Anda di halaman 1dari 74

PRESENTASI KASUS

KRISIS HIPERTENSI

Oleh :
Dr. Andika Putra Cipta

Pembimbing : dr. Latifah Indriyani


DESKRIPSI KASUS
IDENTITAS PASIEN
• Nama : Ny. R
• Tanggal Lahir : 5 Maret 1961
• Usia : 60 tahun
• Jenis Kelamin : Perempuan
• Alamat : Pengasih
• Tanggal MRS : 12 April 2021
RIWAYAT PENYAKIT
• Keluhan Utama : Nyeri kepala
• Riwayat Penyakit Sekarang :
• ± 2 HSMRS pasien merasakan sakit kepala pada bagian tengah. Sakit kepala
dirasakan hilang timbul dan tidak terlalu berat. Pasien mengonsumsi
paracetamol untuk meredakan keluhannya.
• HMRS pasien mengeluhkan nyeri kepala yang semakin berat. Nyeri dirasakan
di seluruh bagian kepala dan hingga ke bagian leher belakang. Nyeri
dirasakan sangat berat dan berlangsung terus-menerus. Pasien
mengonsumsi paracetamol tetapi keluhan tidak membaik. Selain itu, pasien
juga mengeluhkan kesemutan pada kedua kaki, mual, dan bibir seperti
tertarik ke kiri. Keluhan demam, pandangan kabur, kelemahan anggota gerak
kelainan BAK dan BAB disangkal.
RIWAYAT PENYAKIT
• Riwayat Penyakit Dahulu :
• Riwayat hipertensi (+)
• Riwayat gout (-)
• Riwayat DM (+)
• Riwayat penyakit jantung (-)
• Riwayat penyakit ginjal (-)
• Riwayat asma (-)
• Riwayat stroke (-)
• Riwayat alergi (-)
RIWAYAT PENYAKIT
• Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak dijumpai keluhan serupa pada anggota keluarga yang lain.
SCREENING COVID
• Demam (-)
• Batuk, sesak napas, nyeri tenggorokan (-)
• Riwayat berpergian keluar kota dalam 2 minggu terakhir (-)
• Riwayat dikunjungi pasien dari luar kota/sedang menunggu
hasil pemeriksaan COVID/terkonfirmasi COVID (-)
• Sedang menunggu hasil tes swab (-)
PEMERIKSAAN FISIK
• Keadaan Umum : Compos mentis, sedang
• Tanda Vital :
• Tekanan Darah : 231/109 mmHg
• Nadi : 98 x/menit, kuat, reguler, simetris
• Respirasi : 20 x/menit
• Suhu : 36,8 °C (axilla)
• SpO2 : 99% Room Air
PEMERIKSAAN FISIK
• Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks
pupil (+/+), pupil isokor 3 mm/3 mm
• Telinga : discharge (-)
• Hidung : discharge (-), hiperemis (-)
• Mulut : bibir kering (-), pucat (-), erosi (-), lateralisasi (+)
ke kiri
• Tenggorokan : faring hiperemis (-), tonsil dbn.
• Leher : limfonodi tidak teraba.
• Kulit : dbn.
PEMERIKSAAN FISIK
• Paru :
• Inspeksi : Simetris, retraksi (-),
ketinggalan gerak (-), datar
• Palpasi : Fremitus taktil dbn. SDV (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
• Perkusi : Sonor (+/+)
• Auskultasi : SDV (+/+), ronkhi (-/-),
wheezing (-/-), RBB (-/-) SDV (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

SDV (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)


