Anda di halaman 1dari 11

TEORI SEMIOTIK DAN METODE

PENELITIANNYA

SEMIOTIK RIFFATERRE
STRUKTURAL-SEMIOTIK
• Analisis struktural : unsur-unsur struktur karya
sastra itu saling berhubungan secara erat,
saling menentukan artinya.
• Karena puisi itu merupakan struktur tanda-
tanda yang bermakna dan bersistem, maka
untuk dapat mengungkap makna tanda-tanda
itu diperlukan analisis dengan memanfaatkan
teori semiotik.
• Karya sastra (puisi) itu merupakan sistem tanda yang
mempunyai makna yang mempergunakan medium
bahasa. Bahasa sebagai medium karya sastra ini
sudah merupakan sistem semiotik atau ketandaan,
yaitu sistem ketandaan yang mempunyai arti
(Pradopo, 1997:121).
• Sebagai tanda, karya sastra merupakan dunia dalam
kata yang dapat dipandang sebagai sarana
komunikasi antara pembaca dan pengarangnya.
Karya sastra bukan merupakan sarana komunikasi
biasa. Oleh karena itulah, karya sastra dapat
dipandang sebagai gejala semiotik ( Teeuw, 1984:43).
• Semiotik merupakan suatu disiplin yang meneliti semua bentuk
komunikasi selama komunikasi itu dilaksanakan dengan
menggunakan tanda (Segers, 1978:14).
• Ada dua prinsip : “penanda” (signifier, ad-dâl) dan “petanda”
(signified, al-madlûl).
• Bahasa sebagai medium karya sastra merupakan sistem tanda
tingkat pertama. Dalam ilmu semiotik, arti bahasa sebagai sistem
tanda tingkat pertama itu disebut meaning (arti)
• Karya sastra merupakan sistem tanda yang lebih tinggi daripada
bahasa, maka disebut sistem semiotik tingkat kedua. Jadi, arti sastra
adalah meaning of meaning (arti dari arti, makna) yang didasarkan
pada konvensi sastra.
• Untuk membedakan keduanya, maka arti bahasa disebut meaning,
al-ma`na al-awwal (arti) dan arti sastra disebut significance, al-
ma`na as-sâni (makna).
• Konvensi sastra yang dimaksud adalah satuan-
satuan yang berfungsi seperti satuan-satuan
bunyi, kelompok kata, kalimat (gaya bahasa),
satuan visual seperti topografi, enjambement,
satuan bait atau baris, atau satuan-satuan lain
yang memungkinkan timbulnya makna puisi
(Preminger dkk, 1974:981) karena
menganalisis puisi adalah memburu tanda-
tanda, pursuit of signs (Culler, 1981).
• Teori ini dalam kesusasteraan Arab disebut
an-nazariyyah as-simiyutiqiyyah.
• Metode Penelitian:
• Riffaterre mengemukakan (1978) bahwa
ada empat hal yang dapat dilakukan untuk
pemproduksian makna puisi, yaitu:
• (1) ketidaklangsungan ekspresi,
• (2) pembacaan heuristik dan retroaktif
atau hermeneutik,
• (3) matrix / key word/ al-kalimat al-
miftah/ kata kunci,
• (4) hipogram.
• Ketidaklangsungan ekspresi itu disebabkan tiga hal, yaitu
• (1) penggantian arti (displacing of meaning). Hal ini disebabkan
oleh penggunaan bahasa kiasan (figurative language) yang
dalam kesusasteraan Arab termasuk dalam ilmu balagah, yaitu
tasybih. Tasybih mempunyai dua bagian, yaitu musyabbah
(principle term) dan musyabbah bih (secondary term).
• (2) penyimpangan arti (distorsing of meaning), yaitu arti
bahasa puisi itu menyimpang dari bahasa yang tertulis.
Penyimpangan ini disebabkan oleh tiga hal, yaitu ambiguitas,
kontradiksi, dan nonsense.
• (3) penciptaan arti (creating of meaning) ini dilakukan melalui
sarana-sarana pencipta arti yang di antaranya adalah rima,
enjambement (Perloncatan baris), homologues (persamaan
posisi; persejajaran bentuk), dan tipografi (susunan tulisan).
• Pembacaan heuristik adalah pembacaan
menurut sistem semiotik tingkat pertama,
pembacaan menurut konvensi bahasa.
• Dalam pembacaan ini, karya sastra dibaca
secara linier sesuai dengan struktur
bahasa secara normatif, misalnya dengan
menambah kata sambung, sinonim, kata
dasar dalam kurung atau memprosakan
puisi sehingga menjadi ungkapan biasa
menurut konvensi bahasa.
• Sementara itu, pembacaan hermeneutik
atau retroaktif adalah pembacaan ulang
dengan memberikan tafsiran.
• Karya sastra dibaca berdasarkan konvensi
sastra untuk mendapatkan makna
kesastraannya.
• Matrix / key word/ al-kalimat al-miftāh/ kata
kunci
• Untuk memahami sebuah puisi harus dicari
matrixnya, yaitu kata yang menjadi kunci
penafsiran sebuah puisi. Dikatakan bahwa teks
berawal dari adanya matriks (Riffaterre,
1978:13).
• Akan tetapi, matriks tidak pernah hadir dalam
teks dan tidak dapat ditemukan dalam teks.
Matriks dapat dimengerti dan ditangkap
maknanya melalui tahap-tahap pembacaan teks.
• Hipogram
• Hal lain yang dapat digunakan untuk memproduksi
makna adalah prinsip intertekstual (at-tanâssu), yaitu
prinsip hubungan antar-teks. Riffaterre
mengemukakan (dalam Teeuw, 1983:65) bahwa sajak
adalah respon atau tanggapan terhadap sajak
sebelumnya.
• Tugas pembaca adalah menemukan dan menafsirkan
respon tersebut karena seringkali sebuah puisi baru
dapat dimaknai setelah dikontraskan dengan teks
atau puisi lain yang menjadi latar penciptaannya. Teks
yang melatari penciptaan itu disebut hipogram,
sedangkan teks yang merespon disebut transformasi.

Anda mungkin juga menyukai