Anda di halaman 1dari 60

FARMAKOTERAPI GANGGUAN

RESPIRASI
dr.Rima Wahdhini
ASMA BRONKIALE
ASMA BRONKIALE
 Definisi : penyakit inflamasi kronis akibat
hiperresponsivitas saluran nafas yang mengakibatkan
wheezing, sesak nafas, & batuk berulang
 Patofisiologi :
 Inflamasi saluran nafas
 Edema saluran nafas
 Sekresi mukus

 Obstruksi udara intermiten


 Bronkokonstriksi akut - mucous plug
 Edema saluran nafas - airway remodelling
 Hiperresponsivitas bronkial
 Diperberat oleh stimulus endogen atau eksogen
ETIOLOGI
 Bervariasi
 Alergi

Gejala & Tanda


 Sesak nafas
 Retraksi interkostal

 Wheezing

 Batuk

 Tanda bahaya :sianosis, penurunan kesadaran, takikardi


KLASIFIKASI
PENATALAKSANAAN
 Menghindari pencetus
 Medikamentosa:
 RELIEVER
 Short acting β agonis
 Kortikosteroid oral

 Antikolinergik

 CONTROLER
 Kortikosteroid inhalasi
 Long acting β agonis

 Leukotrien inhibitor

 Anti IgE

 Aminofilin/teofilin

 Natrium kromolin
BRONKODILATOR
 Agonis reseptor adrenergik β
 Reseptor β : bronkus (β2), jantung (β1), uterus (β2),
ginjal (β1, β2)
 Non-selektif : isoproterenol
 Selektif β2
 Short acting : metaproterenol, terbutaline, salbutamol, fenoterol
 Long acting : formoterol, salmeterol

 Inhaler lebih disukai dibanding oral karena kerjanya


lokal (efek topikal 2-10%) dan efek samping minimal
 ES : tremor, takiaritima, ggn metabolik
GLUKOKORTIKOID
 Mekanisme kerja : tidak secara langsung merelaksasi otot
polos. Efek antiinflamasi meliputi :
 Modulasi produksi sitokin & chemokine
 Inhibisi eikosanoid
 Inhibisi akumulasi basofil, eosinofil, & leukosit lain di
parenkim paru
 Menurunkan permeabilitas kapiler

 2 jenis glukokortikoid :
 Inhalasi
 Sistemik
 asma eksaserbasi akut & berat
 asma kronis berat
GLUKOKORTIKOID INHALASI
 Target langsung pada jaringan yang mengalami inflamasi
 Contoh
 Beclometasone dipropionate
 Triamcinolone acetonide
 Budenoside
 Fluticasone propionate
 Flunisonide
GLUKOKORTIKOID SISTEMIK
 Digunakan pada asma eksaserbasi akut & asma kronis
berat
 Contoh :
 Prednisone
 Metilprednisolone
 Dexametasone
ANTIKOLINERGIK
 Ipatropium bromida  antagonis reseptor muskarinik yg
menghambat kontraksi otot polos & sekresi mukus yg
diperantarai n.vagus.
 Efek bronkodilator lebih lambat dibanding agonis
adrenergik
 Penggunaan dgn kombinasi  efek lebih baik & panjang

 Ipatropium + β2 agonis  asma berat eksaserbasi akut


LEUKOTRIEN RESEPTOR ANTAGONIS &
LEUKOTRIEN SINTESIS INHIBITOR
 Leukotrien mrpk bronkokonstriktor poten
 Mekanisme :
 LRA : antagonis kompetitif pd reseptor leukotrien
Cth : zileuton
 LI : menghambat pembentukan leukotrien melalui
penghambatan enzim 5-lipooksigenase yg berfungsi
mengkatalis asam arakidonat mjd leukotrien
Cth : zafirlukast, montelukast
Merupakan alternatif inhalasi glukokortikoid dosis rendah utk
mengontrol asma kronik ringan
 ES: peningkatan enzim hepar, sefalgia, dispepsia
ANTI IGE
 Omalizumab
 Antibodi monoklonal rekombinan

 Mekanisme : omalizumab mengikat IgE  IgE yg


terikat omalizumab tdk dpt berikatan dgn reseptor IgE pd
mast cell & basofil  mencegah reaksi alergi
TEOFILIN
 Penggunaan sbg antiasma menurun
 Mekanisme kerja : menghambat fosfodiesterase (PDEs)
dlm menghidrolisis cAMP & cGMP mjd AMP & GMP
 bronkodilatasi
 Rentang dosis sempit

 ES : mual, muntah, nyeri kepala, cemas, agitasi,


insomnia, kejang
 Hati-hati pd pasien gangguan jantung
NATRIUM KROMOLIN
 Bukan bronkodilator
 Mekanisme :
 Menghambat pelepasan mediator inflamasi oleh sel mast
 Menekan aktivasi neutrofil, eosinofil, monosit
 Menghambat reflek batuks

 Penggunaan :mencegah serangan asma pada asma ringan


& sedang
 Tidak untuk serangan akut

 Efek memerlukan waktu lama


Klasifikasi Pengendalian Jangka Pereda cepat
Panjang
Intermiten ringan Tanpa pengobatan harian
Persisten ringan KS inhalasi dosis rendah
Persisten sedang KS inhalasi dosis SABA
rendah-sedang + LABA
Persisten berat KS inhalasi dosis tinggi
+ LABA
PENYAKIT PARU OBSTRUKSI
MENAHUN (PPOM)
PENYAKIT PARU OBSTRUKSI
MENAHUN (PPOM)
 Definisi :sekelompok gangguan respirasi kronis & progresif lambat,
ditandai menurunnya aliran ekspirasi maksimal selama ekshalasi.
Berbagai tingkat reversibilitas dan hiperaktivitas bronkial.
 2 bentuk :
 Bronkitis kronis
 Batuk produktif selama setidaknya 3 bulan selama 2 tahun
berturut-turut , penyebab lain (-)
 Emfisema
 Pembesaran permanen alveolus hingga bronkiolus terminalis,
diikuti destruksi dinding tanpa didahului fibrosis sebelumnya.
 Merokok merupakan penyebab utama PPOK

 Gejala dan tanda :


 Batuk
 Produksi sputum
 Dyspneu
 Wheezing
PRINSIP TERAPI
 Mencegah evolusi lanjut penyakit
 Mempertahankan jalan napas

 Mempertahankan dan meningkatkan kapasitas fungsi


paru
 Penanganan komplikasi

 Menghindarkan eksaserbasi
BRONKODILATOR
 3 kelompok obat :
 agonis adrenergik β2 kerja lama dan kerja singkat
 antikolinergik
 derivat teofilin

 Pemilihan golongan bronkodilator melihat respon


individu terhadap perbaikan gejala dan efek samping
serta ketersediaan obat
 Merupakan terapi sentral pada PPOK

 Inhalasi lebih disukai dibanding sistemik


 SABA (albuterol, pirbuterol, terbutalin dan
metaproterenol) : bronkoselektif relatif dengan efek
minimal pada denyut jantung dan tekanan darah,
menyebabkan bronkodilatasi secara bermakna dalam 5-
15 menit dan masih efektif sampai 4-6 jam
 LABA (albuterol lepas lambat dan salmeterol inhalasi)
memiliki onset 15-30 menit dan durasi 12 jam.
 Ipratropium dapat memperbaiki FEV1 jika dibandingkan
agonis SABA.
 Ipratropium + SABA  efikasi klinis lebih baik,tanpa
peningkatan efek samping
GLUKOKORTIKOID
 Efek kortikosteroid terhadap inflamasi paru pasien
PPOK masih kontroversial
 Tidak terlalu memberikan keuntungan yang bermakna

