Anda di halaman 1dari 24

Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22

Berlina Yudha Pratiwi, S.E, M.SA, Ak, CA


Landasan Hukum
• Undang-Undang PPh Pasal 22

• Peraturan Menteri Keuangan Nomor 34 Tahun 2017

• Peraturan Menteri Keuangan Nomor 110 Tahun 2018


Definisi
Merupakan pajak penghasilan yang dipungut atas:
• Kegiatan Impor
• Pembelian Barang
• Penjualan Hasil Produksi Industri Tertentu
• Penjualan Bahan Bakar Minyak, Bahan Bakar Gas, dan
Pelumas
• Penjualan Kendaraan Bermotor
• Pembelian Bahan-Bahan untuk Keperluan Industri/Ekspor
• Pembelian Komoditas Tambang
• Penjualan Barang yang Tergolong Sangat Mewah
Pemungut PPh Pasal 22
1. Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, atas impor barang;
2. Direktorat Jenderal Perbendaharaan, Bendahara Pemerintah baik di tingkat
Pusat ataupun di tingkat Daerah, yang melakukan pembayaran atas
pembelian barang;
3. Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah, yang melakukan
pembelian barang dengan dana yang bersumber dari belanja negara (APBN)
dan/atau belanja daerah (APBD), kecuali badan-badan tersebut pada angka
4;
4. Bank Indonesia (BI), PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA), Perum Badan
Urusan Logistik (BULOG), PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom), PT
Perusahaan Listrik Negara (PLN), PT Garuda Indonesia, PT Indosat, PT
Krakatau Steel, PT Pertamina, dan bank-bank BUMN yang melakukan
pembelian barang yang dananya bersumber dari APBN maupun non-
APBN;
5. Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen,
industri kertas, industri baja, dan industri otomotif, yang
ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas penjualan
hasil produksinya di dalam negeri;
6. Produsen atau importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas
atas penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas.
7. Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor perhutanan,
perkebunan, pertanian, dan perikanan yang ditunjuk oleh
Direktur Jenderal Pajak atas pembelian bahan-bahan untuk
keperluan industri atau ekspor mereka dari pedagang pengumpul.
8. Wajib Pajak Badan yang melakukan penjualan barang yang
tergolong sangat mewah (PMK Nomor 92/PMK.03/2019)
Nomor
210/PMK.03/2008
Nomor
08/PMK.03/2008
Nomor
154/PMK.03/2007
Nomor
236/KMK.03/2003
Nomor
392/KMK.03/2001
Dikecualikan dari Pemungutan PPh Pasal 22

a) Import barang/penyerahan barang yang berdasarkan UU tidak terutang PPh.


b) Import barang yang dibebaskan dari BM atau PPN (lihat next).
c) Dalam hal impor sementara jika nyata-nyata untuk di-ekspor kembali.
d) Pembayaran yang jumlahnya maksimal Rp1 juta dan tidak pembayaran yang terpecah-pecah.
e) Pembayaran untuk pembelian BBM, Listrik, Gas, Air Minum/PDAM dan benda-benda pos.
f) Emas batangan yang akan diproses untuk menghasilkan perhiasan untuk tujuan ekspor.
g) Pembayaran/Pencairan dana JPS.
h) Impor kembali dari barang yang telah diekspor dengan kualitas yang sama, misal: tujuan pengujian,
perbaikan yang memenuhi syarat Dirjen Bea Cukai.
 a&f  SKB Pajak
 b&c  sesuai UU/peraturan
 d, e, g, h  otomatis
Impor Barang yang Dibebaskan dari BM atau PPN
• Barang perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang bertugas
di Indonesia berdasarkan asas timbal balik.
• Barang untuk keperluan badan internasional yang diakui dan terdaftar
pada Pemerintah Indonesia beserta pejabatnya yang bertugas di
Indonesia dan tidak memegang paspor Indonesia.
• Barang kiriman hadiah untuk keperluan ibadah umum, amal, sosial, atau
kebudayaan.
• Barang untuk keperluan museum, kebun binatang, dan tempat lain
semacam itu yang terbuka untuk umum.
• Barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu
pengetahuan. barang untuk keperluan khusus tuna netra dan
penyandang cacat lainnya.
• Persenjataan. amunisi, dan penlengkapan militer, termasuk suku cadang
yang diperuntukkan bagi keperluan pertahanan dan keamanan negara.
• Barang dan bahan yang dipergunakan untuk menghasilkan barang
bagi keperluan pertahanan dan keamanan negara.
• Barang contoh yang tidak untuk diperdagangkan.
• Peti atau kemasan lain yang berisi jenazah atau abu jenazah.
• Barang pindahan.
• Barang pribadi penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas
batas, dan barang kiriman sampai batas nilai pabean dan
ataujumlah tertentu.
• Barang yang diimpor oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah
Daerah yang ditujukan untuk kepentingan umum.
• Vaksin Polio dalam rangka pelaksanaan program Pekan Imunisasi
Nasional (PIN).
• Buku-buku pelajaran umum, kitab suci dan buku-buku pelajaran
agama.
• Kapal laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau dan kapal
angkutan penyeberangan, kapal pandu, kapal tunda, kapal
penangkap ikan, kapal tongkang, dan suku cadang serta alat
keselamatan pelayaran atau alat keselamatan manusia yang
diimpor dan digunakan oleh perusahaan Pelayaran Niaga Nasional
atau perusahaan penangkapan ikan nasional.
• Pesawat udara dan suku cadang serta alat keselamatan
penerbangan atau alat keselamatan manusia, peralatan untuk
perbaikan atau pemeliharaan yang diimpor dan digunakan oleh
Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional.
• Kereta api dan suku cadang serta peralatan untuk perbaikan atau
pemeliharaan serta prasarana yang diimpor dan digunakan oleh PT
KAI.
• Peralatan yang digunakan untuk penyediaan data batas dan foto
udara wilayah NKRI yang dilakukan oleh TNI.
Dirjen Bea dan Cukai wajib menerbitkan Bukti Pemungutan PPh pasal 22 dalam rangkap 3 yaitu :
1. Lembar pertama untuk pembeli
2. Lembar kedua untuk disampaikan kepada Dirjen Pajak sebagai lampiran laporan bulanan
3. Lembar ke tiga untuk arsip Pemungut Pajak yang bersangkutan

