapiler paru
perfusi. Perubahan rasio ventilasi terhadap perfusi, disebut

akan mengakibatkan perubahan pada PO2 alveolus dan PCO2, serta pengiriman gas ke atau pembuangan dari
paru-paru. Ventilasi alveolus biasanya sekitar 4 sampai 6 L/menit dan aliran darah paru (yang sama dengan
jantung output) memiliki kisaran yang sama, sehingga
paru-paru berada dalam kisaran 0,8 hingga 1,2. Namun, ventilasi dan perfusi harus disesuaikan pada tingkat
kapiler-alveolar, dan

untuk seluruh paru-paru benar-benar menarik hanya sebagai perkiraan situasi di semua unit kapiler-alveolar
paru-paru. Sebagai contoh, anggaplah semua 5 L/menit curah jantung mengalir ke paru-paru kiri dan semua 5
L/menit ventilasi alveolus mengalir ke paru-paru kanan. Seluruh paru-paru

akan menjadi 1,0, tetapi tidak akan ada pertukaran gas karena tidak akan ada difusi gas
antara alveoli yang berventilasi dan kapiler paru yang diperfusi.

Levitzky MG. 2013. Pulmonary Physiology, 8thed. McGraw-Hill Education eBook USA.;
(chapter 5 : page 120)
Hubungan antara
ventilasi dan perkusi
Hemoglobin adalah molekul protein pengangkut oksigen yang mengandung besi dalam sel merah
yang terdapat dalam darah mamalia dan hewan lainnya. Molekul hemoglobin terdiri dari globin,
apoprotein, dan empat gugus heme, suatu molekul organik dengan satu atom besi. Untuk dapat
memahami proses respirasi dengan jelas maka harus diketahui afinitas oksigen terhadap
hemoglobin karena suplai oksigen untuk jaringan dan pengambilan oksigen oleh paru-paru sangat
tergantung pada hubungan tersebut.
Kurva disosiasai oksigen adalah kurva yang menggambarkan hubungan antara saturasi oksigen atau
kejenuhan hemoglobin terhadap oksigen dengan tekanan parsial oksigen pada ekuilibrium yaitu
pada keadaan suhu 37oC, pH 7.40 dan Pco2 40 mmHg

(Faal 2020) besok pagi aku revisi


➢ Kurva oksihemoglobin tergeser kekanan apbila pH darah menurun atau PC02 meningkat.
Dalam keadaan ini pada P02 tertantu afinitas hemoglobin terhadap oksigen berkurang
sehingga
oksigen dapat ditranspor oleh darah berkurang. Pergaseran kurva sedikit kekanan akan
membantu pelepasan oksigen kejaringan-jaringan. Pergeseran ini dikenal dengan nama Efek
bohr.
➢ Sebaliknya, penigkatan pH darah (alkalosis) atau penurunan PCO2, suhu, dan 2,3- DPG
akan
menyebabkan pergeseran kurva disosiasi oksihomoglobin kekiri. Pergeseran kekiri
menyebabkan peningkatan afinitas hemoglobin terhadap oksigen. Akibatnya uptake oksigen
dalam paru-paru meningkat apabila terjadi pergaseran kekiri, tetapi pelepasan oksigen ke
jaringan-jaringan terganggu.
Kurva Disosiasi Oksigen yang berbentuk sigmoid ini secara fisiologis menguntungkan karena
bagian puncak kurva yang mendatar memungkinkan jumlah oksigen arteri tetap tinggi dan stabil
walaupun terjadi perubahan tekanan parsial oksigen. Sebaliknya bagian tengah dari kurva yang
terlihat curam memungkinkan penglepasan oksigen dengan mudah pada perubahan tekanan parsial
oksigen yang kecil.
Efek Bohr
Efek Bohr pertama kali dijabarkan oleh ilmuwan Denmark bernama Christian Bohr. Beliau
menyatakan bahwa peningkatan konsentrasi proton dan/atau CO2 akan menurunkan daya serap
hemoglobin terhadap oksigen. Peningkatan rasio plasma CO2 juga akan menurunkan pH darah oleh
karena sifat antagonis antara proton dan karbondioksida. Peningkatan CO2 ini akan mempengaruhi
kurva oksigen terlarut dalam darah. Pergeseran kurva ke sebelah kanan berarti suatu pengurangan
dalam afinitas dari hemoglobin untuk oksigen. Efek fasilitas transport oksigen seperti hemoglobin
membungkus oksigen di dalam paru-paru, tetapi kemudian melepaskan ke jaringan-jaringan yang
paling membutuhkan oksigen. Ketika jaringan tersebut metabolismnya meningkatan, produksi
karbon dioksidanya pun meningkat. Karbon dioksida dengan cepat dijadikan molekul bikarbonat
dan proton asam oleh enzim karbonik anhydrase. Hal ini menyebabkan pH jaringan menurun dan
juga meningkatkan oksigen terlarut dari hemoglobin, memperbolehkan jaringan tersebut
memperoleh oksigen yang cukup sesuai kebutuhannya. Kurva disosiasi bergeser ke kanan ketika
karbon dioksida atau konsentrasi ion hydrogen meningkat.
PENGANGKUTAN CO2
CO2 yang dihasilkan metabolisme jaringan akan berdifusi ke dalam darah dan diangkut dalam 3
bentuk, yaitu:CO2 terlarut - Daya larut CO2 dalam darah ; O2, namun pada PCO2 normal, hanya
+10% yang ditranspor berbentuk terlarut.Ikatan dengan Hb dan protein plasma+30% CO2 berikatan
dengan bagian globin dari Hb, membentuk HbCO2 (karbaminohemoglobin). Deoksihemoglobin
memiliki afinitas lebih besar terhadap CO2 dibandingkan O2. Pelepasan O2 di kapiler jaringan
meningkatkan kemampuan pengikatan Hb dengan CO2. Sejumlah kecil CO2 juga berikatan dengan
protein plasma (ikatan karbamino), namun jumlahnya dapat diabaikan. Kedua ikatan ini merupakan
reaksi longgar dan reversibel.Ion HCO3 : 60-70% total CO2. Ion HCO3 terbentuk dalam eritrosit
melalui reaksi:
CO2 + H2O ↔ H2CO3 ↔ H+ + HCO3-