 Glukokortikoid inhalasi tidak menurunkan frekuensi


eksaserbasi PPOM, tetapi dapat menurunkan tingkat
keparahan dan memperbaiki gejala dan toleransi latihan
 Glukokortikoid oral  berespon tidak memuaskan pada
bronkodilator.
 Terapi jangka pendek (<3 minggu) dihentikan tanpa
tapering off.
 Penggunaan jangka lama  efek samping
METHYLXANTINE
 Teofilin per oral tiap 12 atau 24 jam.
 Rentang terapi teofilin umumnya 10-20 μg/ml dengan
efikasi yang lebih baik tetapi toksisitasnya juga lebih
besar.
 LABA + teofilin memperbaiki FEV1 dibandingkan
LABA tunggal.
 Teofilin dosis rendah mengurangi eksaserbasi tetapi
tidak memperbaiki fungsi paru.
 Teofilin  bronkodilator lemah ; rentang terapi sempit
TERAPI EKSASERBASI
 Antikolinergik + agonis adrenergik β2
 Peningkatan volume atau purulensi sputum  infeksi 
antibiotik (trimetoprim/sulfametoksazol, doksisiklin atau
amoksisilin )
 Glukokortikoid oral (20-40 mg/hari , 7-10 hari).
COMMON COLD
COMMON COLD
 Definisi : infeksi virus ringan, self-limited pada saluran
napas atas
 Penyebab : rhinovirus (40%), coronavirus (10%), virus
parainfluenza, influenza, adenovirus
 Gejala :
 Hidung gatal dan berair
 Nasal congestion
 Bersin
 Nyeri tenggorokan,
 Batuk
 Sakit kepala ringan
 Subfebril
 Badan pegal
PENATALAKSANAAN
 Terapi spesifik (-)
 Dekongestan

 Antihistamin

 NSAIDs

 Ipratropium bromida semprot hidung

 Seng glukonat, tiap 2 jam

 Efektivitas vitamin C (?)

 Antibiotika hanya digunakan jika muncul komplikasi


bakteri
 Antivirus spesifik (-)
DEKONGESTAN NASAL
 Golongan simpatomimetik  agonis adrenergik α
 Mekanisme kerja : aktivasi reseptor otot polos
pembuluh darah mengakibatkan vasokonstriksi, ↑
resistensi perifer, ↑ TD
 Oral  durasi kerja lbh panjang, efek sistemik me ↑
dibanding aerosol
 Tdk boleh digunakan jangka lama  rebound congestion

 Busui (?)
Efedrin
 Melewati BBB  efek SSP.

 Efektif jika diberikan per oral.

 Meningkatkan sistolik & diastolik, sedangkan denyut


jantung tidak.
 Meningkatkan kekuatan kontraksi jantung & curah
jantung.
 Menghilangkan bronkokontriksi & kongesti mukosa

 Mencegah serangan asma & sebagai dekongestan nasal.


Xylometazoline 0,1%
 Jangka pendek

 Jangka lama menurunkan aktivitas siliar &

 menyebabkan rebound congestion.

Nafazoline & adrenalin


 Penggunaan jangka lama sediaan tetes & semprot 
pneumonia lipoid.
 Kadang-kadang penggunaan per oral > per nasal.

 Interaksi: antihipertensi kegagalan terapi

 Kombinasi + MAO inhibitor  kematian


ANTIHISTAMIN
 Antagonis reseptor H1  otot polos, sel endotel, otak
 Mekanisme Kerja
 Otot polos  relaksasi
 Endotel  vasokonstriksi, mencegah ↑ permeabilitas
 Otak  dosis terapeutik : depresi; overdosis : eksitasi
 Mencegah triple respon (red spot, flare, wheal)  merah dan
gatal
 Cth : diphenhydramine, chlorpheniramin, loratadine
TUBERKULOSIS
PENATALAKSANAAN
 First line drugs
 Paling efektif
 Rifampisin (R), isoniazid (H) dan pirazinamid (Z).
 Obat first line supplemental, yang sangat efektif dan jarang
bersifat toksik, termasuk etambutol dan streptomisin.
 Second-line drugs
 Kurang efektif, ES lebih sering
 Para-aminosalisilat (PAS), etionamid, sikloserin,
kanamisin, amikasin, kapreomisin, viomisin dan
tiasetazon.
 Obat baru yg belum dikategorikan
 Rifapentin, rifabutin dan kuinolon, terutama
siprofloksasin, ofloksasin dan sparfloksasin.
PENGOBATAN TBC
 Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap:
1. Tahap awal (intensif)
Pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara
langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat. Bila
pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat,
biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam
kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar pasien TB BTA
positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan.
2. Tahap Lanjutan
Pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, dalam jangka
waktu lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk membunuh
kuman persisten sehingga mencegah kekambuhan.
PENGOBATAN TBC
 Paduan OAT di Indonesia 2 kategori:
a. Kategori-1 (2HRZE/4H3R3)  pasien baru
 Pasien baru TB paru BTA positif.
 Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif
 Pasien TB ekstra paru

