Anda di halaman 1dari 23

LAND USE

(TATA GUNA TANAH)


LAND USE
(TATA GUNA TANAH)
KERANGKA PENGGUNAAN LAHAN

AKTIVITAS

MANUSIA LOKASI
PENGERTIAN LAND USE
(TATA GUNA LAHAN):

Pengaturan penggunaan lahan untuk menentukan


pilihan terbaik dalam mengalokasikan fungsi tertentu,
sehingga dapat memberikan gambaran bagaimana
daerah-daerah pada suatu kawasan seharusnya
berfungsi.
TEORI-TEORI TATA GUNA LAHAN:
I. TEORI JALUR SEPUSAT (CONCENTRIC ZONE
THEORY).
Teori ini dikemukakan oleh E.W.Burgess, yang
mengidentifikasikan lima zone penggunaan tanah dalam
kawasan perkotaan:
1. Kawasan pusat kota (CBD).
2. Kawasan transisi, untuk komersial dan industri.
3. Kawasan perumahan buruh. (penduduk berpendapatan rendah)
4. Kawasan untuk perumahan penduduk berpendapatan sedang.
5. Kawasan yang menampung perkembangan baru (dipinggiran
kota) dan sepanjang jalan besar terdapat masyarakat
berpenghasilan menengah dan atas.
II. TEORI SEKTOR (SECTOR THEORY)
Teori Humer Hoyt (1939), mengemukakan bahwa kota-kota
tumbuh tidak dalam zone konsentrik saja, akan tetapi dalam
sektor-sektor dengan jenis perkembangan yang serupa. Misal:
daerah perumahan dapat berkembang keluar, sepanjang ada
hubungan transportasi.

Zone penggunaan tanah menurut Humer Hoyt:


1. Pada lingkaran pusat terdapat pusat kota.
2. Pada sektor tertentu terdapat kawasan industri ringan dan
kawasan perdagangan.
3. Dekat pusat kota dan dekat sektor tersebut, pada bagian
sebelahnya terdapat perumahan buruh.
4. Agak jauh dari pusat kota dan sektor industri serta perdagangan,
terletak perumahan golongan menengah.
5. Lebih jauh lagi, terdapat perumahan golongan atas.
III. TEORI PUSAT LIPAT GANDA
(MULTIPLE NUCLEI CONCEPT).
Kawasan pusat kota tidak dianggap satu-satunya pusat kegiatan
atau pertumbuhan, melainkan suatu rangkaian pusat kegiatan atau
pusat pertumbuhan dengan fungsi yang berbeda beda, seperti
industri, rekreasi, perdagangan, dsb.
Teori ini dikemukakan oleh Mc.Kenzie yang membagi kota
terdiri dari:
1. Pusat kota (CBD).
2. Kawasan niaga dan industri ringan
3. Perumahan berkualitas rendah.
4. Perumahan golongan menengah (kualitas menengah).
5. Perumahan golongan atas (kualitas tinggi).
6. Pusat industri berat.
7. Pusat niaga/perbelanjaan lain dipinggiran kota.
8. Kawasan Sub Urban, untuk perumahan menengah dan atas.
9. Kawasan Sub Urban, untuk industri.
DALAM MENGENDALIKAN PERKEMBANGAN
KAWASAN, DAPAT DIGUNAKAN METODE-METODE
SBB:

1. Planned Unit Development (PUD)


Metode ini dikenal sebagai “Cluster zoning”, digunakan pada
daerah pedesaan atau “sub urban”, sebagai perkembangan yang
itensif.
2. Urban Renewal Controles
Digunakan untuk mengatasi pertumbuhan dan perkembangan
kawasan fungsional dipusat kota.
3. Zoning Incentives.
Bonus yang diberikan kepada Developer sebagai imbalan
disediakan fasilitas-fasilitas untuk umum.
(Barnett, An Introduction to Urban Design, 1982, Hal 67)
KEUNTUNGAN DAN KELEMAHAN PEMBAGIAN
PENGGUNAAN LAHAN MENJADI KELOMPOK-KELOMPOK
KEGIATAN:

I. KEUNTUNGAN LAND USE PLAN.


Menjamin keamanan dan kenyamanan atas terjadinya
dampak negatif karena saling pengaruh antar zone.
Misalnya antara industri dan perumahan.

