Anda di halaman 1dari 91

GANGGUAN PERNAPASAN PADA

ANAK

Triyasni Listia Harun (70300118003)


KhusnulListia
Triyasni Khatimah
Harun (70300118004)
(70300118003)
Balqis Riana
Khusnul Yuriadi(70300118013)
Khatimah (70300118004)
NadiaRiana
Balqis Hamrawati (70300118019)
Yuriadi(70300118013)
Eka Rahmatia
Nadia (70300118024)
Hamrawati (70300118019)
Sri Rahmatia
Eka Widiya Noviana(70300118024)
(70300118025)
Riski
Sri Amalia
Widiya (70300118030)
Noviana (70300118025)
Riski Amalia (70300118030)

KELOMPOK 3 / KEPERAWATAN A
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UIN ALAUDDIN MAKASSAR
ISPA

TUBERCULOSIS

GANGGUAN
PERNAPASAN
PADA ANAK

PNEUMONIA

ASMA
INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT
DEFINISI ISPA
Infeksi saluran pernapasan akut atau yang biasa disebut dengan
ISPA adalah infeksi yang menyerang saluran pernapasan baik melalui
saluran pernapasan atas ataupun saluran pernapasan bawah. Saluran
pernapasan atas dimulai dari bagian lubang hidung, pita suara, laring,
sinus parasanal, sehingga telinga tengah, dan saluran pernapasan bawah
terdiri dari trakea, bronkus, bronkiolus, dan alveoli. (Masriadi, 2017)

Menurut Masriadi (2017) , Infeksi Saluran Pernapasan Akut


mempunyai pengertian sebagai berikut :
 Infeksi adalah proses masuknya kuman atau mikroorganisme lainnya
ke dalam tubuh manusia dan berkembang biak sehingga akan
menimbulkan gejala suatu penyakit,
 Saluran pernapasan adalah suatu saluran yang berfungsi untuk proses
respirasi mulai dari hidung hingga alveolus beserta adneksanya (sinus-
sinus, rongga telinga tengah, dan pleura), dan
 Infeksi akut adalah suatu proses infeksi yang berlangsung selama
maksimal 14 hari, meskipun untuk beberapa penyakit yang dapat
digolongkan dengan ISPA ini dapat berlangsung lebih dari 14 hari.
ETIOLOGI ISPA
Etiologi infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) adalah virus dan
bakteri. Berdasarkan berbagai studi, ISPA paling banyak disebabkan oleh
virus dan jenis virus yang paling sering menjadi patogen adalah rhinovirus
(34%), coronavirus (14%), dan virus influenza (9%). [2,3] S. pneumoniae,
H. influenzae, M. catarrhalis, dan S. aureus adalah bakteri yang sering
menyebabkan ISPA. (Angghita, 2019)

Berikut adalah faktor-faktor penyebab terjadinya ISPA pada anak


berdasarkan Blasi (2018).
 Faktor pencetus terjadinya Infeksi Saluran Pernapasan (ISPA)
Usia, Status Imunisasi, Lingkungan
 Faktor Pendukung terjadinya Infeksi Saluran Pernapasan (ISPA)
Kondisi Ekonomi, Kependudukan, Geografis, Perilaku Hidup Bersih &
Sehat, Lingkungan dan Iklim Global.
MANIFESTASI KLINIS ISPA
Menurut Kunoli (2013), gejala infesksi saluran pernapasan akut
adalah sebagai berikut.
 Gejala ISPA Ringan
Serak, Pilek, Panas atau Demam.
 Gejala ISPA Sedang
Pernapasan lebih dari 50 x / menit , Suhu diatas 39C, Tenggorokan
berwarna merah, adanya bintik merah pada kulit, telinga terasa sakit,
pernapasan berbunyi seperti mendengkur, pernapasan berbunyi seperti
menciut-ciut.
 Gejala ISPA Berat
Bibir atau kulit berwarna biru, Lubang hidung kembang kempis,
Kesadaran Menurun, Pernapasan berbunyi seperti mengorok, sulit
bernapas, nadi cepat lebih dari 160x/menit, tenggorokan berwarna merah,
muntah, nyeri otor, suara serak.
PATOFISIOLOGIS ISPA
Berdasarkan Renati (2016), perjalanan alamiah penyakit ISPA terdiri
dari 4 tahap, diantaranya:
 Tahap prepatogenesis
pada tahap ini penyebabnya telah diketahui namun belum
menunjukkan reaksi apa-apa,
 Tahap inkubasi
pada tahap ini virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa
sehingga tubuh menjadi lemah, apalagi bila di tambah dengan keadaan
anak dengan status gizi dan daya tahan tubuh yang rendah,
 Tahap dini penyakit
dimana dimulai dengan munculnya tanda dan gejala penyakit seperti,
demam dan batuk, dan
 Tahap lanjut penyakit
pada tahap ini dibagi menjadi empat, yaitu: dapat sembuh sempurna,
sembuh dengan atelectasis, menjadi kronis, atau meninggal akibat
pneumonia.
KOMPLIKASI ISPA
Menurut Blasi (2018), berikut adalah komplikasi yang dapat terjadi
pada anak dengan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA).
 Pertusis atau batuk rejan adalah batuk yang tak terkendali dan keras.
Batuk ini bahkan membuat penderitanya sulit bernapas.
 Pneumonia bakteri biasanya menyebabkan batuk yang menghasilkan
lendir dari paru-paru (dahak). Siapa saja dapat terinfeksi, terutama
mereka yang menderita penyakit pernapasan, menderita infeksi virus,
dan baru pulih dari operasi.
 Bronkitis adalah kondisi di mana bronkus (saluran udara di dalam paru-
paru) meradang. Kadang-kadang disebut juga dada dingin. Dalam
keadaan komplikasi penyakit ispa pada balita seperti ini, paru-paru
membengkak dan menghasilkan lendir yang menyebabkan batuk.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK ISPA
Menurut Masriadi (2017), pemeriksaan diagnostik yang dapat
dilakukan untuk Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada anak,
diantaranya:
 Pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan darah biasanya tidak
diperlukan, namun terkadang dilakukan pada pasien yang mengalami
keluhan ISPA berupa demam tinggi untuk menyingkirkan diagnosis
banding infeksi tropik seperti demam dengue dan tifoid.
 Pengambilan sampel dahak (swab nasal), pemeriksaan ini merupakan
standar untuk mengkonfirmasi bakteri patogen ISPA. Sampel yang
diambil sebaiknya berasal dari faring posterior atau tonsil, bukan dari
kavitas oral
 Pencitraan dengan X-Ray atau CT Scan untuk menilai kondisi paru-
paru.
PENATALAKSANAAN ISPA
Berdasarkan Renati (2016), penatalaksanaan infeksi saluran
pernapasan atas (ISPA) dapat berupa kompres hangat, perbanyak minum
air putih, irigasi nasal, dan terapi medikamentosa.
 Terapi Non-Farmakologis
Penyebab ISPA umumnya adalah virus, sehingga terapi biasanya
hanya bersifat suportif saja. Seperti perbanyak minum, kompres hangat,
irigasi nasal.
 Terapi Farmakologis
Terapi farmakologis umumnya bersifat suportif untuk meringankan
gejala. Antibiotik dan antiviral tidak selalu diperlukan pada pasien ISPA.
Seperti, Terapi simptomatik, Antiviral, Terapi antibiotik.

Menurut Kemenkes RI (2011), berikut adalah penatalaksanaan pada


Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada anak yaitu Supportif dan
Antibiotik.
PENGKAJIAN
Berdasarkan Nanda (2015), pengkajian keperawatan dari Infeksi
Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada anak, diantaranya:
 Identitas Pasien
Identitas pasien meliputi: nama, umur, jenis kelamin, alamat,
pendidikan tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, nomor
registrasi, diagnosa medis, nama orang tua, umur orang tua, pekerjaan,
agama, alamat, dan sebagainya.
 Riwayat Kesehatan
Riwayat kesehatan meliputi: Riwayat penyakit sekarang, Riwayat
penyakit dahulu, Riwayat penyakit keluarga, Riwayat Sosial.
 Pemeriksaan Fisik
Keadaaan umum: bagaimana keadaan klien, apakah klien merasakan
letih, lemah atau sakit berat lainnya.
Tanda-tanda vital: takanan darah menurun, sesak napas, nadi lemah
atau cepat, suhu meningkat, dan sianosis.
Tinggi badan dan berat badan: sesuai dengan pertumbuhan dan
perkembanagan,
Kepala, Wajah, Mata, Hidung, Mulut, Leher, Thorax, Abdomen,
Genetalia, Integumen, Ektremitas Atas.
 Pemeriksaan Penunjang
Leukosit (15.000 – 40.000 m), Menurunnya gas darah arteri, dan
Ro. Thorax infiltrate pada lapangan paru-paru.
 Kebutuhan Dasar
Aktivitas Istirahat, Sirkulasi, Integritas Ego, Makanan / Cairan,
Neurosensori, Interaksi Sosial, Keamanan dan Kenyamanan, Eliminasi,
Hygiene.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Menurut (PPNI, 2016), diagnosa keperawatan dari Infeksi Saluran
Pernapasan Akut (ISPA) pada anak, diantaranya:

 Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif


Definisi: Ketidak mampuan membersihkan secret atau obstruksi jalan
napas untuk mempertahankan jalan napas tetap paten.
Penyebab: Fisiologis (Spasme jalan napas, hipersekresi jalan napas,
disfungsi neuromuskuler, benda asing dalam jalan napas, adanya jalan
napas buatan, sekresi yang tertahan, hyperplasia dinding jalan napas,
proses infeksi, respon alergi, dan efek agen farmakologis (mis. anestesi),
dan situasinal (merokok aktif, merokok pasif, dan terpajan poulutan).
Gejala dan Tanda Mayor: Subjektif (tidak tersedia), dan objektif (batuk
tidak efektif, tidak mampu batuk, sputum berlebih, mengi, wheezing dan /
atau ronkhi kering, dan mekonium dijalan napas (pada neonates)
Gejala dan Tanda Minor: Subjektif (dispnea, sulit bicara, dan
ortopnea), dan objektif (gelisah, sianosis, bunyi napas menurun, frekuensi
napas berubah, dan pola napas berubah).
 Pola Napas Tidak Efektif
Definisi: inspirasi dan / atau ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi
adekuat.
Penyebab: Depresi pusat pernapasan, hambatan upaya napas (mis.
nyeri saat bernapas, kelemahan otot pernapasan), deformitas dinding
dada, deformitas tulang dada, gangguan neuromuscular, gangguan
neurologis (mis. elektroensefalogram [EEG] postif, cedera kepala,
gangguan kejang), imaturitas neurologis, penurunan energi, obesitas,
posisi tubuh yang menghambat eskpansi paru, sindrom hipoventilasi,
kerusakan inervasi diafragma (kerusakan saraf C5 ke atas), cedera pada
medulla spinalis, efek agen farmakologis, dan kecemasan.
Gejala dan Tanda Mayor: Subjektif (dispnea), dan objektif
(penggunaan otot bantu pernapasan, fase ekspirasi memanjang, dan pola
napas abnormal)
Gejala dan Tanda Minor: Subjektif (ortopnea), dan objektif
(pernapasan pursed-lip, pernapasan cuping hidung, diameter thoraks
anterior-posterior meningkat, ventilasi semenit menurun, kapasitas vital
menurun, tekanan ekspirasi menurun, tekanan inspirasi menurun, dan
ekskursi dada beurbah.
 Gangguan Pertukaran Gas
Definisi: Kelebihan atau kekurangan oksigenasi dan/atau eleminasi
karbondioksida pada membran alveolus-kapiler.
Penyebab: Ketidakseimbangan ventilasi-perfusi, dan perubahan
membrane alveolus-kapiler.
Gejala dan Tanda Mayor: Subjektif (dispnea), dan objektif (PCO2
meningkat / menurun, PO2 menurun, takikardia, pH arteri meningkat /
menurun, dan bunyi napas tambahan.
Gejala dan Tanda Minor: Subjektif (pusing, dan penglihatan kabur),
dan objektif (sianosis, diaphoresis, gelisah, napas cuping hidung, pola
napas abnormal (cepat / lambat, regular / ireguler, dalam / dangkal),
warna kulit abnormal (mis. pucat, kebiruan), dan kesadaran menurun
 Defisit Nutrisi
Definisi: Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
metabolism.
Penyebab: Ketidakmampuan menelan makanan, ketidakmampuan
mencerna makanan, ketidakmampuan mengabsorbsi nutrient,
peningkatan kebutuhan metabolism, faktor ekonomi (mis. finansial tidak
mencukupi), dan faktor psikologis (mis. stress, kengganan untuk makan).
Gejala dan Tanda Mayor: Subjektif (tidak tersedia), dan objektif (berat
badan mnurun minimal 10% dibawah rentang ideal).
Gejala dan Tanda Minor: Subjektif (cepat kenyang setelah makan,
kram / nyeri abdomen, dan nafsu makan menurun), dan obejektif (bising
usus hiperaktif, otot pengunyah lemah, otot menelan lemah, membran
mukosa pucat, sariawan, serum albumin turun, rambut rontok berlebihan,
dan diare.
 Hipertermia
Definisi: Suhu tubuh meningkat di atas rentang normal tubuh.
Penyebab: Dehidrasi, terpapar lingkungan panas, proses penyakit (mis.
infeksi, kanker), ketidaksesuaian pakaian dengan suhu lingkungan, peningkatan
laju metabolism, respon trauma, aktivitas berlebihan, dan penggunaan incubator.
Gejala dan Tanda Mayor: Subjektif (tidak tersedia), dan objektif (suhu tubuh
diatas nilai normal).
Gejala dan Tanda Minor: Subjektif (tidak tersedia), dan objektif (kulit merah,
kejang, takikardia, takipnea, dan kulit terasa hangat).
 Nyeri Akut
Definisi: Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat
dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan.
Penyebab: Agen pencedera fisiologis (mis. inflamasi, iskemia, neoplasma),
agen pencedera kimiawi (mis. terbakar, bahan kimia iritan), dan agen pencedera
fisik (mis. abses, amputasi, terbakar, terpotong, mengangkat berat, prosedur
operasi, trauma, latihan fisik berlebihan).
Gejala dan Tanda Mayor: Subjektif (mengeluh nyeri), dan objektif (tampak
meringis, bersikap protektif (mis. waspada, posisi menghindari nyeri), gelisah,
frekuensi nadi meningkat, dan sulit tidur.
Gejala dan Tanda Minor: Subjektif (tidak tersedia), dan objektif (tekanan darah
meningkat, pola napas berubah, nafsu makan berubah, proses berpikir terganggu,
menarik diri, berfokus pada diri sendiri, dan diaphoresis).
INTERVENSI KEPERAWATAN
Menurut (PPNI, 2018), intervensi keperawatan dari Infeksi Saluran
Pernapasan (ISPA) pada anak, diantaranya:

 Manajemen Jalan Napas


Definisi: Mengidentifikasi & mengelolah kepatenan jalan napas.
Tindakan:
Observasi: Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas),
monitor bunyi napas tambahan (mis. gurgling, mengi, wheezing, ronkhi
kering), dan monitor sputum (jumlah, warna, aroma).
Terapeutik: Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-lift dan
chin-lift (jaw-thrust jika curiga trauma servikal), posisikan semi-fowler atau
fowler, berikan minum hangat, lakukan fisioterapi dadam (jika perlu),
lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik, lakukan hiperoksigenasi
sebelum penghisapan endotrakeal, keluarkan sumbatan benda padat
dengan forsep McGill, dan berikan oksigen (jika perlu).
Edukasi: Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari (jika tidak
kontraindikasi), dan ajarkan teknik batuk efektif.
Kolaborasi: Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik (jika perlu).
 Terapi Oksigen
Definisi: Memberikan tambahan oksigen untuk mencegah dan
mengatasi kondisi kekurangan oksigen jaringan.
Tindakan:
Observasi: Monitor kecepatan aliran oksigen, monitor posisi alat terai
oksigen, monitor aliran oksigen secara periodik dan pastikan fraksi yang
diberikan cukup, monitor efektifitas terapi oksigen (mis. oksimetri, analisa
gas darah), monitor kemampuan melepaskan oksigen saat makan,
monitor tanda-tanda hipoventilasi, monitor tanda dan gejala toksikasi
oksigen dan atelectasis, monitor tingkat kecemasan akibat terapi oksigen,
dan monitor integritas mukosa hidung akibat pemasangan oksigen.
Terapeutik: Bersihakn sekret pada mulut, hidung dan trakea (jika
perlu), pertahankan kepatenan jalan napas, siapkan dan atur peralatan
pemberian oksigen, berikan oksigen tambahan (jika perlu), tetap berikan
oksigen saat pasien ditransportasi, dan gunakan perngkat oksigen yang
sesuai dengan tingkat mobilitas pasien.
Edukasi: Ajarkan pasien dan keluarga cara menggunakan oksigen di
rumah.
Kolaborasi: Kolaborasi penentuan dosis oksigen, dan kolaborasi
penggunaan oksigen saat beraktivitas dan / atau tidur.
 Pemantauan Respirasi
Definisi: Mengumpulkan dan menganalisis data untuk memastikan
kepatenan jalan napas dan kefektifan pertukaran gas.
Tindakan:
Observasi: Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas,
monitor pola napas (seperti bradipnea, takipnea, hiperventilasi, Kussmaul,
Cheyne-Strokes, Biot, ataksik), monitor kemampuan batuk efektif, monitor
adanya produksi sputum, monitor adanya sumbatan jalan napas, palpasi
kesimetrisan ekspansi paru, auskultasi bunyi napas, monitor saturasi
oksigen, monitor nilai AGD, dan monitor hasil x-ray toraks.
Terapeutik: Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien,
dan dokumentasikan hasil pemantauan.
Edukasi: Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan, dan
informasikan hasil pemantauan (jika perlu).
 Manajemen Gangguan Makan
Definisi: Mengidentifikasi dan mengelolah diet yang buruk, olahraga
berlebih dan / atau pengeluaran makanan dan cairan berlebihan.
Tindakan:
Observasi: Monitor asupan dan keluarnya makanan dan cairan serta
kebutuhan kalori.
Terapeutik: Timbang berat badan secara rutin, diskusikan perilaku
makan dan jumlah aktivitas fisik (termasuk olahraga) yang sesuai, lakukan
kontrak perilaku (mis. target berat badan, tanggung jawab perilaku),
dampingi ke kamar mandi untuk pengamatan perilaku memuntahkan
kembali makanan, berikan penguatan positif terhadap keberhasilan target
dan perubahan perilaku, berikan konsekuensi jika tidak mencapai target
sesuai kontrak, dan rencanakan program pengobatan untuk perawatan di
rumah (mis. medis, konseling).
Edukasi: Anjutkan membuat catatan harian tentang perasaan dan
situasi pemicu pengeluaran makanan (mis. pengeluaran yang disengaja,
muntah, aktivitas berlebihan), ajarkan pengaturan diet yang tepat, dan
ajarkan keterampilan koping untuk penyelesaian masalah perilaku makan.
Kolaborasi: Kolaborasi dengan ahli gizi tentang target berat badan,
kebutuhan kalori dan pilihan makanan.
 Manajemen Hipertemia
Definisi: Mengidentifikasi dan mengelolah peningkatan suhu tubuh
akibat disfungsi termoregulasi.
Tindakan:
Observasi: Identifikasi penyebab hipertemia (mis. dehidrasi, terpapar
lingkungan inkubator), monitor suhu tubuh, monitor kadar elektrolit,
monitor haluaran urine, dan monitor komplikasi akibat hipertermia.
Terapeutik: Sediakan lingkungan yang dingin, longgarkan atau
lepaskan pakaian, basahi cairan oral, ganti linen setiap hari atau lebih
sering jika mengalami hyperhidrosis (keringan berlebih), lakukan
pendinginan eskternal (mis.selimut atau kompres dingin pada dahi, leher,
dada, abdomen, aksila), hindari pemberian antipiretik atau aspirin, dan
berikan oksigen (jika perlu).
Edukasi: Anjurkan tirah baring.
Kolaborasi: Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit (jika perlu).
 Manajemen Nyeri
Definisi: Mengidentifikasi dan mengelolah pengalaman sensorik atau
emosional berkaitan dengan kerisakan jaringan atau fungsional dengan onset
mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat dan konstan.
Tindakan:
Observasi: Identifikasi (lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi kualitas,
intensitas nyeri), identifikasi skala nyeri, identifikasi faktor yang memperberat dan
memperingan nyeri, identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri,
identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri, identifikasi pengaruh nyeri
pada kualitas hidup, monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah
diberikan, dan monitor efek samping penggunaan analgetik.
Terapeutik: Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis.
TENS, hypnosis, akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi pijat, aromaterapi,
teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat / dingin, terapi bermain), control
lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan), fasilitas istirahat dan tidur, dan pertimbangan jenis dan sumber nyeri
dalam pemilihan strategi meredakan nyeri.
Edukasi: Jelaskan (penyebab, periode, dan pemicu nyeri), jelaskan strategi
meredakan nyeri, anjurkan memonitor nyeri secara mandiri, anjurkan
menggunakan analgetik secara tepat, dan ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri.
Kolaborasi: Kolaborasi pemberian analgetik (jika perlu).
WOC ISPA
TUBERCOLOSIS
DEFINISI TBC
Tuberculosis adalah penyakit yang menyerang paru-paru yang
disebabkan oleh mycrobacterium tuberculosis. Penyakit ini dapat
mengenai semua organ tubuh dengan lokasi terbanyak yang biasanya
meruoakan lokasi infeksi primer ( Nur Hidayah,2011)