b. Kategori-2 (2HRZES/HRZE/5H3R3E3)pasien BTA


positif yang telah diobati sebelumnya
 Pasien kambuh
 Pasien gagal
 Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default)
c. Kategori 3
 Kasus baru BTA sputum (-), rontgen (+) sakit ringan

 Kasus kerusakan ringan pada TB ekstrapulmonar [TB


kelenjar limfe, pleuritis eksudatif unilateral, TB kulit, TB
tulang (kec tulang belakang), sendi dan kelenjar adrenal]
PENATALAKSANAAN
 Terapi Kategori 1:
2HRZE/4H3R3; 2HRZE/4HR; 2HRZE/6HE
 Terapi Kategori 2:

2HRZES/HRZE/5H3R3E3; 2HRZES/HRZE/5HRE
 Terapi Kategori 3:

2HRZ/4H3R3; 2HRZ/4HR; 2HRZ/6HE


KATEGORI-1 (2HRZE/4H3R3)
KATEGORI-2 (2HRZES/HRZE/5H3R3E3)
RIFAMPISIN
 Bakterisidal intrasel & ekstrasel.
 Menghambat & mengikat secara spesifik DNA-dependen
RNA polimerase  menghambat sintesis RNA.
 ES : ggn sal cerna,hepatitis, ruam kulit (0,8%), anemia
hemolitik (<1%), trombositopenia & imunosupresi
 IO : digoksin, warfarin, prednison, siklosporin, metadon,
kontrasepsi oral, klaritromisin, penghambat protease,
kuinidin.
 Resistensi terjadi karena mutasi spontan yang merubah
subunit β dari gen RNA polimerase.
ISONIAZID (INH)
 Bakteriostatik terhadap basil istirahat & bakterisid
intrasel dan ekstrasel, yang cepat mengalami
multiplikasi.
 Menghambat sintesis dinding sel asam mikolat dengan
jalur dependen oksigen (reaksi katalase-peroksidase).
 ES : hepatotoksik, neuropati perifer, ruam kulit (2%),
demam (1,2%), anemia, jerawat, gejala rematik, sindrom
seperti lupus eritomatosus, atropi optik, kejang, dan
gejala psikiatrik.
 Neuropati perifer  berikan piridoksin(B6) 25-50
mg/hari
PIRAZINAMID
 Bakterisid spektrum sempit
 ES: hepatotoksik  dosis tinggi, hiperurisemi 
bersama rifampisin, poliartralgia.
 Keamanan pada kehamilan  ?
ETAMBUTOL
 Bakteriostatik selektif
 Menghambat arabinosyl transferase yg penting dlm
sintesis dinding sel mikobakteri
 Dapat mencapai LSS  dosis 25 mg/kg  meningitis
 Dosis harus diturunkan pada pasien penurunan fungsi
ginjal.
 ES: neuritis optik retrobulbar reversibel (penurunan
ketajaman penglihatan, skotoma sentral & kehilangan
kemampuan melihat warna hijau); hiperurisemi
asimtomatik.
STREPTOMISIN
 Hanya tersedia injeksi IM dan IV.
 Dosis dan frekuensi pemberian harus diturunkan pada
pasien > 50 tahun dan pasien gagal ginjal.
 ES:
 ototoksisitas (kehilangan pendengaran, disfungsi vestibular)
 toksisitas renal (gagal ginjal non oliguria)  10-20%
 Menghambat sintesis protein dengan mengganggu fungsi
ribosom
2ND LINE
Kapreomisin
 Efek farmakologis = S.

 Pemberian per IM.