Dirjen Bea dan Cukai harus menyetorkan pemungutan PPh Pasal 22 atas impor dalam jangka
waktu sehari setelah pemungutan pajak dilakukan ke Kantor Pos dan Giro atau Bank-Bank
Persepsi, dan harus melaporkan hasil pemungutannya tersebut ke Kantor Pelayanan Pajak
secara mingguan selambat-lambatnya tujuh hari setelah batas waktu penyetoran pajak terakhir
Dirjen Anggaran, Bendaharawan Pemerintah
Pusat/Daerah, BUMN/D, harus memungut dan
menyetorkan pemungutan PPh Pasal 22 ke Kantor
Pos dan Giro atau Bank Persepsi, pada hari yang
sama dengan pelaksanaan pembayaran, dengan
menggunakan formulir SSP yang telah diisi oleh dan
atas nama rekanan serta ditandatangani oleh
Bendaharawan. SSP berlaku sebagai bukti pungutan
pajak. Pelaporan harus disampaikan selambat-
lambatnya empat belas hari setelah Masa Pajak
berakhir
Badan usaha yang bergerak di bidang industri semen, rokok,
kertas, baja dan otomotif yang ditunjuk oleh Kepala KPP harus
memungut PPh pasal 22 atas penjualan hasil produksinya di
dalam negeri dan wajib menerbitkan Bukti Pemungutan PPh
Pasal 22 dalam rangkap tiga, yaitu:
• Lembar pertama untuk pembeli
• Lembar kedua untuk disampaikan kepada Dirjen Pajak
sebagai lampiran bulanan
• Lembar ketiga untuk arsip Pemungut Pajak yang
bersangkutan
Badan usaha tersebut harus menyetor secara
kolektif pemungutan PPh Pasal 22 selambat-
lambatnya tanggal lima belas bulan takwim setelah
Masa Pajak berakhir. Pelaporan dilakukan dengan
cara menyampaikan SPT Masa selambat-lambatnya
dua puluh hari setelah Masa Pajak berakhir
PPh Pasal 22 dari penyerahan oleh Pertamina atas hasil
produksinya, dari penyerahan bahan bakar minyak dan gas
oleh badan usaha selain Pertamina dan dari penyerahan gula
pasir dan tepung terigu oleh Bulog, dipungut dengan cara
dilunasi sendiri oleh Wajib Pajak ke Bank Persepsi atau Kantor
Pos dan Giro sebelum Surat Perintah Pengeluaran Barang
(Delivery Order) ditebus, dengan menggunakan SSP yang juga
merupakan bukti pungutan pajak.

Pelaporan dilakukan dengan cara menyampaikan SPT Masa


selambat-lambatnya dua puluh hari setelah Masa Pajak
berakhir
Tarif PPh Pasal 22
• Kegiatan Impor (Dipungut oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai ):
1. Impor barang tertentu (Lampiran A PMK Nomor 110 Tahun 2018)
dipungut sebesar 10% dari Nilai Impor (dengan atau tanpa angka
pengenal impor/API)
2. Impor barang tertentu lainnya (Lampiran B PMK Nomor 110 Tahun
2018) dipungut sebesar 7,5% dari Nilai Impor (dengan atau tanpa
angka pengenal impor/API)
3. Impor kedelai, gandum, dan tepung (Lampiran C PMK Nomor 110
Tahun 2018) dipungut sebesar 0,5% dari Nilai Impor (dengan atau
tanpa angka pengenal impor/API)
4. Barang selain pada Lampiran A, B, dan C pada PMK Nomor 110 Tahun 2018
dipungut sebesar 2,5% dari Nilai Impor dengan Angka Pengenal Impor (API)
5. Barang selain pada Lampiran A, B, dan C pada PMK Nomor 110 Tahun 2018
dipungut sebesar 7,5% dari Nilai Impor tanpa menggunakan Angka Pengenal
Impor (API)