RBB (-/-)
PEMERIKSAAN FISIK
• Jantung :
• Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
• Palpasi : Ictus cordis teraba di SIC 4-5, linea midclavicularis sinistra
• Perkusi : Cardiomegaly (-)
• Auskultasi : S1-S2 reguler, gallop (-), murmur (-)
PEMERIKSAAN FISIK
• Abdomen :
• Inspeksi : Flat, permukaan
perut sama tinggi dengan dada
• Perkusi : Timpani 13 titik,
shifting dullness (-)
• Auskultasi : Bising usus (+)
• Palpasi : Supel, nyeri
tekan (-), hepar dan lien tidak
teraba, hepatojugular refleks (-)
PEMERIKSAAN FISIK
• Ekstremitas Atas • Ekstremitas Bawah
• Akral hangat (+/+) • Akral hangat (+/+)
• Akral pucat (-/-) • Akral pucat (-/-)
• Kekuatan motorik 5/5 • Kekuatan motorik 5/5
• Refleks fisiologis +2/+2 • Refleks fisiologis +2/+2
• Refleks patologis (-/-) • Refleks patologis (-/-)
• Sensorik dbn • Sensorik dbn
• Edema (-/-) • Edema (-/-)
• WPK < 2 detik • WPK < 2 detik
• ROM dbn. • ROM dbn.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Parameter Hasil Satuan Nilai Rujukan Parameter Hasil Satuan Nilai Rujukan
HEMATOLOGI KIMIA
Hemoglobin 13 /µL 14 – 16 Glukosa Sewaktu H 213 Mg/dl 50 – 200
Hematokrit 41,6 % 37 – 47 Ureum 26 10 – 50
Eritrosit 4,63 106/µL 3,9 – 5,5 Kreatinin 0,98 Mg/dl 0,8 – 1,30
Leukosit 9,85 106/µL 4,0 – 10.5
Trombosit 206 103/µL 150 – 450
MCV 81,6 fL 80.0 – 97.0
MCH 28,5 pg 27.0 – 32,0
MCHC 35,0 % 32,0 – 38,0
RDW L 11,1 % 11.5 – 14.5
Neutrofil 62,05 % 50,0 – 70,0
Limfosit 28,13 % 25,0 – 40,0
Monosit 7,106 % 3–9
Eosinofil 1,637 % 0.5 – 5
Basofil H 1,078 % 0.0 – 1,0
DIAGNOSIS
• Krisis Hipertensi tipe Hipertensi Emergensi
• DM
TATALAKSANA DI IGD
• O2 3 LPM NK
• Inj. Ranitidin 1A
• Inj. Ketorolac 1A
• PO. Captopril 25 mg sublingual
• PO. Amlodipin 10 mg
• Drip Nicardipine 12 cc/jam
PEMBAHASAN
PENDAHULUAN
• Hipertensi merupakan manifestasi gangguan keseimbangan
hemodinamik sistem kardiovaskuler yang patofisiologinya
multifaktorial.
• Menurut JNC VII, hipertensi adalah keadaan di mana tekanan darah
sistolik sama atau lebih dari 140 mmHg dan/atau diastolik sama
atau lebih dari 90 mmHg.
KLASIFIKASI JNC VII
Klasifikasi TD Sistolik (mmHg) TD Diastolik (mmHg)
Normal < 120 < 80
Prehipertensi 120 – 139 80 – 89
Hipertensi derajat I 140 – 159 90 – 99
Hipertensi derajat II > 160 > 100
ETIOLOGI
• Hipertensi disebut primer apabila penyebabnya tidak diketahui
(90%), bila ditemukan penyebabnya disebut sekunder (10%)
• Penyebab-penyebabnya antara lain
• Penyakit : CKD, Cushing syndrome, coarctatio aorta, obstructive sleep
apnea, tiroid, paratiroid, aldosteronisme primer, feokromositoma
• Obat-obatan : prednison, fludrokortison, triamsinolon, amfetamin,
kontrasepsi oral (estrogen), siklosporin, takrolimus, PPA, eritropoietin,
NSAID, metoklopramid, karbamazepin, klozapin, bromokriptin, dll.
• Makanan : sodium, etanol, licorice
PATOGENESIS
• Peran volume intravaskular
• Peran kendali saraf otonom
• Peran renin angiotensin aldosteron (RAA)
• Peran dinding vaskular pembuluh darah
PERAN VOLUME INTRAVASKULAR
PERAN KENDALI SARAF OTONOM
• Saraf simpatis dan parasimpatis
• Ada beberapa reseptor adrenergik yang berada di jantung, ginjal,
pembuluh darah yaitu α1, α2, β1, β2
• Pengaruh lingkungan akan meningkatkan neurotransmitter simpatis
seperti katekolamin, norepinefrin, dan dopamine
• Neurotransmiter ini akan meningkatkan denyut jantung (Heart Rate) lalu
di ikuti kenaikan CO atau CJ, sehingga tekanan darah akan meningkat
• Karena pada dinding pembuluh darah juga ada reseptor α1, maka bila
NE meningkat hal tersebut akan memicu vasokonstriksi
• Pada ginjal NE juga berefek negatif, sebab di ginjal ada reseptor β1 dan
α1 yang akan memicu terjadinya retensi natrium, mengaktifasi sistem
RAA
PERAN RAA SISTEM
PERAN DINDING PEMBULUH DARAH
• Terjadi perubahan struktur dan fungsi pembuluh darah