Setelah melepas O2, Hb dapat langsung mengikat CO2 dan mengangkutnya dari paru untuk
dihembuskan keluar. CO2 bereaksi dengan gugus α-amino terminal hemoglobin, membentuk
karbamat dan melepas proton yang turut menimbulkan efek Bohr.
Konversi ini mendorong pembentukan jembatan garam antara rantai α dan β, sebagai ciri khas
status deoksi. Pada paru, oksigenasi Hb disertai ekspulsi, kemudian ekspirasi CO2.Dengan
terserapnya CO2 ke dalam darah, enzim karbonik anhidrase dalam eritrosit akan mengkatalisis
pembentukan asam karbonat, yang langsung berdisosiasi menjadi bikarbonat dan proton. Membran
eritrosit relatif permeabel bagi ion HCO3, namun tidak untuk ion H.
Akibatnya, ion HCO3 berdifusi keluar eritrosit mengikuti perbedaan konsentrasi, tanpa disertai
difusi ion H. Untuk mempertahankan pH tetap netral, keluarnya ion HCO3 diimbangi dengan
masuknya ion Cl ke dalam sel, yang dikenal sebagai ‘chloride shift’. Ion H di dalam eritrosit akan
berikatan dengan Hb.Karena afinitas deoksihemoglobin terhadap ion H > O2, sehingga walaupun
jumlah ion H dalam darah meningkat, pH relatif tetap karena ion H berikatan dengan Hb.
Fenomena pembebasan O2 dari Hb yang meningkatkan kemampuan Hb mengikat CO2 dan
ion H dikenal sebagai efek Haldene.Dalam paru, proses tersebut berlangsung terbalik, yaitu
seiring terikatnya Hb dan O2, proton dilepas dan bergabung dengan bikarbonat, sehingga terbentuk
asam karbonat. Dengan bantuan enzim karbonik anhidrase, asam karbonat membentuk gas CO2
yang dihembuskan keluar.
Keseimbangan Asam Basa Respirasi
Adanya kelainan pada satu atau lebih mekanisme pengendalian ph
tersebut, bisa menyebabkan salah satu dari 2 kelainan utama dalam
keseimbangan asam basa, yaitu asidosis atau alkalosis.
1. Asidosis adalah suatu keadaan pada saat darah terlalu banyak
mengandung asam (atau terlalu sedikit mengandung basa) dan sering
menyebabkan menurunnya pH darah.
2. Alkalosis adalah suatu keadaan pada saat darah terlalu banyak
mengandung basa (atau terlalu sedikit mengandung asam) dan kadang
menyebabkan meningkatnya pH darah.
Asidosis respiratorik atau alkalosis respiratorik terutama disebabkan oleh penyakit paru-paru atau
kelainan pernafasan.

