Oleh :
Yulwhinar Cego saputra/42190358
DOSEN PEMBIMBING :
dr. Pudji Sri Rasmiati, Sp.B, FINACS, MPH
IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. SS
Jenis Kelamin : Wanita
No. RM : 020936xx
Tanggal Lahir : 10 April 1955
Usia : 66 tahun
Agama : Islam
Alamat : Banguntapan, Bantul
Pekerjaan : Wiraswasta
HMRS : 11 Juni 2021
Ruang Perawatan : Ruang C
Primary survey
Air way :
baik
Enviroment:
Hindari hipotermi dan Breathing:
kontaminasi buruk RR = 22x/menit
dengan lingkungan
Disability: Circulation:
GCS TD = 155/80
(E2V2M4) = mmHg
10, pupil
isokor Nadi = 88
(kanan=kiri), x/menit, isi
refleks cukup, kuat,
cahaya (+/+) dan teratur
ANAMNESIS
KELUHAN UTAMA
Penurunan Kesadaran
Anak pasien mengatakan pasien mengalami kecelakaan lalu lintas pada hari jumat
tanggal 11 Juni 2021 pukul 12.00 WIB. Pasien mengalami terserempet mobil lalu
terjatuh dari motor, posisi pasien saat terjatuh adalah kepala yang terlebih dahulu
terbentur aspal. Pasien tidak menggunakan helm saat terjadi kecelakaan. Pasien
awalnya dirujuk dari RS Rajawali Citra setelah itu dirujuk ke IGD Rumah Sakit Bethesda.
Pasien datang ke IGD dengan penurunan kesadaran, cedera kepala berupa bengkak pada
kepala bagian kiri, dan terdapat memar sekitar mata kanan.
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat Alergi
Keluarga pasien mengatakan pasien tidak memiliki alergi terhadap obat maupun makanan.
Riwayat Operasi
Tidak ada
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Riwayat Pengobatan
Tidak ada.
Riwayat Kebiasaan
Pasien mengatakan bahwa makan teratur 3 kali sehari.. Pasien mengonsumsi air putih sekitar
1-2 liter per hari. Pasien mengatakan jarang berolahraga. Merokok (-), Alkohol (-)
PEMERIKSAAN FISIK
Ukuran : Normocephali
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), mata cekung (-/-), nyeri retroorbital (-/-), pupil
isokor, reflek cahaya pupil (+/+),terdapat hematom pada periorbital dextra
Telinga : Bentuk normal, simetris, otorrhea (-), tidak ditemukan jejas atau bekas luka
Hidung : Bentuk normal, rhinorea (-), Napas cuping hidung (-), tidak ditemukan jejas atau bekas luka
Mulut : Bibir kering (-), sianosis (-), lidah kotor (-)
• Leher
Inspeksi : Bentuk normal, simetris, benjolan/masa (-), tidak terdapat jejas
Palpasi : Pembesaran limfonodi (-), nyeri tekan limfonodi (-),
pembesaran kelenjar tiroid (-)
• Thoraks
Pulmo
Inspeksi : Bentuk dada simetris, Ketinggalan gerak (-), massa kulit (-), deformitas (-), retraksi (-), tidak terdapat
jejas
Palpasi : Nyeri tekan (-), fremitus kanan dan kiri normal, pengembangan dada simetris, tidak teraba
masa/benjolan
Perkusi : Perkusi paru sonor.
Auskultasi : Vesikuler, wheezing (-/-), rhonki (-/-)
Cor
Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak, tidak ditemukan jejas/bekas luka
Palpasi : Iktus kordis teraba di linea midclavikularis sinistra SIC V
Perkusi : jantung redup dengan kontur jantung normal
- Batas atas jantung : SIC III linea parasternalis sinistra
- Batas jantung kanan : SIC II – SIC IV line parasternalis dextra
- Batas jantung kiri : SIC V linea axilaris anterior
- Auskultasi : Suara S1/S2 murni-reguler, murmur (-), gallop (-), S3/S4 (-)
• Abdomen
Inspeksi : Tidak ada tanda trauma pada abdomen berupa distensi abdomen (-), massa (-), jejas (-)
Auskultasi : Bising usus dalam batas normal
Perkusi : Timpani pada seluruh regio abdomen
Palpasi :
- Teraba supel di seluruh regio abdomen
- Nyeri tekan (-) pada semua region abdomen, defans muskular (-)
- Hepar dan lien tidak teraba.
