Anda di halaman 1dari 46

Tugas Makalah Blok Cardio Respi II

(Kelompok 2)

Atrial fibrilasi (AF)


Wahyuni Dwi Permata Sari (21501101038) Kalyana Palupi
Zulfa Laili Afdhila (21501101045) (21701101019)
Dian Fitasari Malawat (21501101061) Rahmadina Putri Meiviani (21701101033)
Sonia Agustin Ervina Ahmad (21501101063) Laksmita Anggarani
Sonia Lugita Sari (21501101064) (21701101047)
Ega Aprilia (21701101001) Ahmad Akbar Syarib
Asna Mufida Prajanti (21701101011) (21701101057)
M. Rizal Fauzi
(21701101070)
KASUS
Seorang laki-laki usia 48 tahun datang ke UGD
dengan keluhan palpitasi dan dispneu sejak 4 jam
sebelumnya. Pasien tampak mengalami distress
pernafasan yang ringan. Sebelumnya pasien sedang
menyelesaikan pekerjaannya yang cukup banyak,
sehingga pasien minum kopi dalam jumlah cukup
banyak selama beberapa hari. Dari pemeriksaan fisik
didapatkan tekanan darah 140/90, heart rate 150-
160x/menit irreguler, frekuensi nafas 28x/menit.
Saturasi oksigen 99% dengan NRBM 10 lpm
Data tambahan
Identitas pasien :
Nama : Tn. V
Umur : 48 tahun
Alamat : Dinoyo – Malang
Pekerjaan : Karyawan swasta
Status : Menikah
Pendidikan : SMA

Anamnesa
Keluhan utama : jantung berdebar kencang dan sesak
Tn. V usia 58 mengeluh jantung berdebar kencang dan sesak sejak 4 jam
sebelumnya. Pasien tampak mengalami distress pernafasan yang ringan.
Sebelumnya pasien sedang menyelesaikan pekerjaannya yang cukup banyak,
sehingga pasien minum kopi dalam jumlah cukup banyak selama beberapa hari.
RPD : keluhan seperti ini belum pernah dirasakan
sebelumnya. Hipertensi dan diabetes disangkal.
Hiperkolesterol disangkal. Stroke
RPK : tidak ada keluarga yang sakit serupa
Riwayat kebiasaan : makan nasi, lauk pauk, sayur dan
buah 3x/hari, Minum kopi tapi tidak rutin, Merokok
jarang, Olah raga jarang
Pemeriksaan fisik
Status interna
TD : 140/90, Nadi 150-160x/menit irreguler, frekuensi nafas 28x/menit.
Suhu 36,8°C. Saturasi oksigen 99% dengan NRBM 10 lpm. BMI = 18

Head to Toe
kepala dan leher : an -/- ict -/- , JVP normal
Thorax : Cor : ictus visible, palpable di midclavicular line sinistra ICS V
S1S2 tunggal , murmur –
Pulmo : Ronchi -/- wheezing -/-
Abdomen : flat, soefl, bising usus + normal, asites -
Ekstremitas : edema -/- deformitas -/-
Pemeriksaan penunjang
EKG
Laboratorium
Darah lengkap
Hb/ leuko/ HCt/ trombosit : 16/ 10.000/ 45/ 242.000
Ur/Cr : 28/0,9
OT/PT : 25/22
Na/K/Cl : 135/4/101
GDA : 90
 
Troponin : 0,1 ng/l
CPK : 50 U/l
CKMB : 20 U/l
Rontgen Thorax
Latar Belakang BAB I
Atrial fibrilasi (AF) diartikan sebagai irama abnormal jantung disertai aktivitas
listrik jantung yang cepat dan tidak beraturan. Seiring bertambahnya usia kasus atrial
fibrilasi ini juga meningkat. Umumnya terjadi pada usia di atas 50 tahun. Sebuah data
dari studi observasional (MONICAmultinational MONItoring of trend and
determinant in CArdiovascular disease) terjadi peningkatan signifikan persentase
populasi usia lanjut di Indonesia yaitu 7,74% (pada tahun 2000-2005) menjadi
28,68% (estimasi WHO tahun 2045-2050).
Atrial fibrilasi menyebabkan peningkatan mortalitas, juga dapat memberikan
komplikasi dan kegawatan berupa stroke, gagal jantung serta penurunan kualitas
hidup. Atrial fibrilasi merupakan aritmia yang paling sering dijumpai dalam
kehidupan sehari-hari dan paling sering menjadi penyebab seseorang harus
menjalani perawatan di rumah sakit. Kejadian atrial fibrilasi dapat terjadi pada
jantung dengan struktur anatomi normal, namun umumnya lebih sering terjadi pada
keadaan kelainan struktur penyakit jantung.
Tujuan
• Untuk mengenal dan dapat mendiagnosis yang terjadi pada pasien dengan atrial
fibrilasi.
• Mengetahui penanganan awal pada pasien dan rencana penatalaksanaan selanjutnya
untuk pasien dengan atrial fibrilasi.
• Mengetaui pemeriksan penunjang yang dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis pada
pasien dengan atrial fibrilasi.
• Mengetahui patogenesis terjadinya tanda dan gejala pada pasien dengan atrial fibrilasi.

Manfaat
• Dapat mengenal dan dapat mendiagnosis yang terjadi pasien dengan
atrial fibrilasi.
• Dapat mengetahui penanganan awal pada pasien dan rencana
penatalaksanaan selanjutnya untuk pasien dengan atrial fibrilasi.
• Dapat mengetaui pemeriksan penunjang yang dibutuhkan untuk
menegakkan diagnosis pada pasien dengan atrial fibrilasi.
• Dapat mengetahui patogenesis terjadinya tanda dan gejala pada pasien
dengan atrial fibrilasi.
BAB II
Pengertian
Fibrilasi atrium adalah takiaritmia supraventrikular
yang khas, dengan aktivasi atrium yang tidak
terkoordinasi mengakibatkan perburukan fungsi
mekanis atrium. Pada elektrokardiogram (EKG), ciri
dari FA adalah tidak ada konsistensi gelombang P,
yang digantikan oleh gelombang getar (fibrilasi) yang
bervariasi amplitudo, bentuk dan durasinya.
Anamnesis
Keluhan pasien antara lain:
Palpitasi. Umumnya diekspresikan oleh pasien
sebagai: pukulan genderang, gemuruh guntur,
atau kecipak ikan di dalam dada.
Mudah lelah atau toleransi rendah terhadap
aktivitas fisik
Presinkop atau sinkop
Kelemahan umum, pusing
Pemeriksaan Fisik

Tanda Vital
• Pengukuran laju nadi, tekanan darah, kecepatan nafas
dan saturasi oksigen. Pada pemeriksaan fisik, denyut
nadi umumnya ireguler dan cepat, sekitar 110-
140x/menit, tetapi jarang melebihi 160-170x/menit.
Kepala dan Leher
• Dapat menunjukkan eksoftalmus, pembesaran tiroid,
peningkatan tekanan vena jugular atau sianosis. Bruit
pada arteri karotis mengindikasikan penyakit arteri
perifer dan kemungkinan adanya komorbiditas penyakit
jantung koroner.
Paru
• Dapat mengungkap tanda-tanda gagal jantung (misalnya
ronki, efusi pleura). Mengi atau pemanjangan ekspirasi
mengindikasikan adanya penyakit paru kronik yang
mungkin mendasari terjadinya AF (misalnya PPOK,
asma)
Jantung
• Palpasi dan auskultasi yang menyeluruh sangat penting
untuk mengevaluasi penyakit jantung katup atau
kardiomiopati. Adanya bunyi jantung tambahan (S3)
mengindikasikan pembesaran ventrikel dan peningkatan
tekanan ventrikel kiri. Bunyi II (P2) yang mengeras dapat
menandakan adanya hipertensi pulmonal. Pulsus defisit,
dimana terdapat selisih jumlah nadi yang teraba dengan
auskultasi laju jantung dapat ditemukan pada pasien AF.
Abdomen
• Adanya asites, hepatomegali atau kapsul hepar yang teraba
mengencang dapat mengindikasikan gagal jantung kanan
atau penyakit hati intrinsik. Nyeri kuadran kiri atas,
mungkin disebabkan infark limpa akibat embolisasi perifer.
Ekstremitas bawah
• Dapat ditemukan sianosis, jari tabuh atau edema.
Ekstremitas yang dingin dan tanpa nadi mungkin
mengindikasikan embolisasi perifer. Melemahnya nadi
perifer dapat mengindikasikan penyakit arterial perifer atau
curah jantung yang menurun.
Neurologis
• Tanda-tanda Transient Ischemic Attack (TIA) atau kejadian
serebrovaskular terkadang dapat ditemukan pada pasien AF.
Peningkatan refleks dapat ditemukan pada hipertiroidisme.
Kriteria Diagnosis
1. Anamnesis
2. EKG
Dalam pemeriksaan EKG didapatkan laju ventrikel bersifat
ireguler, tidak terdapat gelombang P yang jelas, gelombang P
digantikan oleh gelombang F yang ireguler dan acak, diikuti oleh
kompleks QRS yang ireguler, secara umum laju jantung umumnya
berkisar 110-140x/menit, tetapi jarang melebihi 160-170x/menit,
dapat ditemukan denyut dengan konduksi aberan (QRS lebar)
setelah siklus interval RR panjang-pendek (fenomena Ashman).
3. Foto torax
Pemeriksaan foto toraks biasanya normal, tetapi terkadang dapat
ditemukan bukti gagal jantung atau tanda-tanda patologi
parenkim atau vaskular paru (misalnya emboli paru, pneumonia).
• Diagnosis Pemeriksaan Penunjang
Banding 1. Pemeriksaan laboratorium, antara lain:
1. Multifocal atrial tachycardia (MAT) • Darah lengkap,Elektrolit, ureum, kreatinin
2. Frequent premature atrial contractions (PAC) serum, Enzim jantung, Peptida natriuretik
3. Atrial Flutter (BNP, N-terminal pro-BNP dan ANP), D-
4. Fibrilasi atrium dimer
2. Trans-Thoracic Echocardiogram 
mengevaluasi penyakit jantung katup, ukuran
atrium, ventrikel dan dimensi dinding,
3. Ekokardiografi transesofageal  trombus
atrium kiri (terutama di AAK), memandu
kardioversi dan memandu tindakan
penutupan AAK pada LAA Occluder.
Working 4. Holter  mendiagnosis FA paroksismal
Diagnosis 5. Studi Elektrofisiologi
Fibrilasi atrium

6. Foto toraks
7. Uji latih atau uji berjalan enam-menit 
untuk melihat strategi kendali laju sudah
adekuat atau belum (target nadi<110x/menit
setelah berjalan enam -menit).
Terapi
•Kondisi Akut
- Untuk laju denyut ventrikel dalam •Kondisi stabil jangka
keadaan stabil digunakan obat panjang untuk kendali
1. Diltiazem 0,25 mg/kgBB bolus iv
dalam 10 menit, dilanjutkan 0,35
laju
mg/kgBB iv -Metoprolol 2x50-100 mg
2. Metoprolol 2,5-5 mg iv bolus dalam 2 po
menit sampai 3 kali dosis. -Bisoprolol 1x5-10 mg po
3. Amiodaron 5 mg/kgBB dalam satu -Atenolol 1x25-100 mg po
jam pertama, dilanjutkan 1 mg/ menit
dalam 6 jam, kemudian 0,5 mg/ menit
-Propanolol 3x10-40 mg po
dalam 18 jam via vena besar -Carvedilol 2x3,125-25 mg
4. Verapamil 0,075- 0,15 mg/kgBB dalam po
2 menit -CCB: Verapamil 2x40
5. Digoksin 0,25 mg iv setiap 2 jam sampai 1x240 mg po (lepas
sampai 1,5 mg
lambat)
-Digoksin 1x0,125-0,5 mg po
-Amiodaron 1x100-200 mg
po
Pemberian Terapi
Pencegahan Stroke Pencegahan stroke dengan
pemberian antikoagulan:
Terapi Definitif
Radio Frekuensi Ablasi dan modifikasi
Ablasi 3 Dimensi Nodus AV (NAV) + PPM
Prosedur yang ireversibel sehingga
hanya dilakukan pada pasien
dimana kombinasi terapi gagal
mengontrol denyut atau strategi
kendali irama dengan obat atau
ablasi atrium kiri tidak berhasil
dilakukan.

Pemasangan Sumbatan
Aurikular Atrium Kiri
(LAA Occluder)
Edukasi
Mengenali tanda dan gejala secara mandiri. Ajarkan cara menghitung nadi, nadi yang
irreguler, mengukur tekanan darah, mengeluh berdebar, rasa melayang seperti akan
pingsan.
Tindakan yang harus dilakukan. Tahapan awal yang harus dilakukan ketika timbul
tanda dan gejala, seperti istirahat, minum obat yang dianjurkan, ketika keluhan tidak
hilang harus segera ke pelayanan kesehatan terdekat.
Tindakan lanjut / terapi definitif. Untuk menghilangkan penyakit ( tentang terapi :
radiofrekuensi ablasi) penutupan Aurikula LA.

Prognosis
•Ad vitam : bonam
•Ad sanationam : bonam
•Ad fungsional : bonam
Mekanisme terjadAinya atrial fibrilasi BAB III
Patofisiologi terjadinya atrial fibrilasi
Pemeriksaan Fisik
Tanda Vital
Pada pemeriksaan fisis, denyut nadi umumnya ireguler
dan cepat, sekitar 110-140x/menit, tetapi jarang melebihi
160-170x/menit. Pasien dengan hipotermia atau dengan
toksisitas obat jantung (digitalis) dapat mengalami
bradikadia.
Kepala dan Leher
Pemeriksaan kepala dan leher dapat menunjukkan
eksoftalmus, pembesaran tiroid, peningkatan tekanan
vena jugular atau sianosis. Bruit pada arteri karotis
mengindikasikan penyakit arteri perifer dan
kemungkinan adanya komorbiditas penyakit jantung
koroner.
Paru
Pemeriksaan paru dapat mengungkap tanda-tanda gagal
jantung (misalnya ronki, efusi pleura). Mengi atau
pemanjangan ekspirasi mengindikasikan adanya
penyakit paru kronik yang mungkin mendasari
terjadinya AF (misalnya PPOK, asma).
Jantung
Pemeriksaan jantung sangat penting dalam pemeriksaan
fisik pada pasien AF. Palpasi dan auskultasi yang
menyeluruh sangat penting untuk mengevaluasi penyakit
jantung katup atau kardiomiopati. Pergeseran dari punctum
maximum atau adanya bunyi jantung tambahan (S3)
mengindikasikan pembesaran ventrikel dan peningkatan
tekanan ventrikel kiri. Bunyi II yang mengeras dapat
menandakan adanya hipertensi pulmonal. Pulsus defisit,
dimana terdapat selisih jumlah nadi yang teraba dengan
auskultasi laju jantung dapat ditemukan pada pasien AF.
Abdomen
Adanya asites, hepatomegali atau kapsul hepar yang
teraba mengencang dapat mengindikasikan gagal
jantung kanan atau penyakit hati intrinsik. Nyeri
kuadran kiri atas, mungkin disebabkan inAFrk limpa
akibat embolisasi perifer.

Ekstremitas bawah
Pada pemeriksaan ekstremitas bawah dapat ditemukan
sianosis, jari tabuh atau edema. Ekstremitas yang dingin
dan tanpa nadi mungkin mengindikasikan embolisasi
perifer. Melemahnya nadi perifer dapat
mengindikasikan penyakit arterial perifer atau curah
jantung yang menurun.
Neurologis
Tanda-tanda Transient Ischemic Attack (TIA) atau
kejadian serebrovaskular terkadang dapat ditemukan
pada pasien AF. Peningkatan refleks dapat ditemukan
pada hipertiroidisme.
Elektrokardiogram (EKG)
Temuan EKG biasanya dapat mengkonfirmasi diagnosis AF dan biasanya
mencakup laju ventrikel bersifat ireguler dan tidak terdapat gelombang P yang
jelas, diikuti oleh kompleks QRS yang ireguler pula. Manifestasi EKG lainnya
yang dapat menyertai AF antara lain:
Laju jantung umumnya berkisar 110-140x/menit, tetapi jarang melebihi 160-
170x/menit.
EKG permukaan menunjukkan pola interval PR yang irregular
Interval antara 2 gelombang aktivasi atrium biasanya bervariasi, umumnya
kecepatan melebihi 450x/menit
Dapat ditemukan denyut dengan konduksi aberan (QRS lebar) setelah siklus
interval R-R panjang-pendek (fenomena Ashman)
Preeksitasi
Hipertrofi ventrikel kiri
Blok berkas cabang
Tanda infark akut/lama

Elektrokardiogram juga diperlukan untuk memonitor interval QT dan QRS


dari pasien yang mendapatkan terapi antiaritmia untuk AF.
Foto toraks
Pemeriksaan foto toraks biasanya normal, tetapi
kadang-kadang dapat ditemukan bukti gagal jantung
atau tanda-tanda patologi parenkim atau vaskular paru
(misalnya emboli paru, pneumonia).
Uji latih atau uji berjalan enam-menit
Uji latih atau uji berjalan enam-menit dapat membantu
menilai apakah strategi kendali laju sudah adekuat atau
belum (target nadi <110x/menit setelah berjalan 6-
menit). Uji latih dapat menyingkirkan iskemia sebelum
memberikan obat antiaritmia kelas 1C dan dapat
digunakan juga untuk mereproduksi AF yang dicetuskan
oleh aktivitas fisik.
Ekokardiografi
Ekokardiografi transtorakal memiliki sensitivitas yang rendah
dalam mendeteksi trombus di atrium kiri, dan ekokardiografi
transesofageal adalah modalitas terpilih untuk tujuan ini.
Ekokardiografi transtorakal (ETT) terutama bermanfaat untuk :
Evaluasi penyakit jantung katup
Evaluasi ukuran atrium, ventrikel dan dimensi dinding
Estimasi fungsi ventrikel dan evaluasi trombus ventrikel
Estimasi tekanan sistolik paru (hipertensi pulmonal)
Evaluasi penyakit perikardial

Ekokardiografi transesofageal (ETE) terutama bermanfaat untuk :


Trombus atrium kiri (terutama di AAK)
Memandu kardioversi (bila terlihat trombus, kardioversi harus
ditunda)
Computed tomography (CT) scan dan magnetic
resonance imaging (MRI)
Pada pasien dengan hasil D-dimer positif, CT angiografi
mungkin diperlukan untuk menyingkirkan emboli paru.
Teknologi 3 dimensi seperti CT scan atau MRI seringkali
berguna untuk mengevaluasi anatomi atrium bila
direncanakan ablasi AF.
Monitor Holter atau event recording
Monitor Holter dan event recording dapat berguna
untuk menegakkan diagnosis AF paroksismal, dimana
pada saat presentasi, AF tidak terekam pada EKG. Selain
itu, alat ini juga dapat digunakan untuk mengevaluasi
dosis obat dalam kendali laju atau kendali irama.

Studi Elektrofisiologi
Studi elektrofisiologi dapat membantu mengidentifikasi
mekanisme takikardia QRS lebar, aritmia predisposisi,
atau penentuan ablasi kuratif.
1. Tatalaksana Awal

a. Terapi Antitrombotik
antikoagulan dan antiplatelet.
 Antagonis vitamin K (AVK)
Antagonis vitamin K (warfarin atau coumadin)/
antikoagulan untuk pencegahan stroke pada AF
 Antikoagulan Baru (AKB)
Saat ini terdapat 3 jenis AKB yang bukan merupakan
AVK di pasaran Indonesia, yaitu dabigatran etexilate,
rivaroxaban, dan apixaban
b. Penutupan aurikel atrium kiri (AAK)
Aurikel atrium kiri merupakan tempat utama
terbentuknya trombus yang bila lepas dapat
menyebabkan stroke iskemik pada AF.
Teknik ini dapat merupakan alternatif terhadap
antikoagulan oral bagi pasien AF dengan risiko tinggi
stroke tetapi kontraindikasi pemberian antikoagulan
oral jangka lama. Saat ini dua jenis alat penutup AAK
yaitu WATCHMAN dan Amplatzer Cardiac Plug
Terapi antitrombotik di berbagai tingkat layanan kesehatan.
2. Tata Laksana pada Fase Akut

Pemberian penyekat beta atau antagonis kanal kalsium non-


dihidropiridin oral dapat digunakan pada pasien dengan
hemodinamik stabil. Pemberian antagonis kanal kalsium
(diltiazem 30 mg atau verapamil 80 mg), penyekat beta
(propanolol 20-40 mg, bisoprolol 5 mg, atau metoprolol 50 mg)
Obat intravena mempunyai respon yang lebih cepat untuk
mengontrol respon irama ventrikel.
Digoksin atau amiodaron direkomendasikan untuk mengontrol
laju ventrikel pada pasien dengan AF dan gagal jantung atau
adanya hipotensi.
Namun pada AF dengan preeksitasi obat terpilih adalah
antiaritmia kelas I (propafenon, disopiramid, mexiletine) atau
amiodaron.
a. Terapi intravena untuk kendali laju
fase akut
b. Kendali Irama Fase Akut
 Pasien yang masih simtomatik dengan gangguan
hemodinamik meskipun strategi kendali laju telah
optimal, dapat dilakukan kardioversi farmakologis dengan
obat antiaritmia intravena (amiodaron) atau kardioversi
elektrik.

c. Terapi pil dalam saku (pildaku)


propafenon oral (450-600 mg) mengonversi irama AF
menjadi irama sinus.
Digunakan pada pasien dengan simtom yang berat dan
AF jarang (sekali dalam sebulan). propafenon dapat
dibawa dalam saku untuk dipergunakan sewaktu-waktu
pasien memerlukan (pil dalam saku – pildaku).
3. Tata laksana jangka panjang
pilihan terapi antiaritmia sesuai dengan kondisi
patologis
a. Ablasi dan modifikasi nodus atrioventikular (NAV)
 Ablasi NAV adalah prosedur yang ireversibel sehingga
hanya dilakukan pada pasien dimana kombinasi terapi
gagal mengontrol denyut atau strategi kendali irama
dengan obat atau ablasi atrium kiri tidak berhasil
dilakukan.
4. Terapi tambahan (upstream therapy)
Beberapa terapi yang termasuk dalam golongan ini adalah
penghambat enzim konversi angiotensin (EKA), penyekat
reseptor angiotensin, antagonis aldosteron, statin, dan
omega 3
Kesimpulan : BAB IV
Fibrilasi atrium merupakan takiaritmia supraventrikular yang
khas, dengan aktivasi atrium yang tidak terkoordinasi
mengakibatkan perburukan fungsi mekanis atrium. Pada
pemeriksaan elektrokardiogram (EKG), FA memiliki ciri
dimana tidak ada konsistensi gelombang P, yang digantikan
oleh gelombang getar (fibrilasi) yang bervariasi amplitudo,
bentuk dan durasinya.
Saran :
Atrial Fibrilasi disebabkan oleh banyak faktor, sehingga
sulit untuk mencegahnya. Namun secara umum untuk
mencegah Atrial Fibrilasi dapat dilakukan dengan
menerapkan pola hidup sehat seperti rutin berolahraga,
mempertahankan berat badan ideal, mengkonsumsi
makanan tinggi serat seperti buah dan sayur, berhenti
merokok, mengelola stress dengan baik.
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai