Anda di halaman 1dari 25

Jenis dan Pengaturan Concursus dalam

KUHP:
1. Concursus Idealis (Perbarengan Peraturan)  Pasal 63
2. Perbuatan Berlanjut (Delictum Continuatum)  Pasal 64
3. Concursus Realis (Perbarengan Perbuatan)  Pasal 65
s/d 71
CONCURSUS IDEALIS
Pasal 63 KUHP
(1) Jika suatu perbuatan masuk dalam lebih dari satu aturan
pidana, maka yang dikenakan hanya salah satu di
antara aturan-aturan itu; jika berbeda-beda, yang
dikenakan yang memuat ancaman pidana pokok yang
paling berat.
(2) Jika suatu perbuatan masuk dalam suatu aturan pidana
yang umum, diatur pula dalam aturan pidana yang
khusus, maka hanya yang khusus itulah yang
diterapkan.

 Dengan demikian, pada prinsipnya, suatu perbuatan masuk


dalam katagori concursus idealis apabila satu perbuatan
masuk dalam lebih dari 1 aturan pidana (ketentuan
pasal).
CONCURSUS IDEALIS
Contoh concursus idealis:
1. Perkosaan yang dilakukan di tepi jalan raya. Dapat
dikenakan Pasal 285 (perkosaan) dan 281 (melanggar
kesusilaan di depan umum);
2. A memukul B. Posisi B berada persis di depan kaca. Karena
pukulan tersebut, B terdorong kebelakang dan
memecahkan kaca yang ada dibelakangnya. Dapat
dikenakan Pasal 351 (penganiayaan) dan 406
(pengrusakan barang);
3. Seorang ayah yang menyetubuhi anak perempuannya.
Dapat dikenakan Pasal 294 (perbuatan cabul dengan
anaknya sendiri yang belum cukup umur) dan 287
(bersetubuh dengan wanita yang belum berumur 15 tahun);
CONCURSUS IDEALIS
Contoh concursus idealis:
4. Seorang ibu yang membunuh anak yang baru dilahirkannya.
Dapat dikenakan Pasal 341 (pembunuhan anak sendiri)
atau 338 (pembunuhan);
5. Berkendara dalam keadaan mabuk dan tidak menyalakan
lampu kendaraan. Dapat dikenakan Pasal 311 dan 285 UU
No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
PERBUATAN
BERLANJUT
Pasal 64 KUHP
(1) Jika antara beberapa perbuatan, meskipun masing-masing
merupakan kejahatan atau pelanggaran, ada hubungannya
sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai satu
perbuatan berlanjut, maka hanya dikenakan satu aturan
pidana; jika berbeda-beda, yang diterapkan yang memuat
ancaman pidana pokok yang paling berat.
(2) Begitu juga hanya dikenakan satu aturan pidana, jika orang
dinyatakan salah melakukan pemalsuan atau perusakan mata
uang, dan menggunakan barang yang dipalsu atau yang dirusak
itu.
(3) Akan tetapi, jika orang yang melakukan kejahatan-kejahatan
tersebut dalam pasal-pasal 364, 373, 379, dan 407 ayat 1,
sebagai perbuatan berlanjut dan nilai kerugian yang ditimbulkan
jumlahnya melebihi dari Rp. 25, maka ia dikenakan aturan pidana
tersebut dalam pasal 362, 372, 378, dan 406.
PERBUATAN
BERLANJUT
Syarat Perbuatan Berlanjut:
a. Seseorang melakukan beberapa perbuatan;
b. Perbuatan tersebut masing-masing merupakan
kejahatan atau pelanggaran;
c. Antara perbuatan-perbuatan itu ada “hubungan
sedemikian rupa” sehingga harus dipandang sebagai
satu perbuatan berlanjut.