• Disfungsi endotel : terjadi gangguan keseimbangan tonus
pembuluh darah yang ditandai dengan menurunnya faktor relaksasi
vaskuler seperti NO dan meningkatnya faktor yang menyebabkan
terjadinya vasokonstriksi seperti faktor proinflamasi
• Remodeling vaskuler : penebalan dinding arteri sehingga terjadi
peningkatan rasio antara media dan lumen, paling dominan
diperantarai oleh RAA
PENDEKATAN DIAGNOSIS
• Anamnesis
• Lama menderita hipertensi
• Indikasi adanya hipertensi sekunder : riwayat penyakit ginjal, pemakaian
analgesik, dan obat lainnya
• Feokromositoma (episode berkeringat, sakit kepala, palpitasi)
• Aldosteronisme (Lemah otot dan tetani)
• Pengobatan anti hipertensi sebelumnya
• Faktor pribadi, keluarga dan lingkungan
PENDEKATAN DIAGNOSIS
• Faktor risiko
• Riwayat hipertensi atau kardiovaskuler pada pasien atau keluarga
• Riwayat hiperlipidemia pada pasien atau keluarga
• Riwayat DM pada pasien atau keluarga
• Kebiasaan merokok
• Pola makan
• Kegemukan
• Intensitas olahraga
PENDEKATAN DIAGNOSIS
• Gejala kerusakan organ
• Otak dan mata : sakit kepala, vertigo, gangguan penglihatan, TIA, defisit
sensoris atau motoris
• Jantung : palpitasi, nyeri dada, sesak, bengkak kaki, tidur dengan posisi
tinggi
• Ginjal : haus, poliuria, nokturia, hematuria, hipertensi disertai kulit anemis
• Arteri perifer : ekstremitas dingin, klaudikasio intermiten
PENDEKATAN DIAGNOSIS
• Pemeriksaan Fisik
• Pengukuran tekanan darah dengan sphygmomanometer
• Pengukuran dilakukan pada arteri brachialis kanan dan kiri. Normalnya
apabila kanan dan kiri ada perbedaan sebesar 5 - 10 mmHg. Perlu dicurigai
adanya obstruksi atau kompresi pada sisi yang tensinya lebih rendah
apabila ada perbedaan sebesar >10 - 15 mmHg
PENDEKATAN DIAGNOSIS
• Pemeriksaan penunjang
• Darah rutin
• Glukosa puasa (DM)
• Total kolestrol, LDL, HDL, trigliserida (aterosklerosis)
• Asam urat, kreatinin, kalium, hemoglobin, hematokrit, urinalisis (fungsi
ginjal)
• EKG
PENDEKATAN DIAGNOSIS
• Pemeriksaan kerusakan organ target
• Jantung : pemeriksaan fisik, rontgen (kardiomegali, intrathoraks, sirkulasi
pulmoner), EKG (iskemia, aritmia, hipertrofi)
• Pembuluh darah : pemeriksaan fisik, USG karotis, fungsi endotel
• Otak : pemeriksaan neurologis, CT scan, MRI
• Mata : funduskopi retina
• Fungsi ginjal : penentuan proteinuria, rasio albumin kreatinin urin, LFG
MANAJEMEN HIPERTENSI
OBAT ANTIHIPERTENSI
• Alpha Blocker
• Beta Blocker
• Calcium Channel Blocker
• Diuretics
• Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor
• Angiotensin Receptor Blocker
• Vasodilator
ALPHA BLOCKER
• Alpha blocker bekerja dengan mentarget post-ganglionic α1 Gq
protein-coupled receptor yang membuat vasodilatasi pembuluh
darah perifer sehingga menurunkan SVR.
• Contoh : Labetalol, Phentolamine
• Efek samping : hipotensi ortostatik, reflex takikardia, edema, nyeri
kepala, inkontinensia, mengantuk
BETA BLOCKER
• Beta blocker bekerja dengan cara berikatan dengan beta
adrenoreceptor sehingga menjadi antagonis bagi katekolamin
• Reseptor beta dibagi menjadi 2 yaitu β1 (jantung, ginjal) dan β2
(paru-paru, pembuluh darah, dan otot)
• Blok dari reseptor β1 menurunkan kontraktilitas otot jantung,
denyut nadi, serta aktivitas simpatis
• Contoh : Propanolol, Bisoprolol, Metoprolol, Atenolol
• Efek samping : pusing, mual, diare, penglihatan kabur, kelelahan
CALCIUM CHANNEL BLOCKER
• Calcium channel blocker bertindak dengan menghambat L-type
calcium channel pada pembuluh darah, otot jantung, dan nodus
• Pada jantung efeknya kronotropik dan inotropic negative
• Pada pembuluh darah efeknya vasodilatasi perifer dan menurunkan
SVR
• Contoh obat : Amlodipine, diltiazem, verapamil
• Efek samping : sakit kepala, edema, konstipasi, ruam, mengantuk
DIURETIK
• Thiazid diuretic bekerja dengan menghambat reabsorbsi Na dan Cl