Seseorang yang memiliki daya tahan tubuh tinggi dan gizi yang baik,
akan susah untuk tertular penyakit TBC. Sedangkan, pada orang yang
mengalami kekurangan gizi dan daya tahan tubuh buruk atau sering
menghirup udara yang mengandung kuman tuberkulosis akibat
lingkungan yang buruk, akan lebih mudah terinfeksi TBC. (Ricky Surya,
2018)
ETIOLOGI TBC
Tuberculosis merupakan penyakit yang diakibatkan oleh kuman
Mikrobakterium tuberculosis yang dapat menyerang organ-organ tubuh
seperti paru-paru,kelenjar getah bening, usus, ginjal, kandungan, tulang
sampai otak. Penyakit ini dapat menyerang seseorang dengan daya tahan
tubuh yang buruk dan kekurangan gizi akan mudah terinfeksi TBC. (Ricky
Surya,2018)

Mycobacterium tuberculosis merupakan jenis kuman berbentuk


batang berukuran panjang 1-4 mm dengan tebal 0,3-0,6 mm.
Mycobacterium tuberculois berupa lemak/lipd sehingga kuman mampu
tahan terhadap asam serta sangat tahan terhadap zat kimia dan faktor
fisik. (Somantri,2007)
MANIFESTASI KLINIS TBC
Menurut (Laban,2008), tanda dan gejala TBC pada anak,
diantaranya:
 Berat badan turun selama tiga bulan berturut- turut tanpa sebab yang
jelas,
 Berat badan anak tidak bertambah (anak kecil tau kurus terus),
Tidak ada nafsu makan
Muncul benjolan di daerah leher, ketiak, dan lipatan paha.

Adapun menurut (Wilson, 1995), Gambaran klinik TB paru dapat


dibagi menjadi 2 golongan gejala respiratorik dan gejala sistemik adalah,
sebagai berikut:
 Gejala Respiratori
Batuk, Batuk Berdarah, Sesak Napas, dan Nyeri Dada.
 Gejala Sistemik
Demam. Gejala sistemik lainnya yaitu Gejala keringat malam,
anoreksia, penurunan berat badan serta malaise.
PATOFISIOLOGI TBC
Penularan Tuberkulosis paru terjadi karena kuman dibersinkan atau
dibatukkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara. Partikel infeksi ini
dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam, ventilasi yang buruk
dan kelembaban. Dalam suasana lembab dan gelap kuman dapat
bertahan selama berhari-hari sampai berbulan-bulan. Bila partikel infeksi
ini terhisap oleh orang sehat akan menempel pada jalan nafas atau paru-
paru. Partikel dapat masuk ke alveolar bila ukurannya kurang dari lima
mikromilimeter. (Nurhidayah, 2011).

Tuberkulosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas


perantara sel. Sel efektornya adalah makrofag sedangkan limfosit
(biasanya sel T) adalah imunoresponsifnya. Tipe imunitas seperti ini
biasanya lokal, melibatkan magrofag yang diaktifkan di tempat infeksi oleh
limfosit dan limfokinnya. Respon ini disebut sebagai reaksi
hipersensitifitas (lambat). (Nurhidayah, 2011).
KOMPLIKASI TBC
Berdasarkan (Wilson, 1995), komplikasi yang dapat terjadi pada anak
dengan Tuberculosis Paru adalah sebagai berikut.
 Pleuritis Tuberkulosa
Terjadi melalui fokus subpleura yang robek atau melalui aliran getah
bening,
 Efusi Pleura
Keluarnya cairan dari peembuluh darah atau pembuluh limfe ke dalam
jaringan selaput paru.
 Empiema
Penumpukann cairana terinfeksi atau pus pada cavitas pleura.
 Laryngitis
Infeksi mycobacteriym pada laring yang kemudian menyebabkan laryngitis
tuberculosis.
 TBC Milier (Tulang, Usus, Otak, dan Limfe)
Bakteri mycobacterium tuberculosis bila masuk dan berkumpul di dalam
saluran pernapasan akan berkembang biak.
 Keruskan Parennkim Paru Berat
Mycobacterium tuberculosis dapat menginfeksi parenkim paru.
 Sindrom Gagal Napas (ARDS)
Disebabkan oleh kerusakan jaringan dan organ paru yang meluas.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK TBC
Menurut (Darliana, 2011), pemeriksaan diagnostik tuberculosis pada
anak, diantaranya:
 Pemeriksaan Radiologis
Adanya infeksi primer digambarkan dengan nodul terkalsifikasi pada
bagian perifer paru dengan kalsifikasi dari limfe nodus hilus. Sedangkan
proses reaktifasi TB akan memberikan gambaran: nekrosis,cavitasi
(terutama tampak pada foto posisi apicallordotik), fibrosis dan retraksi
region hilus, bronchopneumonia, serta infiltrat interstitial, dan aktivitas dari
kuman TB tidak bisa hanya ditegakkan hanya dengan 1 kali pemeriksaan
rontgen dada, tapi harus dilakukan serial rontgen dada. Tidak hanya
melihat apakah penyakit tersebut dalam proses progesi atau regresi.
 Pemeriksaan Darah
Pemeriksaan ini kurang mendapat perhatian karena hasilnya kadang-
kadang meragukan, tidak sensitif, tidak juga spesifik. Pada saat TB baru
mulai (aktif) akan didapatkan jumlah leukosit yang sedikit meninggi
dengan hitung jenis pergeseran ke kiri. Jumlah limfosit masih dibawah
normal. Laju endap darah mulai meningkat.
PENATALAKSANAAN TBC
Penatalaksanaan pada penyakit TBC adalah sebagai berikut :
 Tujuan Pengobatan
Untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian, mencegah
kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya
resistensi kuman terhadap OAT.
 Prinsip Pengobatan
1. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat,
dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan.
Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi) . Pemakaian OAT-Kombinasi
Dosis Tetap (OAT – KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan,
untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan
langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas
Menelan Obat (PMO).
2. Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap awal (intensif)
dan tahap lanjutan.
3. Jenis, sifat dan dosis OAT

4. Paduan OAT yang digunakan di Indonesia


Penanggulangan Tuberkulosis di Indonesia yaitu Kategori 1 : 2
(HRZE) / 4 (HR) 3, dan Kategori 2 : 2 (HRZE) /(HRZE)/5(HR)3E3.
PENGKAJIAN
Pengkajian Keperawatan yang dapat muncul berdasarkan (Doenges,
Moorhouse, & Geissler, 2002) adalah, sebagai berikut.
 Anamnesa
Anamnesa adalah suatu tehnik pemeriksaan paling awal dalam
pelayanan kedokteran yang dilakukan lewat percakapan atau wawancara
antara dokter/tenaga kesehatan lainnya dengan pasien baik secara
langsung atau melalui orang lain yang paling mengetahui tentang kondisi
kesehatan pasien. Meliputi Identitas Klien, Riwayat Penyakit
Sekarang, Riwayat Penyakit Dahulu, Riwayat Penyakit Keluarga,
Riwayat Psikososial.
 Pemeriksaan Fisik
Menurut (Doenges, Moorhouse, & Geissler, 2002), pemeriksaan fisik
Tuberkulosis Paru adalah, sebagai berikut.
Aktivitas / Istirahat, Integritas Ego, Makanan / Cairan, Nyeri
Kenyamanan, Pernapasan, Keamanan, Interaksi Sosial, Penyuluhan /
Pembelajaran.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Menurut (Tim Pokja SDKI DPP PPNI , 2017), diagnosis keperawatan
dari penyakit Tuberkulosis Paru adalah, sebagai berikut.

 Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif


Definisi: Ketidak mampuan membersihkan secret atau obstruksi jalan
napas untuk mempertahankan jalan napas tetap paten.
Penyebab: Fisiologis (spasme jalan napas, hipersekresi jalan napas,
disfungsi neuromuskuler, benda asing dalam jalan napas, adanya jalan
napas buatan, sekresi yang tertahan, hyperplasia dinding jalan napas,
proses infeksi, respon alergi, dan efek agen farmakologis (mis. anestesi),
dan situasinal (merokok aktif, merokok pasif, dan terpajan poulutan).
Gejala dan Tanda Mayor: Subjektif (tidak tersedia), dan objektif (batuk
tidak efektif, tidak mampu batuk, sputum berlebih, mengi, wheezing dan /
atau ronkhi kering, dan mekonium dijalan napas (pada neonates)
Gejala dan Tanda Minor: Subjektif (dispnea, sulit bicara, dan
ortopnea), dan objektif (gelisah, sianosis, bunyi napas menurun, frekuensi
napas berubah, dan pola napas berubah).
 Pola Napas Tidak Efektif
Definisi: Inspirasi dan / atau ekspirasi yang tidak memberikan
ventilasi adekuat.
Penyebab: Depresi pusat pernapasan, hambatan upaya napas (mis.
nyeri saat bernapas, kelemahan otot pernapasan), deformitas dinding
dada, deformitas tulang dada, gangguan neuromuscular, gangguan
neurologis (mis. elektroensefalogram [EEG] postif, cedera kepala,
gangguan kejang), imaturitas neurologis, penurunan energi, obesitas,
posisi tubuh yang menghambat eskpansi paru, sindrom hipoventilasi,
kerusakan inervasi diafragma (kerusakan saraf C5 ke atas), cedera pada
medulla spinalis, efek agen farmakologis, dan kecemasan.
Gejala dan Tanda Mayor: Subjektif (dispnea), dan objektif
(penggunaan otot bantu pernapasan, fase ekspirasi memanjang, dan pola
napas abnormal (mis. takipnea, bradypnea, hiperventilasi, kussmaul,
Cheyne-strokes).
Gejala dan Tanda Minor: Subjektif (ortopnea), dan objektif
(pernapasan pursed-lip, pernapasan cuping hidung, diameter thoraks
anterior-posterior meningkat, ventilasi semenit menurun, kapasitas vital
menurun, tekanan ekspirasi menurun, tekanan inspirasi menurun, dan
ekskursi dada beurbah.
 Defisit Nutrisi
Definisi: Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
metabolism.
Penyebab: Ketidakmampuan menelan makanan, ketidakmampuan
mencerna makanan, ketidakmampuan mengabsorbsi nutrient,
peningkatan kebutuhan metabolism, faktor ekonomi (mis. finansial tidak
mencukupi), dan faktor psikologis (mis. stress, kengganan untuk makan).
Gejala dan Tanda Mayor: Subjektif (tidak tersedia), dan objektif (berat
badan mnurun minimal 10% dibawah rentang ideal).
Gejala dan Tanda Minor: Subjektif (cepat kenyang setelah makan,
kram / nyeri abdomen, dan nafsu makan menurun), dan obejektif (bising
usus hiperaktif, otot pengunyah lemah, otot menelan lemah, membran
mukosa pucat, sariawan, serum albumin turun, rambut rontok berlebihan,
dan diare.
 Gangguan Pertukaran Gas
Definisi: Kelebihan atau kekurangan oksigenasi dan/atau eleminasi
karbondioksida pada membran alveolus-kapiler.
Penyebab: Ketidakseimbangan ventilasi-perfusi, dan perubahan membrane
alveolus-kapiler.
Gejala dan Tanda Mayor: Subjektif (dispnea), dan objektif (PCO2 meningkat /
menurun, PO2 menurun, takikardia, pH arteri meningkat / menurun, dan bunyi
napas tambahan.
Gejala dan Tanda Minor: Subjektif (pusing, dan penglihatan kabur), dan
objektif (sianosis, diaphoresis, gelisah, napas cuping hidung, pola napas abnormal
(cepat / lambat, regular / ireguler, dalam / dangkal), warna kulit abnormal (mis.
pucat, kebiruan), dan kesadaran menurun
 Difisit Pengetahuan
Definisi: Ketiadaan atau kurangnya informasi kognitif yang berkaitan dengan
topik tertentu.
Penyebab: Keteratasan kognotif, gangguan fungsi kognitif, kekeliruan
mengikuti anjuran, kurang terpapar informasi, kurang minat dalam belajar, kurang
mampu mengingat, dan ketidaktahuan menemukan sumber informasi.
Gejala dan Tanda Mayor: Subjektif (menanyakan masalah yang dihadapi), dan
objektif (menunjukkan perilaku tidak sesuai anjuran, dan menunjukkan persepsi
yang keliru terhadap masalah)
Gejala dan Tanda Minor: Subjektif (tidak tersedia),dan objektif (menjalani
pemeriksaan yang tidak tepat, menunjukkan perilaku berlebihan (mis: apatis,
bermusuhan, agitasi, histeria))
INTERVENSI KEPERAWATAN
Menurut (Tim pokja SLKI DPP PPNI, 2018), (Tim Pokja SIKI DPP
PPNI , 2018), dan (Doenges, Moorhouse, & Geissler, 2002), intervensi
dan rasional keperawatan yang dapat diambil pada anak dengan
Tuberkulosis Paru adalah sebagai berikut.