Catatan tentang “Perbuatan Berlanjut” :


Mengenai “ada hubungan sedemikian rupa” MvT memberikan kriteria:
1. Harus ada satu keputusan kehendak
2. Masing-masing perbuatan harus sejenis (harus berupa kejahatan
dengan kejahatan, atau pelanggaran dengan pelanggaran)
3. Tenggang waktu antara perbuatan-perbuatan itu tidak terlampau
lama.
CONCURSUS REALIS
PASAL 65 KUHP:
(1) Dalam hal perbarengan beberapa perbuatan yang harus
dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri,
sehingga merupakan beberapa kejahatan, yang diancam
dengan pidana pokok yang sejenis, maka dijatuhkan
hanya satu pidana.
(2) Maksimum pidana yang dijatuhkan ialah jumlah
maksimum pidana yang diancamkan terhadap perbuatan
itu, tetapi tidak boleh lebih dan maksimum pidana yang
terberat ditambah sepertiga.
CONCURSUS REALIS
Syarat Concursus Realis:
a. Seseorang melakukan beberapa perbuatan
b. Masing-masing perbuatan itu berdiri sendiri-
sendiri sebagai suatu tindak pidana (bisa
berupa kejahatan dan/atau pelanggaran), jadi
tidak perlu sejenis atau tidak berhubungan
satu sama lain.
CATATAN TERHADAP PERBUATAN
BERLANJUT DAN CONCURSUS
REALIS:
Diantara perbuatan-perbuatan yang dilakukan yang
dapat dikelompokkan sebagai Perbuatan Berlanjut
dan Concursus Realis, harus belum ada putusan
hakim!