pada tubulus distal bagian proksimal dari ginjal sehingga
menyebabkan diuresis
• Efek antihipertensi yang diberikan adalah dengan mengurangi
volume secara langsung
• Contoh : furosemide, spironolactone, hydrochlorothiazide
• Efek samping : hypokalemia, hiperkalsemia, hyponatremia,
hipomagnesemia
ACEI
• Agen ACEI bekerja dengan cara menghambat ACE sehingga tidak
terjadi pembentukan angiotensin II
• Mekanisme aksi lain adalah dengan mencegah metabolism dari
bradykinin sehingga membuat vasodilatasi
• Contoh obat : Captopril, Ramipril, Enalapril, Lisinopril
• Efek samping : Batuk, disfungsi ginjal, hyperkalemia, angioedema,
ruam, gangguan pengecap
ARB
• Agen ARB bertindak dengan cara berikatan dengan AT1 G protein-
coupled receptor sehingga menjadi antagonis dari angiotensin II
• Contoh obat : Candesartan, Valsartan, Losartan
• Efek samping : hipotensi, pusing, lemas, mengantuk, rasa logam
pada lidah, gangguan pencernaan
VASODILATOR
• Mekanisme kerja dari agen vasodilator adalah dengan cara relaksasi
otot polos pada pembuluh darah resisten
• Contoh obat : Hydralazine, Minoxidil
• Vasodilator saat ini sudah jarang digunakan karena efek samping
yang ditimbulkan
• Efek samping yang dimaksud adalah stimulasi reflex jantung
sehingga berisiko iskemia dan juga aktivasi RAS
• Efek samping lainnya meliputi pusing, retensi cairan, edema,
hipertrofi ventrikel kiri, efusi pleura/pericardial, neuropati perifer
MEKANISME ANTIHIPERTENSI
MEKANISME ANTIHIPERTENSI
ANTIHIPERTENSI
Kelas Nama Obat Dosis (mg/hari)
Diuretik Hidroklorotiazid 12,5 – 50
Furosemid 20 – 80
Spironolakton 25 – 50
Beta Bloker Metoprolol 50 – 100
Bisoprolol 2,5 – 10
Propanolol 40 – 160
CCB Amlodipine 2,5 – 10
Nifedipine 30 – 60
Verapamil 120 – 360
Diltiazem 120 – 540
ACEI Captopril 25 – 100
Enalapril 5 – 40
Lisinopril 10 – 40
ARB Losartan 25 – 100
Valsartan 50 – 320
Alpha Bloker Labetalol 200 – 800
Vasodilator Hydralazine 25 – 100
Minoxidil 2,5 – 80
MODIFIKASI GAYA HIDUP
Modifikasi Rekomendasi Rerata Penurunan TDS
Penurunan berat Jaga berat badan ideal (IMT = 18,5 – 22,9 5-20 mmHg/ 10 kg
badan kg/m2)
Dietary Approach to Diet tinggi serat dan rendah lemak 8-14 mmHg
Stop Hypertension
(DASH)
Pembatasan intake Kurangi hingga < 100 mmol per hari ( 2,0 g 2-8 mmHg
natrium natrium atau 6,5 g natrium klorida atau 1
sendok teh garam per hari )
Aktivitas fisik aerobik Aktivitas fisik aerobik yang teratur selama 20- 4-9 mmHg
30 menit dengan frekuensi 2-3 kali seminggu
Pembatasan konsumsi Konsumsi alkohol maksimal 30 ml bagi laki laki 2-4 mmHg
alkohol dan maksimal 20 ml bagi perempuan atau  
orang yang lebih kurus.
Pembatasan merokok    
DIET DASH
• Membatasi konsumsi natrium, baik itu dalam bentuk garam maupun
makanan bersodium tinggi, seperti makanan dalam kemasan (makanan
kalengan), dan makanan cepat saji.
• Membatasi konsumsi daging dan makanan mengandung gula tinggi.
• Mengurangi konsumsi makanan berkolesterol tinggi, dan mengandung
lemak trans.
• Memperbanyak konsumsi sayuran, buah-buahan, dan olahan 
susu rendah lemak.
• Mengonsumsi ikan, daging unggas, kacang-kacangan, dan makanan
dengan gandum utuh.
DIET DASH
Jenis Makanan Porsi per hari
Sayuran 4-5
Beras dan gandum 6-8
Buah-buahan 4-5
Daging, ayam, ikan 2
Kacang-kacangan dan biji-bijian 3-5
Lemak dan minyak 2-3
Susu rendah lemak 2-3
Cemilan 5
JNC 8
• Secara umum, JNC 8 memberikan 9 rekomendasi terbaru terkait
dengan target penurunan tekanan darah
JNC 8
• Pada tahun 2013, Joint National Committee telah mengeluarkan
guideline terbaru mengenai tatalaksana hipertensi atau tekanan
darah tinggi, yaitu JNC 8.
• Secara umum, JNC 8 memberikan 9 rekomendasi terbaru terkait
dengan target penurunan tekanan darah
JNC 8 (REKOMENDASI 1)
• Rekomendasi pertama yang dipublikasikan melalui JNC 8 ini terkait dengan
target tekanan darah pada populasi umum usia 60 tahun atau lebih. Berbeda