Adanya pengelompokkan aktivitas, fungsi dan kharakter


tertentu pada setiap zone yang terpisah akan memudahkan
dalam penataan, perencanaan, dan penggunaan lahan
secara mikro. Memudahkan implementasi dalam
pengawasan pelaksanaannya. (monitoring dan controlling).
II. KELEMAHAN LAND USE PLAN
Karena pembagian zone sudah sesuai fungsinya, pencapaian dari
satu tempat ketempat lain menjadi jauh dan memerlukan waktu
yang lama.

Dibutuhkan sarana prasarana transportasi yang besar dan


kemungkinan terjadi kepadatan lalu lintas pada jam-jam pulang
dan pergi kerja.

Timbulnya kesenjangan keramaian dan sepinya aktivitas


dikawasan tertentu, sehingga terdapat kawasan mati pada jam-jam
tertentu.

Kepadatan zone yang tidak seimbang menyebabkan pemanfaatan


lahan tidak optimal.
PENGENDALIAN DA PERLINDUNGAN BANGUNAN
DIPERLUKAN TEKNIK-TEKNIK SBB:
Pengendalian kerapatan fisik bangunan.
Pengendalian kepadatan penghuni bangunan melalui KLB.
Pengendalian tinggi maksimal bangunan.
Pengendalian jenis peruntukkan dilantai dasar (berorientasi pada
pedestrian).
Pengendalian atas koridor udara (dengan penentuan setback)
Mengatur bonus (incentives) bagi developer memberikan
kontribusi fasilitas umum.
Melindungi aset historis (konservasi).
LAND POLICY
Philip Kivell, 1993, LAND and the CITY. Patterns and
Processes of Urban Change.
Suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan pemerintah dalam
menentukan kebijaksanaan tata guna lahan, perencanaan,
kepemilikan, harga dan keuntungan dari suatu lahan, terutama
proses pengembangannya.

Tujuan Land Policy adalah:


• Untuk mengontrol pembangunan
• Mengontrol bentuk dan ukuran tata guna lahan.
• Mengontrol sertifikat luas tanah restribusi dari keuntungan
kegunaan tanah tersebut.
PROSES PENGEMBANGAN
Proses pengembangan dari kebijakan pertanahan secara garis besar
ditentukan:
The level of public intervantion.
The political economy in which it is set but
Generally it follows a predictable sequence.

Proses ini dimulai pada saat pertumbuhan kota/ekonomi meransang kebutuhan


mengembangkan tanah lebih intensif penggunaanya. (This starts when the
urban/economic growth stimulates the need to develop land to a more intensive
use).
Hal ini diikuti oleh ungkapan/pernyataan interest dari developer (kadang-kadang
termasuk pemerintah) dengan mempersiapkan:
• Proposals and plans
• Possible changes in the ownership of the land
• The securing of finance
• Physical preparation of site and construction work.
• The occuption of the completed scheme.
Lichfield (1956) dan Drewett (1973)
Proses tersebut diatas disederhanakan oleh Barret (1978) menjadi tiga tahap:
• Development pressures and prospects
• Development feasibility
• Implementation.
Waktu pengembangan akan ditentukan oleh:
• Ekonomi nasional
• Tingkat kebutuhan daerah, dari segi finansial
• Fluktuasi kedua faktor diatas.
Developer’s bid price for the land (L):
L = S – (l+c+I+e+p)
S = anticipated selling price of completed development.
I = estimated land preparation and infrastructure costs.
c = estimated construction costs.
i = estimated interest charges on land and construction costs
e = estimated legal and marketing costs
p = estimated developer’s profit.
LAND OWNER
Pre-development
CLIENT Owner of land DEVELOPER
Eventual owner/ Renter Assembles sites,
of completed Organises finance
development And marketing

