Pemikiran sosiologi berkembang manakala masyarakat
menghadapi ancaman terhadap hal yang selama ini
dianggap sebagai sesuatu yang benar dan nyata menghadapi “ancaman terhadap tatanan sosial” (“theats to the taken for granted world”). Hal ini terjadi ketika pada kondisi tertentu, sesuatu hal yang selama ini menjadi pegangan hidup manusia mengalami krisis, maka di saat itulah orang mulai melakukan renungan sosiologi (Berger and Berger dalam Kamanto Sunarto, 1981: 30).
Emile Durkheim Max Weber R.K Merton Anthony Giddens
Peristiwa apakah yang menurut para pemikir Eropa di abad ke-18 dianggap sebagai ancaman terhadap sesuatu yang bagi masyarakat telah diterima sebagai kenyataan ataupun kebenaran itu? Salah satu hal yang dianggap sebagai ancaman ialah disintegrasi kesatuan masyarakat abad pertengahan, khususnya pada masyarakat Eropa. Beberapa literature menyebutkan berbagai hal yang mendorong lahirnya sosiologi. L. Laeyendecker dalam bukunya yg berjudul “Tata, Perubahan, dan Ketimpangan; Suatu Pengantar Sejarah Sosiologi” menghubungkan kelahiran sosiologi dengan rangkaian perubahan berjangka panjang yang melanda Eropa Barat di Abad Pertengahan. Proses perubahan jangka panjang tsb adalah: 1.Tumbuhnya kapitalisme pada akhir abad ke-15. 2.Perubahan di bidang sosial dan politik. 3.Perubahan berkenaan dengan reformasi Martin Luther. 4.Meningkatnya individualisme. 5.Lahirnya ilmu pengetahuan modern. 6.Berkembangnya kepercayaan pada diri sendiri. Ritzer (1992: 6-9) pun merumuskan ada beberapa daftar kekuatan sosial yang mendorong pertumbuhan sosiologi. Kekuatan sosial tersebut adalah Revolusi politik ; Revolusi industri dan munculnya kapitalisme; Munculnya sosialisme ; Proses urbanisasi ; Perubahan keagamaan, dan Pertumbuhan ilmu. Muncul dan Berkembangnya Kapitalisme Berkembangnya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Gerakan Pembaharuan dan Protestan “Martin Luther dan Cauvinisme”. Revolusi Industri Munculnya Kepencayaan diri dan Individualisme yang Tinggi Para ahli sosiologi membedakan antara para perintis awal yang hidup pada abad ke-18 dan 19, dan para tokoh sosiologi masa kini yang hidup pada abad ke-20. Orang yang oleh Lewis Coser dianggap sebagai pemuka pemikiran sosiologi (Master of sociological throught) ialah: Saint-Simon, Comte, Herbert Spencer, Emile Durkheim, Max Weber, Karl Marx, Sorokin, George Herbert Mead, Cooley (Corser, 1977)
Doyle Paul Jhonson dalam bukunya “Sosiologi Klasik dan
Modern” menyebutkan tokoh Comte, Karl Marx, Durkheim, Weber, Simmel sebagai tokoh sosiologi klasik (classical founders), sedangkan tokoh seperti Mead, Goffman, Homans, Thibaut dan Kelly, Blau, Parson, Merton, Milss, Dahdendorf, Corser, Collins sebagai penganut perspektif masa kini (Contemporary Perspectives) (Jhonson, 1981).