dengan sebelumnya, target tekanan darah pada populasi tersebut lebih tinggi
yaitu tekanan darah sistolik kurang dari 150 mmHg serta tekanan darah diastolik
kurang dari 90 mmHg.
• Apabila ternyata pasien sudah mencapai tekanan darah yang lebih rendah,
seperti misalnya tekanan darah sistolik <140 mmHg (mengikuti JNC 7), selama
tidak ada efek samping pada kesehatan pasien atau kualitas hidup , terapi tidak
perlu diubah.
• Rekomendasi ini didasarkan bahwa pada beberapa RCT didapatkan bahwa
dengan melakukan terapi dengan tekanan darah sistolik <150/90 mmHg sudah
terjadi penurunan kejadian stroke, gagal jantung, dan penyakit jantung koroner.
• Penerapan target tekanan darah <140 mmHg pada usia tersebut tidak
didapatkan manfaat tambahan dibandingkan dengan kelompok dengan target
tekanan darah sistolik yang lebih tinggi.
JNC 8 (REKOMENDASI 2)
• Rekomendasi kedua dari JNC 8 adalah pada populasi umum yang
lebih muda dari 60 tahun, terapi farmakologi dimulai untuk
menurunkan tekanan darah diastolik <90 mmHg.
• Terdapat bukti-bukti yang dianggap berkualitas dan kuat dari 5
percobaan tentang tekanan darah diastolic yang dilakukan oleh
HDFP, Hypertension-Stroke Cooperative, MRC, ANBP, dan VA
Cooperative. Dengan tekanan darah <90 mmHg, didapatkan
penurunan kejadian serebrovaskular, gagal jantung, serta angka
kematian secara umum. Juga, didapatkan bukti bahwa
menatalaksana dengan target 80 mmHg atau lebih rendah tidak
memberikan manfaat yang lebih dibandingkan target 90 mmHg.
JNC 8 (REKOMENDASI 3)
• Rekomendasi ketiga dari JNC adalah pada populasi umum yang
lebih muda dari 60 tahun, terapi farmakologi dimulai untuk
menurunkan tekanan darah sistolik <140 mmHg.
• Pasien yang mendapatkan tekanan darah kurang dari 90 mmHg
juga mengalami penurunan tekanan darah sistolik kurang dari 140
mmHg.
• Standar terapi masih mengacu pada JNC VII
JNC 8 (REKOMENDASI 4)
• Rekomendasi 4 dikhususkan untuk populasi penderita tekanan darah
tinggi dengan chronic kidney disease (CKD). Populasi usia 18 tahun atau
lebih dengan CKD perlu diinisiasi terapi hipertensi untuk mendapatkan
target tekanan darah sistolik kurang dari 140 mmHg serta diastolik
kurang dari 90 mmHg.
• RCT yang digunakan untuk mendukung rekomendasi ini melibatkan
populasi usia kurang dari 70 tahun dengan eGFR atau measured GFR
kurang dari 60 mL/min/1.73 m2 dan pada orang dengan albuminuria
(lebih dari 30 mg albumin/g kreatinin) pada berbagai level GFR maupun
usia.
• Pada pasien lebih dari 60 tahun kita perlu menentukan status fungsi
ginjal. Jika tidak ada CKD, target tekanan darah sistolik yang digunakan
adalah 150/90 mmHg sementara jika ada CKD, targetnya lebih rendah,
yaitu 140/90 mmHg.
JNC 8 (REKOMENDASI 5)
• Pada pasien usia 18 tahun atau lebih dengan diabetes, inisiasi terapi
dimulai untuk menurunkan tekanan darah sistolik kurang dari 140
mmHg dan diastolic kurang dari 90 mmHg.
• Target tekanan darah ini lebih tinggi dari guideline sebelumnya,
yaitu tekanan darah sistolik <130 mmHg serta diastolic <85 mmHg.
JNC 8 (REKOMENDASI 6)
• Pada populasi umum non kulit hitam (negro), termasuk pasien dengan diabetes, terapi
antihipertensi inisial sebaiknya menyertakan diuretic thiazid, Calcium channel blocker
(CCB), Angiotensin-converting Enzyme Inhibitor (ACEI) atau Angiotensin Receptor
Blocker (ARB).
• Terapi inisiasi dengan diuretic thiazid lebih efektif dibandingkan CCB atau ACEI, dan
ACEI lebih efektif dibandingkan CCB dalam meningkatkan outcome pada gagal
jantung. Jadi pada kasus selain gagal jantung kita dapat memilih salah satu dari
golongan obat tersebut, tetapi pada gagal jantung sebaiknya thiazid yang dipilih.
• Beta blocker tidak direkomendasikan untuk terapi inisial hipertensi karena penggunaan
beta blocker memberikan kejadian yang lebih tinggi pada kematian akibat penyakit