ADVISORS
Surveyors Architects
Lawyers etc.
PUBLIC SECTOR FINANCIER
Regulates development Provides funding for
Provides infrastructure The development

BUILDER
Carries out construction
work

Figure 6.1 relation ship between principal participants in market governed land development
LAND USE THE CITY
LANDOWNER CHARACTERISTICS
1. Legal Personality (individual owner,
company,public body, etc) CONTEXTUAL FACTORS
2. Occupany status (owner occuper, 1. Land prices-current states
landiord, etc) of the land market, activity
3. Sources of income/wealth in the economy and states DECISION MODEL
4. Farnity/personal characteristics (age,
of the development industry
successor, etc)
5. Means of acquistion (inhentance, 2. Taxstion policy for revenue Relating to:
purchase, etc) and motive of ownership capital gains and development i. If, and when, the land
6. Knowledge and artitude to risk gains will be sold (financial
3. Land policy compensation and decisions)
betterment (see also 2), ii. Participation of the
computsory purchase powers, owner in the
nationalisation of development development process
SITE CHARACTERISTICS rights, etc (operational decision)
4. Planning policy-growth or iii. Land management
1. Size
restraint area; decisions on policy during the
2. Current use and level of fixed
appeal (i.a. reflection of central “opening” period
investment
3. Location in relation to exiting government attitudes to local (management decisions)
policy stands)
development, roads and services
4. Physical characteristic (drainage,
Response to all these factors is
topography, etc)
Significantly effect by expectations
5. Planning status (P.P/O.P.P. given,
zoned for development, green belt As to political change.
etc)

Source: Goodchild and Munton 1985: Figure 1.2


Figure 6.2 Land Owner Behaviour: contraints and the development process
DEFINITIONS….

The nature of management:


• Management is organizing: pulling things together and analog
in a general direction to bring about long-term organizational
survival (Watson, 1986)
Some principles implicit in these definitions:
• Organizing perhaps not doing it yourself
• Balance between control and flexibelity
• Notion of integrating and coordinating different activies
• Notion of participation.

ICT in Semarang: Land Management Focus


The Urban Land Market:
a Simplified Model

Private parties Government

Objectives
Economic Housing Environmental
Development management

Actors,
supply and Partnerships and Conflicts Policies and
demand Regulations

Land Tenure
Physical Characteristics

ICT in Semarang: Land Management Focus


Land Management in Indonesia:
points for discussion (1)
General principles:
The basic philosophy of the land system in Indonesia is that all
land is owned by the people collectively
• Article 33 of Constitution (1945): land water and air and the
natural wealth thereof shall be under control of the state, and
used for the maximum benefit of the people.
• Basic Agrarian Law (1960): the State has the inherent right to
control all aspects of private land ownership and to ensure that it
is used for the benefit of the people. Land tenure system based
on customary (adat) law; Europen land law abolished. But
conversions to ownership…?
• BPN (1988): as the state agency for all land in Indonesia, BPN
exerts the power to control, allocate and limite the ownership
rights of private individuals, groups or organisations to prossess,
use and tranfer land

ICT in Semarang: Land Management Focus


URBAN LAND ALLOCATION
Regional Level
X

Regional
B
Bid Rent

C Community
Z
Neighbourhood

V T OR P Q
Distance
Community Level

Community
Y B
Bid Rent

Neighbourhood
C
Z

V R P Q

Distance
Neighbourhood Level
/unit area) URBAN LAND ALLOCATION

Commerce
Overall land
 value surface
Rent or Price of Land (

Industry
Residential

O A B C
City Distance
Centre

Figure 2.1 Urban Land uses and the bid-rent model


LAND AND THE CITY

)
Cost of transport (
Cost of land (….)

X equilbrium
location
Distance from centre

Figure 2.2 Variation in land and transport costs with distance from city centre

Anda mungkin juga menyukai