Kenapa
harus belum Apabila sudah ada
ada putusan hakim, maka
keputusan masuk dalam katagori
hakim? pengulangan tindak
pidana (Recidive)
SISTEM PEMIDANAAN
DALAM CONCURSUS
CONCURSUS
a.
IDEALIS
Menurut Pasal 63 ayat (1) digunakan Sistem Absorbsi,
yaitu hanya dikenakan satu pidana pokok yang terberat.
b. Dalam hal hanya ada dua pidana pokok sejenis yang
maksimumnya sama, maka Pidana Pokok dg Pidana
Tambahan yang paling berat.
c. Dalam hal dua pilihan antara dua pidana pokok tidak
sejenis, maka penentuan pidana yang terberat didasarkan
pada urutan jenis pidana dalam Pasal 10 KUHP
d. Dalam Pasal 63 ayat (2) diatur ketentuan khusus yang
menyimpang dari prinsip umum dalam Pasal 63 ayat (1).
CONTOH SISTEM PEMIDANAAN
DALAM CONCURSUS IDEALIS
 A melakukan perkosaan di tempat umum;
 A bisa dijerat dengan Pasal 285 KUHP (Perkosaan) dengan
pidana maks 12 tahun penjara;
 A bisa dijerat dengan pasal 281 KUHP (melanggar
kesusilaan di depan umum) dengan pidana maks 2 tahun 8
bulan;
 Maka, apabila perbuatan A adalah concursus idealis, A
diancam pidana maks 12 tahun penjara (sistem absorbsi,
pidana yang terberat, lihat ketentuan Pasal 63 ayat (1)
KUHP)
CONTOH SISTEM PEMIDANAAN
DALAM CONCURSUS IDEALIS
 B, seorang Ibu yang setelah melahirkan anaknya,
kemudian membunuh anak tersebut;
 B dapat dijerat dengan Pasal 338 (pembunuhan) dengan
ancaman maks 15 tahun penjara;
 B juga dapat dijerat dengan Pasal 341 (membunuh anak
sendiri) dengan ancaman maks 7 tahun penjara;
 Dalam hal ini, B diancam karena telah melakukan Pasal
341 dengan ancaman maks 7 tahun penjara (lihat
ketentuan Pasal 63 ayat (2) KUHP).
PERBUATAN BERLANJUT
a. Menurut Pasal 64 ayat (1) berlaku sistem Absorbsi. Hanya
dikenakan yang pidana pokok terberat.
b. Pasal 64 ayat (2) merupakan ketentuan khusus dalam hal
pemalsuan dan perusakan mata uang.
c. Pasal 64 ayat (3) merupakan ketentuan khusus dalam
hal kejahatan ringan; 364 (pencurian uang), 373
(penggelapan ringan), 379 (penipuan ringan), dan 407 ayat
(1); apabila nilai kerugian total/keseluruhan lebih dari
Rp.250, maka dikenakan aturan kejahatan biasa.
CONTOH SISTEM PEMIDANAAN
DALAM PERBUATAN BERLANJUT
 A memiliki persediaan/bahan untuk membuat uang palsu,
kemudian dari bahan tersebut, A membuat uang palsu,
yang kemudian uang palsu tersebut diedarkan;
 A dapat dijerat dengan Pasal 250 (memiliki persediaan
untuk meniru/memalsu mata uang), Pasal 244
(meniru/memalsu mata uang), dan Pasal 245
(mengedarkan upal);
 Pasal 250  6 tahun penjara
 Pasal 244  15 tahun penjara
 Pasal 245  15 tahun penjara
 Apabila perbuatan A merupakan perbuatan berlanjut, maka
A dikenakan ancaman maksimal 15 tahun penjara
(sistem absorbsi/Pasal 64 ayat (1) KUHP))
CONTOH SISTEM PEMIDANAAN
DALAM PERBUATAN BERLANJUT
 B melakukan 2 kali pencurian di sebuah toko yang sama,
dengan nilai kerugian pada pencurian ke-1 sebesar Rp.
2.000.000, sedangkan pada pencurian ke-2 kerugiannya
sebesar Rp. 2.000.000;
 Pada pencurian I, B dikenakan Pasal 364 (pencurian
ringan), begitu juga pada pencurian II, dikenakan 364
KUHP (pencurian ringan apabila nilai kerugian di bawah
Rp. 2.500.000,-/lihat Perma No. 2 Tahun 2012);
 Dilihat dari total kerugiannya, maka b harus dikenakan
ketentuan Pasal 362 (pencurian), bukan Pasal 364
(pencurian ringan), sehingga ancaman pidana maksimalnya
adalah 5 tahun (dasarnya ada dalam Pasal 64 ayat (3)
KUHP)
Catatan :
Perma No. 2 Tahun 2012, setiap denda dalam KUHP
disesuaikan dengan kondisi sekarang. Beberapa
ketentuannya dapat dituliskan sebagai berikut :
1. Kata-kata "dua puluh lima rupiah“ dalam Pasal 364, 373,
379, 384, 407 dan 482 KUHP dibaca menjadi Rp
2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah);
2. Tiap jumlah maksimum hukuman denda yang
diancamkan dalam KUHP, kecuali Pasa 3l3 ayat (1) dan
ayat (2), 303 bis ayat (1) dan ayat (2), dilipatgandakan
menjadi 10.000 (sepuluh ribu) kali.
CONCURSUS REALIS
 Untuk pidana yang sejenis berlaku Pasal 65, yaitu jumlah
maksimum pidana tidak boleh lebih dari maksimum
pidana terberat ditambah sepertiga. (sistem demikian
dinamakan sistem absorbsi dipertajam)
 Untuk pidana yang tidak sejenis, berlaku Pasal 66, yaitu
semua jenis ancaman pidana dijatuhkan, tetapi
jumlahnya tidak boleh lebih dari maksimum pidana
terberat ditambah sepertiga. (sistem demikian dinamakan
sistem kumulasi diperlunak)
CONTOH SISTEM PEMIDANAAN
DALAM CONCURSUS REALIS
Untuk Penjara dan Penjara (Absorbsi dipertajam):
 Pada 2012, A melakukan pencurian dengan kekerasan
(Pasal 365 ayat (1) KUHP);
 Pada 2015, A melakukan penganiayaan yang
menyebabkan luka berat (Pasal 351 ayat (2) KUHP);
 Ps 365 ayat (1)  9 th penjara
 Ps 351 ayat (2)  5 th penjara
 Pidana yang dijatuhkan adalah 12 tahun penjara, bukan
14 tahun penjara (sistem absorbsi dipertajam/diperberat)

Darimana didapat “12 tahun penjara”?