Menurut L. Laeyendecker (Sejarah Sosiologi) dalam kajiannya
menyebutkan sejumlah nama tokoh sosiologi terdiri atas Comte, Karl Marx (1818-1883), filsuf sosial Jerman yang sangat terkenal itu menantang pandangan kapitalisme yang telah berhasil menjadi landasan struktur ekonomi. Dalam bukunya yang ditulis dalam 3 volume, ia menelaah apa yang tengah terjadi saat itu yang ditemuinya dalam Karl Heinrich Marx kesehariannya. Ia dibantu sahabatnya, Frederic Engels Lahir: Trier, Jerman, 5 Mei 1818 Wafat: (1820-1895), mereka berdua mendirikan sosialisme ilmiah, London, 14 Maret 1883 komunisme. Tak lagi berbicara ide-ide, berbicara soal dunia dewa-dewa, mereka membedah situasi masyarakat yang ada. Mereka melihat bagaimana kapitalisme gagal dan banyak membuat orang sengsara. Filsafatnya berusaha membumi. Namun bagaimana akibatnya? Jika Smith berusaha memisahkan ekonomi politik dengan politik negara, Marx dan Engels menggabungkan keduanya. Penting bagi mereka untuk melihat persaingan, kompetisi, sebagai hal yang mesti dicampuri. Keadilan tak diperoleh dengan membebaskan penguasa ekonomi menjadi lebih kuat dari penguasa politik. Ilmu politik mereka bersandar pada ekonomi dan pandangan materialisme yang melihat secara nyata keadaan sekitar, mereka mencoba meramal, suatu saat akan ada perubahan sosial yang dahsyat yang mengganggu ekonomi yang berlandaskan kapitalisme. Karl Marx (1818-1883), Teorinya adalah tentang teori perjuangan kelas ekonomi: kelas ekonomi lemah dan kelas ekonomi kuat. Ekonomi lemah akan melakukan perjuangan perubahan nasib atas penindasan ekonomi kuat. Semuanya bersifat teoretis Karl Heinrich Marx Lahir: Trier, Jerman, 5 Mei 1818 dan keilmuan bagi mereka, meski tetap dipengaruhi oleh Wafat: London, 14 Maret 1883 berbagai spekulasi pendahulu mereka. Namun nasib pandangan keduanya yang ingin membentuk teori ilmiah menjadi lain saat bertemu dengan kondisi praktis dari politik. Jauh setelah mereka meninggal dunia, dunia terbelah dua, komunis versus kapitalis. Keduanya berevolusi dengan permainan politik yang implementatif dan praktis yang jauh dari perkiraan sebelumnya. Politikus "mempermainkan" teori-teori mereka sedemikian untuk mempercepat revolusi, taktis, strategis, dan sudah tak lagi menjadi ilmiah, karena buku Marx menjadi kultus. Sistem ekonomi negara komunis dipusatkan pada pemerintah. Setiap hari menjadi revolusioner, terjadi keresahan, hingga negara-negara komunis runtuh di kemudian hari. David Émile Durkheim (15 April 1858 - 15 November 1917) dikenal sebagai salah satu pencetus sosiologi modern. Ia mendirikan fakultas sosiologi pertama di sebuah universitas Eropa pada 1895, dan menerbitkan salah satu jurnal pertama yang diabdikan kepada ilmu sosial, L'Année Sociologique pada 1896 Sosiolog Perancis ini pemikirannya banyak dipengaruhi oleh Auguste Comte. Ia merupakan sosiolog yang sangat mendambakan pendekatan ilmiah dalam memahami fenomena sosial. Teorinya berawal dari pemahaman bahwa kelompok manusia memiliki sifat yang lebih dari atau sama dengan jumlah dari sifat-sifat individual yang menyusun kelompok tersebut. Dari sini ia menerangkan banyak hal, bahwa sistem sosial seimbang oleh karena adanya nilai-nilai yang dianut bersama oleh individu, seperti nilai moral dan agama. Inilah yang mengikat individu dalam kelompok masyarakat. Rusaknya nilai-nilai ini berarti rusaknya kesetimbangan sosial; melalui ketidaknyamanan pada individu-individu masyarakatnya.
Contohnya yang terkenal adalah kasus bunuh diri. Menurutnya,
orang bunuh diri karena hilangnya rasa memiliki dan dimiliki orang tersebut dalam masyarakat. Secara ekstrim, fungsionalis berfikir bahwa masyarakat pada awalnya disusun oleh individu yang ingin memenuhi kebutuhan biologisnya secara bersama, namun pada akhirnya berkembang menjadi kebutuhan-kebutuhan sosial. Kelanggengan kolektif ini membentuk nilai masyarakat, dan nilai inilah yang membuat masyarakat tetap seimbang. Max Weber (1864-1920), pemikir sosial Jerman, mungkin adalah orang yang di zamannya paling merasa tertantang oleh determinisme ekonomi Marx yang memandang segala sesuatu dari sisi politik ekonomi. Berbeda dengan Marx, Weber dalam karya-karyanya menyentuh secara luas ekonomi, sosiologi, politik, Maximilian Weber dan sejarah teori sosial. Weber ahli menggabungkan berbagai spektrum ekonomi politik sosiolog Jerman daerah penelitiannya tersebut untuk Lahir: 21 April 1864 membuktikan bahwa sebab-akibat dalam Erfurt, Jerman Wafat: sejarah tak selamanya didasarkan atas 14 Juni 1920 Munich, Jerman motif-motif ekonomi belaka. Weber berhasil menunjukkan bahwa ide-ide religius dan etis justru memiliki pengaruh yang sangat besar dalam proses pematangan kapitalisme di tengah masyarakat Eropa, sementara kapitalisme agak sulit mematangkan diri di dunia bagian timur oleh karena perbedaan religi dan filosofi hidup dengan yang di barat lebih dari pada sekadar faktor-faktor kegelisahan ekonomi atas penguasaan modal sekelompok orang yang lebih kaya.