kardiovaskular, infark miokard, atau stroke dibandingkan dengan ARB.
• Sementara itu, alpha blocker tidak direkomendasikan karena justru golongan obat
tersebut memberikan kejadian cerebrovaskular, gagal jantung dan outcome
kardiovaskular yang lebih jelek dibandingkan dengan penggunaan diuretic sebagai
terapi inisiasi.
JNC 8 (REKOMENDASI 7)
• Pada populasi kulit hitam, termasuk mereka dengan diabetes, terapi inisial
hipertensi sebaiknya menggunakan diuretic tipe thiazide atau CCB. Pada
populasi ini, ARB dan ACEI tidak direkomendasikan.
• Pada studi yang digunakan, didapatkan bahwa penggunaan diuretic thiazide
memberikan perbaikan yang lebih tinggi pada kejadian cerebrovaskular, gagal
jantung dan outcome kardiovaskular yang dikombinasi dibandingkan ACEI.
Sementara itu, meski CCB lebih kurang dibandingkan diuretic dalam mencegah
gagal jantung, tetapi outcome lain tidak terlalu berbeda dibandingkan dengan
diuretik thiazide.
• CCB juga lebih direkomendasikan dibandingkan ACEI karena ternyata
didapatkan hasil bahwa pada pasien kulit hitam memiliki 51% kejadian lebih
tinggi mengalami stroke pada penggunaan ACEI sebagai terapi inisial
dibandingkan dengan penggunaan CCB. Selain itu, pada populasi kulit hitam,
ACEI juga memberikan efek penurunan tekanan darah yang kurang efektif
dibandingkan CCB.
JNC 8 (REKOMENDASI 8)
• Pada populasi berusia 18 tahun atau lebih dengan CKD dan hipertensi, ACEI atau ARB
sebaiknya digunakan dalam terapi inisial atau terapi tambahan untuk meningkatkan
outcome pada ginjal. Hal ini berlaku pada semua pasien CKD dalam semua ras
maupun status diabetes.
• Pasien CKD, dengan atau tanpa proteinuria mendapatkan outcome ginjal yang lebih
baik dengan penggunaan ACEI atau ARB.
• Sementara jika tidak ada proteinuria, pilihan terapi inisial masih belum jelas antara
thiazide, ARB, ACEI atau CCB. Jadi, bisa dipilih salah satunya. Jika ACEI atau ARB tidak
digunakan dalam terapi inisial, obat tersebut juga bisa digunakan sebagai terapi
tambahan atau terapi kombinasi.
• Penggunaan ACEI dan ARB secara umum dapat meningkatkan kadar kreatinin serum
dan mungkin menghasilkan efek metabolic seperti hiperkalemia, terutama pada
mereka dengan fungsi ginjal yang sudah menurun. Peningkatan kadar kreatinin dan
potassium tidak selalu membutuhkan penyesuaian terapi. Namun, kita perlu
memantau kadar elektrolit dan kreatinin yang mana pada beberapa kasus perlu
mendapatkan penurunan dosis atau penghentian obat.
JNC 8 (REKOMENDASI 9)
• Rekomendasi 9 dari JNC 8 mengarahkan kita untuk melakukan
penyesuaian apabila terapi inisial yang diberikan belum memberikan
target tekanan darah yang diharapkan.
• Jangka waktu yang menjadi patokan awal adalah satu bulan, Jika dalam
satu bulan target tekanan darah belum tercapai, kita dapat memilih
antara meningkatkan dosis obat pertama atau menambahkan obat lain
sebagai terapi kombinasi.
• Obat yang digunakan sesuai dengan rekomendasi yaitu thiazide, ACEI,
ARB atau CCB. Namun, ARB dan ACEI sebaiknya tidak dikombinasikan.
Jika dengan dua obat belum berhasil, kita dapat memberikan obat ketiga
secara titrasi.
• Rekomendasi ini merupakan expert opinion (Rekomendasi E)
JNC 8
KRISIS HIPERTENSI
KRISIS HIPERTENSI
• Sindroma klinis yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah
mendadak pada penderita hipertensi dengan TDS >180 mmHg dan
TDD >120 mmHg dengan komplikasi dari disfungsi target organ
baik yang sedang dalam proses (impending) maupun sudah dalam
tahapan akut progresif.
• Krisis Hipertensi meliputi :
• Hipertensi gawat (hipertensi emergency) : peningkatan tekanan darah yang
disertai dengan kerusakan target organ akut
• Hipertensi mendesak (hipertensi urgency) : peningkatan tekanan darah
yang tanpa disertai kerusakan target organ akut
KRISIS HIPERTENSI
• Karakteristik klinis hipertensi emergency :
