Anda di halaman 1dari 27

PERKEMBANGAN HUBUNGAN

INDUSTRIAL
Hubungan industrial merupakan suatu
system hubungan yang terbentuk antara
para pelaku dalam produksi barang dan
jasa yang terdiri unsur pengusaha,
pekerja/ buruh, dan pemerintah yang
didasari nilai-nilai pancasila dan UUD
Negara RI.
Hubungan kerja merupakan awal dari hubungan
industrial. Suatu hubungan kerja dapat
berkembang menjadi hubungan industrial apabila
memenuhi syarat-syarat tertentu, seperti
kolektivitas dan organisasi kerja. Apabila terjadi
hubungan kerja antara pihak-pihak secara kolektif
dalam suatu proses produksi, yaitu melibatkan
sekelompok pekerja dan pemberi kerja dalam suatu
organisasi kerja atau perusahaan, maka hubungan
kerja itu berubah menjadi hubungan industrial.
Jadi, secara sederhana hubungan industrial diartikan
sebagai suatu sistem hubungan yang terbentuk
diantara para pelaku proses produksi barang atau
jasa. Namun, hubungan industrial tidak hanya
sekedar sistem hubungan diantara para pelaku
ditempat kerja, tapi meliputi sekumpulan fenomena
didalam maupun diluar tempat kerja yang berkaitan
dengan penetapan dan pengaturan hubungan
ketenagakerjaan. Dalam perkembangannya,
hubungan industrial menyangkut hubungan sosial,
ekonomi, dan politik yang lebih luas.
Tujuan hubungan industrial adalah
meningkatkan produktifitas dan
kesejahteraan pekerja dan pengusaha, di
mana keduanya saling berkaitan. Peningkatan
produktifitas tidak bisa dicapai bila
kesejahteraan pekerja tidak diperhatikan.
Sebaliknya, kesejahteraan pekerja tidak bisa
dipenuhi bila tidak terjadi peningkatan
produktifitas perusahaan dan kerja.
Sarana utama hubungan industrial dapat
dibedakan menjadi dua kelompok.
Pertama, pada tingkat perusahaan ialah serikat
buruh, Kesepakatan Kerja Bersama/Perjanjian
Kerja Bersama, Peraturan Perusahaan, lembaga
kerjasama bipartit, pendidikan, dan mekanisme
penyelesaian perselisihan industrial.
Kedua, sarana yang bersifat makro, yaitu serikat
buruh, organisasi pengusaha, lembaga kerjasama
tripartid, peraturan perundang-undangan,
penyelesaian industrial, dan pengenalan
hubungan industrial bagi masyarakat luas.
Peraturan di tempat kerja dapat dibagi
menjadi dua macam
Pertama, peraturan-peraturan substanstif yang
mencakup pengaturan upah, jam kerja, dan hal-
hal lainnya yang berkaitan dengan hubungan
kerja yang diatur dalam peraturan perusahaan
atau Kesepakatan Kerja Bersama (KKB).
Kedua, peraturan-peraturan prosedural yang
umumnya terdapat dalam peraturan
perundangan tentang buruh, seperti peraturan
tentang prosedur pendaftaran serikat pekerja.
Asal-usul Perkembangan Industrial