Tingkat keasaman darah ditentukan dengan mengukur nilai pH. Nilai pH darah normal berada di
kisaran 7.35 -7.45. Nilai pH kurang dari 7.35 disebut dengan kondisi darah yang asam (asidosis),
sedangkan nilai pH lebih dari 7.45 disebut dengan kondisi darah yang basa (alkalosis). Pada kondisi
asidosis, asam bikarbonat mudah terdisosiasi menghasilkan ion H+ dan ion bikarbonat. Ion H+
merangsang chemoreceptor pusat dan perifer, mempengaruhi pusat kendali napas di medulla
oblongata, menstimulasi kontraksi otot bantu napas ritmik dan paksa, menghasilkan pola napas
yang cepat dan dalam (disebut dengan istilah hiperventilasi). Ion H+ yang terdisosiasi dalam darah
tak dapat secara langsung menstimulasi central chemoreceptor di medulla oblongata, karena ion H+
tak dapat menembus sawar darah otak (blood brain barrier). PCO2 yang tinggi dalam darah
berdifusi melewati sawar darah otak, masuk ke dalam cairan serebro spinal bereaksi dengan air
menghasilkan asam bikarbonat. Reaksi tersebut dikatalisis oleh enzim carbonic anhydrase yang
ditemukan dalam cairan serebrospinal. Ion H+ yang ditemukan dalam cairan serebrospinal berasal
dari disosiasi asam bikarbonat serebropsinal, bukan berasal dari darah. Asidosis dapat desebabkan
oleh kelainan paru atau kelainan esktra paru. Kelainan paru yang menyebabkan asidosis adalah
obstruksi saluran napas, seperti asthma bronchiale. Kelainan esktra paru yang menyebabkan
asidosis antara lain: diare, diabetes mellitus, gagal ginjal dan gagal jantung. Kelainan tersebut
memicu akumulasi ion H+ di dalam darah. Jika akumulasi ion H+ disebabkan oleh peningkatan
PCO2 di atas ambang normal, maka disebut asisdosis respiratori.
Jika akumulasi ion H+ bukan disebabkan oleh peningkatan PCO2 namun disebabkan oleh gangguan regulasi
asam basa darah, maka disebut asisodis metabolik. Kelebihan ion H+ dibuang keluar tubuh melalui
mekanisme hiperventilasi paru dan sekresi tubulus ginjal. Tanda yang ditemukan pada penderita asidosis
adalah peningkatan frekuensi dan kedalaman napas (hiperventilasi) serta penurunan pH urin di bawah nilai
ambang normal. Pada alkalosis, kadar ion bikarbonat lebih banyak dari ion H+ di dalam darah. Ion
bikarbonat bermuatan negatif, menjadi buffer di dalam darah. Alkalosis ditemukan sebagai akibat
dari hiperventilasi setelah berolahraga dan muntah. Materi yang dimuntahkan sebagian besar
berasal dari saluran pencernaan bagian atas (lambung) yang memiliki pH asam. Kehilangan
sebagian materi dari lambung menyebabkan tubuh mengalami defisit ion H+ dan kelebihan
bikarbonat. Darah menjadi basa dan pH darah mengalami peningkatan.
Penyebab obstruk pernfasan
Peningkatan resistensi aliran udara dapat disebabkan oleh
 Di dalam lumen
Lumen dapat tersumbat sebagian oleh sekresi berlebihan (seperti Bronkitis Kronis). Obstruksi parsial juga dapat
terjadi pada: Edema paru, aspirasi benda asing, dan pasca operasi dengan sekresi yang tertahan.
 Di dinding saluran nafas
Kontraksi otot polos bronkial (asma), hipertrofi kelenjar mukosa (bronkitis kronis), peradangan dan edema dinding
(bronkitis dan asma)
 Regio peribronchial
Di luar jalan napas, penghancuran parenkim paru-paru dapat menyebabkan traksi radial dan penyempitan
akibatnya (Emfisema). Bronkus juga dapat dikompresi secara lokal oleh pembesaran kelenjar getah bening atau
neoplasma.

(West JB.Pulmonary Pathophysiology)


(West JB.Pulmonary Pathophysiology)
Rujukan COPD ke sp.Paru
Pasien PPOK yang memerlukan rujukan diagnostic dan pengobatan ke spesialsis paru

a. Keraguan diagnosis, terutama bila ada kecurigaan diagnosis yang lain yang harus disingkirkan
(misalnya bronkiektasis, fibrosis pasca TB, SOPT (Sindrom Obstruksi Pasca TB), bronkiolitis,
fibrosis paru)

b. Pasien dengan kecurigaan asma atau PPOK yang tidak khas atau ada gejala tambahan (batuk
darah, penurunan berat badan, keringat malam, demam, atau penyakit paru lain). Pada kondisi
ini rujukan harus segera dilakukan tanpa menunggu hasil terapi asma atau PPOK.

( PPOK PDPI 2016)


Refference
1. Levitzky MG. 2013. Pulmonary Physiology, 8thed. McGraw-Hill Education eBook USA.;
(chapter 5 : page 120)
2. ( PPOK PDPI 2016)
3. (West JB.Pulmonary Pathophysiology)

Anda mungkin juga menyukai