• Tekanan darah : biasanya di atas 220/140 mmHg
• Temuan funduskopi : perdarahan, eksudat, edema papil
• Status neurologis : nyeri kepala, disorientasi, somnolen, stupor, gangguan
penglihatan
• Temuan jantung : pulsasi apeks, prominen, kardiomegali, CHF
• Ginjal : azotemia, proteinuria, oliguria
• Saluran cerna : mual, muntah
KRISIS HIPERTENSI
Parameter Hipertensi urgency Hipertensi emergency
Asimtomatik Simtomatik
TD (mmHg) > 180/120 > 180/120 > 220/140
Gejala Nyeri kepala, cemas, sering Nyeri kepala berat, napas Napas pendek, nyeri dada,
asimtomatik pendek nocturia, disartrhria, lemah,
gangguan kesadaran
Pemeriksaan Kerusakan organ target (-), temuan Kerusakan organ target (+), Ensepalopati, edema paru,
klinis kardiovaskuler (-) temuan klinis kardiovaskuler (+) insufisiensi renal, gangguan
serebrovaskuler, iskemia jantung
Terapi Observasi 1-3 jam, mulai dan Observasi 3-6 jam, turunkan TD Terapi parenteral
lanjutkan terapi, naikkan dosis agen dengan agen hipertensi oral
yang tidak adekuat yang short-acting
Rencana Follow up dalam 3-7 hari Follow up <72 jam Rawat di ICU, terapi inisial untuk
mencapai target TD, pemeriksaan
diagnostic tambahan
TATA LAKSANA KRISIS HIPERTENSI
• Hipertensi mendesak (hipertensi urgency) dapat diterapi rawat jalan
dengan antihipertensi oral
• Terapi meliputi penurunan TD dalam 24-48 jam tetapi penurunan
TD tidak boleh melebihi 25% dalam 24 jam pertama
TATA LAKSANA KRISIS HIPERTENSI
• Terapi lini pertama hipertensi urgency
Obat Dosis Awitan Lama
Kerja
Captopril Rekomendasi : 25 mg PO 15-30 menit 6-8 jam
Range dosis : 6,25 – 50 mg PO
Max : 50 mg PO
Clonidine Rekomendasi : 0,1-0,2 mg PO, dilanjutkan dengan 0,05-0,1 15-30 menit 2-8 jam
mg/jam sampai efek yang diinginkan
Max : 0,8 mg PO
Labetolol Range dosis : 200-400 mg PO dapat diulang 2-3 jam 1-2 jam 2-12 jam
Max : 1200 mg PO
Amlodipine Range dosis 2,5-5 mg PO 1-2 jam 12-18 jam
TATA LAKSANA KRISIS HIPERTENSI
• Tujuan terapi hipertensi emergency adalah menurunkan MAP
(Mean Arterial Pressure) secara bertahap tidak lebih dari 25% dalam
beberapa menit sampai 1 jam. Aturannya adalah :
• Menurunkan MAP 10% dalam 1 jam pertama
• Menurunkan MAP 15% dalam 3-12 jam selanjutnya
• Apabila tidak ada hipoperfusi organ, penurunan dapat dilanjutkan dalam 2-
6 jam sampai TD 160/100 mmHg selanjutnya sampai mendekati normal.
• TD dapat diturunkan lagi dalam 48 jam berikutnya
• Pengecualian aturan ini adalah pada diseksi aorta dan perdarahan post-op
dari bekas jahitan vaskuler yang mana butuh normalisasi TD secepatnya
TATA LAKSANA KRISIS HIPERTENSI
• Pada hipertensi kronis, autoregulasi serebral diset pada TD yang
lebih tinggi daripada normal
• Penyesuaian dilakukan untuk mencegah overperfusion serebral
(peningkatan TIK) pada TD yang tinggi, dan mencegah
underperfusion (iskemia serebral) apabila TD diturunkan terlalu
cepat
• Pada Penyakit Jantung Koroner, penurunan TD diastolic terlalu
cepat memicu infark miokard akut
TATA LAKSANA KRISIS HIPERTENSI
• Terapi antihipertensi parenteral pada hipertensi emergency
Obat Dosis Intravena
Nitroprusside Inisial 0,3 ug/kg/menit, biasa 2-4 ug/kg/menit, max 10 ug/kg/menit selama 10 menit
Nicardipine Inisial 5 mg/jam, titrasi 2,5 mg/jam tiap 5-15 menit, max 15 mg/jam
Labetolol 2 mg/menit s/d 300 mg atau 20 mg dalam 2 menit, kemudian 40-80 mg pada interval 10
menit s/d total 300 mg
Esmolol Inisial 80-500 ug/kg dalam 1 menit, kemudian 50-300 ug/kg/menit
Phentolamine 5-15 mg bolus
Nitrogliserin Inisial 5 ug/menit, titrasi 5 ug/menit tiap 3-5 menit, apabila tidak ada respon dalam 20
ug/menit, dosis tambahan 10-20 ug/menit dapat digunakan
Hydralazine 10-50 mg tiap interval 30 menit
TATA LAKSANA KRISIS HIPERTENSI
Obat Efek Samping
Nitroprusside Mual, muntah, kedut otot, reflex takikardia, toksisitas sianida