Hubungan industrial dikenal di Eropa pada


pertengahan abad ke-18 seiring munculnya
revolusi industri. Awalnya hubungan industrial
bersifat personal antara buruh dan
pengusaha, bahkan hubungan yang terjalin
bersifat kekeluargaan. Segala persoalan yang
munculpun diselesaikan secara pribadi dan
kekeluargaan. Intinya kala itu hubungan
industrial belum melahirkan berbagai
peraturan kompleks ditempat kerja.
• Revolusi industri menyebabkan perubahan besar
dalam berproduksi. Perkembangan teknologi
produksi dan bahan baku yang melimpah
mempermudah peningkatan produksi yang
mendatangkan keuntungan besar bagi
perusahaan. Dampaknya perusahaan lebih
bertambah besar dan cara produksi lebih praktis
dari sebelumnya. Seiring kompleksnya
permasalahan yang muncul antara pekerja dan
pengusaha dirasakan perlu adanya pengaturan hak
dan kewajiban yang dipatuhi oleh kedua pihak agar
tercipta harmonisasi dalam perusahaan.
• Pasca revolusi industri sampai akhir abad ke
19 hubungan industrial semakin menjadi isu
yang meninjol. Pada masa ini hubungan
industrial banyak dipengaruhi oleh paham
liberalisme, yang dipopulerkan oleh Adam
Smith
Beberapa pandangannya
Pertama, pada dasarnya antara pengusaha dan
buruh memiliki kepentingan yang berbeda,
pengusaha selalu berusaha mencari keuntungan
sebesar-besarnya sementara itu buruh juga
berupaya mendapatkan upah yang sebear-
besarnya. Akibatnya diantara keduanya akan
selalu memiliki hubungan yang bersifat
konfliktual terus-menerus.
Kedua, hubungan antara pengusaha dan pekerja
yang selalu dilandasi oleh konflik kepentingan itu
akan berupaya mencapai titik temu.
• Akibat paling nyata pengaruh paham
liberalisme terhadap hubungan industrial
adalah munculnya pandangan bahwa buruh
adalah benda atau objek ekonomi. Dengan
kata lain pekerja adalah faktor produksi yang
digunakan sebagai sarana untuk memperoleh
keuntungan sebesar-besarnya.
• Dalam kondisi demikian para buruh sering
merasa tertindas dan mengalami kondisi yang
menyedihkan, seperti jam kerja yang panjang,
kesejahteraan kerja yang sangat rendah, anak-
anak terpaksa ikut bekerja, gizi yang rendah
dan banyak yang sakit-sakitan.
• Penindasan yang banyak dialami oleh para
buruh mendorong mereka untuk menghimpun
diri dalam suatu organisasi.
• Kesadaran berorganisasi di kalangan buruh
menandai munculnya aksi-aksi kolektif dalam
mengajukan tuntutan terhadap pengusaha
dan aksi mereka berkembang menjadi aksi
kolektif, seperti mogok kerja, dan penutupan
perusahaan sebagai sarana sah dalam
hubungan industrial.
• Seiring perkembangannya terjadi pergeseran
pandangan terhadap hubungan industrial. Pendekatan
dalam bidang manajemen yang dikenal dengan
scientific management muncul dipelopori oleh F. W.
Taylor, pendekatan yang diungkapkannya mulai
mengakui perbedaan di antara pekerja berdasarkan
tingkat keterampilan yang dimiliki pekerja. Pandangan
selanjutnya yang lebih modern dalam bidang
manajemen dan hubungan industrial muncul pada
tahun 1930-an. Dalam pandanagn ini, para pekerja
mulai dipandang sebagai individu dan juga makhluk
sosial yang berinteraksi dengan sesamanya.
• perkembangan hubungan industrial bukan saja ditentukan
oleh perkembangan bidang manajemen tetapi juga
dipengaruhi oleh perkembangan politik pada akhir abad
sembilan belas dan permulaan abad dua puluh.
Perkembangan politik saat itu didominasi oleh sistem
politik demokrasi, dimana rakyat ikut berperan dalam
pengambilan keputusan yang menyangkut publik melalui
lembaga-lembaga perwakilan. Hal tersebut membuat
kondisi para buruh semakin terlindungi dengan adanya
peraturan perundangan yang mengatur hak dan kwajiban
antara pengusaha dan pekerja, seperti pengaturan
tentang keselamatan kerja, pengupahan dan jam kerja.
Hubungan Industial di Indonesia
• Perkembangan hubungan industrial di
Indonesia dibagi menjadi beberapa periode,
yaitu:
• a) periode kolonial, b) periode pasca
kemerdekaan dan demokrasi terpimpin, c)
periode Orde Baru, dan d) periode pasca Orde
Baru.
1. Periode Kolonial
• Hubungan industrial mulai dikenal di indonesia bersamaan
dengan pertumbuhan modal swasta di indonesia. Pertumbuhan
modal swasta ini membuka peluang bagi orang-orang Eropa
untuk bekerja di perusahaan-perusahaan swasta dan bidang-
bidang tertentu dalam sistem birokrasi kolonial. Pada masa itu,
hubungan industrial lebih mencerminkan hubungan antara para
buruh Eropa dengan perusahaan-perusahaan swasta Eropa dan
pemerintrah Belanda. Sementara itu, kaum buruh bumiputra
ditempatkan pada status yang paling rendah dalam stratifikasi
masyarakat kolonial sehingga hubungan antara kaum buruh
bumiputra dengan manajemen perusahaan swasta Eropa lebih
mencerminkan hubungan antara majikan dan budak atau pihak
penjajah dengan pihak yang dijajah.
• Perkembangan hubungan industrial pada masa
kolonial dimulai ketika berdiri serikat buruh pertama
untuk orang Indonesia pada tahun 1908, yakni:
Serikat Buruh Kereta Api (VSTP – Vereeniging voor
spoor en Tramweg Personeel). VSTP dikenal
organisasi pelopor dalam sejarah pergerakan buruh
di Indonesia dan berkembang sebagai wadah
persatuan bagi seluruh buruh kereta api, baik swasta
maupun pemerintahan.
• Setelah kepemimpinan VSTP dikendalikan oleh
tokoh-tokoh sosialis, seperti Henk Sneevliet
dan Semaun maka sistem hubungan industrial
yang berlaku pada waktu itu mulai
digugat.dan sejak saat itu, sampai tahun 1926,
hubungan industrial lebih banyak diwarnai
gejolak industrial berupa pemogokan yang
menuntut perbaikan kesejahteraan kaum
buruh.
Beberapa fase hubungan industrial

• Fase pertama; Dorongan beraksi dalam bidang


industri sampai Tahun 1925.
Fase ini di tandai, terutama dengan
pertumbuhan pesat organisasi-organisasi
sukarela pada Tahun 1910-an, seperti
perkumpulan keagamaan, partai politik dan
serikat buruh yang terorganisasi. Pada fase ini,
aksi-aksi pemogokan buruh adalah hal yang
bisa ditolerir oleh pemerintah Belanda.
• Fase kedua; Perhatian terhadap jaminan sosial (1926 -1930)
• Undang-undang pidana yang dikeluarkan pemerintahan
kolonial di awal tahun 1920–an, pemberontakan PKI yang
pada akhir tahun 1926, dan gagalnya aksi-aksi pemogokan
yang dilakukan serikat buruh membuat serikat–serikat buruh
kesulitan untuk menuntut manajemen perusahaan meningkat
kesejahteraan buruh. Pemerintahan Belanda sangat
membatasi kegiatan-kegiatan hubungan industrial yang
berbentuk pemogokan. Sehingga memaksa sebagian besar
serikat buruh mencari cara alternatif untuk memperbaiki
kesejahteraan buruh. Dengan caramengumpulkan dana-dana
kesejahteraan sosial dari para anggota serikat buruh dan
membentuk organisasi dana bantuan gotong-royong.
• Fase ketiga; Masa depresi (1930-1935).
Masa depresi membuat kaum buruh rentan
terhadap pemecatan. Salah satu contonya
adalah satu perusahaan besar memecat 1169
buruh antara Juni sampai Novermber 1930,
tapi memburuhkan 488 buruh baru.salah satu
perubahan kereta api swasta besar,
perusahaan Kereta Api Hindia Belanda, juga
melakukan hal yang sama pada Tahun 1931.
• Fase keempat; Pemulihan ekonomi (1936-1941)
Pada fase pemulihan ekonomi, kegiatan-kegiatan serikat buruh
terpusat pada kesejahteraan sosial dan pengembangan koperasi,
dana simpanan dan kegiatan-kegiatan bantuan gotong-royong.
Serikat buruh terus mendorong para anggotanya untuk tetap
menyumbang demi kepentingan dana tersebut, dan bekerja
dengan serikat-serikat buruh mereka dalam membangun usaha
koperasi yang baru. Dan dengan demikian kegiatan utama serikat-
serikat buruh adalah mengorganisir para buruh dalam sebuah
sebuah industrial, di sebuah tempat kerja maupun suatu daerah
menjadi suatu tindakan bersama dalam rangka memperbaiki gaji
dan kondisi buruh. Di pihak lain, pemerintahan kolonial Belanda
menganggap segala usaha untuk mengorganisir para buruh
pribumi merupakan aktifitas politik yang mengancam, tidak hanya
kepentingan-kepentingan ekonomi perusahaan Eropa tetapi juga
keberadaan negara kolonial.
2. Periode Awal Kemerdekaan dan Demokrasi
Terpimpin
• Pada permulaan kemerdekaan hubungan
industrial tidak mengalami perubahan yang
signifikan, yaitu masih diwarnai oleh orientasi
politik.
• Setelah kemerdekaan terbentuklah Barisan Buruh
Indonesia (BBI) yang diprakarsai oleh para tokoh
buruh dalam rangka ikut serta mempertahankan
Kemerdekaan Republik Indonesia.
• Ada dua pemikiran yang muncul yang membuat BBI pecah
menjadi dua kelompok.
Pertama, kelompok yang memandang perlunya keterlibatan
organisasi buruh dalam gerakan politik, salah satunya
dengan mendirikan partai politik, yaitu Partai Buruh
Indonesia.
Kedua, kelompok yang beranggapan bahwa organisasi buruh
tidak perlu disatukan dengan gerakan politik tetapi
memusatkan perhatian pada bidang sosial-ekonomi, yang
kemudian membentuk Gabungan Serikat Buruh Indonesia
(GASBI) yang kemudian bergabung dengan Gerakan Serikat
Buruh Vertikal (GSBV) dan berubah nama menjadi Sentral
Organisasi Buruh Seluruh Indonesia (SOBSI).
• Pada masa pemerintahan Perdana Menteri M. Natsir, atau
dekade lima puluhan gerakan buruh sulit dipisahkan dari
gerakan politik.
• Polarisasi di kalangan organisasi buruh sering diakibatkan
oleh perbedaan orientasi politik.
• Polarisasi yang menonjol pada masa itu adalah munculnya
upaya untuk membendung perkembangan SOBSI yang
beraliansi dengan Partai Komunis Indonesia (PKI), dengan
cara diberlakukannya peraturan pelarangan mogok dan
pembentukan organisasi-organisasi buruh tandingan yang
menjadi organ partai politik. Dengan demikian, dapat
dikatakan bahwa gerakan buruh pada masa ini lebih banyak
dipusatkan pada gerakan politik dibandingkan upaya untuk
meningkatkan kesejahteraan buruh.

Anda mungkin juga menyukai