Diagnosis Luaran Intervensi Rasional


keperawatan keperwatan keperawatan
Setelah dilakukan Latihan Batuk Efektif 1. Untuk mengetahui
Bersihan jalan tindakan (I.01006) kemampuan batuk pasien,
2. Penurunan bunyi napas
Observasi:
napas tidak efektif keperawatan selama 1. Identifikasi
dapat menunjukkan
2 x 24 jam maka atelektasis ronki,
b/d sekresi yang bersihan jalan napas kemampuan batuk, menunjukkan akumulasi
2. Monitor adanya sekret / ketidakmampuan
meningkat dengan tanda dan gejala infeksi untuk membersihkan jalan
tertahan (sputum kriteria hasil: napas yang dapat
saluran napas,
1. Batuk efektif: 5 3. Monitor adanya menimbulkan penggunaan
kental) otot aksesori
2. Produksi sputum: 5 retensi sputum,
3. Mengi: 5 Terapeutik:
  4. Atur posisi semi-
fowler atau fowler, pernapasan dan
4. Wheezing: 5 5. Pasang perlak dan peningkatan kerja
5. Mekonium (pada bengkok dipangkuan pernapasan,
neonatus): 5 pasien, 3. Untuk mengetahui
6. Dispnea: 5 6. Buang sekret pada karakteristik sputum
7. Ortopnea: 5 tempat sputum, yang dapat
8. Sulit bicara: 5   menunjukkan berat
9. Sianosis: 5 Edukasi: ringannya obstruksi,
10. Gelisah: 5 7. Jelaskan tujuan dan 4. Posisi ini membantu
11. Frekuensi napas: prosedur batuk efektif, memaksimalkan
5 8. Anjurkan tarik ekspansi paru dan
12. Pola napas: 5 napas dalam melalui menurunkan upaya
hidung selama 4 detik, pernapasan,
ditahan selama 2 5. Untuk menjaga
detik, kebersihan pasien dan
kemudian keluarkan 6. sebagai wadah
dari mulut dengan untuk sputum,
bibir mencucu Sebagai tempat
(dibulatkan) selama 8 membuang sputum,
detik, 7. Ventilasi maksimal
9. Anjurkan membuka area
mengulangi tarik atelektasis dan
napas dalam hingga 3 meningkatkan
kali, gerakan sekret
10. Anjurkan batuk kedalam jalan napas
dengan kuat langsung besar untuk
setelah dikeluarkan,
tarik napas 8. Ventilasi maksimal
membuka lumen jalan
dalam yang ke-3, napas dan
dan meningkatkan
Kolaborasi: gerakan sekret
11. Kolaborasi kedalam jalan napas
besar untuk
pemberian dikeluarkan,
mukolitik atau 9. Dilakukan
ekspektoran, jika pengulangan agar
batuk efektif dapat
perlu. berhasil,
10. Agar sputum dari
hasil batuk efektif
keluar, dan
11. Agen mukolitik
menurunkan
kekentalan dan
perlengketan sekret
paru untuk
memudahkan
pembersihan dan
ekspektoran adalah
bahan yang bisa
melonggarkan lendir
di tenggorokan.
Pola napas Setelah Manajemen 1. Untuk
mengetahui
tidak efektif b/d dilakukan Jalan Napas tindakan
hambatan tindakan (I.01011) selanjutnya yang
upaya napas, keperawatan Observasi: akan dilakukan,
kelemahan otot selama 2 x 24 1. Monitor pola  
napas (frekuensi, 2. Untuk
pernapasan jam maka pola mengetahui
napas kedalaman,
usaha napas), adanya suara
membaik 2. Monitor bunyi
tambahan,
dengan kriteria napas tambahan 3. Untuk
hasil: (mis: gurgling, memeriksa sputum
1. Dispnea: 5 mengi, wheezing, pasien serta
2. Penggunaan rongkhi kering), mengetahui tingkat
otot bantu napas: 3. Monitor sputum infeksi dari sputum,
5 (jumlah, warna,  
3. Pemanjangan aroma), 4. Mengoptimalkan
Terapeutik: pernapasan,
fase ekspirasi: 5 4. Posisikan semi-
4. Ortopnea: 5 fowler atau fowler, 5. Melegakan
5. Pernapasan 5. Berikan minum pernapasan,
pursed-lip: 5 hangat,
6. Pernapasan Edukasi: 6. Untuk
cuping hidung: 5 6. Anjurkan teknik membantu
7. Ventilasi batuk efektif, dan mengeluarkan
semenit: 5 Kolaborasi: sekret, dan
8. Kapasitas vital: 7. Kolaborasi  
5 pemberian 7. Mengoptimalkan
9. Tekanan bronkodilator, pola pernapasan.
ekspirasi: 5 ekspektoran,
10. Tekanan mukolitik, jika
inspirasi: 5 perlu.
Defisit nutrisi b/d Setelah Manajemen 1. Berguna
kelemahan, dilakukan Nutrisi (I.03119) dalam
sering batuk/ intervensi Observasi: mendefinisikan
produksi sputum, keperawatan 1. Identifikasi derajat masalah
dispnea dan selama 2 x 24 status nutrisi, dan intervensi
anorexia jam maka status 2. Identifikasi yang tepat,
nutrisi membaik makanan yang 2. Membantu
dengan kriteria disukai dalam
hasil: mengidentifikasi
1. Kekuatan otot kebutuhan/kekua
tan khusus.
Pertimbangan
pengunyah: 5 3. Monitor berat keinginan individu
badan, dapat memperbaiki
2. Kekuatan otot 4. Monitor asupan masukan diet,
menelan: 5 makanan, 3. Berguna dalam
3. Serum Terapeutik: mngukur keefektifan
albumin: 5 5. Lakukan oral nutrisi dan dukungan
hygiene sebelum cairan,
4. Perasaan makan, jika perlu 4. mengidentifikasi
cepat kenyang: 5 6. Berikan makanan nutrisi dan cairan
5. Nyeri tinggi serat untuk pasien,
mencegah konstipasi, 5. Menurunkan rasa
abdomen: 5 7. Berikan makanan tak enak karena sisa
6. Sariawan: 5 tinggi kalori dan tinggi sputum atau obat
7. Rambut protein, untuk pengobatan
rontok: 5 8. Berikan suplemen respirasi yang
makanan, jika perlu, merangsang pusat
8. Diare: 5 Edukasi: muntah,
9. Berat badan: 5 9. Anjurkan posisi 6. Membantu
10. Nafsu duduk, jika mampu, memenuhi kebutuhan
10. Ajarkan diet yang serat pasien,
makan: 5 diprogramkan 7. Memaksimalkan
11. Bising usus: Kolaborasi: masukan nutrisi tanpa
5 11. Kolaborasi dengan kelemahan yang tak
ahli gizi untuk perlu/kebutuhan
menentukan energi dari makan
makanan yang
banyak dan
jumlah kalori dan menurunkan iritasi
jenis nutrien yang gester,
dibutuhkan, jika 8. Untuk membantu
pasien memenuhi
perlu. kebutuhan tubuh
akan nutrien-nutrien
penting yang
diperlukan tubuh agar
dapat berfungsi
dengan baik,
9. Memberikan posisi
yang nyaman untuk
pasien,
10. Diet sesuai
dengan kebutuhan
pasien, dan
11. Memberikan
bantuan dalam
perencanaan diet
dengan nutrisi
adekuat untuk
kebutuhan metabolik
dan diet.
Gangguan Setelah dilakukan Pemantauan 1. Mengidentifikasi efek
Respirasi (I.01014) pernapasan dapat dari
pertukaran gas b/d intervensi ringan sampai dispnea
kelemahan, sering keperawatan Observasi: berat sampai distres
1. Monitor frekuensi,
batuk/ produksi selama 2 x 24 jam irama, kadalaman
pernapasan,
2. Tb paru menyebabkan
sputum, dispnea maka pertukaran data, efek lauas pada paru dari
dan anorexia gas meningkat 2. Monitor pola napas bagian kecil
dengan kriteria (seperti bradipnea, bronkopneumonia sampai
inflamasi difus lauas,
hasil: takipnea, rekrosis, effusi pleural,
1. Tingkat hiperventilasi, fibrosis luas,
kesadaran: 5 kussmual, cheyne- 3. Untuk mengetahui
2. Dispnea: 5 stokes, biot ataksik), kemampuan batuk efektif
3. Monitor pasien, dan
3. Bunyi napas kemampuan batuk 4. Suara napas abnormal
tambahan: 5 efektif, menggambarkan adanya
sputum dalam jalan
4. Takikardia: 5 4. Auskultasi bunyi napas.
5. Pusing: 5 napas, 5. Untuk mengetahui
6. Penglihatan  Terapeutik: interval pemantauan
kabur: 5 5. Atur interval respirasi pasien
7. Diaforesis: 5 pemantauan respirasi
8. Napas cuping sesuai kondisi pasien,
hidung: 5
Perilaku sesuai Terapeutik: 3. Dengan
anjuran: 5 2. Sediakan materi menjadwalkan
Pertanyaan dan media membantu pasien
pendidikan melakukan
tentang masalah kesehatan, pengulangan untuk
yang dihadapi: 5 3. Jadwalkan menguatkan
Presepsi yang pendidikan informasi,
keliru terhadap kesehatan sesuai 4. Agar pasien
masalah: 5 kesepakatan, mendapatkan
Menjalani 4. Berikan informasi yang
pemeriksaan kesempatan untuk lebih banyak,
yang tidak tepat: bertanya, 5. Memberikan
Edukasi: pasien infomasi
5 5. Jelaskan faktor mengenai faktor
resiko yang dapat resiko yang dapat
mempengaruhi mempengaruhi
kesehatan, dan kesehatan, dan
6, Ajarkan perilaku 6. Membantu
hidup bersih. dan pasien agar
sehat menjalani perilaku
hidup bersih dan
sehat.
9. PCO2: 5 6. Dokumentasikan 6. Untuk
10. PO2: 5 hasil pemantauan, memperoleh
Edukasi: dokumentasi hasil
11. Pola napas: 5 7. Jelaskan tujuan
12. Warna kulit: 5 dan prosedur
pemantauan
pemantauan, dan 7. Mengetahui
Informasikan hasil tujuan dan
pemantauan, jika prosedur
perlu. 8. Mengetahui
hasil pemantauan

Defisit pengetahuan b/d Setelah dilakukan Edukasi 1. Belajar tergantung


kurang informasi / salah intervensi Kesehatan emosi dan kesiapan fisik
dan ditingkatkan pada
interpretasi informasi, keperawatan (I.12383) tahapan individu,
keterbatasan kognitif dan
selama 1 x 24 jam Observasi: 2. Materi dan media
maka tingkat 1. Identifikasi membantu menurunkan
tak akurat / tak lengkap hambatan pasien untuk
pengetahuan kesiapan dan mengingat sejumlah
informasi yang ada
meningkat dengan kemampuan besar informasi,
  kriteria hasil: menerima
informasi,
WOC TBC
PNEUMONIA
DEFINISI PNEUMONIA
Pneumonia merupakan penyakit infeksi akut saluran pernafasan yang
mengenai jaringan paru-paru (alveoli) dan dapat menyebabkan morbiditas
dan mortalitas pada anak di bawah usia 5 tahun. Menurut WHO (2008),
penyebaran penyakit infeksi saluran pernafasan berkaitan erat dengan
kondisi lingkungan, ketersediaan dan efektivitas pelayanan kesehatan
langkah pencegahan infeksi untuk mencegah penyebaran dan faktor
pejamu. (Ceria, 2016)

Pneumonia (radang paru-paru) adalah infeksi jaringan paru-paru


(alveoli) bersifat akut. Pneumonia merupakan penyakit infeksi saluran
pernafasan bawah akut yang paling serius dan perlu penanganan segera
karena dapat menyebabkan kematian. pneumonia mengakibatkan
penderitanya sesak nafas ( karena ruang untuk masuknya oksigen
menjadi berkurang). (Setyoningrum SpA(K) & Chafid SpA, 2019)
ETIOLOGI PNEUMONIA
Menurut (Udin, 2018), etiologi pneumonia disajikan dalam tabel yang
sudah dibagi berdasarkan kelompok umur, jenis mikroorganisme, dan
penyebab tersering.
Faktor risiko yang menjadi penyebab terjadinya Pneumonia, diantaranya:
 Faktor Risiko pada Bayi
Early onset, Terlambat pecahnya membran Fetus (> 18 jam),
Amnionitis maternal, Persalinan prematur, Takikardia fetus, Demam
maternal intrapartum, Late onset, Adanya bantuan ventilasi, Anomali  pada
jalur nafas, Penyakit  dasar yang parah, Masa rawat rumah sakit yang lama,
Kelainan neurologis akibat aspirasi pencernaan, Infeksi nosokomial
 Faktor Risiko pada Anak
Faktor lingkungan, Status sosial ekonomi yang rendah,  Status
pendidikan Maternal yang rendah,  Akses layanan kesehatan yang sulit,
Polusi udara, Malnutrisi, Kurang efektif pemberian ASI, Merokok dalam
(pasif atau aktif),  Faktor kardio dan paru, Penyakit jantung bawaan,
Displasia  bronchopulmonary dan penyakit paru kronis, Diabetes melitus,
Cystic cell disease, Sickle cell disease, Kelainan neuromuskular, Gangguan
pencernaan, Kondisi imunodefisiensi (kongenital atau acquired).
MANIFESTASI KLINIS PENUMONIA
Menurut (Setyoningrum SpA(K) & Chafid SpA, 2019), gejala
pneumonia pada anak bervariasi tergantung pada usia si kecil. tidak ada
satu tanda atau gejala pasti untuk mendiagnosis Pneumonia jadi, dalam
memastikan diagnosis pneumonia pada anak, biasanya dokter melihat
kombinasi dari tanda dan gejala yang ada, yaitu: Batuk, Demam, Sulit
bernapas, Tarikan Dinding Dada bagian Bawah ke Dalam (Retraksi),
Napas cuping hidung.
Pneumonia Tipikal kausa Usia Manifestasi Klinis
Bakteri (Supuratif) Pneumococcus; dan lainnya Semua usia; Anak Onset mendadak, demam tinggi, tampak sakit sedang-berat,
kurang dari 6 tahun nyeri perut atau dada, infiltrat lokal pada X-ray dada
lebih sering

Antipikal Infacny Chlamydia trachomatis < 3 bulan Takipnea, hipoksemia ringan, jarang disertai demam,
wheezing,infiltrat intersitial pada X-ray dada

Antipikal anak Mycoplasma > 5 tahun Onset perlahan, demam ringan, temuan tidak khas,infiltrat
merata pada X-ray dada.