Superior :
Look : Simetris bilateral, edema (-/-), vulnus escoriatum (-/+) antebbrachii sinistra, perubahan warna (-/-)
Feel : Krepitasi (-/-), akral hangat, CRT <2 detik
Move : ROM bahu dbn bilateral, ROM siku dbn bilateral, ROM pergelangan tangan dbn bilateral
Inferior :
Look : Simetris bilateral, edema (-/-), vulnus escoriatum (-/+) dorsum pedis sinistra, perubahan warna (-/-)
Feel : krepitasi (-), akral hangat, CRT <2 detik
Move : ROM sendi paha terbatas, ROM sendi lutut dan pergelangan kaki dbnn bilateral
Asesmen Risiko Dekubitus (Skala Norton)
Indeks Massa Tubuh (IMT) < 20,5 IMT = BB Eliminasi dan Pelepasan
1 Tidak
(kg)/TB (m)2 – BAK: Volume 200 cc, warna kuning jernih.
– BAB: Frekuensi 1 kali/hari, konsistensi normal, darah (-).
Kehilangan BB yang tidak direncanakan dalam 3
2 Tidak
bulan terakhir
Aktivitas dan Istirahat
– Tidur/Istirahat : Tidak ada kelainan
Penurunan asupan makan dalam 1 minggu
3 Tidak – Aktivitas/Latihan dan Perawatan Diri : Ketergantungan ringan
terakhir
– Alat bantu : Tidak
4 Apakah pasien mengalami sakit berat Tidak
No Variabel Nilai Skor
Tidak 0
1 Riwayat jatuh 25
Ya 25 Total Skor :
Tidak 0 > 45 = Risiko Tinggi
2 Diagnosa sekunder 15
Ya 15 25-44 = Risiko Sedang
Tidak bergerak/bedrest/dgn bantuan perawat 0 0-24 = Tidak Berisiko
Cedera Kepala Berat dengan Vulnnus escoriatum pada antebrachii sinistra dan
dorsum pedis sinistra
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
Hematologi
Hematologi lengkap
Hemoglobin 13.3 g/dl 12.0 – 16.0
Leukosit 12.91 Ribu/mmk 4.50 – 13.00
Eosionfil 1 % 1-3
Basofil 1 % 0–1
Limfosit 14 (L) % 20-35
Monosit 5 % 2-8
Hematokrit 39.6 % 37.0 – 47.0
Eritrosit 4.46 Jt/mm3 3.80 – 5.80
Trombosit 335 Ribu/mmk 150 – 450
GDS 352 (H) Mg/dl 70 – 110
PEMERIKSAAN SARS Cov
kesan :
Terdapat gambaran subdural hematom sinistra dan
epidural hematom tipis sinistra.
• DIAGNOSIS KERJA
1) Cedera kepala berat dengan SDH dan EDH sinistra, VE pada antebrachii sinistra
dan dorsum pedis sinnistra
2) DM
PENATALAKSANAAN
IGD BANGSAL
Enteral:
As. Traneksamat 3x500mg IV
Glimepiride 1x1 2mg
Ketorolac 2x1g IV
Parenteral:
Esomeprazol 1x1 amp IV
Ceftriaxon 2x1 gr
Ceftriaxone 2x1gram IV
Asam tranexsamat 3x500 mg
Manitol 4x125 (Tapering off)
Pantoprazol 1x1 fl
Manitol 4x125
Ketorolac 2x1g
Edukasi
• PROGNOSIS
- Ad vitam : Bonam
- Ad Fungsionam : Dubia ad bonam
- Ad Sanationam : Dubia ad bonam
TINJAUAN PUASTAKA
Definisi
Cedera Kepala
Trauma kepala atau cedera kepala adalah trauma mekanik terhadap kepala, baik secara langsung
maupun tidak langsung, yang menyebabkan gangguan fungsi neurologis (gangguan fisik, kognitif, fungsi
psikososial) baik temporer maupun permanen.