Nilai Impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar perhitungan bea masuk yaitu Cost
Insurance and Freight (CIF) ditambah dengan bea masuk dan pungutan lainnya yang dikenakan
berasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan pabean di bidang impor).

Angka Pengenal Importir (API) merupakan tanda pengenal  yang harus dimiliki oleh setiap
importir atau perusahaan  yang melakukan perdagangan impor
• Kegiatan Ekspor:
Ekspor komoditas tambang batubara, mineral logam, dan mineral bukan
logam (Lampiran D PMK Nomor 110 Tahun 2018) dipungut sebesar 1,5%
dari Nilai Ekspor (yang ada pada Pemberitahuan Pabean Ekspor)

• Dipungut oleh Pembeli (Bendaharawan Pemerintah termasuk


BUMN/BUMD)
Atas pembelian barang yang dibiayai dengan APBN/APBD sebesar 1,5%
dari harga pembelian
• Kegiatan Penjualan atas Industri: (Dipungut oleh Penjual)
1. Semen  0,25% x DPP PPN
2. Rokok  0,15% x Harga Bandrol
3. Kertas  0,10% x DPP PPN
4. Sektor Perhutanan, pertanian, perikanan atas pembelian bahan-bahan
industri  1,5% x Harga Pembelian
5. Baja  0,30% x DPP PPN
6. Otomotif  0,45% x DPP PPN
• Penjualan barang yang tergolong sangat mewah 5% dari harga jual tidak termasuk
PPN
• Atas penjualan hasil produksi Pertamina dan badan usaha selain Pertamina yang
bergerak di bidang bahan bakar minyak jenis premix dan gas kepada penyalur
dan/atau agennya:
No. Jenis Produk SPBU Swasta SPBU Pertamina

1 Premium 0,3% dari Penjualan 0,25% dari Penjualan


2 Solar 0,3% dari Penjualan 0,25% dari Penjualan
3 Premix Super TT 0,3% dari Penjualan 0,25% dari Penjualan
4 Minyak Tanah 0,3% dari Penjualan
5 Gas LPG 0,3% dari Penjualan
6 Pelumas 0,3% dari Penjualan
• PPh 22 Dipungut Bendaharawan Negara
– Jumlah pajak yang dipungut oleh bendaharawan merupakan
pengurang kas yang diterima dicatat sebagai pembayaran
pajak dimuka.
– PPN dan PPnBM tidak dicatat, namun bukti potongnya
dimintakan untuk memperoleh restitusi pajak.

• PPh 22 Atas Impor


– Jumlah PPh 22 yang dibayarkan dicatat sebagai pajak dibayar
dimuka.
– Untuk Bea Masuk dan PPnBM menjadi penambah nilai
persediaan.
• Pihak Pemungut
Mencatat penerimaan kas dan mengakui utang
pajak, sebab harus disetor ke kas negara.
• Pihak yang Dipungut
Mencatat pembayaran tersebut sebagai pajak
dibayar di muka pada saat pembelian, sebab
kewajiban perpajakannya telah dipenuhi.
Cases
1. CV Maju Jaya yang suda mempunyai NPWP menjual komputer pada
Kantor Pemkot Surakarta dengan DPP sebesar Rp 100.000.000,-. Atas
transaksi tersebut, berapakah besarnya PPh Pasal 22 yang harus
dipungut?
2. Marabahan yang belum mempunyai NPWP menjual printer pada kantor
Pemkot Surakarta dengan DPP sebesar Rp 10.000.000,-. Atas transaksi
tersebut, berapakah besarnya PPh Pasal 22 yang harus dipungut?
3. PT Kujang menjual semen kepada PT Perkasa sebagai distributornya
dengan harga jual termasuk PPN sebesar Rp 440.000.000,-. Berapakah
besarnya PPh Pasal 22 yang harus dipungut?
Cases
4. PT Hangga sebagai distributor kertas membeli produk kertas sebesar Rp
110.000.000,- dari perusahaan kertas PT ABC, berapakah besarnya PPh
Pasal 22 yang dipungut oleh pabrikan?
5. PT Auto Jaya sebagai distributor otomotif membeli produk dengan DPP
sebesar Rp 600.000.000,- dari PT Nova Indo sebagai ATPM, berapakah
besarnya PPh Pasal 22 yang dipungut?

Anda mungkin juga menyukai