Virus Multipel virus Semua usia; 3 bulan Muncul gejala ISPA, demam ringan atau tidak ada demam
s.d 5 tahun lebih wheezing, infiltrate diffuse pada X-ray dada.
sering
PATOFISIOLOGIS PNEUMONIA
Proses infeksi pneumonia terjadi dimana patogen tersebut masuk ke
saluran pernafasan bagian bawah setelah Dapat melewati mekanisme
pertahanan Inang berupa daya tahan mekanik (epitel silia dan mukosa),
pertahanan humoral (antibodi dan komplemen) dan seluler (leukosit
makrofag, limfosit dan sitokin) . kemudian infeksi menyebabkan
peradangan membran paru (bagian dari sawar-udara alveoli) sehingga
cairan plasma dan sel darah merah dari kapiler masuk. Hal ini
menyebabkan rasio ventilasi perfusi menurun, saturasi oksigen menurun.
pada pemeriksaan dapat diketahui bahwa paru-paru akan dipenuhi sel
radang dan cairan, di mana sebenarnya merupakan tubuh untuk
membunuh patogen, akan tetapi dengan adanya dahak dan fungsi paru
menurun akan mengakibatkan kesulitan bernafas dapat terjadi ( sianosis,
asidosis respiratory, dan kematian). (Azkia, 2019)
KOMPLIKASI PNEUMONIA
Menurut (Udin, 2019), komplikasi pada anak dengan pneumonia yang
sering terjadi, meliputi:
 Empiema ( tersering pada tipe bakteri),
 Pneumothorax, 
 Perikarditis purulenta, dan
 Infeksi ekstra paru bisa meningen.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK PNEUMONIA

Menurut (Asih S.Kp & Effendy S.Kp, 2004) Prosedur diagnostik bagi
klien dengan pneumonia dapat mencakup yang berikut, Namun demikian
tidak terbatas hanya yang tertera di sini saja, tetapi secara umum
prosedur diagnostik ini sering dilakukan.
 Rontgen dada untuk memastikan konsolidasi dan distribusi paru, efusi
pleural,
 Pemeriksaan sputum untuk kultur dan sensitifitas,
 Pemeriksaan analisis gas darah (AGD),
 Hematologi; hitung sel darah putih (SDP) untuk pneumonia bakterialis
dan aglutinin dingin dan fiksasi komplemen untuk pemeriksaan virus,
dan
 Torasentesis untuk mendapat spesimen cairan pleural bila terdapat
efusi pleural.
PENATALAKSANAAN PNEUMONIA
Berdasarkan (Azkia, 2019), penatalaksanaan yang dapat dilakukan
kepada anak dengan Pneumonia, yaitu:
 Rawat Jalan
Mengatasi demam (antipiretik, kompres dingin),
Antipiretik:  Paracetamol 10-15 mg/ KgBB  diberikan 3 - 4 kali sehari,
Metamizole  10-15 mg / Kg BB  diberikan 3 - 4 kali sehari
Mencegah dehidrasi,
Menghindari terjadinya perburukan
Antibiotik: Amoxilin oral ( 10mg/KgBB/hari)
 Rawat Inap
 Terapi Rawat Inap
Terapi oksigen dengan nasal canul atau NRBM (Non-Rebreathing
Mask) (Tergantung SpO₂), Terapi cairan untuk mengatasi dehidrasi
( disesuaikan umur), Nebulasi dengan  𝛃2 Agonis dengan atau tanpa
campuran NaCl sebagai pembersih mukus, dan Terapi antibiotik sesuai
tabel 4.
 Kriteria Pulang
Jika gejala dan tanda pneumonia menghilang,
Makan dan minum baik,
Dapat konsumsi antibiotik di rumah,
Keluarga memahami proses rawat jalan dan menyetujui rencana
untuk kontrol, dan
Keadaan rumah yang memadai.
PENGKAJIAN
Pengkajian merupakan langkah pertama dari proses keperawatan
mengumpulkan data- data yang akurat dari klien sehingga akan diketahui
berbagai permasalahan yang ada. Pengkajian adalah dasar utama dari
proses keperawatan. Pada tahap ini akan dilaksanakan pengumpulan
data, penganalisaan data, perumusan masalah dan diagnosa
keperawatan. (Ceria, 2019)

 Data Dasar Pemeriksaan


Data Dasar Pemeriksaan meliputi: Aktivitas / Istirahat, Sirkulasi,
Integritas Ego, Makanan / cairan, Neurosensori, Nyeri / Kenyamanan,
Pernapasam, Keamanan, Penyuluhan.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Menurut (PPNI, Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia, 2016),
diagnosa keperawatan dari Pneumonia pada anak, diantaranya:

 Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif


Definisi: Ketidak mampuan membersihkan secret atau obstruksi jalan
napas untuk mempertahankan jalan napas tetap paten.
Penyebab: Fisiologis (spasme jalan napas, hipersekresi jalan napas,
disfungsi neuromuskuler, benda asing dalam jalan napas, adanya jalan
napas buatan, sekresi yang tertahan, hyperplasia dinding jalan napas,
proses infeksi, respon alergi, dan efek agen farmakologis (mis. anestesi),
dan situasinal (merokok aktif, merokok pasif, dan terpajan poulutan).
Gejala dan Tanda Mayor: Subjektif (tidak tersedia), dan objektif (batuk
tidak efektif, tidak mampu batuk, sputum berlebih, mengi, wheezing dan /
atau ronkhi kering, dan mekonium dijalan napas (pada neonates).
Gejala dan Tanda Minor: Subjektif (dispnea, sulit bicara, dan
ortopnea), dan objektif (gelisah, sianosis, bunyi napas menurun, frekuensi
napas berubah, dan pola napas berubah).
 Pola Napas Tidak Efektif
Definisi: inspirasi dan / atau ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi
adekuat.
Penyebab: Depresi pusat pernapasan, hambatan upaya napas (mis.
nyeri saat bernapas, kelemahan otot pernapasan), deformitas dinding
dada, deformitas tulang dada, gangguan neuromuscular, gangguan
neurologis (mis. elektroensefalogram [EEG] postif, cedera kepala,
gangguan kejang), imaturitas neurologis, penurunan energi, obesitas,
posisi tubuh yang menghambat eskpansi paru, sindrom hipoventilasi,
kerusakan inervasi diafragma (kerusakan saraf C5 ke atas), cedera pada
medulla spinalis, efek agen farmakologis, dan kecemasan.
Gejala dan Tanda Mayor: Subjektif (dispnea), dan objektif
(penggunaan otot bantu pernapasan, fase ekspirasi memanjang, dan pola
napas abnormal)
Gejala dan Tanda Minor: Subjektif (ortopnea), dan objektif
(pernapasan pursed-lip, pernapasan cuping hidung, diameter thoraks
anterior-posterior meningkat, ventilasi semenit menurun, kapasitas vital
menurun, tekanan ekspirasi menurun, tekanan inspirasi menurun, dan
ekskursi dada beurbah.
 Gangguan Pertukaran Gas
Definisi: Kelebihan atau kekurangan oksigenasi dan/atau eleminasi
karbondioksida pada membran alveolus-kapiler.
Penyebab: Ketidakseimbangan ventilasi-perfusi, dan perubahan
membrane alveolus-kapiler.
Gejala dan Tanda Mayor: Subjektif (dispnea), dan objektif (PCO2
meningkat / menurun, PO2 menurun, takikardia, pH arteri meningkat /
menurun, dan bunyi napas tambahan.
Gejala dan Tanda Minor: Subjektif (pusing, dan penglihatan kabur),
dan objektif (sianosis, diaphoresis, gelisah, napas cuping hidung, pola
napas abnormal (cepat / lambat, regular / ireguler, dalam / dangkal),
warna kulit abnormal (mis. pucat, kebiruan), dan kesadaran menurun
 Defisit Nutrisi
Definisi: Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
metabolism.
Penyebab: Ketidakmampuan menelan makanan, ketidakmampuan
mencerna makanan, ketidakmampuan mengabsorbsi nutrient,
peningkatan kebutuhan metabolism, faktor ekonomi (mis. finansial tidak
mencukupi), dan faktor psikologis (mis. stress, kengganan untuk makan).
Gejala dan Tanda Mayor: Subjektif (tidak tersedia), dan objektif (berat
badan mnurun minimal 10% dibawah rentang ideal).
Gejala dan Tanda Minor: Subjektif (cepat kenyang setelah makan,
kram / nyeri abdomen, dan nafsu makan menurun), dan obejektif (bising
usus hiperaktif, otot pengunyah lemah, otot menelan lemah, membran
mukosa pucat, sariawan, serum albumin turun, rambut rontok berlebihan,
dan diare.
 Hipertermia
Definisi: Suhu tubuh meningkat di atas rentang normal tubuh.
Penyebab: Dehidrasi, terpapar lingkungan panas, proses penyakit (mis.
infeksi, kanker), ketidaksesuaian pakaian dengan suhu lingkungan, peningkatan
laju metabolism, respon trauma, aktivitas berlebihan, dan penggunaan incubator.
Gejala dan Tanda Mayor: Subjektif (tidak tersedia), dan objektif (suhu tubuh
diatas nilai normal).
Gejala dan Tanda Minor: Subjektif (tidak tersedia), dan objektif (kulit merah,
kejang, takikardia, takipnea, dan kulit terasa hangat).
 Nyeri Akut
Definisi: Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat
dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan.
Penyebab: Agen pencedera fisiologis (mis. inflamasi, iskemia, neoplasma),
agen pencedera kimiawi (mis. terbakar, bahan kimia iritan), dan agen pencedera
fisik (mis. abses, amputasi, terbakar, terpotong, mengangkat berat, prosedur
operasi, trauma, latihan fisik berlebihan).
Gejala dan Tanda Mayor: Subjektif (mengeluh nyeri), dan objektif (tampak
meringis, bersikap protektif (mis. waspada, posisi menghindari nyeri), gelisah,
frekuensi nadi meningkat, dan sulit tidur.
Gejala dan Tanda Minor: Subjektif (tidak tersedia), dan objektif (tekanan darah
meningkat, pola napas berubah, nafsu makan berubah, proses berpikir terganggu,
menarik diri, berfokus pada diri sendiri, dan diaphoresis).
INTERVENSI KEPERAWATAN
Menurut intervensi keperawatan dari (PPNI, Standar Intervensi
Keperawatan Indonesia, 2018) Pneumonia pada anak, diantaranya:

 Manajemen Jalan Napas


Definisi: Mengidentifikasi & mengelolah kepatenan jalan napas.
Tindakan:
Observasi: Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas),
monitor bunyi napas tambahan (mis. gurgling, mengi, wheezing, ronkhi
kering), dan monitor sputum (jumlah, warna, aroma).
Terapeutik: Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-lift dan
chin-lift (jaw-thrust jika curiga trauma servikal), posisikan semi-fowler atau
fowler, berikan minum hangat, lakukan fisioterapi dadam (jika perlu),
lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik, lakukan hiperoksigenasi
sebelum penghisapan endotrakeal, keluarkan sumbatan benda padat
dengan forsep McGill, dan berikan oksigen (jika perlu).
Edukasi: Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari (jika tidak
kontraindikasi), dan ajarkan teknik batuk efektif.
Kolaborasi: Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik (jika perlu).
 Terapi Oksigen
Definisi: Memberikan tambahan oksigen untuk mencegah dan
mengatasi kondisi kekurangan oksigen jaringan.
Tindakan:
Observasi: Monitor kecepatan aliran oksigen, monitor posisi alat terai
oksigen, monitor aliran oksigen secara periodik dan pastikan fraksi yang
diberikan cukup, monitor efektifitas terapi oksigen (mis. oksimetri, analisa
gas darah), monitor kemampuan melepaskan oksigen saat makan,
monitor tanda-tanda hipoventilasi, monitor tanda dan gejala toksikasi
oksigen dan atelectasis, monitor tingkat kecemasan akibat terapi oksigen,
dan monitor integritas mukosa hidung akibat pemasangan oksigen.
Terapeutik: Bersihakn sekret pada mulut, hidung dan trakea (jika
perlu), pertahankan kepatenan jalan napas, siapkan dan atur peralatan
pemberian oksigen, berikan oksigen tambahan (jika perlu), tetap berikan
oksigen saat pasien ditransportasi, dan gunakan perngkat oksigen yang
sesuai dengan tingkat mobilitas pasien.
Edukasi: Ajarkan pasien dan keluarga cara menggunakan oksigen di
rumah.
Kolaborasi: Kolaborasi penentuan dosis oksigen, dan kolaborasi
penggunaan oksigen saat beraktivitas dan / atau tidur.
 Pemantauan Respirasi
Definisi: Mengumpulkan dan menganalisis data untuk memastikan
kepatenan jalan napas dan kefektifan pertukaran gas.
Tindakan:
Observasi: Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas,
monitor pola napas (seperti bradipnea, takipnea, hiperventilasi, Kussmaul,
Cheyne-Strokes, Biot, ataksik), monitor kemampuan batuk efektif, monitor
adanya produksi sputum, monitor adanya sumbatan jalan napas, palpasi
kesimetrisan ekspansi paru, auskultasi bunyi napas, monitor saturasi
oksigen, monitor nilai AGD, dan monitor hasil x-ray toraks.
Terapeutik: Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien,
dan dokumentasikan hasil pemantauan.
Edukasi: Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan, dan
informasikan hasil pemantauan (jika perlu).
 Manajemen Gangguan Makan
Definisi: Mengidentifikasi dan mengelolah diet yang buruk, olahraga
berlebih dan / atau pengeluaran makanan dan cairan berlebihan.
Tindakan:
Observasi: Monitor asupan dan keluarnya makanan dan cairan serta
kebutuhan kalori.
Terapeutik: Timbang berat badan secara rutin, diskusikan perilaku
makan dan jumlah aktivitas fisik (termasuk olahraga) yang sesuai, lakukan
kontrak perilaku (mis. target berat badan, tanggung jawab perilaku),
dampingi ke kamar mandi untuk pengamatan perilaku memuntahkan
kembali makanan, berikan penguatan positif terhadap keberhasilan target
dan perubahan perilaku, berikan konsekuensi jika tidak mencapai target
sesuai kontrak, dan rencanakan program pengobatan untuk perawatan di
rumah (mis. medis, konseling).
Edukasi: Anjutkan membuat catatan harian tentang perasaan dan
situasi pemicu pengeluaran makanan (mis. pengeluaran yang disengaja,
muntah, aktivitas berlebihan), ajarkan pengaturan diet yang tepat, dan
ajarkan keterampilan koping untuk penyelesaian masalah perilaku makan.
Kolaborasi: Kolaborasi dengan ahli gizi tentang target berat badan,
kebutuhan kalori dan pilihan makanan.
 Manajemen Hipertemia
Definisi: Mengidentifikasi dan mengelolah peningkatan suhu tubuh
akibat disfungsi termoregulasi.
Tindakan:
Observasi: Identifikasi penyebab hipertemia (mis. dehidrasi, terpapar
lingkungan inkubator), monitor suhu tubuh, monitor kadar elektrolit,
monitor haluaran urine, dan monitor komplikasi akibat hipertermia.
Terapeutik: Sediakan lingkungan yang dingin, longgarkan atau
lepaskan pakaian, basahi cairan oral, ganti linen setiap hari atau lebih
sering jika mengalami hyperhidrosis (keringan berlebih), lakukan
pendinginan eskternal (mis.selimut atau kompres dingin pada dahi, leher,
dada, abdomen, aksila), hindari pemberian antipiretik atau aspirin, dan
berikan oksigen (jika perlu).
Edukasi: Anjurkan tirah baring.
Kolaborasi: Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit (jika perlu).
 Manajemen Nyeri
Definisi: Mengidentifikasi dan mengelolah pengalaman sensorik atau
emosional berkaitan dengan kerisakan jaringan atau fungsional dengan onset
mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat dan konstan.
Tindakan:
Observasi: Identifikasi (lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi kualitas,
intensitas nyeri), identifikasi skala nyeri, identifikasi faktor yang memperberat dan
memperingan nyeri, identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri,
identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri, identifikasi pengaruh nyeri
pada kualitas hidup, monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah
diberikan, dan monitor efek samping penggunaan analgetik.
Terapeutik: Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis.
TENS, hypnosis, akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi pijat, aromaterapi,
teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat / dingin, terapi bermain), control
lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan), fasilitas istirahat dan tidur, dan pertimbangan jenis dan sumber nyeri
dalam pemilihan strategi meredakan nyeri.
Edukasi: Jelaskan (penyebab, periode, dan pemicu nyeri), jelaskan strategi
meredakan nyeri, anjurkan memonitor nyeri secara mandiri, anjurkan
menggunakan analgetik secara tepat, dan ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri.
Kolaborasi: Kolaborasi pemberian analgetik (jika perlu).
WOC PNEUMONIA
ASMA
DEFINISI ASMA
Asma merupakan penyakit yang ditandai dengan serangan berulang
sesak nafas dan mengi, dengan tingkat keparahan dan frekuensi tiap
orang bervariasi, yang disebabkan peradangan saluran udara paru-paru
dan mempengaruhi sensitivitas ujung saraf di saluran nafas sehingga
mudah menimbulkan iritasi. Asma merupakan penyakit jalan nafas
obstruktif intermiten, reversible dimana trakea dan brongki berespon
secara hiperaktif terhadap stimulasi tertentu. (Mustofa, 2019)

Asma dapat terjadi pada semua golongan usia, sekitar setegah dari
kasus terjadi pada anak-anak dan sepertiga lainnya terjadi sebelum usia
40 tahun. Gambaran klinis asma adalah serangan episodic batuk, mengi,
dan sesak nafas disertai rasa berat di dada. (Mustofa, 2019).
ETIOLOGI ASMA
Asma disebabakan oleh peradangan pada saluran udara. Ketika
datang seragan asma otot-otot di sekitar saluran udara akan menyempit
dan lapisan udara di bagian luar pun membengkak. Hal ini akan
mengurangi jumlah udarah yang dapat melewatinya. (Priyatni, 2012)

Adapun faktor pencetus terjadinya asma berdasarkan (Mustofa,


2019) adalah sebagai berikut :
 Alergen yaitu Inhalan, Ingestan, Kontaktan.
 Infeksi Saluran Pernapasan terutama disebabkan oleh virus
 Perubahan Cuaca
 Lingkungan Kerja
 Olahraga
 Stress
MANIFESTASI KLINIS ASMA
Tanda dan gejala yang muncul yaitu hipoventilasi, dyspnea,
wheezing, pusing-pusing, perasaan yang merangsang, sakit kepala,
nausea, peningkatan nafas pendek, kecemasan, diaphoresis dan
kelelahan. Hiperventilasi merupakan salah satu gejala awal dari asma.
Kemudian sesak nafas parah dengan ekspirasi memanjang disertai
wheezing (di aspeks dan hilus). Gejala utama yang sering muncul adalah
dyspnea, batuk dan mengi. Mengi sering dianggap salah satu gelaja yang
harus ada bila serangan asma muncul. Itu berarti jika klien menganggap
dirinya mengalami asma namun tidak mengeluhkan sesak nafas maka
perawat harus yakin bahwa klien tidak menderita asma. (Ardhi, 2018)
PATOFISIOLOGIS ASMA
Proses inflamasi saluran nafas pasien asma tidak saja ditemukan
pada pasien asma, tetapi juga pasien asma ringan, dan reaksi imflamasi
ini dapat terjadi lewat jalur imunologi maupun nonimunologi. Dalam hal ini
banyak sel yang berperan, khususnya sel mast, limfosit T, netrofil dan sel
epitel. Gambaran khas implamasi ini adalah peningkatan sejumlah
eosinifil teraktifasi, sel mast, makrofag dan limfosit T. sel limfosit berperan
penting dalam respon inflamasi melalui pelepasan sitokin-sitokin
multifungsional. (Wahyuningtiyas, 2016)
KOMPLIKASI ASMA
Bahaya komplikasi penyakit asma adalah terjadinya eksaserbasi
(serangan asma), penurunan fungsi faal paru dan peningkatan dosis
penggunaan obat. Komplikasi jangka panjang ini dapat menyebabkan
berkurangnya kualitas hidup, produktivitas, tingkat kehadiran disekolah,
peningkatan biaya perawatan, resiko rawat inap dan kematian. (Anisya,
2018)

Asma dapat menimbulkan komplikasi seperti kelelahan, dehidrasi,


infeksi pada saluran pernafasan dan sinkope yang disebabkan oleh batuk.
Pada asma berat dapat menimbulkan hiperkapnea akut dan hipoksia
sebagai akibat kegagalan respirasi. (Toharudin, 2018)
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK ASMA

Menurut (Mustofa, 2019), pemeriksaan diagnostik yang dapat


dilakukan pada anak dengan Asma, diantaranya:
 Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Sputum, Darah, Pemeriksaan Penjunjang.