Nicardipine Nyeri kepala, mual, flushing, reflex takikardia

Klonidin Pusing, mulut kering, hipotensi ortostatik, efek withdrawal

Labetolol Mual, muntah, bronkokonstriksi, pusing, hipotensi ortostatik, gagal


jantung, AV blok

Nitrogliserin Nyeri kepala, muntah, methemoglobinemia, toleransi jangka panjang

Hydralazine Pusing, nyeri kepala, flushing, takikardia, angina


TATA LAKSANA KRISIS HIPERTENSI
Kondisi Pilihan Obat Target TD
Ensefalopati Nitroprusside 20-25% dalam 2-3 jam
hipertensi
Stroke iskemik Nicardipine, nitroprusside 0-20% dalam 6-12 jam

SAH Nicardipine, nitroprusside, 20-25% dalam 2-3 jam


nimodipine
Edema paru Nitroprusside, nitrogliserin, labetolol Memperbaiki gejala/10-15% dalam 1-2 jam

Diseksi aorta Nitroprusside dan esmolol TD sistolik 110-120 secepatnya


Renal emergency Fenoldopam, nitroprusside, labetolol Target tensi 20-25% dalam 2-3 jam

Katekolamin Phentolamine, labetolol 10-15% dalam 1-2 jam


berlebihan
Preeklamsia/Eklamsia Hydralazine, labetolol, nicardipine TD sistolik <150 mmHg, TD diastolic 80-100
mmHg
TATA LAKSANA KRISIS HIPERTENSI
• Tata laksana hipertensi pada stroke iskemik akut
Tekanan Darah Tata Laksana

Non-kandidat terapi trombolisis : TD Observasi kecuali ada disfungsi organ target (AMI, diseksi aorta),
sistolik ≤220 mmHg atau TD diastolic tata laksana gejala lain stroke (nyeri kepala, agitasi, mual muntah)
≤120 mmHg dan komplikasi akut stroke (peningkatan TIK, kejang)
Non-kandidat terapi trombolisis : TD Labetolol 10-20 mg IV selama 1-2 menit dapat diulang atau
sistolik >220 mmHg atau TD diastolic digandakan setiap 10 menit (max 300 mg) atau nicardipine 5
121-140 mmHg mg/jam infus dosis awal, titrasi 2,5 mg/jam tiap 5 menit sampai
max dosis 15 mg/jam sampai TD yang diinginkan. Target penurunan
TD 10-15%
Non-kandidat terapi trombolisis : TD Nitroprusside dosis awal 0,5 ug/kgBB/menit infus IV. Target
diastolic >140 mmHg penurunan TD 10-15%
TATA LAKSANA KRISIS HIPERTENSI
Tekanan Darah Tata Laksana

Kandidat terapi trombolisis (sebelum Labetolol 10-20 mg IV selama 1-2 menit


tata laksana) TD sistolik >180 atau TD
diastolic >110 mmHg
Kandidat terapi trombolisis a. Cek TD tiap 15 menit selama 2 jam, lalu tiap 30 menit selama 6
(selama/setelah perawatan) jam berikutnya, dilanjutkan tiap jam selama 16 jam
a.TD 140 mmHg b. Nitroprusside 0,5 ug/kgBB/menit IV, titrasi sampai TD target
b.TD sistolik >230 atau diastolic 121- c. Labetolol 10 mg selama 1-2 menit dapat diulang atau
140 mmHg digandakan tiap 10 menit (max 300 mg) atau diberikan dosis
c.TD sistolik 180-230 atau TD diastolic inisial lalu dilanjut drip 2-8 mg/menit atau nicardipine 5 mg/jam
121-140 mmHg dosis awal, titrasi 2,5 mg/jam tiap 5 menit sampai 15 mg/jam
d.TD sistolik 180-230 atau TD diastolic sampai TD target. Bisa dipertimbangkan nitroprusside
105-120 mmHg d. Labetolol 10 mg selama 1-2 menit dapat diulang atau
digandakan tiap 10 menit (max 300 mg) atau diberikan dosis
inisial lalu dilanjut drip 2-8 mg/menit.
DAFTAR PUSTAKA
• Greenberger, N. J., et al. 2012. Harrison’s Principle of Internal Medicine. 18th ed. New
York : McGraw-Hills
• Yogiantoro. 2014. Pendekatan Klinis Hipertensi. In : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi
Keenam. Jakarta : Interna Publishing
• Tanto, C. 2014. Hipertensi. In : Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius
• Tanto, C. 2014. Krisis Hipertensi. In : Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media
Aesculapius
• Alwi, I., et al. 2015. Penatalaksanaan di Bidang Ilmu Penyakit Dalam: Panduan Praktik
Klinis. Jakarta: Interna Publishing.
• Jackson, R.E, Bellamy, M.C. Antihypertensive Drugs. BJA Education. 2015;15(6): 280-5
• Joseph, A.C. Karthik M,S. et al. JNC 8 versus JNC 7 – Understanding the Evidences. Int. J.
Pharm. Sci. Rev. Res. 2016:36(1); 38-43
TERIMA KASIH
MOHON SARAN DAN ASUPAN

Anda mungkin juga menyukai