Menuju Satu Administrasi Pertanahan

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 18

Mengatasi Pluralisme Hukum Negara

yang menghambat Akses Masyarakat


terhadap Keadilan terkait Tanah dan
Sumber Daya Alam

Yance Arizona, SH, MH, MA.


Epistema Institute

Disampaikan pada Lingkar Belajar Bersama Reforma Agraria (LIBBRA) :


“Menuju Admnisitrasi Pertanahan Tunggal”
STPN Yogyakarta, 1 November 2016
“Saya mencatat ada 25.863 desa di dalam dan sekitar
kawasan hutan, di mana 71% menggantungkan
hidupnya dari sumber daya hutan. Ada 10,2 juta orang
miskin di dalam kawasan hutan yang tidak memiliki
aspek legal terhadap sumber daya hutan,” ungkap
Presiden. Sumber: www.presidenri.go.id (21/09/2016)
Konsep-konsep Kunci
• Cotterrell (2009): (a) intra-state legal pluralism;
(b) state legal pluralism; (c) transnational legal
pluralism; (d) inter-state legal pluralism.
• German School of Forestry: Memisahkan hutan
dari kehidupan masyarakat setempat; hutan
memenuhi kebutuhan industri yang digerakkan
oleh negara (Kartodihardjo 2013, vii).
• Akses terhadap keadilan (±33.000 desa) sekitar
kawasan hutan
Periode politik hukum agraria
(Arizona, segera terbit 2016)
• Periode Kolonialisme
– Komersialisasi, swastanisasi, spesialisasi
• Periode Nasionalisme
– Unifikasi, Sentralisasi, populis
• Periode Pembangunanisme
– Law as a tool of social enginering, rekonstruksi,
swasembada, utilitarian
• Periode Neoliberalisme
– Komersialisasi, spesialisasi, swastanisasi, kriminalisasi,
kontestasi,
Warisan Hukum Pertanahan Kolonial
Kemenangan kelompok Liberal di Belanda
De Bewuste Rechtpolitiek (Wignjosoebroto, 2014)
• Peraturan: Bosch Reglement 1865; Agrarische
Wet 1870; Suiker Wet 1870; Bosch
Ordonantie voor Java en Madoera 1927.
• Kelembagaan: Binenland bestuur, Directeur
Landbouw, Dienst van Boswezen
• Komersialisasi, spesialisasi, dan swastanisasi.
Unifikasi Hukum melalui UUPA

• Dibentuk dalam zaman nasionalisme


(Islam, sosialis, komunis, nasionalis)
• Sentralisasi (melawan federalisme)
• Menggati rezim hukum kolonial, Panitia
Agraria Yogya 1948  UUPA 1960.
• Unifikasi melalui UUPA: Nasionalisme,
populisme, tradisionalisme (hukum adat),
hak atas tanah Eropa.
Yang dicabut melalui UUPA
1. "Agrarische Wet" (Staatsblad 1870 No.55), sebagai yang termuat dalam pasal 51
"Wet op de Staatsinrichting van Nederlands Indie" (Staatsblad 1925 No.447) dan
ketentuan dalam ayat-ayat lainnya dari pasal itu;
a. "Domienverklaring" tersebut dalam pasal 1 "Agrarisch Besluit " (Staatsblad
1870 No.118);
b. "Algemene Domienverklaring" tersebut dalam Staatsblad 1875 No.119A;
c. "Domienverklaring untuk Sumatera" tersebut dalam pasal 1 dari Staatsblad
1874 No.94f;
d. "Domeinverklaring untuk keresidenan Menado" tersebut dalam pasal 1 dari
Staatsblad 1877 No.55;
e. "Domienverklaring untuk residentie Zuider en Oosterafdeling van Borneo"
tersebut dalam pasal 1 dari Staatsblad 1888 No.58.
2. Koninklijk Besluit tanggal 16 April 1872 No.29 (Staatsblad 1872 No.117) dan
peraturan pelaksanaannya;
3. Buku ke-II Kitab Undang-undang Hukum Perdata Indonesia sepanjang yang
mengenai bumi, air serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya, kecuali
ketentuan-ketentuan mengenai hypotheek yang masih berlaku pada mulai
berlakunya Undang-undang ini.
Rezim Kehutanan “Selamat” dari
Landreform
• Jawatan kehutanan menjanjikan
pendapatan dari kawasan hutan dan
melobby agar hutan dikecualikan dari
program land reform (Rachman,
2013:38-9).
• Landreform menyasar tanah Desa
Perdikan, dan kelebihan maksimum
penguasaan tanah.
Hutan Sebagai Sarana Pembangunan
• Presiden Suharto semakin memisahkan
hutan dari tanah melalui UU No. 5/1967
tentang Pokok-pokok Kehutanan.
• Mendirikan kembali Perhutani 1972 dan
membentuk Kementerian Kehutanan.
• Konglomerasi keluarga cendana di
bidang kehutanan.
Rachman 2012:43
Melawan “Fasisme Kehutanan”
• UU No. 41/1999 mencabut Bosch
Ordonantie dan UU No. 5/1967
• Memperkenalkan hutan adat dan
berbagai skema perhutanan sosial
• Mahkamah Konstitusi digunakan oleh
Masyarakat Adat/lokal memulihkan
haknya: Putusan MK, 45, 35 dan 95.
Realisasi Perhutanan Sosial yang
Rendah
Capaian 2010
Target Izin
Skema
(ha) Areal Kerja (ha) Luas (ha) Jumlah

Hutan
Kemasyarakatan 2.000.000 78.901, 36 19.711,39 11

Hutan Desa 500.000 13.351 10.310 5


Hutan Tanaman
Rakyat 3.000.000 631.638 90.414,89 54

Sumber: Renstra Kemenhut 2010-2014;


Road Map Forest Tenure, 2011 dalam Safitri 2012
Sumber: Road Map Forest Tenure, 2011 dalam Safitri 2012
Sumber: Statistik Kehutanan, 2011;
Road Map Forest Tenure 2011 dalam Safitri 2012
Perber 4 Menteri/Lembaga
• Kebijakan tentang tata cara
penyelesaian penguasaan tanah yang
berada di dalam kawasan hutan.
• Pembentukan IP4T di berbagai
daerah: inventarisasi; penolakan oleh
instansi kehutanan; sejalan dengan
agenda pengakuan hak komunal
• Menunggu Perpres.
RUU Pertanahan
• RUU Pertanahan menjadi perantara antara
UUPA dan UU Sektoral
• Prinsip bahwa semua penggunaan tanah
harus berdasarkan kepada hak atas tanah:
HTI dan Pertambangan
• Butuh kementerian yang ‘kuat’
• Belum menjadi agenda politik; bila
dibandingkan dengan land reform dan
pengakuan wilayah adat
Diskusi Lebih Lanjut
• Analisis ekonomi pengintegrasian
administrasi pertanahan
• Pasal-pasal dalam UU Sektoral yang
harus dicabut dan disesuaikan dengan
RUU Pertanahan.
• Adopsi mekanisme ‘Perber’ ke dalam
norma undang-undang.
• Klaim kesejahteraan dan kelestarian
Referensi
Hariadi Kartodihardjo (edt), 2013. Kembali ke Jalan Lurus: Kritik
penggunaan ilmu dan praktik kehutanan Indonesia,
Yogyakarta: FORCI Development dan Tanah Air Beta.
Gamma Galudra dan Martua Sirait, 2009. ‘A Discourse on Dutch
Colonial Forest Policy and Science in Indonesia at the
Beginning of the 20th Century’ in International Forestry
Review 11(4):524-533 · December 2009.
Myrna Safitri, 2012. ‘Opsi-opsi hak tenurial masyarakat di kawasan
hutan dan tantangannya.’ Disampaikan dalam Diskusi Ahli KPK
Menuju Kawasan Hutan dan Perencanaan Ruang yang
Berkeadilan dan Berkepastian Hukum”, Jakarta 22 Oktober
2012.
Noer Fauzi Rachman, 2012. Land reform dari masa ke masa,
Yogyakarta: STPN Press.
Yance Arizona, 2014. Konstitutionalisme Agraria, Yogyakarta: STPN
Press.

Anda mungkin juga menyukai