Cedera kepala (trauma capitis) adalah cedera mekanik yang secara langsung atau tidak langsung
mengenai kepala yang mengakibatkan luka di kulit kepala, fraktur tulang tengkorak, robekan selaput otak
dan kerusakan jaringan otak itu sendiri, serta mengakibatkan gangguan neurologis
Anatomi
Anatomi Kepala
• Kulit Kepala
Skin
Connective Tissue atau jaringan ikat
Aponeurosis atau galea aponeurotika yang berhubungan
langsung dengan tengkorak
Loose Areolar Tissue atau jaringan penunjang longgar
Periosteum merupakan lapisan terluar dari tengkorak
• Lapisan Meninges
Duramater: Selaput ini memiliki 2 lapisan yaitu lapisan endosteal dan lapisan meningeal.
Arachnoid: Selaput ini terletak antara piamater sebelah dalam dan duramater sebelah luar yang meliputi
otak.
Piamater: Selaput ini adalah membrana vascular yang erat dengan permukaan korteksi serebsi meliputi gyri
dan masuk ke dalam sulci yang paling dalam.
• Tulang Tengkorak
Terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis kranii. Tulang tengkorak terdiri dari beberapa tulang yaitu frontal,
parietal, temporal dan oksipital.
Rongga tengkorak dasar dibagi atas 3 fosa yaitu fosa anterior tempat lobus frontalis,fosa media tempat
temporalis dan fosa posterior ruang bagi bagian bawah batang otak dan serebelum.
• Otak
Otak terdiri dari beberapa bagian yaitu proensefalon (otak depan) terdiri dari serebrum dan diensefalon,
mesensefalon (otak tengah) dan rhombensefalon (otak belakang) terdiri dari pons,medula oblongata dan
serebellum. Fisura membagi otak menjadi beberapa lobus.
• Tentorium
Tentorium serebeli membagi rongga tengkorak menjadi ruang supratentorial (terdiri dari fosa kranii
anterior dan fosa kranii media) dan ruang infratentorial (berisi fosa kranii posterior)
• Vaskularisasi
Otak disuplai oleh dua arteri carotis interna dan dua arteri vertebralis. Keempat arteri ini beranastomosis
pada permukaan inferior otak dan membentuk sirkulus Willisi.
Patofisiologi
Cedera Kepala
Pada cedera kepala, kerusakan otak dapat terjadi dalam dua tahap yaitu cedera primer dan cedera sekunder.
Cedera primer merupakan cedera pada kepala sebagai akibat langsung dari suatu ruda paksa, dapat disebabkan oleh
benturan langsung kepala dengan suatu benda keras maupun oleh proses akselerasi-deselerasi gerakan kepala.
Cedera primer yang diakibatkan oleh adanya benturan pada tulang tengkorak dan daerah sekitarnya disebut lesi
coup. Pada daerah yang berlawanan dengan tempat benturan akan terjadi lesi yang disebut countrecoup.
Akselarasi-deselarasi terjadi karena kepala bergerak dan berhenti secara mendadak dan kasar saat terjadi trauma.
Cedera sekunder merupakan cedera yang terjadi akibat berbagai proses patologis yang timbul sebagai tahap lanjutan dari
kerusakan otak primer, berupa perdarahan, edema otak, kerusakan neuron berkelanjutan, iskemia, peningkatan tekanan
Berdasarkan ATLS cedera kepala diklasifikasikan dalam berbagai aspek. Secara praktis dikenal 3 deskripsi
- Kecepatan rendah: berkaitan dengan jatuh dari ketinggian atau pukulan benda tumpul
Glasgow Coma Scale (GCS) digunakan secara umum dalam deskripsi beratnya penderita cedera otak.
Penderita yang mampu membuka kedua matanya secara spontan, mematuhi perintah, dan berorientasi
mempunyai nilai GCS total sebesar 15, sementara pada penderita yang keseluruhan otot ekstrimitasnya flaksid
dan tidak membuka mata ataupun tidak bersuara maka nilai GCS-nya minimal atau sama dengan 3.
• Nilai GCS sama atau kurang dari 8 didefinisikan sebagai koma atau cedera otak berat.
• nilai GCS 9-13 dikategorikan sebagai cedera otak sedang
• nilai GCS 14-15 dikategorikan sebagai cedera otak ringan.
Morfologi
Fraktur Kranium
Fraktur cranium dapat terjadi pada atap atau dasar tengkorak dan dapat berbentuk garis atau bintang dan
dapat terbuka atau tertutup.
Adanya tanda klinis seperti ekimosis periorbital (raccoon eye sign), ekimosis retroaurikular (battle sign),
kebocoran CSS (rhinorrhea, otorrhea) dan paresis nervusfasialis. Fraktur komplikata atau fraktur terbuka
mengakibatkan adanya robek pada selaput duramater dan laserasi kulit kepala.
Lesi Intrakranial
Lesi intracranial dapat diklasifikasikan sebagai lesi fokal atau lesi difusa. Kedua bentuk cedera ini sering
terjadi secara bersamaan. Lesi fokal seperti hematoma epidural, hematoma subdural, dan kontusio
(hematoma intraserebral). Lesi difusa, secara umum, menunjukkan CT Scan normal, namun menunjukkan
perubahan sensorium atau bahkan koma dalam keadaan klinis.
Subdural hematom merupakan pendarahan yang terletak diantara duramater dan arachnoid, biasanya terjadi
di parietal, frontal, dan temporal. SDH terjadi akibat robeknya vena bridging antara korteks serebral dan sinus
drainging.
SDH Akut
Pada SDH akut, gejala yang timbul segera hingga berjam- jam pasca trauma sampai hari ketiga. Perdarahan
dapat kurang dari 5mm tebalnya tetapi melebar luas.
SDH Subakut
SDH subakut berkembang dari hari-3 hingga minggu ke-3 sesudah trauma.
SDH Kronis
Biasanya terjadi setelah minggu ketiga dan terjadi biasanya pada orang tua. Trauma yang menyebabkan perdarahan
yang akan membentuk kapsul dan biasanya gejalanya hanya pusing.
Diagnosis
Cedera Kepala
• Radiografi kranium: untuk mencari adanya fraktur, jika pasien mengalami gangguan kesadaran sementara atau
persisten setelah cedera, adanya tanda fisik eksternal yang menunjukkan fraktur pada basis cranii fraktur fasialis,
atau tanda neurologis fokal lainnya.
• CT scan kranial: segera dilakukan jika terjadi penurunan tingkat kesadaran atau jika terdapat fraktur kranium yang
disertai kebingungan, kejang, atau tanda neurologis fokal. CT scan dapat digunakan untuk melihat letak lesi, dan
kemungkinan komplikasi jangka pendek seperti hematom epidural dan hematom subdural.
Tatalaksana
Cedera Kepala
Tatalaksana awal pada penderita cedera kepala bertujuan untuk memantau sedini mungkin dan mencegah
cedera kepala sekunder serta memperbaiki keadaan umum seoptimal mungkin sehingga membantuk
penyembuhan sel otak yang sakit.
o Pemberian cairan dan elektrolit harus disesuaikan dengan kebutuhan. Hidrasi berlebih dan hiponatremia akan
memperberat udem otak.
o Pemasangan kateter urin diperlukan untuk memantau keseimbangan cairan.
o Keadaan gelisah dapat disebabkan oleh perkembangan massa didalam tengkorak, kadung kemih yang penuh, atau
nyeri.Setelah ketiga hal tersebut telah diatasi, baru boleh diberikan sedatif. Mengikat penderita hanya akan menambah
kegelisahan yang justru meningkatkan tekanan intrakranial.
o Kejang harus segera diatasi karena akan menyebabkan hipoksia otak dan kenaikan tekanan darah serta memperberat
edema otak.
Indikasi tindakan operatif ditentukan oleh kondisi klinis pasien, temuan neuro radiologi, dan patofisiologi lesi;