Karyanya yang sangat populer adalah esai yang berjudul “Etika
Protestan dan Semangat Kapitalisme”, yang mengawali penelitiannya tentang sosiologi agama. Weber berpendapat bahwa agama adalah salah satu alasan utama bagi perkembangan yang berbeda antara budaya Barat dan Timur. Dalam karyanya yang terkenal lainnya, Politik sebagai Panggilan, Weber mendefinisikan negara sebagai sebuah lembaga yang memiliki monopoli dalam penggunaan kekuatan fisik secara sah, sebuah definisi yang menjadi penting dalam studi tentang ilmu politik Barat modern. Secara etimologis, Kata “Sosiologi” berasal dari kata, yaitu: “Socious” (Bahasa Latin) dan “Logos” (Bahasa Yunani). Socious berarti “teman”, sedangkan kata “Logos” berati “ilmu, kata, perkataan atau pembicaraan”. Dengan demikian, secara harfiah sosiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang pertemanan. Pengertian tersebut dapat diperluas menjadi ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang pergaulan hidup manusia dan masyarakat.
Auguste Comte (1798-1857) Tokoh filsuf positifis Perancis, yang
menggunakan istilah SOSIOLOGI pertama kali. Sosiologi merupakan bagian ilmu pengetahuan dari rumpun ilmu-ilmu sosial (social sciences). Istilah Sosiologi pertama kali digunakan “Bapak Sosiologi”: Auguste Comte (1798-1857), filsuf positifis Perancis, dalam bukunya yang berjudul: “Cours de Philosophie Positive”, yang terinspirasi oleh pemikiran bapak fisika dunia saat itu, Isaac Newton (1642-1727), sebagai ilmu yang mempelajari hukum-hukum alam. Comte menunjukkan bahwa sosiologi merupakan ilmu yang mempelajari hukum-hukum yang mengatur kehidupan sosial Herbert Spencer mengemukakan bahwa sosiologi mempelajari tumbuh, bangun, dan kewajiban masyarakat.
Emile Durkheim menyatakan sosiologi adalah ilmu
yang mempelajari fakta-fakta sosial, yaitu fakta-fakta yang berisikan cara bertindak, berpikir, dan berperasaan yang ada di luar individu. Fakta tersebut mempunyai kekuatan untuk mengendalikan individu.
Max Weber mengatakan bahwa sosiologi adalah
ilmu yang berupaya memahami tindakan-tindakan sosial. Pitirim Sorokin dalam Soerjono Soekanto (1982: 17) mengatakan bahwa sosiologi adalah ilmu yang mempelajari: (1) hubungan dan pengaruh timbal balik antara aneka macam gejala-gejala sosial (misalnya, antara gejala ekonomi dengan agama: kelauarga dengan moral; hukum dengan ekonomi; gerak masyarakat dengan politik dan sebagainya); (2) Hubungan dan pengaruh timbal-balik antara gejala sosial dengan gejala-gejala non-sosial (misalnya, gejala geografis, biologis dan sebagainya); dan (3) Ciri-ciri umum dari semua jenis gejala-gejala sosial. Joseph Roucek and Warren mengemukakan bahwa sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara manusia dalam kelompok-kelompok. William F. Ogburn and Meyer F. Nimkoff berpendapat bahwa sosiologi adalah penelitian secara ilmiah terhadap interaksi sosial dan hasilnya, yaitu organisasi sosial. J.A.A. van Doorn en C.J. Lammers berpendapat bahwa sosiologi adalah ilmu pengetahuan tentang struktur-struktur dan proses-proses kemasyarakatan yang bersifat stabil. Alvin Bertrand (1972) menghayati sosiologi sebagai suatu ilmu yang mempelajari dan menjelaskan hubungan antar manusia (human relationships). Allan Jhonson (1992) mendefinsikan sosiologi adalah ilmu yang mempelajari kehidupan dan perilaku sosial, terutama berkaitan dengan suatu sistem sosial dan bagaimana sistem tersebut mempengaruhi orang dan bagaimana pula orang yang terlibat di dalamnya mempengaruhi sistem tersebut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi menyatakan bahwa sosiologi adalah suatu ilmu yang mempelajari struktur sosial dan proses-proses sosial, termasuk perubahan sosial. Struktur sosial adalah keseluruhan jalinan antara unsur-unsur sosial yang pokok, yaitu norma- norma sosial, lembaga-lembaga sosial, dan lapisan-lapisan sosial. Proses sosial adalah pengaruh timbal balik antara berbagai segi kehidupan bersama. Mislanya, pengaruh ekonomi terhadap politik, agama terhadap ekonomi, hukum terhadap agama dan sebagainya. Perubahan sosial adalah perubahan yang terjadi dalam struktur sosial. Soerjono Soekanto (1985) justru mendefinisikan sosiologi sebagai ilmu sosial yang menjadikan masyarakat sebagai obyeknya. Ilmu ini bersifat empirik, teoritis, kumulatif dan non- etis. Ilmu ini disebut non-etis, barangkali karena para paka cenderung menjadikan ilmu ini sebagai suatu upaya keilmuan yang bebas nilai (value free science) Kamus Istilah Sosiologi (1984) mengemukakan bahwa ilmu kemasyarakatan, sosiologi adalah ilmu yang mencoba mempelajari hubungan dan pengaruh timbal balik di antara berbagai ragam gejala sosial. Pakar sosiologi, misalnya, mencari kaitan antara berbagai variabel seperti gejala ekonomi dan agama, keluarga atau cara sosialisasi anak dengan moral, hubungan antara gejala sosial yang berkaitan dengan hukum dan perilaku ekonomi, mobilitas sosial dan politik, dan sebagainya. Tidak jarang pula para pakar menelusuri hubungan dan pengaruh timbal balik antara gejala sosial dengan gejala non-sosial, seperti gejala biologik, geografi, dan perilaku sosial tertentu. Tujuan sosiologi adalah meningkatkan daya dan kemampuan manusia dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan hidupnya. Caranya adalah dengan mengembangkan pengetahuan yang obyektif mengenai gejala-gejala kemasyarakatan yang dapat dimanfaatkan secara efektif untuk memecahkan masalah- masalah sosial. Tujuan sosiologi adalah meningkatkan daya dan kemampuan manusia dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan hidupnya. Caranya adalah dengan mengembangkan pengetahuan yang obyektif mengenai gejala-gejala kemasyarakatan yang dapat dimanfaatkan secara efektif untuk memecahkan masalah-masalah sosial. Sebagai contoh, apabila seseorang ingin berhubungan dengan masyarakat lain atau organisasi tertentu, maka seharusnya ia mempelajari terlebih dahulu sifat dan karakteristik masyarakat maupun organisasi tersebut. 1) Ilmu sosial yang mempelajari gejala-gejala kemasyarakatan. 2) Suatu disiplin yang kategoris, bukanlah disiplin normatif. Artinya, sosiologi membatasi diri dengan apa yang terjadi dan bukan pada apa yang harusnya terjadi 3) Ilmu pengetahuan yang murni (pure science), dan bukan ilmu terapan (applied science) 4) Ilmu pengetahuan yang abstrak dan bukan konkrit. Artinya, yang diperhatikannya adalah bentuk dan pola-pola peristiwa-peristiwa dalam masyarakat 5) Bertujuan untuk menghasilkan pengertian-pengertian dan pola- pola umum. Sosiologi meneliti dan mencari apa yang menjadi prinsip atau hukum-hukum umum dari interaksi antar-manusia dan perihal sifat, hakikat, isi, dan struktur masyarakat manusia 6) Ilmu pengetahuan yang empiris dan rasionil. Ciri ini menyangkut soal metode yang dipergunakan yang selanjutnya 7) Ilmu pengetahuan yang umum dan bukan merupakan ilmu pengetahuan yang khusus. Artinya, sosiologi mepelajari gejala yang umum ada pada setiap interaksi antar-manusia. Bersifat Empiris Bersifat Teoritis Bersifat Non-Etis Bersifat Kumulatif Sosiologi didasarkan pada observasi terhadap kenyataan dan akal sehat serta hasilnya tidak bersifat spekulatif. Sosiologi selalu berusaha untuk menyusun abstrak dari hasil-hasil observasi. Kerangka unsur-unsur yang tersusun logis serta menjelaskan hubungan sebab- akibat shg menjadi teori. Sosiologi bersifat kumulatif –teori- teorinya dibentuk atas dasar teori- teori yg sudah ada: memperbaiki, memperluas, menghaluskan teori yg sudah ada. Yang dipersoalkan sosiologi bukanlah buruk-baiknya fakta tertentu, akan tetapi tujuannya adalah untuk menjelaskan fakta tersebut secara analitis.