Menurut (Mustofa, 2019), Adapun juga pemeriksaan penunjang


lainnya yang dapat dilakukan, yaitu:
 Tes Fungsi Paru
 Pemeriksaan Radiologi
 Pemeriksaan Tes Kulit
 Elektrokardoagrafi
 Scanning Paru
PENATALAKSANAAN ASMA
Menurut (Ardhi, 2018), penatalaksanaan yang dapat dilakukan
kepada anak yang menderita Asma, yaitu:
 Terapi Non-Farmakologis
Terapi Non-Farmakologis meliputi Penyuluhan, Menghindari faktor
pencetus, Fisioterapi.
 Terapi Farmakologis
Terapi farmakologis meliputi Agonis Beta, Metil Xantin, Kortikosteroid,
Kromolin, Ketotifen, Iprutropioum bromide (Atroven).
 Pengobatan selama Serangan Status Asmatikus
Infus RL : D5 = 3 : 1 tiap 24 jam
Pemberian oksigen 4 liter/ menit melalui nasal kanul, Aminophilin
bolus 5 mg/ kg bb diberikan pelan-pelan selama 20 menit dilanjutkan drip
RL atau D5 mentenence (20 tetes/ menit) dengan dosis 20 mg/ kg BB/ 24
jam,
Terbutalin 0,25 mg/ 6 jam secara sub kutan,
Dexametason 10-20 mg/ 6 jam secara intra vena, dan
Antibiotik spektrum luas.
PENGKAJIAN
Berdasarkan (Devita, 2019), pengkajian keperawatan yang dapat
dilakukan, diantaranya:
 Pengumpulan Data
Biodata identitas klien dan penanggung jawab
 Identitas Klien
Dikaji nama, jenis kelamin, agama, alamat, suku bangsa, pekerjaan
dan lain-lain.
 Identitas Penanggung Jawab
Dikaji nama, alamat, pekerjaan dan hubungan dengan klien.
Riwayat Kesehatan
Meliputi keluhan utama, riwayat kesehatan sekarang, riwayat
kesehatan dahulu, riwayat kesehatan keluarga.
 Pola Aktivitas Sehari Hari
Membandingkan pola aktifitas keseharian klien antara sebelum sakit
dan saat sakit, untuk mengidentifikasi apakah ada perubahan pola
pemenuhan atau tidak.
 Pemeriksaan Fisik
Meliputi Aktivitas / Istirahat, Sirkulasi, Pernapasam, Nyeri /
Kenyamanan, Keamanan, Eliminasi, Integritas Ego, Makanan / Cairan.
 Data Psikologis
Berisi tentang status emosi klien, kecemasan, pola koping, gaya
komunikasi, dan konsep diri.
 Data Sosial
Berisi hubungan dan pola interaksi klien dalam keluarga dan
masyarakat.
 Data Spiritual
Mengidentifikasi tentang keyakinan hidup, optimisme terhadap
kesembuhan penyakit, gangguan dalam melaksanakan ibadah.
 Data Penunjang
Berisi tentang semua prosedur diagnostik dan laporan laboratorium 
yang dijalani klien, dituliskan hasil pemeriksaan dan nilai normal, dituliskan
hanya 3 kali pemeriksaan terakhir secara berturut-turut. Bila hasilnya
fluktuatif, buat keterangan secara naratif.
 Program dan Rencana Pengobatan
Berisi tentang program pengobatan yang sedang dijalani dan yang akan
dijalani oleh klien.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Menurut (Tim Pokja SDKI DPP PPNI,2018) diagnosa keperawatan
Asma pada anak yaitu:

 Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif


Definisi: Ketidak mampuan membersihkan secret atau obstruksi jalan
napas untuk mempertahankan jalan napas tetap paten.
Penyebab: Fisiologis (Spasme jalan napas, hipersekresi jalan napas,
disfungsi neuromuskuler, benda asing dalam jalan napas, adanya jalan
napas buatan, sekresi yang tertahan, hyperplasia dinding jalan napas,
proses infeksi, respon alergi, dan efek agen farmakologis (mis. anestesi),
dan situasinal (merokok aktif, merokok pasif, dan terpajan poulutan).
Gejala dan Tanda Mayor: Subjektif (tidak tersedia), dan objektif (batuk
tidak efektif, tidak mampu batuk, sputum berlebih, mengi, wheezing dan /
atau ronkhi kering, dan mekonium dijalan napas (pada neonates)
Gejala dan Tanda Minor: Subjektif (dispnea, sulit bicara, dan
ortopnea), dan objektif (gelisah, sianosis, bunyi napas menurun, frekuensi
napas berubah, dan pola napas berubah).
 Intoleransi Aktivitas
Definisi: Ketidakcukupan energi untuk melakukan aktivitas sehari-hari.
Penyebab: Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen, tirah
baring, imobilitas, dan gaya hidup monoton.
Gejala dan Tanda Mayor: Subjektif (mengeluh lelah), dan objektif (frekuensi
jantung >20% dari kondisi istirahat).
Gejala dan Tanda Minor: Subjektif (dispnea saat / setelah melakukan aktivitas,
merasa tidak nyaman setelah beraktivitas, merasa lemah), dan objektif (tekanan
darah berubah >20% dari kondisi istirahat, gambaran EKG menunjukkan aritma
saat / setelah aktivitas, gambaran EKG menunjukkan iskemia, dan sianosis).

 Nyeri Akut
Definisi: Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat
dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan.
Penyebab: Agen pencedera fisiologis (mis. inflamasi, iskemia, neoplasma),
agen pencedera kimiawi (mis. terbakar, bahan kimia iritan), dan agen pencedera
fisik (mis. abses, amputasi, terbakar, terpotong, mengangkat berat, prosedur
operasi, trauma, latihan fisik berlebihan).
Gejala dan Tanda Mayor: Subjektif (mengeluh nyeri), dan objektif (tampak
meringis, bersikap protektif (mis. waspada, posisi menghindari nyeri), gelisah,
frekuensi nadi meningkat, dan sulit tidur.
Gejala dan Tanda Minor: Subjektif (tidak tersedia), dan objektif (tekanan darah
meningkat, pola napas berubah, nafsu makan berubah, proses berpikir terganggu,
menarik diri, berfokus pada diri sendiri, dan diaphoresis).
INTERVENSI KEPERAWATAN
Menurut (Tim Pokja SIKI DPP PPNI ,2018) intervensi keperawatan
pada pasien hipertensi dalam kehamilan yaitu:

 Manajemen Jalan Napas


Definisi: Mengidentifikasi & mengelolah kepatenan jalan napas.
Tindakan:
Observasi: Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas),
monitor bunyi napas tambahan (mis. gurgling, mengi, wheezing, ronkhi
kering), dan monitor sputum (jumlah, warna, aroma).
Terapeutik: Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-lift dan
chin-lift (jaw-thrust jika curiga trauma servikal), posisikan semi-fowler atau
fowler, berikan minum hangat, lakukan fisioterapi dadam (jika perlu),
lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik, lakukan hiperoksigenasi
sebelum penghisapan endotrakeal, keluarkan sumbatan benda padat
dengan forsep McGill, dan berikan oksigen (jika perlu).
Edukasi: Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari (jika tidak
kontraindikasi), dan ajarkan teknik batuk efektif.
Kolaborasi: Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik (jika perlu).
 Manajemen Energi
Definisi: mengidentifikasi dan mengelolah penggunaan energi untuk
mengatasi atau mencegah kelelahan dan mengoptimalkan proses
pemulihan.
Tindakan:
Observasi: Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan
kelelahan, monitor kelelahan fisik dan emosional, monitor pola dan jam
tidur, dan monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan
aktivitas.
Terapeutik: Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus,
lakukan latihan rentang gerak pasif dan/aktif, berikan aktivitas distraksi
yang menenangkan, dan fasilitasi duduk disisi tempat tidur, jika tidak
dapat berpindah atau berjalan.
Edukasi: Anjurkan tirah baring, anjurkan melakukan aktivitas secara
bertahap, njurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala kelelahan
tidak berkurang, dan jarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan.
Kolaborasi: Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan
asupan.
 Manajemen Nyeri
Definisi: Mengidentifikasi dan mengelolah pengalaman sensorik atau
emosional berkaitan dengan kerisakan jaringan atau fungsional dengan onset
mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat dan konstan.
Tindakan:
Observasi: Identifikasi (lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi kualitas,
intensitas nyeri), identifikasi skala nyeri, identifikasi faktor yang memperberat
dan memperingan nyeri, identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang
nyeri, identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri, identifikasi
pengaruh nyeri pada kualitas hidup, monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah diberikan, dan monitor efek samping penggunaan
analgetik.
Terapeutik: Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
(mis. TENS, hypnosis, akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi pijat,
aromaterapi, teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat / dingin, terapi
bermain), control lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. suhu
ruangan, pencahayaan, kebisingan), fasilitas istirahat dan tidur, dan
pertimbangan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan
nyeri.
Edukasi: Jelaskan (penyebab, periode, dan pemicu nyeri), jelaskan
strategi meredakan nyeri, anjurkan memonitor nyeri secara mandiri, anjurkan
menggunakan analgetik secara tepat, dan ajarkan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri.
Kolaborasi: Kolaborasi pemberian analgetik (jika perlu).
WOC ASMA
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai