Anda di halaman 1dari 41

HUKUM

PERUNDANG-UNDANGAN

KARTONO

PROGRAM MAGISTER HUKUM UNSOED


BACAAN UTAMA...
 Anis Ibrahim, Legislasi dan Demokrasi, Trans Publishing,
Malang, 2008.
 Hamid S Attamimi, Peranan Keputusan Presiden, Pascasarjana
UI, Jakarta, 1991.
 Jimly Asshidiqie, Perihal Undang-undang, Konstitusi Press,
Jakarta, 2006
 Maria Farida Indrati, Ilmu Perundang-undangan (Proses dan
Teknik Penyusunan), Kanisius, Yogyakarta, 2007.
 Yuliandri, Asas-asas Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan yang Baik, Rajawali Press, Jakarta, 2009.
 UU No. 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan.
 UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.
A. PENGERTIAN
Kepustakaan:
Peraturan Perundang-undangan (legislation, wetgeving,
gesetgebung):
• Maria Farida Indrati
Segala peraturan negara yang merupakan hasil
pembentukan peraturan baik di tingkat pusat maupun di
tingkat daerah.
• T.J Buys
Peraturan yang mengikat umum (algemene bindende
voorschriften).
• Logeman
Peraturan yang mengikat umum dan berdaya laku keluar
(algemene bindende voorschriften bindende en naar
buiten werkende voorschriften)”.
Semua batasan Merujuk pada undang-undang dalam
arti materiil (Wet in materiale zijn)
Pengertian....
Hukum Positif

Pasal 1 (2) UU 12/2011 Pasal 1 (7) UU 30/2014


(Peraturan Per-UU-ngan) (Keputusan)
• Peraturan tertulis; • Ketetapan tertulis;
• memuat norma hukum yang • Dikeluarkan Badan dan/atau
mengikat secara umum; Pejabat Pemerintahan;
• dibentuk atau ditetapkan
lembaga negara atau pejabat • Dalam penyelenggaraan
yang berwenang; pemerintahan.
• melalui prosedur yang
ditetapkan dalam peraturan
per-UU-ngan.

o Karakterik: umum o Karakterik: umum


/indidvidual;
o Prosedural (Pasal 52)
Teknis Fungsi
Pengertian....

Pasal 7 (1) UU 12/2011 Pasal 1 (7) UU 30/2014


(Peraturan Per-UU-ngan) (Keputusan)
• UUD Negara RI Tahun 1945 • PP
• Ketetapan MPR • Perpres
• UU/Perpu • Permen
• PP • Perda Provinsi/Kabupaten
• Perpres • Peraturan Gubernur
• Perda Provinsi
• Peraturan Bupati
• Perda Kabupaten
o Peraturan Per-UU-ngan lain o Keputusan lain yang bersifat
yang ditetapkan MPR, DPR, individual.
DPD, DPRD,
Bupati/Walikota.
Pengertian....

Batasan di atas berkonsekuensi pada pembedaan


hukum dengan Peraturan Per-UU-ngan

Hukum (Recht) Peraturan Per-UU-ngan


(Wet in materiale zijn)

• Hukum Tertulis • Hukum Tertulis


• Hukum Tidak tertulis:
 Kebiasaan;
 Konvensi ;
 Adat;
 AUPB.
B. FUNGSI DAN TUJUAN PERATURAN PERUNDANG-
UNDANGAN DALAM NEGARA HUKUM
Prinsip Negara Hukum (Pasal 1 ayat 3 UUD RI Tahun 1945

 Di Indonesia gagasan negara hukum (rechtsstaat) masuk


melalui politik hukum kolonial dalam Regerings Reglement
(RR) 1854.
 Gagasan ini digariskan RR melalui tiga pasal, yakni:
 Pasal 79 yang menyiratkan asas pembagian kekuasaan;

 Pasal 88 yang memerintahan dilaksanakannya asas legalitas

dalam pemidanaan (pemositifan hukum);


 Pasal 89 yang melarang pemidanaan yang menyebabkan

seseorang kehilangan hak perdatanya (perlindungan HAM);


 Gagasan demikian diakomodasi oleh UUD 1945.
 Ide dasar negara hukum Pancasila tidak lepas dari ide dasar
tentang rechtsstaat.
Prinsip Negara Hukum...

Julius Stahl:
o tindakan pemerintah harus berdasarkan hukum
(wetmatig bestuur);
o pengakuan dan perlindungan hak asasi manusia;
o pembagian kekuasaan negara untuk menjamin hak
asasi warganegara;
o peradilan administrasi yang bertugas menangani
kasus akibat perbuatan melanggar hukum yang
dilakukan pemerintah (onrechtmatige overheidsdaad).
Prinsip Negara Hukum...

H.D van Wijk dan Willem Konijnbelt:


 Pemerintahan menurut hukum (wetmatig bestuur) dengan
bagian-bagiannya tentang kewenangan yang dinyatakan
dengan tegas tentang perlakuan yang sama dan kepastian
hukum.
 Perlindungan hak-hak asasi.
 Pembagian kekuasaan dengan bagian-bagiannya tentang
struktur kewenangan atau desentralisasi dan tentang
pengawasan dan kontrol.
 Pengawasan oleh kekuasaan peradilan.
Prinsip Negara Hukum...

Van Burken:
 Asas legalitas, setiap tindak pemerintahan harus didasarkan
peraturan perundang-undangan (wettelijke grondslag).
Dengan landasan ini undang-undang dalam arti formal dan
UUD merupakan tumpuan dasar tindak pemerintahan,
sehingga ‘pembentukan undang-undang’ merupakan bagian
penting dari negara hukum.
 Pembagian kekuasaan, syarat ini mengandung makna bahwa
kekuasaan negara tidak boleh hanya bertumpu pada satu
tangan;
 Hak-hak dasar (grondrechten), hak-hak dasar merupakan
sasaran perlindungan hukum bagi rakyat dan sekaligus
membatasi kekuasaan pembentukan undang-undang;
 Pengawasan pengadilan, bagi rakyat tersedia saluran melalui
pengadilan yang bebas untuk menguji keabsahan
(rechtmatigheids toetsing) tindak pemerintahan.
C. FUNGSI DAN TUJUAN PERATURAN PER-UU-NGAN
FUNGSI :
1. Penormaan Kekuasaan (Fungsi Normatif)

2. Alat untuk menggunakan kekuasaan (Fungsi Instrumental)

3. Sarana Perlindungan Hukum Bagi Rakyat (Fungsi


Perlindungan)

TUJUAN:
1. Tujuan primer :

Mengedepankan nilai dan norma yang tidak ada dalam


masyarakat
2. Tujuan sekunder :