 9 + (1/3 x 9)
 9+3
 12 tahun
CONTOH SISTEM PEMIDANAAN
DALAM CONCURSUS REALIS

Untuk Penjara dan Penjara (Absorbsi dipertajam):


 B melanggar Pasal 375 KUHP dan Pasal 364 KUHP,
apabila dipandang sbg concursus realis, berapa ancaman
maks yang dikenakan kepada B?
 Ps 375 KUHP  6 tahun penjara
 Ps 364 KUHP  3 bulan penjara
 B dikenakan maks 6 tahun 3 bulan penjara, bukan 8 tahun
penjara (baca lagi Pasal 65 KUHP).
CONTOH SISTEM PEMIDANAAN
DALAM CONCURSUS REALIS
Untuk Penjara dan Kurungan (kumulasi diperlunak):
 C melakukan 2 TP, dimana diancam dengan pidana
penjara 2 tahun penjara dan 9 bulan kurungan;
 Dalam hal ini, semua jenis pidana (penjara dan kurungan)
harus dijatuhkan;
 Sistem pemidanaannya sbb :
 2 tahun penjara + (1/3 x 2)
 2 tahun + (1/3 x 24 bulan)
 2 tahun + 8 bulan
 Maka dalam hal ini, ancaman maksimal yang dapat
dikenakan kepada C adalah 2 tahun penjara dan 8 bulan
kurungan.
CONTOH SISTEM PEMIDANAAN DALAM
CONCURSUS REALIS
Untuk Penjara dan Denda (kumulasi diperlunak):
D Melakukan 2 TP, yang diancam dengan pidana 9 bulan penjara dan denda
Rp. 4.500, berapa ancaman maksimal pidananya?
 Langkah pertama : denda diubah dalam bentuk kurungan pengganti
(Lihat ketentuan Pasal 30 ayat (3) KUHP, “Lamanya pidana kurungan
pengganti paling sedikit satu hari dan paling lama enam bulan”)  denda
Rp. 4500 = 6 bulan kurungan (diambil ketentuan maksimal kurungan
pengganti denda);
 Langkah kedua : menghitung maksimal pidananya
 9 bulan + (1/3 x 9) 9 bulan penjara
9+3
3 bulan kurungan
12 bulan
 3 bulan kurungan diubah mjd denda:
 3/6 x 4500
 2250

 Kesimpulannya, ancaman maksimal pidana yang dijatuhkan kepada D


adalah 9 bulan penjara dan denda Rp. 2.250,00 (denda tersebut dikali
10.000 berdasarkan Perma)
CONTOH SISTEM PEMIDANAAN
DALAM CONCURSUS REALIS
Untuk semua jenis pidana (kumulasi diperlunak):
A melakukan 351 dan 360 KUHP, dengan masing-masing
ancaman pidana, 351 = penjara 2 tahun 8 bulan atau denda
Rp. 4.500,00 sedangkan 360 = 5 tahun penjara atau 1 tahun
kurungan. Bagaimana ancaman maksimal yang bisa dijatuhkan
kepada A?
 Dalam hal ini, hakim harus melakukan pilihan sanksi terlebih
dahulu, misal :
a. Penjara dengan penjara  2 tahun 8 bulan dan 5 tahun
 digunakan sistem absorbsi dipertajam;
b. Penjara dan kurungan  2 tahun 8 bulan dan 1 tahun
kurungan
c. Penjara dan denda  5 tahun penjara dan denda Rp.
4500,00

Anda mungkin juga menyukai