 Resistensi silang : kanamisin & amikasin, tidak


terhadap streptomisin.
 Obat pilihan injeksi untuk TB setelah streptomisin.
Amikasin & Kanamisin
 Gol: aminoglikosida

 Bakterisid terhadap organisme ekstrasel.

 Kanamisin jarang digunakan karena toksisitasnya.


Asam Para Aminisalisilat (PAS)
 Efek anti TB-nya rendah

 Toksisitas sal. cerna (mual, muntah & diare) yang tinggi


 salut enterik.

Tiasetazon (amitiozon)
 Struktur mirip INH, tapi bersifat bakteriostatik & lebih
toksik.
Viomisin
 Sifat = kapreomisin, amikasin & kanamisin
 Diberikan secara IM.
 Efek toksik lebih sering & berat dibanding antibiotik
peptida lain.

Etionamid
 Derivat asam nikotinat.
 Berguna u/ terapi TB multi resisten.
 Penggunaan terbatas karena toksisitas & ES: intoleransi
sal cerna (anoreksia & mual), rx neurologis serius,
hepatitis reversibel (5%), hipersensitif & hipotiroidisme.
Sikloserin
 Mengantagonis langkah2 sintesis dinding bakteri yg
melibatkan D-alanin
 ES serius membatasi penggunaan obat: psikosis (bunuh
diri <<), kejang, neuropati perifer, sakit kepala,
somnolen & alergi.
 KI: epilepsi, konsumsi alkohol aktif, insufisiensi renal
berat, atau riwayat depresi atau psikosis.
OAT BARU
 Rifabutin
≈ rifampisin
 pengobatan TB resisten obat
 menghambat RNA polimerase tergantung DNA = rifampisin
 ES : ggn sal. cerna, perubahan warna urin dan cairan tubuh
(jingga sampai coklat)
 IO : antikoagulan, kuinidin, kontrasepsi oral, sulfonilurea,
analgetik, dapson, glukokortikoid, klaritromisin, zidovudin
dan glikosida jantung  metabolisme me↑
 Rifapentin
 Penghambatan enzim RNA polimerase tergantung DNA.
 ES = rifampisin, hiperurisemia jika diberikan bersama
pirazinamid, pe↑ enzim hepar  3-4% pasien yang diberi
bersama obat anti TB lain.
 menyebabkan warna jingga-merah pada cairan tubuh
 Kuinolon
 mencegah sintesis DNA melalui penghambatan DNA girase.
 Ofloksasin, siprofloksasin, dan pefloksasin
 Ofloksasin+INH +  TB paru – aktif dan aman seperti
etambutol pada terapi awal.
 ES : jarang & ringan  intoleransi saluran cerna, ruam kulit,
pusing, dan sakit kepala, bingung, kejang, nefritis, vaskulitis
dan gagal ginjal akut.
 Resistensi fluorokuinolon  cepat  hanya utk pasien
dengan resistensi banyak obat atau yang tidak toleran
terhadap obat first line.
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai

  • Uterotonika
    Uterotonika
    Dokumen24 halaman
    Uterotonika
    Alfina Aulia Rizki
    Belum ada peringkat
  • Farmakoterapi Pada Kelompok Khusus-Dr. Annisa
    Farmakoterapi Pada Kelompok Khusus-Dr. Annisa
    Dokumen16 halaman
    Farmakoterapi Pada Kelompok Khusus-Dr. Annisa
    Alfina Aulia Rizki
    Belum ada peringkat
  • Current Headache Management1
    Current Headache Management1
    Dokumen28 halaman
    Current Headache Management1
    Alfina Aulia Rizki
    Belum ada peringkat
  • MO Penyebab SSP
    MO Penyebab SSP
    Dokumen45 halaman
    MO Penyebab SSP
    Alfina Aulia Rizki
    Belum ada peringkat
  • ZOONOSIS
    ZOONOSIS
    Dokumen28 halaman
    ZOONOSIS
    Alfina Aulia Rizki
    Belum ada peringkat
  • Miliaria
    Miliaria
    Dokumen47 halaman
    Miliaria
    Alfina Aulia Rizki
    Belum ada peringkat
  • Piodermaa
    Piodermaa
    Dokumen27 halaman
    Piodermaa
    YuliaFitriani
    Belum ada peringkat
  • ANESTESI OBSTETRI
    ANESTESI OBSTETRI
    Dokumen58 halaman
    ANESTESI OBSTETRI
    Alfina Aulia Rizki
    Belum ada peringkat
  • Meningitis
    Meningitis
    Dokumen28 halaman
    Meningitis
    Alfina Aulia Rizki
    Belum ada peringkat
  • Gawat Darurat Kulit
    Gawat Darurat Kulit
    Dokumen24 halaman
    Gawat Darurat Kulit
    Alfina Aulia Rizki
    Belum ada peringkat
  • DERMATITIS
    DERMATITIS
    Dokumen22 halaman
    DERMATITIS
    Alfina Aulia Rizki
    Belum ada peringkat
  • Antibiotik
    Antibiotik
    Dokumen12 halaman
    Antibiotik
    naomi
    Belum ada peringkat
  • KUSTA
    KUSTA
    Dokumen57 halaman
    KUSTA
    Alfina Aulia Rizki
    Belum ada peringkat
  • Uret - Non Spesifik
    Uret - Non Spesifik
    Dokumen28 halaman
    Uret - Non Spesifik
    Erika Kusumawati
    Belum ada peringkat
  • SIFILIS
    SIFILIS
    Dokumen21 halaman
    SIFILIS
    Denden Rora
    Belum ada peringkat
  • Kesling, Pendahuluan
    Kesling, Pendahuluan
    Dokumen43 halaman
    Kesling, Pendahuluan
    Khalisha Puteri
    Belum ada peringkat
  • Kuliah Respirasi
    Kuliah Respirasi
    Dokumen57 halaman
    Kuliah Respirasi
    Alfina Aulia Rizki
    Belum ada peringkat
  • ASFIKSIA
    ASFIKSIA
    Dokumen35 halaman
    ASFIKSIA
    Alfina Aulia Rizki
    Belum ada peringkat
  • MENANGANI TRAUMA TORAKS
    MENANGANI TRAUMA TORAKS
    Dokumen50 halaman
    MENANGANI TRAUMA TORAKS
    Alfina Aulia Rizki
    Belum ada peringkat
  • Commmunity Aquired Pnemonia (Dr. Isa)
    Commmunity Aquired Pnemonia (Dr. Isa)
    Dokumen36 halaman
    Commmunity Aquired Pnemonia (Dr. Isa)
    Alfina Aulia Rizki
    Belum ada peringkat
  • Flu Babi
    Flu Babi
    Dokumen28 halaman
    Flu Babi
    Alfina Aulia Rizki
    Belum ada peringkat
  • FLU BURUNG
    FLU BURUNG
    Dokumen46 halaman
    FLU BURUNG
    Alfina Aulia Rizki
    Belum ada peringkat
  • Program P2 DBD
    Program P2 DBD
    Dokumen44 halaman
    Program P2 DBD
    Khalisha Puteri
    Belum ada peringkat
  • Abses Paru
    Abses Paru
    Dokumen16 halaman
    Abses Paru
    Muhammad Dendy Mulia Rahman
    Belum ada peringkat
  • M Lepra
    M Lepra
    Dokumen55 halaman
    M Lepra
    Alfina Aulia Rizki
    Belum ada peringkat
  • Meningitis
    Meningitis
    Dokumen28 halaman
    Meningitis
    Alfina Aulia Rizki
    Belum ada peringkat
  • Kesling, Pendahuluan
    Kesling, Pendahuluan
    Dokumen43 halaman
    Kesling, Pendahuluan
    Khalisha Puteri
    Belum ada peringkat
  • MO Penyebab SSP
    MO Penyebab SSP
    Dokumen45 halaman
    MO Penyebab SSP
    Alfina Aulia Rizki
    Belum ada peringkat
  • GGN TBH Kembang Kat ROP GL Kongenetal.
    GGN TBH Kembang Kat ROP GL Kongenetal.
    Dokumen58 halaman
    GGN TBH Kembang Kat ROP GL Kongenetal.
    Alfina Aulia Rizki
    Belum ada peringkat