memberi arah kepada perbuatan dalam masyarakat


D. PERATURAN PER-UU-NGAN SEMU
o Selain peraturan per-UU-an limpahan (subordinate
legislation), dalam praktek penyelenggaraan
pemerintahan ada peraturan lain berupa aturan
kebijakan (policy rules, beleidsregel).
o Di semua negara, fenomena aturan kebijakan
dianggap sesuatu yang tidak terhindarkan karena
memang dibutuhkan dalam praktek. Seperti
subordinate legislation yang dibutuhkan untuk
melaksanakan UU.
o Oleh karena itu, aturan kebijakan biasa disebut
dengan quasi legislation (peraturan per-UU-ngan
semu.
1. Karakteristik Peraturan Pe-UU-ngan semu
o Aturan kebijaksanaan bukan peraturan yang mengikat
umum.
o Aturan kebijaksanaan adalah pemberitahuan tertulis
tentang cara pemerintah menggunakan wewenangnya.
o Dalam praktek per-UU-ngan semu dapat dilakukan bila
wewenang pemerintahan tidak terikat secara mutlak.
o Dalam praktek peraturan per-UU-ngan semu muncul
dengan berbagai macam nama, seperti: pedoman, nota,
edaran, juklak atau juknis.
o Peraturan per-UU-ngan semu bukan wewenang umum
yang ditarik dari UU, karena itu bukan peraturan per-
UU-ngan.
2. Kaitan kaidah hukum (legal norm) dengan aturan
kebijakan (beleidsregel)
H.M Laica Marzuki:
X = norm (termasuk subordinate rules)
y = beleidsregel
X + y = Xy
o Faktor y mendinamisir X dalam menjabarkan pencapaian
tujuan (doelmatigheid).
o Jika X – y maka y sudah mereduksi X sehingga merupakan
onrechtmatige. y bukan bukan lagi penerapan doelmatig.
o Sengketa beleidsregel adalah sengketa doelmatigheid maka
sengketa ini tidak dapat dibawa ke hakim.
o Hakim administrasi tidak berwenang mengadili doelmatigheid
geschil.
3. Jenis Peraturan Per-UU-ngan Semu
Michael Allen dan Brian Thompson
a. Procedural rule;
b. Interpretative guides;
c. Instruction to official;
d. Prescriptive/evidential rules;
e. Commendatory rules;
f. Voluntary codes;
g. Rules of practices, rules of management, rules of
oprations;
h. Consultative devices, administrative pronouncements.
4. MOTIF PEMBENTUKAN PER-UU-NGAN SEMU
Ten Berge dan Spelt:
• Motif Keahlian:
Karena penggunaan wewenang sering menuntuk keilmuan teknis
sering dirasakan kebutuhan pegangan dalam bentuk pedoman. Misal
dalam pembakaran bahan B-3
• Motif Standarisasi:
Kebutuhan standarisasi terdapat pada perusahaan swasta dan
penguasa. Hal ini menyangkut penyusunan tindakan atau keputusan
yang standar. Standarisasi juga dapat membantu perpendek dalam
suatu keputusan, sehingga kepastian hukum lebih terjamin.
• Motif Kebijaksanaan (nasional):
Untuk mengembangkan tujuan tertentu di tingkat nasional, penguasa
diberikan pedoman penguasa terdesentralisasi sehingga prinsip
persamaan dapat dijamin.
D. PENETAPAN NORMA DALAM PER-UU-NGAN

1. Penetapan Norma Berhubungan (gelede normstelling)


• Penetapan norma yang berhubungan adalah sifat khas Peraturan
Per-UU-ngan karena penetapan norma dilakukan dalam dua taraf
atau lebih.
• Berbeda dengan hukum pidana dan perdata, dimana dari UU
formel hampir selalu dapat dibaca norma yang berlaku.
• Dalam Peraturan Per-UU-ngan, aturan yang diterapkan seringkali
tidak dapat langsung diterapkan dari UU.
• Norma yang relevan harus disuling dari peraturan Per-UU-ngan
yang berkaitan satu sama lain.
• Peraturan Per-UU-ngan, dalam penormaan umum adalah bagian
dari penetapan norma yang lebih tinggi.
2. Relevansi Penetapan Norma Berhubungan
o Umumnya dalam negara hukum demokratis berlaku asas bahwa
UU yang ditetapkan penguasa harus seumum mungkin.
o Dasarnya adalah kepastian dan kesamaan hukum sebagai titik
pusat kebijakan (asas pengutamaan UU).
o Sebabnya:
• Keseluruhan penetapan norma begitu luas, sehingga tidak
mungkin semua diatur dalam UU formil.
• Norma yang ditetapkan pemerintah harus disesuaikan dengan
keadaan dan perkembangan yang berubah sangat cepat.
• Pemberian aturan sering memerlukan penilaian teknis atau detil
yang tidak mungkin dapat dijangkau pembentuk UU formel.
• Seringkali diinginkan agar norma yang diberikan ditetapkan
setelah ada perundingan dengan pihak terkait, sehingga acara
keputusan lebih tepat daripada acara perundangan.
E. NASKAH AKADEMIK PERATURAN PER-UU-NGAN
o Naskah Akademik adalah naskah hasil penelitian/pengkajian
hukum dan hasil penelitian lain terhadap suatu masalah tertentu
yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah mengenai
pengaturan masalah tersebut dalam suatu RUU, Raperda
Provinsi/Kabupaten/Kota, sebagai solusi terhadap permasalahan
dan kebutuhan hukum masyarakat.
o Penyusunan naskah akademik merupakan tahap awal dari
perencanaan rancangan peraturan, yang terdiria atas:
• Penyusunan naskah akademik;
• Penyusunan prolegnas/prolegda jangka menengah;
• Penyusunan prolegnas/prolegda tahunan;
• Perencanaan penyusunan rancangan peraturan kumulatif
terbuka;
• Perencanaan penyusunan rancangan peraturan di luar
prolegnas/perolegda.
o Sistematika
JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I. PENDAHULUAN
BAB II. KAJIAN TEORETIS DAN PRAKTIK EMPIRIS
BAB III. EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PER-UU-GAN
TERKAIT
BAB IV. LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, DAN YURIDIS
BAB V. JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG
LINGKUP MATERI MUATAN.
BAB VI . PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN: RANCANGAN PERATURAN PERUNDANG-
UNDANGAN
BAB I. PENDAHULUAN
o Latar belakang;
o Identifikasi masalah;
o Tujuan dan kegunaan;
o Metode penelitian.
BAB II. KAJIAN TEORETIS DAN PRAKTIK EMPIRIS
o Kajian teoretis.
o Kajian terhadap asas/prinsip terkait penyusunan norma.
o Kajian terhadap praktik, kondisi yang ada, serta permasalahan
yang dihadapi masyarakat.
o Kajian terhadap implikasi penerapan sistem baru yang akan
diatur dalam Undang-Undang atau Peraturan Daerah terhadap
aspek kehidupan masyarakat dan dampaknya terhadap aspek
beban keuangan negara.
BAB III. EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PER-UU-GAN
TERKAIT.
o Kajian dilakukan terhadap Peraturan terkait dan kondisi hukum
yang ada.
o Keterkaitan UU dan Perda baru dengan Peraturan Per-UU-gan lain;
o Harmonisasi secara vertikal dan horizontal; serta
o Status dari Peraturan Per-UU-ngan yang ada.
BAB IV. LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, DAN YURIDIS
o Landasan filosofis menggambarkan pertimbangan pandangan
hidup, kesadaran, dan cita hukum, serta falsafah bangsa Pancasila
dan Pembukaan UUD NRI Tahun 1945.
o Landasan sosiologis menggambarkan perkembangan masalah dan
kebutuhan masyarakat dan negara.
o Landasan yuridis menggambarkan kebutuhan untuk mengatasi
permasalahan hukum atau mengisi kekosongan hukum dengan
mempertimbangkan aturan yang ada, akan diubah, atau akan
dicabut guna menjamin kepastian hukum.
BAB V. JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG
LINGKUP MATERI MUATAN
o NA akhirnya berfungsi mengarahkan jangkauan dan ruang lingkup
materi muatan rancangan peraturan yang akan dibentuk.
o Ruang lingkup materi mencakup:
• Ketentuan umum yang memuat rumusan tentang istilah/frasa;
• materi yang akan diatur;
• ketentuan sanksi; dan
• ketentuan peralihan.
BAB VI. PENUTUP
o Simpulan: rangkuman pokok pikiran berkaitan praktik
penyelenggaraan, elaborasi teori, dan asas yang telah diuraikan.
o Saran: pemilahan substansi NA dalam peraturan per-UU-ngan.
o Rekomendasi skala prioritas penyusunan rancangan peraturan dalam
Prolegnas/prolegda.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
F. BAHASA PERATURAN PER-UU-NGAN
1. Dasar Hukum
o Pada pokoknya, bahasa per-UU-ngan tunduk pada kaidah Bahasa
Indonesia yang baik dan benar, baik pembentukan kata, kalimat,
penulisan ejaan maupun tanda baca. Namun, bahasa peraturan
mempunyai corak sendiri dengan ciri:
• kejelasan pengertian;
• jernih dan lugas dalam perumusan;
• baku, serasi dan taat asas sesuai kebutuhan hukum;
• singkat, tegas, jelas dan mudah dimengerti.
(Bab III UU No. 12 Tahun 2011 angka 242)
o Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam peraturan Per-UU-ngan
(Pasal 26 UU No. 24 Tahun 2009)
o Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam dokumen resmi negara
(Pasal 27 UU No. 24 Tahun 2009)
2. Bahasa Legislasi
o Bahasa peraturan dapat memperluas pengertian kata yang diketahui
umum, misalnya dengan kata: ‘meliputi’ atau ‘termasuk’.
o Untuk mempersempit pengertian dapat digunakan kata: ‘tidak
meliputi’ atau ‘tidak termasuk’.
o Hindarkan penggunaan kata yang berbeda untuk satu arti, sebaliknya
dihindari pula penggunaan kata yang berbeda untuk pengertian yang
sama.
o Istilah atau kata yang disebut berulang dianjurkan masuk dalam
ketentuan umum atau pengertian kata atau istilah;
o Frasa yang panjang dapat disingkat dengan tambahan: ‘selanjutnya
disebut...’;
o Dihindarkan penggunaan bahasa asing, jika terpaksa dituliskan dulu
bahasa indonesianya, baru bahasa asingnya dalam tanda kurung dan
ditulis miring (italic).
o Istilah atau frasa dalam bahasa asing yang sudah diserap dapat
digunakan untuk mengganti frasa yang terlalu panjang dalam bahasa
Indonesia. Misal devaluasi (penurunan nilai mata uang)
3. Kesalahan Umum dalam Bahasa Legislasi

a. Pemakaian Huruf Kapital


• Pihak yang berkepentingan dapat mengajukan gugatan
pembatalan kepada Pengadilan Niaga.
• Pelaksanaan operasi dan pemeliharaan sumber daya
air dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah,
atau pengelola sumber daya air sesuai dengan
kewenangannya.
• Investasi langsung sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b meliputi:
a. Penyertaan Modal; dan/atau
b. Pemberian Pinjaman.
b. Kesalahan Penulisan Kata
• Perjanjian kerjasama adalah kesepakatan tertulis dalam
rangka penyediaan infrastruktur dan bidang lainnya
antara instansi pemberi kontrak dengan badan usaha.
• Organisasi perangkat daerah dibentuk berdasarkan
pertimbangan:
a. kewenangan pemerintah yang dimiliki oleh daerah;
b. karakteristik, potensi, dan kebutuhan daerah;
c. kemampuan keuangan daerah;
d. ketersediaan sumberdaya aparatur;
e. pengembangan pola kerja sama antar daerah
dan/atau dengan pihak ketiga.
Salah Betul
Kerjasama Kerja sama
Sumberdaya Sumber daya
Beritahukan Beri tahukan
Memberitahukan
Memberi tahu
Tanggung jawab Tanggung jawab
Bertanggung jawab
Tanggung jawabnya
Mempertanggungjawabkan
Dipertanggungjawabkan
c. Kesalahan Pemakaian Tanda Baca
• Selain jasa asurans sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), Akuntan Publik dapat memberikan jasa lainnya
yang berkaitan dengan akuntansi, keuangan dan
manajemen sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
• Namun bahasa peraturan perundang-undangan
mempunyai corak tersendiri yang bercirikan kejernihan
atau kejelasan pengertian, kelugasan, kebakuan,
keserasian, dan ketaatan asas sesuai dengan kebutuhan
hukum baik dalam perumusan maupun cara penulisan.
Salah Betul

Kami tidak dapat merubah Kami tidak dapat


keputusan mengubah keputusan
yang diambil atasan yang diambil atasan
kami. kami

Semuanya sudah kami rubah Apa perubahan


sesuai dengan permintaan tersebut sudah
Bapak. disepakati bersama?
d. Pemakaian dan, atau, dan/atau
o Olahragawan meliputi olahragawan amatir dan
olahragawan profesional.
o Kebijakan strategis pembinaan dan pengembangan
profesi dan karier dosen pada satuan pendidikan
tinggi yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau
masyarakat ditetapkan dengan ...
o Untuk memajukan olahraga prestasi, Pemerintah,
pemerintah daerah, dan/atau masyarakat dapat
mengembangkan ….
e. Penggunaan kata berhak dan berwenang
o Masyarakat yang dirugikan akibat berbagai masaah
pengelolaan sumber daya air berhak mengajukan
gugatan perwakilan ke pengadilan.
o Pejabat penyidik pegawai negeri sipil sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berwenang untuk melakukan
pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan
tentang adanya tindak pidana sumber daya air.
G. KERANGKA PERATURAN PER-UU-NGAN
Setiap peraturan per-UU-ngan baik yang sudah disahkan maupun
bentuk rancangan, memiliki bagian yang tersusun atas suatu sistem
kerangka tertentu:
o JUDUL
 Berisi informasi keterangan: jenis, nomor, tahun
pengundangan atau penetapan, dan nama peraturan.
 Nama judul peraturan dibuat ringkas, singkat, jelas dan padat
dan mencerminkan isi dari peraturan.
 Ditulis kapital, posisi tengah tanpa akhiran tanda baca.
o PEMBUKAAN
 Frase ‘Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa’.
 Jabatan Pembentuk Peraturan.
 Konsiderans.
 Dasar Hukum.
 Diktum.
o BATANG TUBUH
 Ketentuan umum.
 Materi pokok yang diatur.
 Ketentuan pidana (jika perlu).
 Ketentuan peralihan (jika perlu)
 Ketentuan penutup
o PENUTUP
 Penjelasan (jika ada)
 Lampiran (jika ada)
 JUDUL
 Judul peraturan memuat jenis, nomor,  tahun
pengundangan/ penetapan, dan nama peraturan.
 Nama peraturan dibuat singkat dan mencerminkan isi.
 Judul ditulis dengan huruf kapital, diletakkan di tengah
marjin tanpa diakhiri tanda baca.
 Pada judul peraturan perubahan ditambahkan frase
‘perubahan atas’ di depan nama peraturan yang diubah.
 Pada judul peraturan pencabutan disisipkan kata
pencabutan di depan nama peraturan yang dicabut.
 PEMBUKAAN
 Pada pembukaan tiap peraturan sebelum nama jabatan pembentuk
peraturan dicantumkan frase “DENGAN RAHMAT  TUHAN
YANG MAHA ESA”  yang ditulis kapital, di tengah marjin.
 Jabatan pembentuk peraturan ditulis huruf kapital diletakkan di
tengah marjin, diakhiri dengan tanda baca koma.
 Konsiderans diawali  dengan kata Menimbang.
 Konsiderans memuat uraian singkat pokok pikiran yang  menjadi
latar belakang dan alasan pembuatan peraturan.
 Pokok pikiran pada konsiderans UU atau Perda memuat unsur
filosofis, yuridis, dan sosiologis.
 Pokok pikiran yang hanya menyatakan peraturan dianggap perlu
dibuat kurang tepat, karena tidak mencerminkan latar belakang dan
alasan dibuatnya peraturan.
 Jika konsiderans memuat lebih dari satu pokok pikiran, tiap pokok
pikiran dirumuskan dalam rangkaian kalimat yang merupakan
kesatuan pengertian.
PEMBUKAAN...
 tiap pokok pikiran diawali dengan huruf abjad, dan dirumuskan
dalam satu kalimat yang diawali dengan kata ‘bahwa’ dan diakhiri
tanda baca titik koma.
 Dasar hukum yang diambil dari pasal dalam UUD NRI Tahun 1945
ditulis dengan menyebut pasal atau beberapa pasal berkaitan.
 Frase UUD NRI Tahun 1945 ditulis sesudah penyebutan pasal
terakhir dan kedua huruf “U’ ditulis dengan huruf kapital.
 Diktum terdiri atas kata ‘Memutuskan’, kata ‘Menetapkan’ dan nama
peraturan.
 Kata ‘Memutuskan’ ditulis huruf kapital tanpa spasi dan diakhiri
tanda baca titik dua, di tengah marjin.
 Pada Perda, sebelum kata ‘Memutuskan’ dicantum frase ‘Dengan
Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT 
DAERAH ... dan GUBERNUR/BUPATI/WALIKOTA’ ...  yang ditulis
huruf kapital dan diletakkan di tengah marjin.
 BATANG TUBUH
 Ketentuan umum diletakkan dalam bab kesatu.
 Jika dalam peraturan tidak dilakukan pengelompokan bab,
ketentuan umum diletakkan dalam pasal-pasal awal.
 Ketentuan umum dapat memuat lebih dari satu pasal.
 Frase pembuka ketentuan umum berbunyi ‘Dalam... (jenis
peraturan) ini yang  dimaksudkan dengan:
 Jika ketentuan umum memuat batasan pengertian atau definisi
singkatan atau akrorim lebih dari satu, masing-masing uraiannya
diberi nomor urut dengan angka ‘Arab’ dan diawali dengan huruf
kapital serta diakhiri dengan tanda baca titik.
 Kata atau istilah yang dimuat dalam ketentuan umum hanya kata
atau istilah yang digunakan berulang-ulang dalam pasal-pasal
selanjutnya.
BATANG TUBUH...
 Jika suatu kata hanya digunakan satu kali, namun kata diperlukan
pengertiannya untuk suatu bab, bagian atau paragraf tertentu,
dianjurkan agar kata itu diberi definisi.
 Jika suatu batasan pengertian perlu dikutip kembali dalam
ketentuan umum suatu peraturan pelaksanaan, maka rumusan
batasan pengertian atau definisi  di dalam peraturan pelaksanaan
harus sama dengan rumusan batasan pengertian atau definisi yang 
terdapat di dalam peraturan lebih tinggi yang dilaksanakan tersebut.
 Karena batasan pengertian atau definisi, singkatan, atau akronim
berfungsi untuk menjelaskan makna suatu kata maka batasan
pengertian atau definisi, singkatan,  atau akronim tidak perlu diberi
penjelasan, dan karena itu harus dirumuskan sedemikian rupa
sehingga tidak menimbulkan pengertian ganda.
BATANG TUBUH...
 Materi pokok yang diatur ditempatkan langsung setelah bab
ketentuan umum.
 Jika tidak ada pengelompokkan bab,  materi pokok yang diatur
diletakkan setelah pasal-pasal ketentuan umum. 
 Pembagian materi pokok ke dalam kelompok yang  lebih kecil
dilakukan menurut kriteria yang  dijadikan dasar pembagian.
 Ketentuan pidana memuat rumusan yang menyatakan penjatuhan
pidana atas pelanggaran terhadap ketentuan yang berisi norma
larangan atau perintah.
 Ketentuan peralihan memuat penyesuaian terhadap peraturan yang
sudah ada pada saat peraturan mulai berlaku.
 Ketentuan peralihan dimuat dalam bab ketentuan peralihan dan
ditempatkan di antara bab ketentuan pidana dan bab Ketentuan
Penutup.
 PENUTUP
 Penutup merupakan bagian akhir peraturan dan
memuat:
• Rumusan perintah pengundangan dan penempatan
peraturan dalam LNRI, BNRI, Lembaran Daerah,
atau Berita Daerah;
• Penandatanganan pengesahan atau penetapan
peraturan Perundang-undangan;
• Pengundangan peraturan per-UU-ngan; dan
• akhir bagian penutup.

Anda mungkin juga menyukai